Demam Typhoid [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A.



LATAR BELAKANG Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh



salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella typhi C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut, dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia. ( Widodo Djoko, 2009 ) Dewasa ini, perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah banyak menyelamatkan nyawa manusia. Penyakit – penyakit yang selama ini tidak terdiagnosis dan terobati, sekarang sudah banyak teratasi. Tetapi untuk memperbaiki taraf kesehatan secara global tidak dapat mengendalkan hanya pada tindakan kuratif, karena penyakit yang memerlukan biaya mahal itu sebagian besar dapat dicegah dengan pola hidup sehat dan menjauhi pola hidup beresiko. Artinya para pengambil kebijakan harus mempertimbangkan untuk mengalokasi dana kesehatan yang lebih menekankan pada segi preventif dari pada kuratif. ( Muttaqin Arif, 2011 ) Didunia pada tanggal 27 September 2011 sampai dengan 11 Januari 2012 WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderita Typhoid dan 214 orang meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah maupun sekolah akan tetapi tidak menutup kemugkinan juga menyerang orang dewasa. Demam Typhoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan seperti lingkungan kumuh, kebersihan tempat-tempat umun yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.



Page 1 of 18



B.



RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :



C.



a.



Apa definisi demam tifoid ?



b.



Apa etiologi demam tyfoid ?



c.



Apa manifestasi demam tyfoid ?



d.



Apa komplikasi demam tyfoid ?



e.



Apa saja pemeriksaan penunjang demam tyfoid ?



f.



Bagaimana penatalaksanaan demam tyfoid ?



g.



Bagaimana pencegahan pada demam Typhoid ?



TUJUAN Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah, agar mahasiswa lebih mengerti dan memahami tentang : a.



Definisi demam tyfoid.



b.



Etiologi demam tyfoid.



c.



Manifestasi demam tyfoid.



d.



Komplikasi demam tyfoid.



e.



Pemeriksaan penunjang demam tyfoid.



f.



Penatalaksanaan demam tyfoid.



g.



Pencegahan pada demam Typhoid.



Page 2 of 18



BAB II PEMBAHASAN A.



DEFINISI DEMAM TYFOID Demam Thypoid adalah penyakit sistematik yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan demam insidious yang berlangsung lama, sakit kepala, badan lemah, anoreksis,bradikardi relative, serta splenomegaly (james Chin, 2006) Demam Thypoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhy (S typhy) atau Salmonella paratyphi ( S paratyphi ) yang masuk kedalam tubuh manusia. Dan merupakan kelompok penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang bnyak orang sehingga dapat menimbulkn wabah (Djoko Widodo, 2006). Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dri satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005). Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini ditandai dengan panas berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endothelia dan endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hat, limpa, kelenjar limfa usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi.( NANDA, 2015 ) Dari pendapat diatas maka disimpulkan demam typhoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Slmonella typhi (S. typhi) atau Salmonella paratyphi). Yang masuk ke dalam tubuh manusia (saluran pencernaan) dengan ditandai oleh demam insidius yang lama, sakit kepala, badan lemah, anoreksia, bradikardi relatif, serta splenomegali, dan juga merupakan kelompok penyakit yang mudah menular serta menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.



Page 3 of 18



B.



ETIOLOGI DEMAM TYFOID Adapun penyebab dari penyakit demam tifoid ini adalah Bakteri Salmonella Typhi (S Typhi) dan Salmonella Parathyphi. (James Chin, MD, 2006). Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. (Ashkenazi et al, 2002)



C.



MANIFESTASI KLINIS Gejala dapat timbul secara tiba-tiba / berangsur-angsur yaitu antara 10 sampai 14 hari. Mulainya samar-samar bersama nyeri kepala, malaise, anoreksia dan demam, rasa tidak enak di perut dan nyeri di seluruh badan. Minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi /diare, perasaan tidak enak pada perut, batuk dan epistaksis. Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas yaitu : demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan remor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental. ( Ngastiyah. 2005 )



D.



KOMPLIKASI DEMAM TYFOID Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu : ( Muttaqin Arif. 2011 ). a.



Komplikasi intestinal : Perdarahan usus, perforasi usus, Ileus paralitik, pankreastitis



b.



Komplikasi Ekstra-intestinal : komplikasi kardiovaskuler (gagal sirkulasi



perifer,miokarditis,



tromboflebitis),



komplikasi



darah



(anemia hemolitik, trombositopenia, thrombosis), kompliksi paru



Page 4 of 18



(pneumonia, empyema, pleuritis), komplikasi hepatobilier (hepatitis, kolesistitis), komplikasi tulang (ostemielitis, peritonitis,spondylitis, arthritis). Komplikasi neuropsikiatrik / tifoid toksik



E.



PEMERIKSAAN PENUNJANG a.



Pemeriksaan Laboratorium. Untuk menentukan diagnose demm tifoid dilakukan pemeriksan darah lengkap,fungsi hati, serologi, dan kultur.



b.



Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : 1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). 2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman). 3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).



c.



STRT ( Salmonella tifoid rapi test ) adalah suatu test diagnose invitro semi kuantitatif 10 menit untuk deteksi demam thypoid akut yang disebabkan oleh salmonella thypi melalui deteksi spesifik adanya serum anti bodi IgM tersebut dalam menghambat ( inhibisi ) reaksi antara antigen berlabel partikel latek magnetic ( regan warna coklat ).Monoklonal antibody berlabel latek warna ( regan warna biru ) Selanjutnya ikatan inhibisi tersebut



Page 5 of 18



disparasikan oleh suatu daya magnet tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibody IgM salmonella thypi dalam semple hasil dibaca secara fisual dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna. d.



Foto rontgen thorak : Kesan: Peningkatan ringan corak bronchovaskuler



F.



PENATALAKSANAAN Penalaksanaan thypoid terdiri dari 3 bagian yaitu : (Muttaqin Arif. 2011 ). a.



Perawatan Penderita thypoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Penderita harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari.Besar demam / kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah komplikasi perdarahan / perforasi usus. Penderita dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubahubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostaltik dan dekubitus.



b.



Diet Dimasa lalu penderita tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan penderita. Pemberian bubur saring ini dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus, karena ada pendapat bahwa ulkus-ulkus perlu diistirahatkan. Banyak penderita tidak menyukai bubur saring karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena mereka hanya makan sedikit dan ini berakibat keadaan umum dan gizi penderita semakin mundur dan masa penyembuhan menjadi lama.Makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada penderita tifoid.



Page 6 of 18



c.



Obat Obat – obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah: 1. Kloramfenikol Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4x.500 mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam.Dengan penggunan kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari. 2. Tiamfenikol Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam thypid sama dengan kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada penggunan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfemikol demam pada demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari. 3. Ko-trimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol) Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari. 4. Ampicillin dan Amoksilin Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam thypid dengan leokopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampicillin dan amoksisilin demam pada demam tifoid turun ratarata setelah 7-9 hari. 5. Sefalosforin generasi ketiga Beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga amtara lain sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam thypoid, tatapi dan lama pemberian yang oktimal belum diketahui dengan pasti. 6. Fluorokinolon



Page 7 of 18



Fluorokinolon efektif untuk untuk demam thypoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti. Obat – obatan simptomatik : 1. Antipiretika Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam thypoid, karena tidak dapat berguna. 2. Kortikosteroid Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap (Tapering off) selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps.



G.



PENCEGAHAN DEMAM TYPHOID Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. ( Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2011 ) a.



Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu : 1. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.



Page 8 of 18



2. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama. 3. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun. Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan. b.



Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu : 1. Diagnosis Klinik, Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.



Page 9 of 18



2. Diagnosis Mikrobiologik, Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama. 3. Uji serologik  Uji Widal, adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi



(aglutinin).



Aglutinin



yang



spesifik



terhadap



Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.  Uji ELISA, untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai. c.



Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.



Page 10 of 18



BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A.



PENGKAJIAN Adapun pengkajian demam typhoid / abdominalis fever berdasarkan Doenges EGC.2003 sebagai berikut : a.



Aktivitas/Istirahat Gejala



: Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare.Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja s/d efek proses penyakit.



b.



Sirkulasi Tanda



: Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi



dan



nyeri).Kemerahan,



area



ekimosis



(kekurangan vitamin K).Hipotensi termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah(dehidrasi/malnutrisi). c.



Integritas Ego Gejala



: Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis. Perasaan tidak berdaya/tidak



ada



harapan.Faktor



stress



akut/kronis



mis.hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal.Faktor budaya – peningkatan prevalensi. Tanda d.



: Menolak, perhatian menyempit, depresi.



Eliminasi Gejala



: Tekstur feces bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau



berair.



Episode



diare



berdarah



tidak



dapat



diperkirakan, hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan



dorongan/kram



berdarah/pus/mukosa



dengan



feces.Peradarahan perektal. Page 11 of 18



(tenesmus).Defakasi atau



tanpa



keluar



Tanda



: Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria.



e.



Makanan/Cairan Gejala



: Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap diet/sensitive mis. Buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak.



Tanda



: Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk.Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.



f.



Higiene Tanda



: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin.Bau badan.



g.



Nyeri/Kenyamanan Gejala



: Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata, foofobia.



Tanda h.



: Nyeri tekan abdomen/distensi.



Keamanan Gejala



: Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut),penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk susu.



Tanda



: Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis/iritis.



i.



Seksualitas Gejala



j.



: Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual.



Interaksi Sosial Gejala



: Masalah hubungan/peran s/d kondisi, ketidakmampuan aktif dalam sosial.



k.



Penyuluhan Pembelajaran Gejala



: Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.



Page 12 of 18



B.



DIAGNOSA KEPERAWATAN a.



Hipertermi b.d fluktuasi suhu lingkungan, proses penyakit.



b.



Nyeri akut b.d proses nflamasi, perdarahan usus, perforasi usus.



c.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat, mual dan muntah.



d.



Resiko kekurangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.



e.



Konstipasi



b.d



penurunan



motilitas



traktus



gastrointestinal



( penurunan motilitas usus ).



C.



INTERVENSI Diagnosa 1



: Hipertermi b.d fluktuasi suhu lingkungan, proses penyakit.



Tujuan



: Suhu tubuh kembali normal.



Kriteria Hasil



: Pasien akan menunjukan termoregulasi, yang dibuktikan oleh indicator gangguan sebagai berikut ( sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan ) : peningkatan suhu kulit, hipertemia, dehidrasi, mengantuk.



No 1



2



Intervensi Monitor



suhu



Rasional sesering Perubahan suhu tubuh mengidikasikan



mjungkin.



status kesehatan pasien.



Monitor warna dan suhu kulit.



Perubahan



warna



mengidikasikan



dan



suhu



kekurangan



kulit



volume



cairan. 3



Monitor tekanan darah, nadi, RR



Penurunan tekanan darah, nadi, RR memberi



mengidikasikan



terjadinya



syok hipovolemik. 4



Berikan kompres air hangat, Membantu hindari penggunaan air es.



mengurangi



demam



( penggunaan air es menyebabkan peningkatan suhu tubuh secara aktual )



Page 13 of 18



5



Kolaborasipemberian antipiretik. Digunakan untuk mengurangi demam.



Diagnose 2



: Nyeri akut b.d proses nflamasi, perdarahan usus, perforasi usus.



Tujuan



: Nyeri berkurang atau teratasi.



Kriteria Hasil



: Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktkan oleh indikator sebagai berikut ( sebutkan 1 – 5 : tidak pernah, jarang, kadang – kadang, sering, atau selalu ) : mengenali awitan



nyeri,



menggunakan



tindakan



pencegahan,



melaporkan nyeri dapat dikendalikan. No 1



INTERVENSI



RASIONAL



Lakukan pengkajian nyeri secara Variasi penampilan dan perilaku klien komprehensif



termasuk



lokasi, karena nyeri terjadi sebagai temuan



karakteristik, durasi, frekuenzi, pengkajian. kualitas dan faktor presipitasi. 2



Observasi reaksi nonverbal dari Reaksi ketidaknyamanan.



nonverbal



klien



dapat



menentkan derajat dan skala nyeri yang dirasakan.



3



Kontrol lingkungan yang dapat Suhu ruangan yang tinggi, serta mempengaruhi nyeri seperti suhu pencahayaan yang berlebihan dan ruangan,



4



pencahayaan,



dan juga kebisingan dapat meningkatkan



kebisingan.



stimulus nyeri eksternal.



Ajarkan teknik non farmakologi



Pernafasan dalam dapat menurunkan nyeri yang dialami klien



5



Kolaborasi pemberian analgetik.



Analgetik dapat memblok lintasan nyeri



Diagnose 3



: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat, mual dan muntah.



Tujuan



: Ketidakseimbangan nutrisi teratasi.



Page 14 of 18



Kriteria Hasil



: Memperlihatkan status nutrisi yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut ( sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem,



berat,



sedang,



ringan,



atau



tidak



ada



penyimpangan dari rentang normal ) : asupan gizi, asupan makanan, aupan cairan, energy. No 1



INTERVENSI



RASIONAL



Kaji adanya alergi makanan.



Membantu dalam pemilihan makanan yang tepat.



2



Kolaborasi



dengan ahli



gizi Pemberian kalori atau nurisi sesuai



untuk menentukan jumlah kalori kebutuhan dapat meningkatkan berat atau nutrisi yang di butuhkan badan dan bebas dari malnutrisi. pasien. 3



Anjurkan



pasien



meningkatkan



protein



untuk Protein dan vitamin dapat mempercepat dan proses perbaikan jaringan yang rusak.



vitamin. 4



Berikan makanan yang terpilih ( Menghindarkan klien dari resiko alergi sudah di konsultasikan dengan makanan serta dapat meningkatkan ahli gizi )



status gizi klien.



Diagnose 4



: Resiko kekurangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.



Tujuan



: Volume cairan terpenuhi.



Kriteria Hasil



: Kekeurangan volume cairan akan dicegah, yang dibuktikan oleh keseimbangan cairan, hidrasi, dan status nutrisi ( makanan dan cairan ).



No 1



Intervensi



Rasional



Monitor intake dan output cairan



Untuk



mengetahui



keseimbangan



cairan tubuh. 2



Kolaborasikan pemberian cairan IV



Untuk mencegah terjadinya dehidrasi.



Page 15 of 18



3



Monitor tanda – tanda dehidrasi



Mengetahui kondisi dan menentukan intervensi selanjutnya.



4



Monitor tanda – tanda vital.



Perubahan pada tanda – tanda vital dapat



memberi



gambaran



pada



ketidakseimbangan cairan. 5



Dorong keluarga untuk membantu Memudahkan dalam pemberian cairan pasien makan.



D.



dan nutrisi.



EVALUASI a.



Suhu tubuh pasien normal (36 - 37 oC).



b.



Klien Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)



c.



BB stabil / peningkatan BB, tidak ada tanda malnutrisi, nafsu makan meningkat.



d.



Klien tidak menunjukan tanda – tanda dehidrasi.



Page 16 of 18



BAB IV PENUTUP A.



KESIMPULAN Demam Tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhy (S typhy) atau Salmonella paratyphi ( S paratyphi ) yang masuk kedalam tubuh manusia. Dan merupakan kelompok penyakit yng mudah menular dan dapat menyerang bnyak orang sehingga dapat menimbulkn wabah (Djoko Widodo, 2006). Adapun penyebab dari penyakit demam tifoid ini adalah Bakteri Salmonella Typhi (S Typhi) dan Salmonella Parathyphi. (James Chin, MD, 2006). Penderita thypoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Penderita harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari.Besar demam / kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah komplikasi perdarahan / perforasi usus. Penderita dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostaltik dan dekubitus.



B.



SARAN Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa hambatan dalam penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya.Diharapkan perawat dapat terus menggali ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan dan ketrampilan sebagai seorang perawat professional.



Page 17 of 18



DAFTAR PUSTAKA Amin Huda Nurarif., et all. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan diagnose medis dan NANDA. Jogjakarta : Mediaction Jogja Carpenito, 2007. Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi IX. Alih Bahasa: Kusrini Semarwati Kadar. Editor: Eka Anisa Mardella, Meining Issuryanti. Jakarta: EGC. Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2011. Demam Typhoid di Jawa Tengah.Diunduh dari http://www. Profil Kesehatan Jawa Tengah.go.id/dokumen/profil 2011/htm. Doenges, Maryllin. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Alih Bahasa: Yasmin Asih. Jakarta: EGC. Muttaqin Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medika. Ngastiyah. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC. Widodo Joko. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Yasmin Asih. Jakarta: EGC. Zulkoni Akhsin. 2011. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika.



Page 18 of 18