DESAIN INOVATIF Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DESAIN INOVATIF PENERAPAN PENGGUNAAN MEDIA AUDIOVISUAL TERHADAP TINGKAT KECEMASAN SAAT PROSEDUR INJEKSI PADA ANAK PRASEKOLAH



DISUSUN OLEH : DEVI NOVITASARI P1337420919078



PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 2020



BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak prasekolah (3-6 tahun) merupakan masa yang menyenangkan, dipengaruhi dengan segala macam hal yang baru. Anak prasekolah memiliki ketrampilan verbal dan perkembangan menjadi lebih baik untuk beradaptasi di berbagai situasi, tetapi penyakit dan hospitalisasi bisa menyebabkan stress. Tetapi



kenyataaannya



tidak



semua



anak



mengalami



masa-masa



menyenangkan, anak juga mengalami sakit yang mengharuskan mereka dirawat di rumah sakit (Utami, 2014). WHO (2012) bahwa 3-10 % anak dirawat di Amerika Serikat baik anak usia toddler, prasekolah ataupun anak usia sekolah, di Jerman sekitar 3 7% anak toddler dan 5 - 10% anak prasekolah yang menjalani hospitalisasi (Purwandari, 2013 dalam Carla, 2017). UNICEF jumlah anak usia prasekolah di 3 negara terbesar dunia mencapai 148 juta, 958 anak dengan insiden anak yang dirawat di rumah sakit 57 juta anak setiap tahunnya dimana 75% mengalami trauma berupa ketakutan dan kecemasan saat menjalani perawatan (James, 2010 dalam Saputro H dan Intan Fazrin, 2017). Di Indonesia sendiri jumlah anak yang dirawat pada tahun 2014 sebanyak 15,26% (Susenas, 2014). Anak usia prasekolah, anak usia sekolah merupakan usia rentan terhadap penyakit, sehingga banyak anak usia tersebut harus dirawat di rumah sakit, serta menyebabkan populasi anak yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan sangat dramatis (Wong, 2009). Anak usia prasekolah menganggap sakit adalah sesuatu hal yang menakutkan, kehilangan lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang, serta tidak menyenangkan (Supartini, 2014). Asuhan keperawatan pada anak biasanya memerlukan tindakan invasif seperti injeksi atau pemasangan infus, hal ini merupakan stresor kuat yang dapat membuat anak mengalami kecemasan. Perawat biasanya akan menjelaskan prosedur ini kepada orangtua dan melakukan komunikasi terapeutik kepada anak sebelum melakukan prosedur tersebut, kondisi ini juga membuat anak menjadi panik dan biasanya



melakukan perlawanan atau menolak untuk dilakukan posedur pemasangan infus atau injeksi obat, yang biasanya akan memaksa petugas kesehatan untuk sedikit melakukan paksaan kepada anak yang mengakibatkan timbulnya trauma pada anak. Reaksi anak terhadap tindakan invasive ini ditunjukkan dengan agresi fisik dan verbal (Hockenberry, Wilson & Winkelstein, 2008). Oleh karena itu anak seringkali menunjukkan perilaku tidak kooperatif seperti sering menangis, marah-marah, tidak mau makan, rewel, susah tidur, mudah tersinggung, meminta pulang dan tidak mau berinteraksi dengan perawat dan seringkali menolak jika akan diberikan pengobatan. Kondisi cemas yang terjadi pada anak akan menghambat dan menyulitkan proses pengobatan yang berdampak terhadap penyembuhan pada anak sehingga memperpanjang masa rawat dan dapat beresiko terkena komplikasi dari infeksi nosokomial serta menimbulkan trauma pada anak. Untuk mengatasi memburuknya tingkat kecemasan pada anak, seorang perawat dalam memberikan intervensi kepada anak harus memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan pertumbuhan anaknya. Beberapa tindakan yang pernah dilakukan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada anak antara lain: bermain boneka, bermain clay, bermain puzzle, aktivitas mewarnai, terapi musik, juga tehnik komunikasi terapeutik, serta tehnik pengalihan perhatian (distraksi). Kombinasi antara distraksi pendengaran (audio) dan distraksi penglihatan (visual) disebut distraksi audiovisual, yang digunakan untuk mengalihkan perhatian pasien terhadap sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, cemas atau takut dengan cara menampilkan tayangan favorit berupa gambar-gambar bergerak dan bersuara ataupun animasi dengan harapan pasien asik terhadap tontonannya sehingga mengabaikan rasa tidak nyaman dan menunjukkan respon penerimaan yang baik. Audiovisual yang digemari oleh anak-anak usia prasekolah adalah kartun atau gambar bergerak, merupakan media yang sangat menarik bagi anak-anak terutama anak usia prasekolah yang memiliki daya imajinasi



tinggi. Anak juga dapat mengeksplorasi perasaan, emosi, dan daya ingat melalui audio visual, audio visual juga dapat membantu perawat dalam melaksanakan prosedur infus dan injeksi, memudahkan perawat dalam mendistraksi agar anak kooperatif dalam pelaksanaan prosedur terapi (Tamsuri, 2007). Cara yang dilakukan yaitu dengan memfokuskan perhatian pada suatu hal yang disukai oleh anak, misalnya menonton film kartun (Maharezi, 2014 dalam Hapsari 2016). Berdasarkan latar belakang diatas saya tertarik untuk melakukan penerapan penggunaan media audiovisual Terhadap Tingkat Kecemasan Saat Prosedur Injeksi Pada Anak Prasekolah.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MEDIA AUDIOVISUAL Menurut Anderson (1994:99), media audio visual adalah merupakan rangkaian gambar elektronis yang disertai oleh unsur suara audio juga mempunyai unsur gambar yang dituangkan melalui pita video. Kombinasi antara distraksi pendengaran (audio) dan distraksi penglihatan (visual) disebut distraksi audiovisual, yang digunakan untuk mengalihkan perhatian pasien terhadap sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, cemas atau takut dengan cara menampilkan tayangan favorit berupa gambar-gambar bergerak dan bersuara ataupun animasi dengan harapan pasien asik terhadap tontonannya sehingga mengabaikan rasa tidak nyaman dan menunjukkan respon penerimaan yang baik. Audiovisual yang digemari oleh anak-anak usia prasekolah adalah kartun atau gambar bergerak, merupakan media yang sangat menarik bagi anak-anak terutama anak usia prasekolah yang memiliki daya imajinasi tinggi. Anak juga dapat mengeksplorasi perasaan, emosi, dan daya ingat melalui audio visual, audio visual juga dapat membantu perawat dalam melaksanakan prosedur infus dan injeksi, memudahkan perawat dalam mendistraksi agar anak kooperatif dalam pelaksanaan prosedur terapi (Tamsuri, 2007). 2. KECEMASAN 1. Pengertian Kecemasan atau dalam bahasa inggrisnya “anxiety” berasal dari bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik . Kecemasan merupakan perasaan subyektif yang dialami oleh individu. Hal ini disebabkan oleh situasi-situasi yang mengancam sehingga menyebabkan ketidakberdayaan individu (Pratiwi, 2010). Cemas (ansietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas individu merasa tidak nyaman takut dan memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia



tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. (Videbeck, 2008). 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Ada



beberapa



teori



yang



telah



dikembangkan



untuk



menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan (Stuart, 2007): a. Teori Psikoanalitik Menurut pandangan psikoanalitik kecemasan terjadi karena adanya konflik yang terjadi antara emosional elemen kepribadian, yaitu id dan super ego. Id mewakili insting, super ego mewakili hati nurani, sedangkan ego berperan menengahi konflik yang tejadi antara dua elemen yang bertentangan. Cemas merupakan hal alamiah sebagai respon tubuh untuk mengendalikan kesadaran terhadap stimulus tertentu (Videbeck, 2008) b. Teori Interpersonal Kecemasan timbul dari masalah-masalah dalam hubungan interpersonal, dan berkaitan erat dengan kemampuan seseorang utnuk berkomunikasi (Videbeck, 2008). Cemas muncul karena adanya perasaan takut terhadap penolakan dan tidak adanya penerimaan interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan. c. Teori Perilaku Menurut pandangan perilaku, kecemasan produk



frustasi



yaitu



segala



sesuatu



yang



merupakan mengganggu



kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan. d. Teori Prespektif Keluarga Kajian keluarga menunjukan pola interaksi yang terjadi dalam keluarga. Kecemasan menunjukan adanya pola interaksi yang mal adaptif dalam sistem keluarga. e. Teori Perspektif Biologis Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung



reseptor khususnya yang mengatur kecemasan, antara lain : benzodiazepine,



penghambat



asam



amino



butirik-gamma



neroregulator serta endorfin. Sementara itu, Stuart & Laraia (2005) juga menyebutkan faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan, antara lain: a. Faktor Eksternal 1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan). 2) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu. b. Faktor Internal 1) Usia Usia erat kaitannya dengan tingkat perkembangan seseorang dan kemampuan koping terhadap stres. Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan kecemasan. 2) Jenis Kelamin Secara umum, gangguan psikis dapat dialami oleh perempuan dan laki-laki secara seimbang. Namun



kemampuan dan



ketahanan dalam menghadapi kecemasan dan mekanisme koping secara luas lebih tinggi pada laki-laki. Oleh karena itu, perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada laki-laki dikarenakan bahwa perempuan lebih peka dengan emosinya yang pada akhirnya peka juga terhadap perasaan cemasnya. 3) Tingkat Pengetahuan Dengan



pengetahuan



yang



dimiliki,



akan



membantu



seseorang dalam mempersepsikan suatu hal, sehingga seseorang dapat menurunkan perasaan cemas yang dialami.



Pengetahuan ini sendiri biasanya diperoleh dari informasi yang didapat dan pengalaman yang pernah dilewati individu. 4) Tipe Kepribadian Orang dengan tipe kepribadian A dengan ciri-ciri tidak sabar, kompetitif, ambisius, dan ingin serba sempurna lebih mudah mengalami gangguan kecemasan daripada orang dengan tipe kepribadian B. 5) Lingkungan dan Situasi Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan bila dia berada di lingkungan yang biasa dia tempati. 3. Tingkat Kecemasan Menurut Stuart (2007) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik. f. Kecemasan Ringan Tingkat kecemasan ringan adalah cemas yang normal yang biasa menjadi bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan perhatian, tetapi individu masih mampu memecahkan masalah. Cemas ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas yang ditandai dengan terlihat tenang, percaya diri, waspada, memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah. g. Kecemasan Sedang Tingkat kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk



memusatkan



pada



hal-hal



yang



penting



dan



mengesampingkan yang tidak penting atau bukan menjadi prioritas yang ditandai dengan perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun, tidak sabar, mudah tersinggung, ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, mulai berkeringat,



sering mondar-mandir, sering berkemih dan sakit kepala. h. Kecemasan Berat Tingkat kecemasan berat sangat mengurangi persepsi individu, dimana individu cenderung untuk memusatkan perhatian pada sesuatu yang terinci dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu memerlukan banyak arahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain ditandai dengan sulit berfikir, penyelesaian masalah buruk, takut, bingung, menarik diri, sangat cemas, kontak mata buruk, berkeringat banyak , bicara cepat, rahang menegang, menggertakkan gigi, mondar mandir dan gemetar. 4. Kecemasan dan stres anak yang menjalani hospitalisasi Hospitalisasi akan menimbulkan respon yang kurang menyenangkan bagi anak, baik menimbulkan stress ataupun takut (Tsai, 2007). Pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan perhatian pada respon kecemasan anak dan riwayat medis anak. Pemberi pelayanan dirumah sakit juga harus memberikan pelayanan yang komprehensif yang menunjang kebutuhan personal anak dan kebutuhan tumbuh kembang anak (Stubbe, 2008). Respon emosional dari stres anak dapat disebabkan karena perpisahan, lingkungan asing dan prosedur yang menyakitkan (Li & Lopez, et all 2006). Stres dan kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi dipengaruhi oleh karakteristik personal anak, yang meliputi umur, jenis kelamin, budaya, pengalaman hospitalisasi dan pengalaman medis sebelumnya (Mahat & Slocoveno, 2003; Brewer, Gleditsch, Syblik, Tietjens & Vacik, 2006 dalam,Tsai 2007).



C. ANAK USIA PRA SEKOLAH 1. Pengertian Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai



enam



tahun



(Patmonodewo,



1995:23).



Anak



prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi- potensi itu akan mengakibatkan timbulnya masalah. Taman kanakkanan adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Supartini, 2004:34). Anak usia prasekolah adalah masa keemasan (golden age) yang mempunyai arti penting dan berharga karena masa ini merupakan pondasi bagi masa depan anak. Masa ini anak memiliki kebebasan untuk berekspresi tanpa adanya suatu aturan yang menghalangi dan membatasinya. Menurut Biecher dan Snowman (dalam Patmonodewo, 2003 : 16), anak prasekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun. 2. Ciri-Ciri Anak Usia Prasekolah Snowman,



dalam



(Patmonodewo,



2003:32)



mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (4-5 tahun) yang biasanya ada di TK. Ciri-ciri yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak. a.



Ciri Fisik Anak Usia Prasekolah Penampilan maupun gerak-gerik usia prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya (Patmonodewo, 2003:32). Ciri-ciri fisik anak usia prasekolah dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) Anak prasekolah umumnya sangat aktif.



(2) Mereka telah memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. (3) Berikan kesempatan kepada anak untuk lari, memanjat, dan melompat. (4) Usahakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sebanyak mungkin sesuai dengan kebutuhan anak dan selalu di bawah pengawasan guru. (5) Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup. (6) Seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup. (7)



Otot-otot



besar



pada



anak



prasekolah



lebih



berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang rumit misalnya, mengikat tali sepatu. (8) Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada objek-objek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan dan matanya masih kurang sempurna. (9) Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak. (10) Walaupun anak lelaki lebih besar, dan anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengeritik anak lelaki apabila ia tidak terampil. Jauhkanlah dari sikap membandingkan lelaki dan perempuan. b.



Ciri Sosial Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah biasanya mudah bersosialisasi dengan



orang disekitarnya, ciriciri sosial anak usia prasekolah dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini biasanya cepat berganti. Mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat yang terdiri dari jenis kelamin yang berbeda. (2) Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisasi secara baik, oleh karena itu kelompok tersebut cepat berganti-ganti. (3)



Anak



yang



lebih



muda



seringkali



bermain



bersebelahan dengan anak yang lebih besar. c.



Ciri Emosional Anak Usia Prasekolah Anak usia prasekolah biasanya mengekspresikan emosi nya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut dan iri hati pada anak usia prasekolah sering terjadi. Mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.



d.



Ciri Kognitif Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa,



sebagian



dari



mereka



senang



bicara,



khususnya dalam kelompoknya. Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian dari mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan,



mengagumi,



(Patmonodewo, 2003:35)



dan



kasih



sayang



BAB III METODE PENULISAN



A. Rancangan Solusi yang Ditawarkan a.



Analisa PICOT P : Anak Pra Sekolah I : Menonton animasi/ kartun C :O : Tingkat Kecemasan T :-



b.



Keyword : Menonton Animasi, kecemasan, anak pra sekolah



c.



Analisa Artikel berdasarkan Critical Appraisal Hasil analisa artikel pada ketiga artikel di dapatkan hasil sebagai berikut : 



Jurnal Pertama tahun 2019 berjudul “Pengaruh Audiovisual Menonton Film Kartun Terhadap Tingkat Kecemasan Saat Prosedur Injeksi Pada Anak Prasekolah”. Hasil analisis statistik didapatkan nilai sig (p = 0.001, t = 11,71) yang berarti ada pengaruh audiovisual menonton film kartun terhadap tingkat kecemasan saat prosedur injeksi pada anak prasekolah.



d.



Implementasi Implementasi EBP ini menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi dan sudah di konsultasikan dengan pembimbing klinik



e.



Evaluasi Outcome Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah penulis lakukan diharapkan, pasien menunjukkan sikap tenang saat dilakukan injeksi.



f.



Diseminasi Hasil Pelaksanaan EBP ini terbukti dapat mengurangi tingkat kecemasan pada anak



prasekolah



saat



diinjeksi,



sehingga



hasil



dari



laporan



dapat



disebarluaskan dengan mengupload ke scribd.com B. Target dan Luaran Target dari penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang dirawat di ruang anak lantai dasar RSUP Dr. Kariadi Semarang. Luaran dari deskripsi kasus ini



yaitu untuk mengetahui pengaruh media audiovisual terhadap tingkat cemas pada anak usia prasekolah yang dilakukan berdasarkan evidence based practice. C. Prosedur Pelaksanaan 1.



Tahap Awal Memilih pasien untuk dijadikan responden berdasarkan kriteria inklusi yaitu; a. Anak usia Prasekolah (3-5 tahun) b. Kooperatif c. Bersedia menjadi responden d. Keadaan umum klien composmentis



2.



Tahap Pelaksanaan a.



Pra Intervensi 1) Memberikan informed consent pada ibu responden 2) Melakukan kontrak waktu 3) Memberikan kesempatan bertanya



b.



Tahap Intervensi 1) Jelaskan tindakan dan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan pada ibu klien serta menanyakan ketersediaannya. 2) Posisikan klien dengan nyaman. 3) Peneliti berada disamping klien, dan meminta bantuan ibu untuk memegang hp dan menampilkan video kartun, sembari menonton perawat memasukan obat injeksi melalui selang infus.. 4) Setelah selesai pemasangan infus peneliti melakukan pengukuran kecemasan



c.



Setelah Intervensi 1) Menanyakan respon 2) Mengucapkan salam



INSTRUMEN 2: TINGKAT KECEMASAN ANAK SKALA KECEMASAN DARI CSAS



Kode responden



Petunjuk: Pilihlah satu pernyataan dalam masing-masing kolom disetiap pertanyaan yang menggambarkan persaan anda saat ini. Selama saya dirawat di rumah sakit, saya merasa:



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20



Sangat marah Sangat senang Sangat gelisah Sangat tenang Sangat santai / relax Sangat khawatir Sangat takut Sangat bahagia Sangat gembira Sangat kesusahan Sangat berdebar-debar Sangat sesak nafas Pusing berat Sakit kepala berat Nyeri dada berat Sangat sulit tidur Sangat lemah Sakit perut berat Sangat mual/rasa ingin muntah Banyak berkeringat



Marah Senang Gelisah Tenang Santai/relax Khawatir Takut Bahagia Gembira Kesusahan berdebar-debar Sesak nafas Pusing Sakit kepala Nyeri dada Sulit tidur Lemah Sakit perut Mual



Tidak marah Tidak senang Tidak gelisah Tidak tenang Tidak santai/tegang Tidak khawatir Tidak takut Tidak bahagia Tidak gembira Tidak kesusahan Tidak berdebar-debar Tidak sesak nafas Tidak pusing Tidak sakit kepala Tidak Nyeri dada Tidak sulit tidur Tidak lemah Tidak sakit perut Tidak mual



Berkeringat



Tidak berkeringat