Desain Inovatif New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat dan bidan mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif. Jumlah pasien dengan tindakan operasi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dapat mempengaruhi peningkatan komplikasi pasca operasi seperti resiko terjadinya infeksi luka operasi (ILO) dan infeksi nosokomial (Haryanti, 2013). Menurut WHO dikutip dari Nurlela (2009) pasien laparatomi tiap tahunnya meningkat 15%. Sedangkan



menurut



Data



Tabulasi



Nasional Departemen Kesehatan Republik



Indonesia tahun 2010, tindakan bedah laparatomi mencapai 32% dengan menempati urutan ke 11 dari 50 pertama pola penyakit di rumah sakit se Indonesia (DEPKES, 2010 dalam Putri 2017) Komplikasi pada pasien post operasi adalah nyeri yang hebat, perdarahan, bahkan kematian (Rustianawati, 2013). Pasien pasca operasi yang melakukan tirah baring terlalu lama juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kekakuan atau penegangan otototot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan pernafasan dan gangguan



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



peristaltik maupun berkemih bahkan terjadinya dekubitus atau luka tekan (Nainggolan, 2013). Alih baring diartikan sebagai tinggal di tempat tidur untuk jangka waktu yang lama dan diharuskan untuk beristirahat. Pada pasien post operasi dengan gangguan mobilisasi, pasien hanya berbaring saja tanpa mampu untuk mengubah posisi karena keterbatasan tersebut. Tindakan pencegahan dekubitus harus dilakukan sedini mungkin dan terus menerus. Sebab pada pasien post operasi dengan gangguan mobilisasi yang mengalami alih baring di tempat tidur dalam waktu yang cukup lama tanpa mampu untuk merubah posisi akan berisiko tinggi terjadinya dekubitus. Gangguan mobilitas adalah faktor yang paling signifikan untuk perkembangan luka tekan atau dekubitus (Gisbreng, 2008). Alih baring dapat mencegah dekubitus pada daerah tulang yang menonjol yang bertujuan untuk mengurangi penekanan akibat tertahannya pasien pada satu posisi tidur tertentu yang dapat menyebabkan lecet. Alih baring ini adalah pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit, menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30 0 derajat atau kurang akan menurunkan peluang terjadi dekubitus akibat gaya gesek, alih posisi/ atau alih baring/ tidur selang seling (Perry & Potter, 2005).



B. TUJUAN Klien mampu melakukan tindakan alih baring pasca operasi dan setelah melakukan tindakan alih baring angka kejadian klien yang mengalami dikubitis pasca operasi mengalami penurunan yang signifikan.



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Pengertian Post Operasi Post operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkakn ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Ulyah & Hidayat, 2008 dalam Anggraeni, 2016). Tahap pasca operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruang bedah ke unit pasca operasi dan berakhir saat pasien pulang.



B. Pengertian Mobilisasi Dini Mobilisasi merupakan tindakan mandiri bagi seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah. Banyak keuntungan yang dapat diraih dari latihan dini pasca bedah, diantaranya peningkatan kecepatan kedalaman pernafasan, peningkatan sirkulasi, peningkatan berkemih dan metabolisme (Taylor, 1997). Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan, maupun kemampuan aktivitas (Perry & Potter, 2006). Mobilisasi dini menurut Carpenito (2000) adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.



C. Tujuan Dilakukan Mobilisasi Dini Mobilisasi dini dimaksudkan sebagai upaya untuk mempercepat penyembuhan dari suatu cedera atau penyakit tertentu yang telah merubah cara hidup normal. Adapun beberapa tujuan dari mobilisasi antara lain: 1. mempertahankan fungsi tubuh, 2. memperlancar peredaran darah, 3. membantu pernafasan menjadi lebih baik, 4. mempertahankan tonus otot,



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



5. memperlancar eliminasi alvi dan urin, 6. mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian



D. Pelaksanaan Mobilisasi Dini Menurut Kasdu seperti yang dikutip oleh Rustianawati et al (2013), mobilisasi dini pasca laparatomi dapat dilakukan secara bertahap setelah operasi. Pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring dahulu, namun pasien dapat melakukan mobilisasi dini dengan menggerakkan lengan atau tangan, memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis, serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah trombosis dan tromboemboli. Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat belajar duduk. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan untuk belajar berjalan.



E. Manfaat Mobilisasi Dini Keberhasilan mobilisasi dini dalam mempercepat pemulihan pasca pembedahan telah dibuktikan dalam suatu penelitian terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan dengan hasil penelitian, mobilisasi diperlukan bagi pasien pasca pembedahan untuk membantu mempercepat pemulihan usus dan mempercepat penyembuhan pasien. Pada penelitian tentang pengaruh mobilisasi dini pada 24 jam pertama setelah Total Knee Replacement (TKR) didapatkan hasil bahwa mobilisasi dini merupakan cara yang murah dan efektif untuk mengurangi timbulnya trombosis vena pada pasca operasi. Trombosis vena merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasca pembedahan akibat sirkulasi yang tidak lancar. Penelitian lain juga mengungkapkan bahwa latihan peningkatan kekuatan otot melalui mobilisasi merupakan metode yang efektif dalam pengembalian fungsi otot pada pasien pasca operasi.



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



F. Indikasi Dilakukan Alih Baring a. Pasien



yang mengalami



immobilisasi,



karena pasien



yang mengalami



immobolisasi akan menghabiskan banyak waktunya ditempat tidur, hal tersebut dapat memicu terjadinya bedres yang selanjutnya mengakibatkan dekubitus b. Pasien yang mengalami bedres untuk mencegah terjadinya luka dekubitus, pasien yang mengalami bedres harus diberikan tindakan alih baring. c. Pasien yang mengalami luka decubitus, pasien dengan luka dekubitus sangatlah membutuhkan tindakan alih baring untuk mengurangi dampak dari luka dekubitus itu sendiri.



G. Kontraindikasi Dilakukan Alih Baring a. Pasien yang memiliki penyakit lain seperti fraktur, pasien yang mengalami fraktur memang harus diimmobilisasi dan tidak dianjurkan untuk merubah posisi agar mempercepat proses penyembuhan. b. Pasien yang mengalami perdarahan pada otak, pasien dengan diagnosa pendarahan pada otak akan mengalami immobilisasi karena posisi kepala yang tidak boleh banyak bergerak agar tidak memicu terjadinya perdarahan yang lebih parah c. Pasien yang tidak sadar/koma, karena ketikan tindakan alih baring diberikan kepada pasien yang sedang tidak sadar, pasien akan susah untuk diatur/diberi arahan.



H. SOP Alih Baring Pengaturan posisi miring untuk pasien dengan tirah baring adalah dengan prosedur awal pasien ditempatkan persis ditengah tempat tidur, dengan menggunakan bantal untuk menyanggah kepala dan leher. Selanjutnya tempatkan satu bantal pada sudut antara bokong dan matras, dengan cara miringkan panggul setinggi 30o. Bantal berikutnya ditempatkan memanjang diantara kedua kaki (Young, 2004 dalam jurnal Elysabeth, 2010



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



dalam Santoso 2014). Alih baring dilakukan setiap 2 jam dan 4 jam (Perry & Potter, 2005).



PERASIONAL PROSEDUR (SOP) ALIH BARING



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGERTIAN



Melakukan tindakan alih baring pada pasien immobile untuk mencegah komplikasi akibat immobilisasi



TUJUAN



1. Mencegah kerusakan integritas kulit 2. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi



KEBIJAKAN



Pada pasien dengan gangguan immobilisasi



PETUGAS



Perawat



PERALATAN



Bantal atau guling



PROSEDUR PELAKSANAAN



A. Tahap Pra Interaksi 1. Melakukan verifikasi program pengobatan klien 2. Mencuci tangan 3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



B. Tahap Orientasi 1. Memberikan salam sebagai pendekatan therapeutic 2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga 3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan C. Tahap Kerja 1. Menjaga privacy pasien 2. Merubah posisi dari terlentang ke miring: 3. Menata beberapa bantal disebelah klien 4. Memiringkan klien kearah bantal yang disiapkan 5. Menekuk lutut kaki yang atas 6. Memastikan posisi klien aman 7. Merubah posisi dari miring ke terlentang: 8. Menata beberapa bantal di sebelah klien 9. Menelentangkan klien kearah bantal yang disiapkan 10. Meluruskan kedua lutut 11. Memastikan posisi klien aman 12. Merapikan pasien D. Tahap Terminasi 1. Mengevaluasi hasil tindakan 2. Berpamitan dengan pasien/keluarga 3. Menginformasikan akan dating 2 jam lagi untuk merubah posisi selanjutnya 4. Mencuci tangan 5. Mencatat keperawatan



kegiatan



dalam



lembar



catatan



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



BAB III METODOLOGI



A. TOPIK Tindakan alih baring untuk menurunkan angka kejadian dikubitus pasien pasca operasi



B. SUB TOPIK Cara menurunkan angka kejadian dikubitus pasien pasca operasi dengan melakukan tindakan alih baring selama 2 jam sekali



C. NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1. Feri Fitriana 2. Fitria Umi Khasanah 3. Kholifatun Nur A. 4. Luluk Dwi Royani 5. Luthfi Rezky Pitaloka P. 6. Silvia Rahmawati



D. WAKTU Hari/tanggal



: 4 September 2017



Pukul



: 10.00 WIB



E. TEMPAT Ruang Anggrek RSUD dr. Adhyatama, MPH



F. PENGORGANISASIAN 1. LEADER Luluk Dwi Royani



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



2. FASILOTATOR Kholifaun Nur A. Silvia Rahmawati Firia Umi Khasanah 3. OBSERVER Luthfi Rezky Pitaloka P. 4. DOKUMENTATOR Feri Fitriana



G. MEDIA / ALAT YANG DIGUNAKAN Media/alat yang digunakan untuk melakukan tindakan alih baring untuk pasien pasca operasi adalah bantal.



H. PROSEDUR OPERASIONAL TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN Terlampir



I. REFERENSI Anggraeni, A. Gambaran Tindakan Perawat Pada Pasien Post Operasi dengan Nyeri Di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. 2016. Repository.umy.ac.id. diakses pada 09 Agustus 2017 Bujang, Bukit. Pengaruh Alih Baring Terhadap Kejadian Dekubius pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis Di Ruang Yudistira Di RSUD Kota Semarang. STIKES Ngudi Waluyo Semarang : 2013. Mutia, Levina. Profil Penderita Ulkus dekubitus yang Menjalani Tirah baring Di Ruang Rawat Inap RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2011 – Desember 2013. JOM FK Volume 2 No.2 Oktober 2015. Poter & Perry. Buku Ajar Fundamental keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC. 2005



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



Santoso, Nur Aeni Eki. Pemberian Posisi Alih Baring Terhadap Kejadian Dekubitus Pada Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Stroke Hemoragik Di Ruang HCU Anggrek II RSUD Dr. Moewardi Surakarta. (KTI) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. Surakarta : 2014



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



BAB IV LAPORAN KEGIATAN



A. PELAKSANAAN KEGIATAN Kegiatan ini dilaksanan pada : Hari, tanggal : Senin, 4 September 2017 Waktu



: 10.00 WIB – selesai



Tempat



: Ruang Anggrek RSUD dr. Adhyatama, MPH



B. FAKTOR PENDUKUNG Faktor yang mendukung dalam pelaksanaan ini adalah dari ruangan bisa menerima tindakan alih baring yang diberikan kepada pasien pasca operasi untuk mengurangi anka kejadian dikubitus dan klien juga kooperatif saat diajarkan teknik alih baring setelah menjalani operasi



C. FAKTOR PENGHAMBAT Faktor yang menghambat dalam pelaksanaan ini adalah klien belum pernah melakukan tindakan alih baring sebelumnya dan terkadang klien masih merasakan takut untuk melakukan alih baring karena bekas luka operasinya masih terasa sakit.



D. EVALUASI KEGIATAN Sebelum dilakukan tindakan teknik relaksasi otot progresif Ny. S sering mengeluhkan oot-ototnya terasa kaku. Tetapi setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi otot progresif yang dapat dilaksanakan sewaktu-waktu maka Ny. S merasa otot-otot pada tubuhnya terasa tidak kaku lagi



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



BAB V PENUTUP



A. SIMPULAN Ada 15 macam gerakan relaksasi yang bisa dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah. Gerakan itu bisa dilatih pada area tangan, bahu, wajah, punggung, perut, dada dan kaki. erakan relaksasi ini bisa dilakukan kapan saja, tanpa pembatasan waktu dan akan memberikan efek relaks apabila dilakukan dengan benar.



B. SARAN Semoga laporan kegiatan ini dapat bermanfaat dan bisa dijadikan referensi ataupun tolak ukur untuk penelitian selanjutnya.



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG Sekretariat :JalanTirtoAgungPedalangan, Banyumanik, Semarang Telp. (024) 7470364



DAFTAR PUSTAKA



Anggraeni, A. Gambaran Tindakan Perawat Pada Pasien Post Operasi dengan Nyeri Di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. 2016. Repository.umy.ac.id. diakses pada 09 Agustus 2017 Bujang, Bukit. Pengaruh Alih Baring Terhadap Kejadian Dekubius pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis Di Ruang Yudistira Di RSUD Kota Semarang. STIKES Ngudi Waluyo Semarang : 2013. Mutia, Levina. Profil Penderita Ulkus dekubitus yang Menjalani Tirah baring Di Ruang Rawat Inap RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2011 – Desember 2013. JOM FK Volume 2 No.2 Oktober 2015. Poter & Perry. Buku Ajar Fundamental keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC. 2005 Santoso, Nur Aeni Eki. Pemberian Posisi Alih Baring Terhadap Kejadian Dekubitus Pada Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Stroke Hemoragik Di Ruang HCU Anggrek II RSUD Dr. Moewardi Surakarta. (KTI) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. Surakarta : 2014