Diet Obesitas - Jody Fajar Hibatullah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DIET OBESITAS Diajukan sebagai Tugas dalam Menjalani State Gizi Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Profesi Dokter



Oleh :



Jody Fajar Hibatullah 1807101030007



Pembimbing : dr. Husnah, M.P.H., FISPH., FISCM



PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2020



TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Definisi obesitas menurut International Association for the Study of Obesity yaitu suatu kondisi medis yang digambarkan sebagai kelebihan berat badan dalam bentuk lemak. Kondisi lemak yang terakumulasi dalam tubuh tersebut dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan yang berat. Sedangkan World Health Organization (WHO) membedakan dua istilah kelebihan berat badan yaitu overweight atau obesitas berdasarkan indikator indeks massa tubuh (IMT). Pengertian keduanya yaitu akumulasi lemak yang berlebihan atau abnormal yang dapat berisiko terhadap gangguan kesehatan. Individu yang memiliki IMT > 25 Kg/m2 termasuk kategori overweight, dan IMT > 30 Kg/m2 termasuk kategori obesitas. B.



ETIOLOGI Obesitas berkembang secara kronis karena asupan energi melebihi pengeluaran energi



tubuh. Sekilas hal ini seperti tampak sederhana dan mudah. Namun, karena sistem neuroendokrin dan metabolik yang bersifat kompleks dapat mempengaruhi asupan energi dan pengeluaran energi seseorang, maka obesitas sebenarnya termasuk kelompok gangguan heterogen. Faktor kunci yang berkontribusi terhadap terjadinya obesitas diantaranya adalah gangguan medis dan psikiatris khusus atau pengobatan yang dijalani, genetika, dan lingkungan obesigenik yang mendorong asupan energi menjadi tinggi dan kurangnya aktivitas fisik. Menurut Lysen dan Israel (2017), overweight terjadi akibat ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi dan aktivitas fisik. Sedangkan obesitas merupakan masalah kompleks yang terjadi karena terkait gaya hidup, lingkungan, dan genetik. Lingkungan dan faktor genetik memiliki interaksi yang juga kompleks dengan adanya pengaruh psikologis, fisiologis, dan budaya. Kejadian obesitas secara umum berkaitan dengan keseimbangan energi di dalam tubuh. Keseimbangan energi ditentukan oleh asupan energi yang berasal dari zat gizi makanan penghasil energi mencakup karbohidrat, lemak dan protein, serta kebutuhan energi basal, aktivitas fisik, dan thermic effect of food (TEF). Keseimbangan energi di dalam tubuh tersebut dipengaruhi oleh faktor dari dalam tubuh itu sendiri yaitu regulasi fisiologis dan metabolisme tubuh, serta faktor dari luar tubuh yaitu lingkungan. Faktor regulasi fisiologis dan metabolisme dipengaruhi oleh genetik dan juga lingkungan. Sedangkan faktor lingkungan yang dimaksud berkaitan dengan gaya hidup yang memengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik, serta konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan berat badan seseorang. Berdasarkan berbagai penelitian, faktor lingkungan



ternyata lebih banyak berperan terhadap terjadinya obesitas yaitu sekitar 70%, dan sisanya 30% merupakan peran dari faktor genetik. C.



TATALAKSANA TERAPI PASIEN OBESITAS DEWASA Penatalaksanaan terapi obesitas pada orang dewasa didasarkan kepada program



pengelolaan berat badan secara komprehensif meliputi terapi gizi atau diet, peningkatan aktivitas fisik, dan melakukan modifikasi perilaku terkait makanan dan gizi. Terapi kombinasi yang menyeluruh ini akan lebih berhasil dibandingkan intervensi satu terapi saja, misal hanya diet saja, atau aktivitas fisik saja. Pendekatan yang dilakukan bukan membatasi kegiatan makan, tetapi menekankan pada pengaturan diri atas rasa lapar dan kenyang, meningkatkan aktivitas fisik, dan melakukan modifikasi perilaku agar memiliki kebiasaan makan yang lebih sehat. Berdasarkan penelitian, intervensi gizi berupa perubahan gaya hidup sehat menunjukkan hasil penurunan berat badan secara bertahap dan berkelanjutan. Penurunan berat badan bahkan terjadi setelah 4 sampai 5 tahun sekitar 3% sampai 5% dari berat badan awal. Perkembangan pengelolaan obesitas. Pada awalnya, pengelolaan kasus obesitas hanya fokus sepenuhnya pada penurunan berat badan. Hal yang belum diperhatikan adalah mempertahankan berat badan setelah dicapai penurunan berat badan. Mengapa demikian, karena asumsi yang ada jika telah tercapai penurunan berat badan, maka berat badan akan tetap terjaga. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Pada beberapa kasus, berat badan meningkat kembali meski sudah mencapai berat badan target. Pada penatalaksanaan yang lama tentang obesitas, dimana terapi diet obesitas hanya membatasi asupan energi, ternyata tidak tepat lagi untuk perkembangan saat ini. Beberapa penelitian membuktikan sangat penting adanya modifikasi gaya hidup untuk menunjang keberhasilan diet obesitas dewasa. Perkembangan lainnya adalah perilaku aktivitas fisik 70 Dietetik Penyakit tidak Menular  mempunyai peran dalam pemeliharaan berat badan selama dan setelah penurunan berat badan tercapai. Pada beberapa kasus obesitas dewasa yang tidak berhasil dengan kombinasi ketiga terapi di atas (diet, aktivitas fisik, modifikasi perilaku) maka dipertimbangkan dengan terapi farmakologi atau pembedahan bariatrik dengan kondisi yang kompleks dengan indikasi adanya penyakit komorbiditas, yaitu yang dapat meningkatkan risiko kematian



seperti



Diabetes



Melitus



tipe



2, hipertensi,



hiperkolesterolemia,



penyakit



kardiovaskular, disfungsi pernapasan, penyakit kantung empedu, gout, dan osteoarthritis. Pada umumnya pasien obesitas memiliki satu atau lebih penyakit komorbiditas tersebut. Kedua



tindakan terapi tersebut merupakan kewenangan klinis profesional medis lainnya, sehingga pada topik ini hanya akan membahas kombinasi tiga terapi utama yaitu terapi gizi atau asuhan gizi, aktivitas fisik, dan modifikasi perilaku yang dapat menunjang pencapaian tujuan intervensi gizi. 1. Asuhan Gizi Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, tujuan terapi diet pada obesitas yaitu fokus pada pengelolaan berat badan untuk mencapai berat badan terbaik dalam konteks kesehatan yang menyeluruh. Pencapaian berat badan ideal atau persentase lemak tubuh tidak selalu realistis, bahkan dalam kondisi tertentu, mungkin tidak tepat sama sekali. Pencapaian penurunan berat badan tergantung pada jenis dan tingkat keparahan obesitas, usia serta gaya hidup individu. Keberhasilan penurunan berat badan bervariasi dari yang mudah dicapai hingga yang sulit tercapai. Upaya mempertahankan berat badan saat ini atau penurunan berat badan tingkat sedang atau moderat ternyata lebih bermanfaat. Orang obesitas yang berhasil menurunkan berat badan meskipun sedikit sekitar 5% sampai 10% dari berat badan awal, cenderung dapat memperbaiki glukosa darah, tekanan darah, dan kadar kolesterol darah. Oleh karena penurunan berat badan yang sedikit atau rendah itu bermanfaat dan lebih dapat dicapai, maka kita harus membantu pasien obesitas dengan target penurunan berat badan yang lebih sederhana dan realistis. Uraian di atas merupakan penjelasan secara umum perkembangan hingga saat ini tentang asuhan gizi untuk pasien obesitas dewasa. Selanjutnya kita akan membahas secara  Dietetik Penyakit tidak Menular 71 spesifik asuhan gizi terstandar bagi pasien obesitas dewasa menggunakan 4 langkah PAGT. Keempat langkah PAGT tersebut dimulai dari asesmen gizi, lalu menetapkan diagnosis gizi, dilanjutkan dengan melakukan intervensi gizi dan langkah yang terakhir melakukan monitoring evaluasi untuk menilai keberhasilan asuhan gizi yang dilaksanakan. a. Asesmen gizi Pada langkah asesmen gizi, saudara akan mengumpulkan data, melakukan verifikasi dan interpretasi data meliputi 5 komponen data yaitu data riwayat terkait gizi dan makanan, antropometri, biokimia, data fisik klinis terkait gizi dan data riwayat klien. Berikut ini akan dibahas satu per satu setiap komponen data yang dibutuhkan saat asesmen gizi. 1) Riwayat terkait gizi dan makanan Data riwayat terkait gizi dan makanan ini sering disebut menjadi riwayat gizi. Untuk data riwayat gizi ini saudara mengidentifikasi data meliputi asupan makanan dengan



metode recall 24 jam, riwayat diet, frekuensi makan, besar porsi makanan yang dikonsumsi, ditanyakan juga kebiasaan makan di luar rumah, teknik pengolahan makanan di rumah, dan sumber-sumber makanan yang mengandung densitas energi tinggi seperti makanan yang mengandung lemak dan gula (karbohidrat). Perlu digali juga informasi riwayat kesukaan makanan, alergi makanan atau adanya intoleransi terhadap makanan, termasuk konsumsi suplemen vitamin mineral tertentu maupun herbal. Ketahui juga tingkat pengetahuan gizi, kepercayaan dan sikap terhadap makanan dan zat gizi untuk mengetahui pemahaman pasien terkait makanan dan gizi. Termasuk riwayat pernah mendapat paparan edukasi gizi atau konseling gizi dan terapi gizi yang harus dijalani. Saudara sebaiknya mencari tahu juga informasi waktu-waktu makan dan pola makan pasien. Termasuk juga akses ketersediaan makanan, kemudahan mendapatkan makanan dan kemampuan menyiapkan serta memasak makanan sendiri. 2) Data antropometri Untuk data antropometri yang dikumpulkan adalah tinggi badan, berat badan saat ini, berat badan biasanya dan ukuran lingkar pinggang. Data IMT untuk menetapkan keadaan overweight atau obesitas. Data IMT tersebut diperoleh dengan cara menimbang berat badan dalam satuan kilogram (Kg) dan mengukur tinggi badan dalam satuan meter (m). Kemudian dihitung nilai IMT dengan rumus: berat badan dalam satuan Kg dibagi dengan tinggi badan dalam satuan meter pangkat dua. Seperti telah disampaikan pada bahasan pengertian obesitas di uraian sebelumnya, WHO (2000) menetapkan klasifikasi overweight dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan perhitungan IMT. Termasuk kategori overweight jika IMT > 25,00 Kg/m2 dan obesitas jika IMT > 25,00 Kg/m2. Tabel di bawah menyajikan lebih rinci klasifikasi IMT untuk orang dewasa termasuk kategori obesitas dan risiko timbulnya komorbiditas terkait obesitas.



Pada perkembangannya diperoleh bukti ilmiah bahwa pada populasi orang Asia diperlukan modifikasi cut-off point IMT untuk batasan overweight dan obesitas. Sehingga WHO (2004) menetapkan klasifikasi IMT bagi orang dewasa Asia lebih spesifik seperti yang disajikan pada tabel di bawah ini.



Untuk orang dewasa di Indonesia, Departemen Kesehatan (1996) melalui Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) telah menetapkan juga batasan IMT yang dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Acuan tersebut diperbaharui pada tahun 2014 dengan diterbitkannya Pedoman Gizi Seimbang (PGS). Berdasarkan hal tersebut, batasan IMT atau klasifikasi IMT untuk orang dewasa di Indonesia seperti tercantum pada tabel di bawah ini.



Penilaian IMT sebagai indikator obesitas memang mudah dilakukan, cepat dan relatif tidak invasive terhadap individu yang diukur. Namun demikian, indikator IMT tidak dapat membedakan antara berat badan terkait otot dan berat badan terkait lemak tubuh. Pada beberapa kasus, meningkatnya IMT mungkin hasil dari kelebihan adiposit, otot atau adanya edema. Nilai IMT juga tidak memberikan informasi distribusi lemak tubuh terutama yang terpusat pada abdomen. Berdasarkan hal tersebut, maka pengukuran lingkar pinggang menjadi alternatif yang dapat digunakan untuk estimasi abdominal fat dan memperkirakan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Klasifikasi ukuran lingkar pinggang yang berlaku pada lingkup populasi internasional adalah sebagai berkut:



Untuk orang asia, klasifikasi ukuran lingkar pinggang dimodifikasi menyesuaikan dengan karakteristik tubuh orang Asia-Pasifik seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini.



3) Data Biokimia Pada data biokimia, informasi yang dikumpulkan adalah hasil pemeriksaan laboratorium terkait penyakit komorbiditas atau risiko metabolik sindrom meliputi pemeriksaan 74 Dietetik Penyakit tidak Menular  glukosa darah, HbA1C, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida, serta kadar kolesterol HDL. Selain itu dapat juga juga dilengkapi dengan hasil pemeriksaan protein visceral dan hematologi. 4) Data pemeriksaan fisik klinis terkait gizi Data fisik klinis merupakan karakteristik fisik dan gambaran secara klinis yang memperlihatkan gambaran dampak dari obesitas terhadap masalah gizi yang muncul. Data ini menjadi tanda atau gejala adanya ketidakseimbangan antara asupan energi dibandingkan kebutuhan energi yang diperlukan tubuh, dan ketidakseimbangan terhadap pengeluaran energi tubuh. Contoh-contoh data fisik klinis pada kasus obesitas dewasa



diantaranya postur tubuh tampak gemuk, dagu tampak berlipat, adanya penumpukan lemak subkutan, adanya peningkatan tekanan darah, adanya peningkatan nafsu makan, dan sebagainya. 5) Untuk riwayat klien, saudara mengumpulkan data meliputi riwayat personal dari pasien seperti informasi umur pasien, jenis kelamin, pendidikan, etnis, termasuk riwayat sosial yaitu sosioekonomi, perumahan, dan dukungan pelayanan kesehatan yang dimiliki. Informasi lain yang digali adalah riwayat medis pasien dan keluarga termasuk status penyakit dan kondisinya untuk mengetahui adanya risiko tinggi morbiditas dan mortalitas. Hal ini penting untuk memutuskan apakah diperlukan penanganan yang intensif terhadap kondisi yang dihadapi. Informasi penyakit yang sering dialami pasien obesitas meliputi penyakit jantung koroner, atau penyakit aterosklerotik lainnya, diabetes melitus tipe 2, adanya sleep apnea, atau adanya peningkatan tekanan darah. Kumpulkan juga informasi terapi obat terkait penyakit yang dialami terutama obat jenis antidepressants, lithium, betablockers, dan kortikosteroid. Jenis obat-obat tersebut dapat memengaruhi kenaikan berat badan. b. Diagnosis gizi Setelah sebelumnya telah menyelesaikan langkah asesmen gizi, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan diagnosis gizi. Pernyataan diagnosis gizi menggunakan format Problem-Etiologi-Sign atau Symptom (PES). Masalah atau problem gizi yang ditemukan pada pasien overweight atau obesitas dapat terjadi pada domain asupan, klinis dan perilaku. Berikut ini problem gizi pada domain asupan yang biasa dialami pasien obesitas yaitu: a. Kelebihan asupan energy b. Kelebihan asupan lemak Sedangkan pada domain klinis, problem gizi yang muncul adalah a. Kelebihan berat badan atau obesitas b. Kenaikan berat badan yang tidak diharapkan Pada domain perilaku ditemukan problem gizi berupa a. Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi b. Gangguan pola makan c. Pemilihan makanan yang salah d. Aktivitas fisik kurang



c. Intervensi Gizi Setelah diagnosis gizi ditetapkan, maka, kita melakukan intervensi gizi untuk memecahkan masalah gizi yang dihadapi kasus. Seperti pada asuhan gizi lainnya, intervensi gizi mencakup 2 hal yaitu perencanaaan dan implementasi intervensi gizi. Untuk kasus obesitas yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini harus merujuk pada penatalaksanaan terapi obesitas dewasa. Perencanaan tujuan intervensi gizi mengarah pada pemecahan masalah gizi pada kasus. Tujuan untuk menurunkan berat badan sebaiknya dilakukan sampai dengan pengelolaan berat badan yang sudah dicapai dan tetap menjaga perubahan perilaku makan yang sehat. Pengelolaan berat badan yang dimaksud adalah mencapai berat badan terbaik pada konteks kesehatan individu, termasuk mempertahankan berat badan yang sudah dicapai dengan memperhatikan usia, jenis kelamin, tingkat kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan diet rendah energi, dan sebagainya. Acuan berat badan terbaik atau berat badan target dapat merujuk pada pencapaian IMT normal. Perencanaan intervensi gizi menetapkan juga strategi intervensi gizi yang sesuai penyebab (etiologi) untuk pemecahan masalah atau problem gizi. Pada kasus obesitas dewasa, salah satu strategi intervensi gizi untuk mencapai penurunan berat badan maka diberikan diet energi rendah yaitu diet yang mengandung energi di bawah kebutuhan normal, tetapi masih mengandung cukup vitamin dan mineral serta mengandung banyak serat. Perbedaan diet energi rendah dengan diet normal biasanya adalah pembatasan pada makanan padat energi, seperti makanan selingan berupa kue-kue yang banyak mengandung karbohidrat sederhana dan lemak, serta membatasi juga makanan goreng-gorengan. Pembatasan makanan agar memenuhi diet energi rendah yang dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kebiasaan makan. Oleh karena itu asupan energi dikurangi sebanyak 500-1000 kkal/hari agar terjadi penurunan berat badan sebanyak 1/2 sampai 1 Kg/minggu. Lysen dan Israel (2017) menegaskan diet energi rendah dengan kandungan gizi seimbang merupakan jenis diet yang tepat untuk menurunkan berat badan seperti yang diuraikan sebelumnya. Diet rendah energi seimbang ini adalah metode diet yang paling banyak dianjurkan untuk penurunan berat badan. Perbedaan jenis diet rendah energi seimbang dengan diet biasanya yaitu ada pembatasan kandungan energi tetapi tetap mengandung cukup zat gizi lainnya. Penerapan jenis diet ini akan berpengaruh pada penggunaan simpanan lemak tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi sehari-hari. Jenis diet ini menggunakan banyak sayuran, buahbuahan, kacang-kacangan, dan sumber serealia pada menu sehari-hari. Sedangkan Escott-



Stump,S (2008) menjelaskan lebih lanjut alasan banyaknya penurunan berat badan pada pasien obesitas dewasa yang dilakukan secara bertahap sebesar ½-1 Kg/minggu dengan cara mengurangi asupan energi sebanyak 500-1000 kkal/hari. Pengurangan energi sehari tidak dianjurkan melebihi 1000 kkal/hari karena akan berdampak negatif terhadap kesehatan. Diet tersebut akan mengakibatkan kehilangan jaringan otot yang berlebihan pada tubuh, dan diet kurang mengandung zat-zat gizi essensial. Selain itu, diet yang dijalani tidak menyenangkan dan tidak akan mampu bertahan lama karena terlalu ketat. Pengurangan energi sehari yang terlalu sedikit juga tidak dianjurkan, seperti kurang dari 500 kkal/hari. Penerapan diet ini tidak efektif karena efek penurunan berat badan yang terjadi terlalu kecil dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai berat badan target. Syarat diet energi rendah tetapi tetap mengandung zat gizi seimbang, seperti rekomendasi Instalasi Gizi Perjan RS dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2004 adalah: 1) Diet energi rendah dengan cara mengurangi asupan energi sebanyak 500-1000 kkal/hari dari kebutuhan normal, dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kebiasaan makan. 2) Protein diberikan 15-20% dari kebutuhan energi total. 3) Lemak diberikan sedang yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Gunakan sumber lemak yang mengandung lemak tidak jenuh ganda. 4) Karbohidrat diberikan lebih rendah yaitu 55-65% dari kebutuhan energi total. Gunakan lebih banyak sumber karbohidrat kompleks. 5) Vitamin dan mineral diberikan cukup sesuai kebutuhan. 6) Cairan diberikan cukup yaitu 8-10 gelas/hari. Berikut ini adalah berbagai jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk pasien obesitas, sehingga kita dapat memilih penggunaannya saat merencanakan menu ketika intervensi gizi dilakukan 1) Sumber karbohidrat dianjurkan menggunakan jenis karbohidrat kompleks seperti nasi, jagung, ubi, singkong, talas, kentang, dan sereal 2) Sumber protein hewani sebaiknya menggunakan daging tidak berlemak, ayam tanpa kulit, ikan, telur, daging asap, susu dan keju rendah lemak.



3) Untuk sumber protein nabati bisa menggunakan tempe, tahu, susu kedelai, kacangkacangan yang diolah tanpa digoreng atau tanpa santan kental. 4) Untuk jenis sayuran yang dianjurkan yaitu sayuran yang banyak mengandung serat dan diolah tanpa santan kental. Sayuran bisa sebagai lalapan, atau direbus, ditumis, boleh menggunakan sedikit santan encer. 5) Semua macam buah bisa diberikan, kecuali durian, alpukat, buah-buahan yang diolah menjadi manisan, atau diolah menggunakan susu full cream atau susu kental manis. d. Monitoring dan evaluasi Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap data asupan makanan sehari. Pengukuran asupan makanan melalui asupan zat gizi sehari mencakup asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat untuk makro-nutrient. Lakukan evaluasi, apakah asupan makanan sudah berkurang dari biasanya. Pengurangan asupan energi yang dianjurkan sebesar 500-1000 kkal/hari. Keseluruhan asupan energi sehari tidak melebihi total kebutuhan energi yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui keberhasilan diet, maka saudara harus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap berat badan kasus. Monitoring dilakukan dengan menimbang berat badan setiap minggu dengan menggunakan alat timbangan yang sama. Lakukan evaluasi, apakah ada penurunan berat badan seperti yang diharapkan, sebesar 1/2 sampai 1 Kg BB/minggu. Pada monitoring ini, sebaiknya ditetapkan waktu pelaksanaan monitoring dan target yang ingin dicapai agar dapat terukur. Seperti uraian di atas, monitoring parameter berat badan dilakukan setiap minggu dengan target penurunan berat badan sebanyak 1/2 sampai 1 Kg BB/minggu. Kita juga perlu memonitor aktivitas fisik yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan intervensi gizi. Apakah ada peningkatan aktivitas fisik seperti olah raga yang menyesuaikan dengan kemampuan fisik atau kegiatan-kegiatan lain yang menggunakan energi lebih banyak untuk melakukannya. Selain itu, perlu memonitor juga apakah telah terjadi perubahan perilaku atau modifikasi perilaku yang dapat menunjang turunnya berat badan. 2. Aktivitas fisik Adanya peningkatan aktivitas fisik pada orang obesitas akan dapat meningkatkan pengeluaran energi tubuh. Bentuk aktivitas fisik berupa olahraga atau aktivitas fisik lainnya. Aktivitas fisik ini menjadi komponen penting dari terapi penurunan berat badan dan upaya mempertahankan berat badan yang sudah dicapai tersebut. Menurut Fatimah (2009), aktivitas



fisik merupakan istilah umum untuk segala sesuatu pergerakan tubuh karena aktivitas otot akan menghasilkan peningkatan kebutuhan energi. Terdapat 3 komponen aktivitas fisik, yaitu: aktivitas yang dilakukan selama bekerja atau berhubungan dengan pekerjaan. Aktivitas yang dilakukan di rumah, merupakan bagian dari aktivitas sehari-hari. Aktivitas yang dilakukan pada saat luang di luar pekerjaan dan aktivitas harian meliputi latihan fisik dan olahraga kompetisi. Latihan fisik adalah kegiatan terstruktur yang dilakukan untuk meningkatkan kebugaran tubuh. Sedangkan olahraga kompetisi adalah kegiatan yang dilakukan sebagai suatu profesi atau pekerjaan. Untuk memperoleh penurunan berat badan optimal maka dibutuhkan aktivitas fisik atau olahraga dengan frekuensi 5-6 kali per minggu dengan durasi 20-60 menit setiap kali melakukan olahraga. Jenis olahraga dengan intensitas rendah seperti berjalan kaki selama 30– 60 menit yang dilakukan secara rutin terus menerus dapat meningkatkan pengeluaran energi (energi expenditure). Pasien obesitas sebaiknya memilih jenis aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi atau kemampuan tubuh, atau memilih jenis aktivitas yang disukai. Manfaat yang diperoleh dari aktivitas fisik ini adalah dapat mengendalikan tekanan darah,



memperkuat



integritas



kardiovaskular,



meningkatkan



sensitifitas



insulin,



dan



bertambahnya pengeluaran energi dari membantu menurunkan risiko penyakit serebrovaskular, memperbaiki mood, meningkatkan kapasitas kerja otot, meningkatkan imunitas, dan membantu memperlambat penurunan densitas tulang. (Fatimah, 2009 ; Lysen dan Israel, 2017). 3. Modifikasi prilaku Lee,Robert D, (2011), Morrison (2013) dan Lysen & Israel (2017) menjelaskan yang dimaksud modifikasi perilaku adalah merubah perilaku kurang baik terkait makanan dan gizi menjadi perilaku sehat yang bermanfaat sehingga dapat mengurangi asupan makanan yang berlebihan serta membantu pengeluaran energi tubuh. Data modifikasi perilaku diantaranya adalah proses mengunyah makanan secara perlahan saat waktu makan, kegiatan makan hanya dilakukan di meja makan saja atau di ruang makan, tidak mengonsumsi minuman manis lagi (seperti soda, jus, sirup), atau pasien lebih memilih buah atau sayuran sebagai makanan selingan, mengurangi kegiatan menonton TV dan mengurangi juga waktu tidur yang berlebihan, dan sebagainya.



ILUSTRASI KASUS Seorang wanita Ny A usia 40 tahun, pendiidkan S1, bekerja di bagian administrasi suatu perusahaan makanan ringan. Berat badan saat ini 74 Kg dan tinggi badan 155 cm. Ia sudah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak yang sudah remaja. Suaminya bekerja sebagai akuntan di suatu bank. Kegiatan fisik Ny A termasuk ringan karena lebih banyak duduk di depan komputer dengan 8 jam kerja/hari. Akhir-akhir ini ia sering mengeluh sesak napas setelah beraktivitas. Ny A melakukan pemeriksaan ke dokter, diketahui ia tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya. Hasil pemeriksaan tekanan darah 120/80 mmHg dan kadar kolesterol total 189 mg/dl. Dokter menganjurkan Ny A untuk menurunkan berat badan dan merujuknya kepada Ahli Gizi agar dilakukan konseling gizi. Hasil anamnesa gizi diketahui Ny A biasa makan 3 kali sehari makanan utama dan 2-3 kali makanan selingan sehari. Konsumsi sayur atau buah: 2-3 kali/minggu. Sehari-hari ia memilih jenis makanan siap saji karena lebih praktis. Makanan selingan yang disukai berupa kue-kue manis, roti isi manis dan jus buah. Kebiasaan malam hari menjelang tidur, Ny A masih mengonsumsi roti atau kue manis dan segelas teh manis. Hasil recall 1x24 jam didapatkan asupan energi total = 2858,0 kkal. Pembahasan : 1. Identitas Pasien



Nama Jenis Kelamin Usia Diagnosis



: Ny. A : Perempuan : 40 tahun : Obesitas Grade ?



2. Assesment



a. Antropometri -



Berat badan = 74 kg ( BBI = 50 kg) Tinggi badan = 155 cm 74 IMT= =30,83(Normal , N :18,5 0−24 , 9 9) 1,5 52



Berdasarkan perhitungan IMT dengan menggunakan Berat Badan pasien, diketahui bahwa status gizi pasien adalah gemuk yaitu 30,83 (N : 18,50-24,99). b. Biokimia Kadar kolesterol total 189 mg/dl (Normal : < 200 mg/dl). Interpretasi data kadar kolesterol dari kasus termasuk normal karena masih kurang dari 200 mg/dl. c. Data fisik klinis terkait gizi Tekanan darah 120 / 80 mmHg (Normal : 120 / 80 mmHg ). Interpretasi data tekanan darah masih termasuk normal. d. Standar pembanding



Standar pembanding ini digunakan untuk membandingkan asupan zat gizi kasus dengan kebutuhan zat gizinya. Dari hasil membandingkan ini dapat diinterpretasikan apakah asupan zat gizi kasus melebihi atau kurang dari kebutuhan energi sehari. Sekarang mari kita menetapkan standar pembanding untuk kebutuhan energi. Disini kita menggunakan salah satu rumus Resting Energy Expenditure (REE) yaitu Harris Benedict atau Mifflin-St.Jeor. Pada latihan ini, mari kita hitung REE menggunakan rumus Harris Benedict untuk perempuan. REE = 655,1 + 9,56 (BB) + 1,85 (TB) – 4,68 (U) = 655,1 + 9,56 (74) + 1,85 (155) – 4,68 (40) = 1462,09 kkal Setelah diperoleh nilai REE sebesar 1462,09 kkal, kemudian menghitung Total Energy Expenditure (TEE) dengan cara : REE x Aktivitas Fisik (AF) kasus yang termasuk kategori ringan, yaitu 1,55 Maka TEE = REE x AF = 1462,09 x 1,55 = 2266,23 kkal Asupan energi total kasus berdasarkan hasil recall 2858,0 kkal dengan cara membandingkan



dengan



kebutuhan



energi



sehari



yaitu



=



2266,23



kkal.



Interpretasinya adalah asupan energi melebihi kebutuhan energi sehari sebesar 126,11%. 3. Intervensi Gizi



a. Intervensi gizi untuk pemberian makanan dan zat gizi :  Diet yang diberikan adalah diet energi rendah, tetapi mengandung zat gizi seimbang.  Energi diberikan sesuai kebutuhan energi sehari, dikurangi 500 – 1000 kkal / hari.  Protein diberikan 15-20% dari kebutuhan energi total. d. Lemak diberikan sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total.  Karbohidrat diberikan rendah, yaitu 55-65% atau sisa dari perhitungan persentase protein dan lemak. Utamakan karbohidrat kompleks, batasi karbohidrat sederhana, makanan dan minuman manis.  Vitamin dan mineral diberikan cukup.  Serat diberikan cukup dengan meningkatkan asupan sayur dan buah.  Cairan diberikan cukup.



Kemudian kita akan menghitung kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Pada standar pembanding di bagian asesmen gizi, sebenarnya kita sudah menghitung kebutuhan energi sehari untuk kasus yaitu 2158 kkal, tetapi belum dilanjutkan dengan menghitung kebutuhan zat gizi makro lainnya yaitu protein, lemak dan karbohidrat. Kebutuhan energi yang sudah dihitung sebesar 2266,23 kkal. Kita akan mengurangi asupan energi secara bertahap 500 kkal / hari. sehingga kebutuhan energi sehari untuk kasus : 2266,23 kkal – 500 kkal = 1766,23 kkal atau dibulatkan menjadi 1700 kkal.  Kebutuhan protein : 15% x 1700 kkal = 255 kkal : 4 (konversi ke berat protein) = 63,75 gram.  Kebutuhan lemak : 20% x 1700 kkal = 340 kkal : 9 (konversi ke berat lemak) = 37,77 gram  Kebutuhan karbohidrat = 65% x 1700 kkal = 1105 kkal : 4 (konversi ke berat karbohidrat) = 276,25 gram b. Preskripsi diet Preskripsi diet dibuat agar lebih jelas dalam implementasi intervensi gizi (1) Energi = 1700 kkal (2) Protein = 63 gram (3) Lemak = 37 gram (4) Karbohidrat = 276 gram (5) Vitamin dan mineral diberikan cukup sesuai AKG (6) Serat = 25 gram (7) Cairan = 8-10 gelas / hari (8) Bentuk makanan : biasa (9) Frekuensi makan : 6 kali pemberian (3 kali makanan utama, 3 kali snack) (10) Rute pemberian : oral Perencanaan Menu Makan Sehari 4. Standar makanan sesuat preskripsi diet



No 1 2 3 4 5



Gol bahan makanan Penukar Nasi / penukar 5 Protein hewani lemak sedang 3 Protein nabati /penukar 3 Sayuran A sekehendak Sayuran B 1,5



E 875 225 225



P 20 21 15



L 0 15 9



KH 200 0 21



37,5



1,5



0



7,5



6 7 8



Sayuran C Buah Minyak



1 4 2 total



50 200 100 1712,5



3 0 0 60,5



0 0 10 34



10 48 0 286,5



5. Distribusi makanan sehari



Distribusi makanan sesuai dengan rencana pemberian makanan yaitu 6 kali sehari terdiri dari 3 kali makanan utama dan 3 kali snack yaitu makan pagi, snack pagi, makan siang, snack siang, makan malam, dan snack malam. No Bahan



penukar



Pagi



Snack 0,5



1



makanan Nasi/sumber



5



1



2



KH Protein hewani



3



1



3 4



rendah lemak Protein nabati Sayuran a



3 Sekehendak



5 6



1



Siang 1,5



Snack



Malam snack



0,5



1,5



1



1



1



1



Sayuran b



1,5



0,5



1



Sayuran c Buah Minyak



1 4 2



1 0,5



1 0,5



0,5



1 1 0,5



1



6. Susunan menu sehari



 Makan pagi : Roti bakar, Orak arik Telur + buncis wortel, Pepaya, Teh tawar  Snack pagi : Pisang kukus & Kacang rebus, Air putih  Makan siang : Nasi, Pepes ikan tuna, Oseng tahu, Tumis daun pepaya + daun singkong, Semangka, Air putih  Snack sore : Pisang ambon, Teh tawar  Makan malam : Nasi, Ayam fillet bumbu teriyaki, Tempe bacem, Cah kangkung, Melon, Air putih  Snack malam : Apel, Teh tawar DAFTAR PUSTAKA 1. Academy of Nutrition and Dietetics, Evidence Analysis Library. 2007. Pediatric Weight Management Guideline. Available at https://www.andeal.org/vault/pq56.pdf



2. Escott-Stump, Sylvia. 2008. Nutrition and diagnosis-related care. 6th ed. Section 10. Weight management, undernutrition and malnutrition. Baltimore, USA: Lippincott Williams & Wilkins. 3. Fatimah, SN. 2009. Terapi diet dan aktivitas fisik pada penanggulangan obesitas. Dalam: Soegih, R; Wiramihardja,K, 2009. Obesitas: permasalahan dan terapi praktis. Cetakan 1. Jakarta: CV Sagung Seto. 4. Gee,Molly et al. 2008. Weight Management. In: Mahan,LK, et al Krause’s food & nutrition therapy.12 th edition. St Louis, Missouri: Saunders, Elsevier. 5. Gibson,Rosalind S. 2005. Principles of nutritional assessment. 2nd edition, New York : Oxford University Press. 6. Instalasi Gizi Perjan RS dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. 2004. Penuntun diet edisi baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 7. International Obesity Task Force. 2017. Obesity the global epidemic. Available at http://www.iaso.org diakses tgl 16 November 2017 Kelly, Evelyn B. 2006. Obesity: health & medical issues today. USA: Greenwood Press. 8. Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2016. Terminologi Gizi dan Uraian Terminologi Gizi. Bandung : Instalasi Gizi RSHS. 9. Lee, Robert D. 2011. Energy balance and body weight. In: Nelms, M; Sucher,K; Lacey,K; Roth,SR,2011.Nutrition therapy and pathophysiology, 2nd edition. Belmont, CA, USA : Wadsworth,Cengage Learning. 10. Lysen, LK; Israel, DA. 2017. Nutrition in weight management. In: Mahan, LK ; Raymond, JL. 2017. Krause’s food & the nutrition care process , 14th ed. St Louis, Missouri : Elsevier. 11. Morrison. 2013. Obesity and weight management. In: Morrison, inc. Manual of clinical nutrition management. Compas group. 12. World Health Organization (WHO). 2004. Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. The Lancet,Vol 363, January 10, 2004: 157-63.