Diskusi 8 Kepabeanan Dan Cukai Melisa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama NIM Mata Kuliah



: Melisa : 042762944 : Kepabeanan dan Cukai



Diskusi 8



1. Berikan tanggapan Anda terkait dengan Floating Storage yang ada di materi inisiasi inisiasi 8! 2. Perdagangan dunia saat ini mengarah kepada rezim perdagangan bebas, sehingga faktanya tidak ada satupun negara yang sama sekali tidak terlibat perdagangan dengan negara lain. Sebagai akibatnya sekelompok negara membuat perjanjian di antara mereka untuk mengatasi hambatan tarif bea masuk, sehingga insentif tarif dalam kerja sama perdagangan bebas menjadi pendorong utama terjadinya peningkatan arus barang dari suatu negara ke Negara lainnya. Sebagaimana lazimnya di dalam suatu perjanjian akan timbul hal-hal yang positif dan hal negatif lainnya. Apakah akibat dari hal positif dan negatif itu? Jelaskan dan berikan sebuah contohnya! Jawab: Dalam konteks kepentingan negara, FTA dibentuk karena memberikan manfaat kepada mitra anggotanya. FTA akan mendorong terjadinya trade creation dan trade diversion. Jacob Viner ( 1950 ) adalah orang yang pertama kali mengemukakan teori ini dalam konteks pembentukan customs union. Kesatuan tarif bea masuk ( customs tariff) antar negara-negara yang mengikat kerjasama FTA disatu sisi akan mendapatkan trade creation dan disisi lain jika akan berdampak adanya trade diversion. Trade creation adalah perubahan kesejahteraan ke arah yang lebih positif karena adanya pengalihan produksi dari produk domestik yang berbiaya tinggi (tidak efisien) ke arah produksi impor yang berbiaya lebih rendah ( efisien ). Hal ini terjadi karena insentif tarif dalam FTA membuat harga produk impor menjadi lebih murah dibanding harga produk domestik . Sebagai contoh : misalkan, negara A ( Sebelum FTA ) menghasilkan sendiri produk X, dengan biaya produksi yang relatif tinggi. Setelah mengikat kerja sama FTA dengan negara B, dan negara B ternyata juga menghasilkan produk "X" yang relatif lebih efisien dibanding produksi negara A. Dengan adanya penghilangan "tarif bea masuk atas produk X" maka produk X dari negara B tentu saja akan memiliki daya saing lebih tinggi dengan produk "X" lokal. Maka FTA akan menciptakan perdagangan baru (Trade creation) atas produk "X" yang sebelumnya belum pernah diimpor oleh negara A.



Sisi Positif trade creation, akan mendorong pemanfaatan bersama sumber daya regional dan peningkatan efisiensi akibat terbentuknya spesialisasi di antara para pelaku industri dan perdagangan. Dalam kerangka FTA, posisi tawar ekonomi regional menjadi lebih kuat dalam menarik mitra dagang dan investor asing maupun domestik yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan penduduk negara anggota. Disisi lain Viner (1950) juga menjelaskan efek trade diversion sebagai dampak dari FTA. Insentif tarif akibat FTA akan mengalihkan produk-produk impor yang efisien dari negara diluar mitra FTA dengan produk impor yang kurang efisien dari mitra FTA. Fenomena maraknya produk konsumsi bermutu rendah dari China yang masuk kepasar Indonesia adalah salah satu contoh negatif dari trade diversion. Namun bukan berarti bahwa trade diversion akan selalu berdampak buruk bagi kesejahteraan mitra FTA. Secara agregat. FTA akan meningkatkan kesejahteraan bagi negara anggota FTA, apabila keuntungan yang diperoleh dari trade creation lebih besar daripada trade diversion. Dalam setiap perundingan FTA dengan negara mitra dagang, sikap yang dianjurkan kepada pemerintah adalah menjaga kehati-hatian. Kepentingan domestik merupakan salah satu faktor yang harus menjadi prioritas perhatian. Dampak langsung maupun tidak langsung kepada daya saing produsen lokal, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan pajak impor harus benar-benar dipertimbangkan. Efek positif trade creation secara langsung akan dinikmati oleh konsumen lokal dan menjadi stimulan bagi produsen lokal untuk bisa menghasilkan produk yang lebih efisien. Namun apabila tidak dikelola dengan baik, hal ini akan mematikan kinerja produsen lokal, yang pada gilirannya akan berdampak negatif kepada kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu fenomena yang muncul setelah berkembangnya FTA adalah peningkatan hambatan non-tarif atas produk impor. Secara " silent" setiap negara mitra FTA berusaha melindungi produk-produk lokal mereka dengan menciptakan hambatanhambatan non-tarif. Di Indonesia sendiri, regulasi yang terkait dengan larangan dan pembatasan atas produk impor cenderung meningkat. Kondisi ini memungkinkan terbentuknya ekonomi biaya tinggi apabila regulasi larangan dan pembatasan ini berlangsung secara tidak efektif. Peningkatan regulasi hambatan non-tarif berpotensi menghambat produk impor dan menambah cost of importation. Akibatnya, preferensi dagang yang diinginkan menjadi bias, dan pada akhirnya mengakibatkan gagalnya peningkatan perdagangan antar anggota. (Sumber : BMPADBI4235 Kepabeanan dan Cukai Modul 4 Halaman 4.19-4.20)



3. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, melakukan pungutan cukai untuk produk hasil tembakau seperti rokok dengan tarif maksimal sebesar 57%  dari harga jual eceran atau 275% dari harga jual pabrik. Mengapa demikian? Apa tujuannya? Jelaskan secara lengkap! Kemudian mengapa juga pemerintah memungut Cukai terhadap MMEA, padahal MMEA bukanlah produk yang langsung dapat dikonsumsi? Jelaskan secara lengkap! Jawab: Tujuan pemerintah melakukan pungutan tariff cukai rokok sebesar 57% dari harga jual eceran dan 275% dari harga jual pabrik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai adalah upaya pemerintah dalam mengontrol terhadap peredaran tembakau dan produk hasil tembakau yang berdampak negative bagi kesehatan. Terhadap produk hasil tembakau WHO memberikan peringatan yang tegas kepada otoritas negara anggotanya tentang bahaya rokok bagi kesehatan. FCTC yang disepakati tanggal 28 Mei 2003 di Geneva Swiss dan mulai berlaku sejak 27 Februari 2005, hingga juli 2009 telah diratifikasi 166 negara, Indonesia hingga saat ini belum menandatanagi dan meratifikasi konvensi tersebut walaupun kebijakan kea rah tersebut sudah menjadi wacana yang cukup sering dibahas oleh pemerintah. a) Penerapan pajak yang tinggi dengan tujuan kesehatan. Banyak negara-negara didunia yang menggunakan cukai sebagai instrumen pengendalian konsumsi produk hasil tembakau. Khusus di Indonesia, pemerintah dapat menerapkan pungutan cukai dengan tarif maksimal sebesar 57% dari harga jual eceran atau 275% dari harga jual pabrik. b) Pelarangan penjualan produk tembakau kepada anak dibawah umur. Dampak negatif produk hasil tembakau bagi kesehatan cukup mengkhawatirkan. Beberapa referensi kesehatan menyebutkan bahwa konsumsi rokok menjadi salah satu pemicu utama berbagai penyakit berbahaya. Hasil kajian WHO menyebutkan bahwa tingkat konsumsi rokok dinegara-negara Asia (negara berkembang) semakin meningkat, terutama pada usia produktif. Kebiasaan merokok pada usia dini biasanya akan terus dibawa hingga memasuki usia remaja karena sifat rokok dapat menimbulkan rasa ketergantungan (addict). Pemerintah Indonesia juga sudah menyadari dan peduli dengan dampak negatif produk hasil tembakau. Bentuk kepedulian pemerintah tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2003 tentang pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. c) Pelarangan penjualan produk HT dalam batangan atau dalam jumlah kecil. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan jumlah konsumsi produk HT adalah kemudahan akses mendapatkan produk tersebut. Apabila penjualan eceran produk



HT dilakukan dengan suatu kemasan dalam jumlah kecil maka harganya relatif semakin terjangkau konsumen. Dampaknya akan semakin meningkatkan jumlah konsumsi produk hasil tembakau karena semakin banyak orang yang mampu membeli produk murah tersebut. Terkait MMEA pemerintah juga telah menerapkan kebijakan dengan menontrol peredaran MMEA di pasaran. Logikanya cukup sederhana, jika MMEA dikenakan cukai maka harga produk akan menjadi mahal, jika harga mahal maka akan membatasi akses masyarakat terhadap konsumsi MMEA. pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap MMEA adalah :



tujuan produk produk Bentuk



a. Di level distributor dan pengecer disyaratkan memiliki ijin di bidang cukai (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai) b. Pengangkutan BKC etil alcohol dan MMEA walaupun sudah dilunasi cukainya wajib dilindungi dokumen cukai. Untuk etil alcohol dalam jumlah lebih dari 6 liter dan MMEA dalam jumlah lebih dari 6 liter dan kadar lebih dari 5% (Sumber : BMPADBI4235 Kepabeanan dan Cukai Modul 5.6-5.7) 4. Harga jual pabrik per bungkus rokok produksi PT Bentoel Rokok Indonesia adalah Rp23.000,- Berdasarkan harga tersebut ditentukan cukai sebesar 275% dan laba penyalur yang diperbolehkan hanya 8%. Berdasarkan keterangan tersebut, hitunglah Harga Eceran (HE) rokok tersebut? Jawab: Diketahui : HJP = Rp. 23.000 Tarif Cukai = 275% Laba Penyalur yang diperbolehkan = 8% Ditanya : Berapa Harga Eceran rokok tersebut ? Jawab : Cukai = 275% X Rp. 23.000 = Rp. 63.250 PPN = 10% X Rp. 63.250 = Rp. 6.325 Cukai + PPN = Rp. 63.250 + Rp. 6.325 = Rp. 69.575 Laba Penyalur yang diperbolehkan = 8% X 69.575 = Rp. 5.566 Maka Harga Eceran Rokok Tersebut Yaitu = Rp.69.575 + Rp 5.566 = Rp. 75.141 5. Produsen rokok PT HM Sampoerna, Tbk memproduksi rokok SKM Dji Sam Soe 234 dengan isi 12 batang per Bungkus mengajukan awal Permohonan Penyediaan Pita Cukai dengan data untuk 3 bulan sebelumnya sebagai berikut: pada bulan Mei = 700 lembar; bulan Juni = 900 lembar dan bulan Juli = 800 lembar untuk Golongan I



dan Seri I dengan Harga Jual Eceran per bungkus Rp25.000,- Disamping itu PT HM Sampoerna juga memproduksi rokok SKT Sampoerna Hijau isi 20 batang per bungkus mengajukan juga Permohonan Penyediaan Pita Cukai dengan data, sebagai berikut: pada bulan Mei = 800 lembar; bulan Juni = 900 lembar dan bulan Juli = 1000 lembar, untuk Golongan II dan Seri II dengan Harga Jual Eceran per bungkus Rp10.000,Sebagai tambahan informasi bahwa tarif cukai bersasarkan PMK yang telah ditetapkan terhadap produk Hasil Tembakau tersebut adalah: a. Untuk merek Dji Sam Soe 234 tarif cukai spesifik adalah Rp590/batang b. Untuk merek Sampoerna Hijau tarif cukai spesifik adalah Rp180/batang c. Tarif PPN Hasil Tembakau adalah 10% Berdasarkan data-data tersebut di atas, hitung: 1. Total Nilai cukai yang terhutang! 2. Total PPN Hasil Tembakau yang terhutang! Jawab:  Perhitungan Cukai dan PPN untuk Merk Dji Sam Soe 234 Jumlah Batang = Jumlah Lembar PC X Jumlah Keping Seri X Isi Perkemasan = 3.200 Lembar X 120 Keping X 12 = 4.608.000 Batang Cukai Terhutang = Tarif (Rp.) X Jumlah Batang = Rp. 590/batang X 4.608.000 batang = Rp. 2.718.720.000 PPN Terhutang = Tarif efektif (10%) X HJE Total = 10% X 25.000 X 3.200 Lembar X 120 Keping = Rp. 960.000.000  Perhitungan Cukai dan PPN untuk Merk Sampoerna Hijau Jumlah Batang = Jumlah Lembar PC X Jumlah Keping Seri X Isi Perkemasan = 3.600 Lembar X 56 Keping X 20 = 4.032.000 Batang Cukai Terhutang = Tarif (Rp.) X Jumlah Batang = Rp. 180/batang X 4.032.000 batang = Rp. 725.760.000 PPN Terhutang = Tarif efektif (10%) X HJE Total = 10% X 10.000 X 3.600 Lembar X 56 Keping = Rp. 201.600.000 Sehingga total cukai dan PPN terhutang adalah sebagai berikut:



a. Total Cukai Terhutang = Rp. 2.718.720.000 + Rp. 725.760.000 = Rp. 3.444.480.000 b. PPN yang terhutang = Rp. 960.000.000 + Rp. 201.600.000 = Rp. 1.161.600.000 (Sumber : BMPADBI4235 Kepabeanan dan Cukai modul 6 Halamab 6.40 dan 6.50-6.51) 6. Perhitungan bea keluar; ITEM DESCRIPTION QUANTITY UNIT PRICE CB 101 Dress Type Cupboard 12 $80 CB 102 Kitchen Type Cupboard 21 $43 CB 103 Meal Type  Cupboard 17 $97 CB 104 Book Type Cupboard 8 $140         Berdasarkan invoice di atas, hitunglah berapa bea keluar yang oleh eksportir? (Nilai Kurs $1 = Rp14.500,-)



TOTAL $960 $903 $1,649 $1,120 $4,632 harus dibayarkan



Jawab:  Item CB 101 Bea Keluar = 5% x USD 80 x 12 x Rp 14.500 = Rp 696.000 



Item CB 102 Bea Keluar = 5% x USD 43 x 21 x Rp 14.500 = Rp 654.675







Item CB 103 Bea Keluar = 5% x USD 97 x 17 x Rp 14.500 = Rp 1.195.000







Item CB 104 Bea Keluar = 5% x USD 140 x 8 x Rp 14.500 = Rp 812.000 (Sumber : BMPADBI4235 Kepabeanan dan Cukai modul 3 Halamab 3.27)



7. Invoice berikut disampaikan kepada PT Apple Indonesia, sebagai berikut: ITEM DESCRIPTION CP07A1 Cell Phone iPhone 14 4



QUANTITY



UNIT PRICE



34



US$1,750



Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.010/2021 barang dengan term free on board di atas di kenakan bea masuk 12% dan pajak pertambahan nilai 11%, serta kurs yang berlaku pada saat itu US$1 = Rp14.500,Berdasarkan invoice di atas tersebut, hitung total pajak dalam rangka impor dan total pungutan yang harus dibayarkan oleh PT Apple Indonesia. Informasi tambahan perusahaan mempunyai angka pengenal impor, tapi belum mempunyai nomor pokok wajib pajak.



Jawab: FOB



= 34 X US$ 1.750



= US$ 59.500



Freight



= 5% X US$ 59.500



= US$ 2.975



Insurance



= 0,5% X US$ 62.475 = US$ 312,375



CIF



= US$62.787,375



Nilai Pabean = CIF X NDPBM



= US$ 62.787,375 X Rp. 14.500 = Rp. 910.416.937,5



Bea Masuk



= 12% X NP



= 12% X Rp. 910.416.937,5 = Rp. 109.250.032,5



Nilai Impor



= NP + BM



= Rp. 910.416.937,5 + Rp. 109.250.032,5 = Rp. 1.019.666.970



PPN



= 11% X NI



= 11% X Rp. 1.019.666.970



= Rp. 112.163.366,7



PPh Pasal 22 = 7,5% X NI



= 7,5% X Rp. 1.019.666.970 = Rp. 76.475.022,75



PDRI



= Rp. 112.163.366,7 + 76.475.022,75 = Rp. 188.638.389,45



= PPN + PPh Ps22



Total Pungutan = BM + PDRI = Rp. 109.250.032,5 + Rp. 188.638.389,45 = Rp. 297.888.421,95 dibulatkan menjadi Rp. 298.000.000 (Sumber : BMPADBI4235 Kepabeanan dan Cukai modul 2 Halamab 2.25) 8. PT Kino Indonesia belum mempunyai API, mengimpor hasil hutan berupa rotan dari Naypyidaw, Myanmar sebanyak 35 ton menggunakan petikemas ukuran  40 feet yang mempunyai kapasitas masing-masing 7 ton. Harga rotan FOB US$5/Kg. Asuransi ditutup di Jakarta senilai US$500. Freight dari Naypyitaw ke Tanjung Priok per petikemas @ US$2,850. Bea masuk sebesar 8% dan bea masuk anti dumping sebesar 25% dengan NDPBM US$1 = Rp14.500,- Hitung berapa total besarnya pungutan Impor dan total pajak dalam rangka impor? Lakukan pembulatan hanya di akhir perhitungan! Jawab: FOB



= US$ 5 X 35.000 Kg X 5 Peti Kemas = US$ 875.000



Freight



= US$ 14.250



Insurance



=0



CIF



= US$ 889.250



Nilai Pabean = CIF X NDPBM = US$ 889.250 X Rp. 14.500 = Rp. 12.894.125.000 Bea Masuk



= 8% X NP = 8% X Rp. 12.894.125.000 = Rp. 1.031.530.000



BMAD



= 25% X NP = 25% X Rp. 12.894.125.000 = Rp. 3.223.531.250



Nilai Impor



= NP + BM + BMAD = Rp. 12.894.125.000 + Rp. 1.031.530.000 + Rp. 3.223.531.250 = Rp. 17.149.186.250



PPN



= 10% X NI = 10% X Rp. 17.149.186.250 = Rp. 1.714.918.625



PPh Pasal 22 = 2,5% X NI = 2,5% X Rp. 17.149.186.250 = Rp. 428.729.656,25 PDRI



= PPN + PPh Ps22 = Rp. 1.714.918.625 + Rp. 428.729.656,25 = Rp. 2.143.648.281,25



Total Pungutan



= BM + BMAD + PDRI = Rp. 1.031.530.000 + Rp. 3.223.531.250 + Rp. 2.143.648.281,25 = Rp. 6.398.709.531,25 dibulatkan menjadi Rp. 6.400.000.000



(Sumber : BMPADBI4235 Kepabeanan dan Cukai Modul 2 Halaman 2.26) 9. Bapak Pudji Suprapto memesan barang kiriman berupa laptop LG melalui suatu perusahaan jasa titipan (PJT) dari negara Korea Selatan, senilai US$1,500 dan berdasarkan AWB biaya pengangkutannya US$45 sedangkan untuk asuransi US$30 diketahui pula Bapak Suharnoto tidak mempunyai NPWP dan tidak mempunyai API untuk NDPBM US$1 = Rp14.500,- Hitung berapa besarnya total bea masuk dan pajak dalam rangka impor barang, serta total pungutan impor yang harus dibayarkan oleh Bapak Pudji Suprapto? Lakukan pembulatan hanya di akhir perhitungan! Jawab: FOB Freight Insurance CIF



= US$ 1.500 = US$ 45 = US$ 30 = US$ 1.575



Nilai Pabean = CIF X NDPBM = US$ 1.575 X Rp. 14.500,- = Rp. 22.837.500



Bea Masuk



= 7,5% X NP



= Rp. 22.837.500



Nilai Impor



= NP + BM



= Rp. 22.837.500 + Rp. 1.712.812,5 = Rp. 24.550.312,5



PPN



= 10% X NI



= 10% X Rp. 24.550.312,5 = Rp. 2.455.031,25



PPh Ps22



= 15% X NI



= 10% X Rp. 24.550.312,5 = Rp. 3.682.546,875



PDRI



= PPN + PPh P. 22 = Rp. 2.455.031,25 + Rp. 3.682.546,875 = Rp. 6.127.578,125



Total Pungutan = BM + PDRI



= Rp. 1.712.812,5



= Rp. 1.712.812,5 + Rp. 6.127.578,125 = Rp. 7.840.390,625 Dibulatkan menjadi Rp. 7.840.390



(Sumber : BMPADBI4235 Kepabeanan dan Cukai Modul 2 Halaman 2.25) 10. PT Aneka Tambang sebagai BUMN memesan barang kiriman untuk keperluan smelter atau tailingnya yang nilainya menurut Air Way Bill US$2.500 dari Shanghai, China. NDPBM US$1 = Rp 14.500 disamping itu diketahui pula bahwa PT Aneka Tambang mempunyai NPWP dan API. Bea masuk sesuai dengan MFN adalah 12%. Hitung berapa total pungutan dan total biaya pajak seluruhnya yang harus dibayarkan oleh PT Aneka Tambang? Lakukan pembulatan hanya di akhir perhitungan! Jawab: Diketahui :



FOB = US$2.500 NDPBM = Rp14.500 BM = 12%, PPN = 10%, memiliki API



Ditanya : Hitung berapa besarnya total bea masuk dan pajak dalam rangka impor barang, serta total pungutan impor yang harus dibayarkan oleh Bapak Pudji Suprapto?



Penyelesaian : FOB Freight Insurance



: 2.500 : 10% x 2.500 = 250 : 0,5% x 2.750 = 13,75



CIF



: FOB + Freight + Insurance = 2.763,75



Nilai Pabean : 2.763,75 x Rp14.500 = Rp40.074.375 BM



: 12% x Rp40.074.375 = Rp4.808.925



Nilai Impor



: Rp4.808.925 + Rp40.074.375 = Rp44.883.300



PPN



: 10% x Rp44.883.300 = Rp4.488.330



PPh pasal 22 : 2,5% Rp44.883.300 = Rp1.122.082,5 PDRI



: PPN + PPh



= Rp4.488.330 + Rp1.122.082,5 = Rp5.610.382,5



Total Pungutan



= BM + PDRI = Rp4.808.925+ Rp5.610.382,5 = Rp10.419.307,5 Dibulatkan menjadi Rp10.419.308



(Sumber : BMPADBI4235 Kepabeanan dan Cukai Modul 2 Halaman 2.25)