Dislokasi Hip Joint  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESPONSI DISLOKASI HIP JOINT



Pembimbing: dr. Bimo Sasono, Sp.OT (K)



Penyusun : Muhammad Hanif



201704200294



BAGIAN/SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH RSUD DR. MOHAMMAD SOEWANDHIE SURABAYA 2019



LEMBAR PENGESAHAN RESPONSI DISLOKASI HIP JOINT Responsi dengan judul “DISLOKASI HIP JOINT” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik Dokter Muda di bagian Ilmu Bedah Orthopedi di RSUD Dr. Mohammad Soewandhie Surabaya.



Surabaya, 16 Agustus 2019 Pembimbing



dr. Bimo Sasono, Sp.OT (K)



II



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN RESPONSI ........................................................ ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iii BAB I STATUS PASIEN ............................................................................ 1 1.1



Identitas Pasien ............................................................................ 1



1.2



Primary Survey ............................................................................. 1



1.3



Secondary Survey ........................................................................ 1



1.4



Pemeriksaan Fisik ........................................................................ 2



1.5



Resume ........................................................................................ 6



1.6



Diagnosis ...................................................................................... 7



1.7



Planning ........................................................................................ 7



1.8



Prognosis ...................................................................................... 8



1.9



Laporan Operasi ........................................................................... 8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 11 2.1



Anatomi Hip Joint ........................................................................ 11



2.2



Dislokasi Hip Joint ...................................................................... 12



2.2.1



Definisi ................................................................................. 12



2.2.2



Mekanisme Injuri .................................................................. 13



2.2.3



Klasifikasi dan Patofisiologi .................................................. 13



2.2.4



Penatalaksanaan Dislokasi Hip Joint ................................... 16



2.2.5 Teknik Reduksi Hip................................................................... 16 2.2.6 Open Reduction ....................................................................... 19 2.2.7 Komplikasi ................................................................................ 20 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 22



III



BAB I STATUS PASIEN



1.1



1.2



Identitas Pasien Nama



: Ny.I



Usia



: 54 tahun



Jenis Kelamin



: Perempuan



Alamat



: Pengampon, Surabaya



Agama



: Islam



Pekerjaan



: Swasta



Tanggal MRS



: 29 Juli 2019



Tanggal Pemeriksaan



: 30 Juli 2019



Primary Survey Airway maintenance with restriction of cervical spine motion Airway paten, cervical spine stabil. Breathing and ventilation RR: 22 x/mt, gerak nafas simetris, sonor-sonor, vesikuler +/+, wh -/, rh -/-, SpO2: 98%. Circulation with haemorrhage control Tensi: 140/100 ; N: 80x/ menit regular lemah; CRT ≤2 dtk, Akral − − + + hangat kering merah , edema − − + + Disability GCS: 4-5-6, pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm, reflex cahaya +/+. Exposure / Environmental control Regio femur sinistra



1.3



Secondary Survey a) Keluhan Utama : Nyeri pada pangkal paha kiri



1



b) Mechanism of injury : Pasien datang ke poli ortopedi RSUD Dr Soewandi dengan keluhan utama nyeri pada pangkal paha kiri sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu setelah terjatuh karena terpeleset di kamar mandi. Jatuh dengan posisi terduduk dengan tungkai kaki kiri terputar ke arah dalam. Riwayat penurunan kesadaran kurang lebih 15 menit karena tidak kuat menahan nyeri. Kepala tidak terbentur, masih ingat saat kejadian, tidak ada riwayat hilang ingatan, mual (-), muntah (-), dan sempat dibawa ke sangkal putung. c) Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat operasi sebelumnya (-), alergi (-) DM (-), HT (-) d) Riwayat Penyakit Keluarga : DM (-), HT (-) e) Riwayat Penggunaan Obat : Tidak ada



1.4



Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum



: Tampak sakit sedang



b. Kesadaran



: GCS 4-5-6



c. Tanda Vital



:



Tensi



: 140/100 mmHg



Nadi



: 80 x/mt



RR



: 22 x/menit



Suhu



: 36 oC



SpO2



: 98%



d. Visual Analogue Score



:4



e. Status Generalis



:



Kepala : A/I/C/D = -/-/-/C-spine dan leher : Hematom (-), vulnus (-), nyeri tekan (-), distensi vena jugularis (-), pembesaran KGB dan thyroid (-), deviasi trakhea (-) 2



Thorax : Inspeksi



: Cor: Ictus cordis tidak terlihat Pulmo: Normochest, gerak nafas simeris



Palpasi



: Cor: Ictus cordis tidak kuat angkat Pulmo: Gerak nafas simetris, fremitus raba simetris



Perkusi



: Cor: Batas dextra dan sinistra normal Pulmo: Sonor/Sonor



Auskultasi



: Cor: S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo: Ves/ves, Ronkhi (-), Wheezing (-)



Abdomen dan pelvis : Inspeksi



: Flat, Ecchymosis (-)



Auskultasi



: Bising usus (+) normal



Palpasi



: Nyeri tekan (-)



Perkusi



: Shifting dullness (-)



Perineum / rectum : Kontusio (-), hematom (-), laserasi (-), hematuri (-) Extrimitas : AKHM



− + + ; Edema − + +



− − ; CRT ≤ 2 dtk



Sistem neurologis Pupil: 3mm / 3mm, isokor, reflex cahaya +/+ Sensoris: Motoris:



5 5



𝑁 𝑁



𝑁 ↓ 5 𝑠𝑑𝑒



3



f. Status Lokalis



:



Regio Femur sinistra 



Inspeksi :  Deformitas (+), shortening (+), tampak internal rotasi, sediki flexi pada knee joint, edema (-), vulnus (-), hematom (-)







Palpasi :  Nyeri tekan (+) dengan punctum maksium di 1/3 proksimal femur sinistra, pulsasi distal (dbn), tes sensibilitas kaki kiri turun







Move



: ROM terbatas karena nyeri, nyeri aktif (+), nyeri



pasif (+) 



Apparant leg length : 80/77







True leg length : 74/71







Anatomical leg length : 42/40



g. Pemeriksaan Penunjang  Foto polos pelvis ap (18 Juli 2019)



4



Kesimpulan: 



Tampak deformitas pada hip joint kiri dengan displacement caput femur sinistra ke superolateral (posterior) mengesankan subluksasi caput femur sinistra



 Foto Polos Thorax (23 Juli 2019)



Kesimpulan: 



Kesan cor dan pulmo tak tampak kelainan 5



1.5



Resume 



Primary survey



 Airway : Airway paten, cervical spine stabil  Breathing : RR: 22 x/mt, gerak nafas simetris, SpO2: 98%  Circulation : Tensi: 140/100 ; N: 80 x/ menit regular; Akral hangat − − + + kering merah , edema − −. + +  Disability : GCS: 4-5-6, pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm, reflex cahaya +/+. Exposure : Regio femur sinistra 



Secondary survey



 Anamnesa KU : Nyeri pada pangkal paha kiri. Nyeri sejak 2 bulan yang lalu setelah terjatuh di kamar mandi. Jatuh dengan posisi terduduk dengan tungkai kaki kiri terputar ke arah dalam. Riwayat penurunan kesadaran kurang lebih 15 menit karena tidak kuat menahan nyeri. Kepala tidak terbentur, amnesia (-), mual (-), muntah (-), dan sempat dibawa ke sangkal putung.  Pemeriksaan fisik a. Visual Analogue Score : 4 b. Status generalis : Kepala-leher : a-/i-/c-/dThorax : dalam batas normal Abdomen : dalam batas normal Ekstremitas : dalam batas normal Sistem neurologis : Sensoris:



𝑁 𝑁



𝑁 5 5 ; Motoris: ↓ 5 𝑠𝑑𝑒



c. Status lokalis regio femur sinistra 



Inspeksi :  Deformitas (+), shortening (+), tampak internal rotasi, sediki flexi pada knee joint







Palpasi :



6



 Nyeri tekan (+) dengan punctum maksium di 1/3 proksimal femur sinistra, pulsasi distal (dbn), tes sensibilitas kaki kiri turun 



Move



: ROM terbatas karena nyeri, nyeri aktif (+), nyeri pasif



(+) 



Apparant leg length : 80/77







True leg length : 74/71







Anatomical leg length : 42/40



 Pemeriksaan penunjang a. Foto Polos Thorax AP supine  kesan cor dan pulmo tak tampak kelainan b. Foto Polos pelvis AP  Dislokasi caput femur sinistra ke posterior.



1.6



Diagnosis Dislokasi hip joint sinistra posterior negleted 2 bulan



1.7



Planning Terapi 



Medikamentosa



 Asam mefenamat 3x 500 mg  Antibiotik profilaksis inj cefazolin 2 gr 



Non Medikamentosa



 Skin traksi 4 kg  Pro Open reposisi hip joint sinistra Monitoring  Keluhan pasien  Tanda-tanda vital Edukasi  Menjelaskan prosedur tindakan dan rencana perawatan atau operasi  Menjelaskan tentang penyakitnya dan menyarankan agar tidak banyak bergerak. 7



 Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi dan perkiraan waktu pemulihan dislokasi. 1.8



Prognosis Dubia



1.9



Laporan Operasi Tanggal Operasi



: 06-07-2019



Jam Operasi dimulai



: 12:35 WIB



Diagnosis Pra Bedah



: dislokasi hip joint sinistra



posterior negleted 2 bulan Diagnosis Pasca Bedah



: dislokasi hip joint sinistra



posterior negleted 2 bulan Nama Operasi



: open reposisi dislokasi hip



sinistra Jaringan yang dieksisi/insisi



:



1. Persiapan



: KIE pasien, antibiotic profilkasis



2. Posisi pasien



: supinasi dengan regional anastesi



3. Desinfeksi



: Povidone iodine



4. Insisi



: insisi lateral hip sinistra



5. explorasi



: negleted dislokasi hip sinistra



6. uraian operasi



: dilakukan open reposisi dislokasi hip sinistra Evaluasi post reposisi = stabil Imobilisasi skin traksi Lapangan operasi jahit lapis demi lapis



7. komplikasi



: perdarahan ± 200cc



8. penutupan luka operasi : jahit lapis demi lapis 9. foto hasil operasi



: ro pelvic AP



10. pengiriman jaringan



: (-)



11. catatan post operasi



: inj. Cefazolin 3x1gram Inj. metronidazole



8



foto pelvis AP ( 8 Agustus 2019)



Aligment baik, sacroiliac joint dan hip joint kanan kiri normal, shanton’s line simetris, tak tampak tanda fraktur / dislokasi Kesimpulan : tulang pelvis tidak tak tampak kelainan



FOLLOW UP



Tanggal 31 Juli 2019 S : Nyeri pada pangkal paha kiri. O:



T : 120/80 mmHg



RR : 20 x/menit



Suhu : 36,4 oc



SpO2 : 98%



Nadi : 86 x/menit Satus lokalis regio femur sinistra 



Inspeksi :  Deformitas (+), shortening (+), tampak internal rotasi, sediki flexi pada knee joint, edema (-), vulnus (-), hematom (-)







Palpasi : 9



 Nyeri tekan (+) dengan punctum maksium di 1/3 proksimal femur sinistra, pulsasi distal (dbn), tes sensibilitas kaki kiri turun 



Move



: ROM terbatas karena nyeri, nyeri aktif (+), nyeri pasif



(+) A : Dislokasi hip joint sinistra posterior negleted 2 bulan P : paracetamol 4 x 500mg inj cefazolin 2 gr skin traksi 4 kg pro operasi open reposisi dislokasi hip tanggal 06/08/19 Tanggal 07 Agustus 2019 S : post operasi open reposisi dislokasi hip, saat ini nyeri pada daerah operasi, O:



T : 130/80 mmHg



RR : 20 x/menit



Suhu : 36.8 oc



SpO2 : 98%



Nadi : 90 x/menit Satus lokalis regio femur sinistra 



Inspeksi :  Deformitas (-), shortening (-), , edema (-), vulnus (-), hematom (-)







Palpasi :  Nyeri tekan (+) dengan punctum maksium di 1/3 proksimal femur sinistra, pulsasi distal (dbn), tes sensibilitas kaki kiri turun







Move



: ROM terbatas karena nyeri, nyeri aktif (+), nyeri pasif



(+) A : Dislokasi hip sinistra posterior post reposisi P : inj cefazolin 3x 1 gr Meloxicam 3 x 1 amp Posisi abduksi + exstensi + eksternal rotasi knee sinistra + skin traksi 4 kg



10



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Anatomi Hip Joint Hip joint atau disebut juga ball-and-socket synovial joint: ball



merupakan caput femur, socket diumpamakan acetabulum. Hip joint berartikulasi pelvis dengan femur, yang menghubungkan kerangka aksial dengan ekstremitas bawah. Os coxae pada orang dewasa, atau tulang pinggul, dibentuk oleh ilium, ischium, dan pubis, yang terjadi pada akhir masa remaja. 2 tulang pinggul membentuk tulang panggul, bersama dengan sacrum dan tulang ekor/coccyx, dan disatukan di anterior oleh simfisis pubis (Khisner, S. 2017).



Gambar 1. Anatomi pelvis dan hip joint (Khisner, S. 2017). Hip joint atau sendi pinggul ini secara inheren stabil karena geometri tulang dan ligamennya yang kuat, memungkinkannya untuk menahan peningkatan tekanan mekanik yang signifikan. Komponen anatomi yang berkontribusi terhadap stabilitas pinggul seperti acetabulum, labrum, kapsul sendi, dukungan otot, dan ligamen di sekitarnya. Ligamen 11



utama yang menstabilkan sendi dari kekuatan terarah yakni ligamentum iliofemoral yang terletak di anterior dan ligamentum ischiofemoral yang terletak di posterior. Karena ligamen anterior lebih kuat, trauma pada pinggul biasanya muncul sebagai dislokasi posterior ketika ditemukan (90% dari kasus). Dukungan otot dinamis meliputi rektus femoris, musculus gluteal, dan rotator eksternal brevis. Kemudian pembuluh darah penting karena trauma pada pinggul dapat menggeser kepala femur dan mengganggu pasokan darah, yang mengarah ke avascular necrosis (AVN). Cabang-cabang dari arteri iliaka eksternal membentuk cincin di sekitar leher femur, dengan arteri sirkumfleksa femoralis lateral berjalan ke anterior dan arteri sirkumfleksa femoralis medial berjalan di posterior. Pasokan darah utama ke kepala femur adalah arteri sirkumfleksa femoralis medial (Dawson, et all. 2018).



Gambar 2 ligamentum pada femur (F, Netter.2010) 2.2



Dislokasi Hip Joint



2.2.1 Definisi Dislokasi sendi pinggul adalah keadaan dimana caput femur keluar dari socketnya pada tulang panggul, baik yang terjadi bersamaan dengan trauma energi tinggi atau pasca operasi setelah penggantian panggul total (Sanders, et all. 2010). Dislokasi pinggul merupakan keadaan kegawat daruratan ortopedi yang sebenarnya. Dengan demikian, dokter gawat darurat harus mampu mengatasi pinggul terkilir. Komplikasinya dapat 12



menyebabkan kerusakan neurovaskular, yakni nekrosis avaskular (AVN) yang apabila dibiarkan semakin lama pinggul terkilir semakin tinggi kejadian nekrosis avaskular. Dislokasi lebih dari enam jam hampir secara universal mengakibatkan komplikasi yang menghancurkan ini (Teresita, M.H.2004). 2.2.2 Mekanisme Injuri Mekanisme dislokasi pinggul telah ditunjukkan pada beberapa studi kasus menjadi pembebanan aksial, paling umum karena benturan sekunder dengan dashboard dalam kecelakaan kendaraan bermotor. Arah dislokasi tergantung pada posisi pinggul saat tumbukan dan arah vektor gaya yang diterapkan. Tumbukan pada lutut dengan pinggul dalam posisi adduksi mengarah ke gaya yang diarahkan posterior, menyebabkan dislokasi posterior. Sebaliknya, dislokasi anterior terjadi ketika pinggul abduksi dan berputar secara eksternal rotasi (Sanders, et all. 2010). 2.2.3 Klasifikasi dan Patofisiologi Dislokasi pinggul diklasifikasikan menjadi tiga jenis: (Teresita, M.H.2004). a. posterior b. anterior c. central Dislokasi posterior Dislokasi posterior merupakan kasus paling umum, hampir 90% dari semua kasus. Ini karena setengah posterolateral leher femoralis terletak di luar kapsul, melemahkan dukungan posterior pinggul. Dislokasi posterior dihasilkan dari gaya yang ditransmisikan di sepanjang poros femoralis dengan kaki di adduksi. Mekanisme yang paling umum adalah selama tabrakan kendaraan bermotor di mana lutut menabrak dashboard. Kepala femoralis didorong ke posterior ke bidang koronal asetabulum. Presentasi dislokasi posterior menunjukkan pasien dengan rasa sakit yang hebat. Seluruh kaki akan berputar secara internal rotasi dengan fleksi lutut yang ditandai dan adduksi paha. Kepala femoralis jarang terlihat tetapi bisa diraba di bokong (Teresita, M.H.2004).



13



Klasifikasi dislokasi Hip joint posterior menurut Thompson-Epstein, penting untuk pengobatan :



Tabel 1. Thompson-Epstein classification of posterior hip dislocaion (Sanders, et all. 2010).



Gambar 3. Thompson-Epstein classification of posterior hip dislocaion (Sanders, et all. 2010).



Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai relaksasi yang cukup. Penderita dibaringkan di lantai dan pembantu menahan panggul. Sendi panggul difleksikan serta lutut difleksi 90ᵒ dan kemudian dilakukan tarikan pada paha secara vertical. Setelah direposisi, stabilitas sendi diperiksa. Pada tipe II setelah reposisi fragmen besar difiksasi dengan screw secara operasi. Pada tipe III dilakukan reduksi tertutup dan apabila ada fragmen yang terjebak dalam acetabulum dikeluarkan melalui operasi. Tipe IV dan V dilakukan reduksi tetutup dan jika fragmen lepas tidak tereposisi maka harus direposisi dengan operasi (Rasjad, 2015).



Dislokasi Anterior Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau trauma dari belakang saat jongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan. Dislokasi ini lebih jarang 14



dibandingkan dislokasi posterior. Colum femur atau trochanter menabrak acetabulum dan terjungkir keluar melalui robekan pada kapsul anterior. Bila sendi panggul dalam keadaan fleksi, maka akan terjadi dislokasi tipe obturator dan bila sendi panggul dalam posisi ekstensi maka akan terjadi dislokasi tipe pubik atau iliaca (Rasjad, 2015).



Tabel 2. Epstein classification of anterior hip dislocation (Sanders, et all. 2010).



Gambar 4. Epstein classification of anterior hip dislocation (Sanders, et all. 2010). Tungkai bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi, dan sedikit fleksi. Tungkai mengalami pemendekan karena perlekatan otot rektus femur mencegah caput femur bergeser ke proximal. Terdapat benjolan di depan daerah inguinal, di mana kaput femur dapat diraba dengan mudah. Sendi panggul sulit digerakkan (Rasjad, 2015).



15



Dislokasi Sentral Dislokasi sentral terjadi ketika caput femur terdorong ke dinding medial acetabulum pada rongga panggul. Di sini kapsul tetap utuh. Fraktur acetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur di mana panggul dalam keadaan abduksi. Biasanya didapatkan perdarahan, pembengkakan di daerah tungkai bagian proximal tetapi posisi tetap normal. Nyeri tekan pada daerah trochanter. Gerakan sendi panggul sangat terbatas. Sedangkan, pemeriksaan radiologis dapat diketahui adanya pergeseran caput femur menembus panggul (Rasjad, 2015). 2.2.4 Penatalaksanaan Dislokasi Hip Joint Pasien harus distabilkan dengan tepat dengan memprioritaskan ABC terlebih dahulu. Cidera terkait yang mengancam jiwa dan kondisi komorbiditas harus ditangani secara memadai. Radiografi yang sesuai harus diperoleh untuk menentukan pola anatomi dan memandu upaya relokasi yang sesuai. Pasien harus dibius untuk mencapai relaksasi otot dan kontrol nyeri yang optimal (Teresita, M.H.2004). Pengobatan dislokasi pinggul tanpa komplikasi ditujukan untuk pengurangan dini dan menghindari komplikasi. Reduksi caput femur segera ditunjukkan di hampir semua kasus. Insiden osteonekrosis telah terbukti meningkat jika reduksi ditunda. Close reduction dengan sedasi atau anestesi harus dilakukan di unit gawat darurat kecuali jika ada patah tulang pinggul atau femur terkait. Kasus-kasus ini mungkin memerlukan Close



reduction



di ruang operasi dengan



anestesi umum



atau



pengurangan terbuka (Sanders, et all. 2010).



2.2.5 Teknik Reduksi Hip Reduksi dislokasi hip membutuhkan relaksasi otot biasanya mandat sedasi sadar, kelumpuhan atau anestesi umum. Karena itu obat-obatan dan peralatan pemantauan yang tepat harus tersedia. Obat-obatan termasuk narkotika, anxiolytics dan paralytics. Pasien harus memiliki akses intravena, pemantauan jantung, pulsimetri, dan oksigen. Perawatan 16



harus diambil untuk mencegah aspirasi. Peralatan resusitasi yang tepat harus mudah diakses. Pengobatan nyeri dan imobilisasi diperlukan setelah pinggul direduksi (Sanders, et all. 2010). Indikasi : reduksi hip darurat ditunjukkan dalam kasus-kasus berikut. a. bila dikaitkan dengan iskemia pada tungkai b. ketika durasi dislokasi mendekati enam jam c. ketika perawatan ortopedi akan tertunda d. bila dikaitkan dengan cedera saraf (Teresita, M.H.2004). Kontra indikasi : Jika ada indikasi bedah langsung, reduksi tertutup dikontraindikasikan. Diperlukan eksplorasi bedah untuk a. fraktur kepala atau batang femoralis b. penemuan disfungsi saraf sciatic Pembedahan juga diindikasikan untuk dislokasi irreducible, ketidakstabilan persisten sendi setelah reduksi, dan untuk setiap defisit neurovaskular pasca reduksi (Teresita, M.H.2004). Closed Reduction for Posterior Dislocations 1. Allis Manuver. pasien dalam posisi supine, pemeriksa berada diatas pasien kemudian melakukan in-line traction, sementra assisten melakukan counter traction sambil menstabilkan pelvis pasien. Ketika traksi di tingkatkan, operator mengurangi fleksi sekitar 70o, kemudian lakukan gerakan rotasi dari hip seperti melakukan adduksi, hal ini akan membantu caput femur terbebas dari lip of acetabulum. Penekanan dari lateral ke arah proksimal femur akan membantu reduksi. Bunyi “clunk” merupakan tanda berhasilnya reduksi tertutup (Dawson, et all. 2018).



17



2. Bigelow Manuver. Pasien dalam posisi supine, sementara operator melakukan traksi longitudinal pada tungkai, Femur yang dalam posisi adduksi dan rotasi internal kemudian difleksikan 90 o , caput femur bergeser ke acetabulum dengan melakukan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi dari hip (Dawson, et all. 2018).



3. Teknik Kapten Morgan: Pasien terlentang, dan dokter berdiri di sisi yang sakit. Panggul dipasang dan distabilkan pada tandu. Pinggul dan lutut pasien dilenturkan hingga 90°, dan dokter menempatkan lututnya yang lentur di bawah lutut ipsilateral di fossa poplitea. Dokter menggenggam pergelangan kaki ipsilateral dengan satu tangan dan menempatkan tangan bebas di bawah lutut ipsilateral, menerapkan kekuatan ke atas dengan plantar melenturkan kaki sampai pinggul berkurang (Dawson, et all. 2018). 18



Closed Reduction for Anterior Dislocations Stimson gravity technique : pasien di posisikan prone, dengan kaki yang cedera tergantung di samping tempat tidur akan membuat hip fleksi dan



knee



fleksi masing-masing



90o, dalam



posisi



ini



assisten



mengimobilisasi pelvis sementara operator melakukan dorongan secara langsung pada proksimal betis, rotasi dari tungkai bawah akan membantu reduksi (Dawson, et all. 2018).



2.2.6 Open Reduction Jika reduksi tertutup gagal, reduksi terbuka diindikasikan. Indikasi untuk reduksi terbuka termasuk pinggul yang telah dislokasi untuk jangka waktu yang lama, ketidakmampuan untuk mencapai sedasi yang memadai dengan aman di gawat darurat, dislokasi yang tidak dapat direduksi, 19



fraktur kepala atau poros femoralis, dan ketidakstabilan persisten atau redisokasi setelah perawatan. Dislokasi pinggul posterior yang tidak tereduksi dapat diobati dengan pendekatan Kocher-Langenbeck di mana dokter bedah mengakses struktur posterior acetabulum dengan demarkasi tulang iliaka superior posterior, trokanter yang lebih besar, dan poros femoralis. Dislokasi pinggul anterior dapat diobati dengan pendekatan Smith-Petersen atau Watson-Jones di mana ahli bedah mengakses struktur anterior acetabulum dengan demarkasi tulang iliaka superior anterior, trokanter yang lebih besar, dan poros femoralis. Dalam kasus dislokasi prostetik, pendekatan bedah sebelumnya harus dipertimbangkan serta keakraban ahli bedah dan kenyamanan dengan pendekatan tersebut (Dawson, et all. 2018). 2.2.7 Komplikasi a) Komplikasi Dini (Rasjad, 2105) 



Kerusakan nervus skiatik Kerusakan nervus ini biasanya dapat pulih. Apabila lesi sesudah reposisi maka perlu dilakukan eksplorasi saraf.







Kerusakan pada caput femur Saat



terjadi



dislokasi



sering



caput



femur



menabrak



acetabulum hingga pecah. 



Kerusakan pada pembuluh darah Pembuluh darah yang sering terlibat adalah a. glutea superior. Jika curiga terjadi robekan pembuluh darah perlu dialkukan arteriogram.







Fraktur diafisis femur Sering didapatkan fraktur diafisis femur disertai dislokasi panggul. Kecurigaan dislokasi panggul jika suatu fraktur femur ditemukan posisi femur proximal dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan pada sendi atas dan bawah daerah fraktur.



20



b) Komplikasi Lanjut (Rasjad, 2105) 



Nekrosis vaskuler 10% dislokasi panggul mengalami kerusakan pembuluh darah. Apabila reposisi ditunda sampai beberapa jam, maka insiden akan meningkat 40%. Kelainan ini biasanya dideteksi setelah 6 bulan sampai 2 tahun dan dengan pemeriksaan radiologis



ditemukan



fragmentasi,



sclerosis,



dan



pembentukan kista-kista. 



Miositis osifikans







Dislokasi yang tidak dapat direduksi Hal ini terjadi jika reduksi ditunda beberapa hari dan reposisi sulit untuk dilakukan.







Osteoarthritis Terjadi akibat adanya kerusakan tulang rawan, terdapat fragmen fraktur dalam ruang sendi atau adanya nekrosis iskemik caput femur.



21



DAFTAR PUSTAKA



Dawson-Amoah, K., Raszewski, J., Duplantier, N., & Waddell, B. S. (2018). Dislocation of the Hip: A Review of Types, Causes, and Treatment. Ochsner Journal, 18(3), 242–252. Hogan, Teresita. 2004. Hip joint dislocation reduction. The University of Chicago Medical Center. Rasjad, C. 2015. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-8. Jakarta: Yarsif Watampone. Sanders, Samuel. M.D., Nirmal Tejwani, M.D., and Kenneth A. Egol, M.D. Traumatic hip dislocation: a review. Bull NYU Hosp Jt Dis. 2010;68(2):91-6. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier Saunders, 2010. Hal: 251-7.



22