112 22 PB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Gambar yang dijadikan sebagai sampul pada edisi kali ini adalah visualisasi rumah sakit swasta tertua di Indonesia, yakni Rumah Sakit PGI Cikini. Berdiri pada 12 Januari 1898, kini RS PGI Cikini telah genap berusia 116 tahun. Berlokasi di Jalan Raden Saleh Nomor 40, Cikini, Jakarta Pusat, di atas tanah seluas 5,6 Ha, RS PGI Cikini menempati sebuah bangunan bergaya gothic-moors yang dahulu adalah milik seorang pelukis naturalis kenamaan Indonesia, yakni Raden Saleh (Huis van Raden Saleh).



“Doeloe, Sachsen Coburg-Gotha, Ratu Victoria, Johannes van den Bosch, dan Herman Willem Daendels memesan lukisan emas dari pemilik istana gothic - moors ini”



Cikal bakal RS PGI Cikini telah dimulai sejak 15 Maret 1895 saat Dominee Cornelis de Graaf yang merupakan seorang misionaris Belanda beserta sang isteri Adriana J. de Graaf Kooman mendirikan Vereeniging Voor Ziekenverpleging In Indie atau perkumpulan orang sakit di Indonesia. Lalu, balai pengobatan sebagai wadah pelayanan kesehatan berbagai golongan masyarakat tanpa memandang kedudukan dan untuk semua suku, bangsa, serta agama pun dibuka di Gang Pool (di dekat Istana Negara) pada 1 September 1895. Dominee dan Adriana lalu mencari dana untuk mengawali pekerjaan pelayanan kesehatan tersebut hingga pada akhirnya mereka pun memperoleh



sumbangan senilai 100.000 gulden dari Ratu Emma yang merupakan Ratu negeri kincir angin saat itu. Dari sumbangan tersebut, maka dibelilah istana megah milik Raden Saleh (Huis van Raden Saleh) pada Juni 1897 dan kegiatan pelayanan kesehatan pun dialihkan ke gedung ini. Diketahui, Nirin Ninkeulen yang berasal dari Depok adalah pribumi pertama yang bekerja sebagai tenaga medis di RS Ratu Emma tersebut. Kemudian, pada 1 Agustus 1913, nama Rumah Sakit Ratu Emma diubah menjadi Rumah Sakit Tjikini. Pada masa pendudukan Jepang, RS Cikini dijadikan sebagai Rumah Sakit Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Lalu, pasca pendudukan Jepang (Agustus 1945-Desember 1948), RS Tjikini dioperasikan oleh RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees) dan selanjutnya oleh Dienst van Volksgezondheld (DVG) sebagai Dinas Kesehatan Rakyat Hindia Belanda hingga pada akhir 1948, RS Cikini dikembalikan pengelolaannya kepada pihak swasta dan dipimpin oleh R.F. Bozkelman. Kemudian, pada tahun 1957, pengelolaan Stichting Medische Voorziening Koningen Emma Ziekenhuis Tjikini pun diserahkan kepada DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia) dengan Prof. Dr. Joedono sebagai pimpinan sementara hingga diangkatlah dr. H. Sinaga sebagai direktur pribumi pertama RS Tjikini. Seiring dengan berjalannya waktu, Yayasan Stichting Medische Voorziening Koningen Emma Ziekenhuis Tjikini diubah namanya menjadi Yayasan Rumah Sakit DGI Tjikini. Sehubungan dengan penyempurnaan ejaan dalam Bahasa Indonesia, maka Yayasan RS DGI Tjikini diubah menjadi Yayasan Kesehatan PGI Cikini pada 31 Maret 1989. Kini, Yayasan Kesehatan PGI Cikini membawahi Rumah Sakit PGI Cikini, Akademi Perawat RS PGI Cikini (Akper Cikini), Pusat Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia RS PGI Cikini (PPSDM), dan Balai Kesehatan Masyarakat di Tanjung Barat. Lambat laun, RS PGI Cikini dikenal khususnya pada bidang pelayanan medis ginjal. Adapun Unit Penyakit Dalam Ginjal dan Hipertensi (PDGH) dirintis oleh alm. Prof. R.P. Sidabutar dan tim medis tersebut merupakan penyelenggara transplantasi ginjal pertama di Indonesia. Kini, sebagian besar transplantasi ginjal di Indonesia dilakukan di RS Cikini oleh tim PDGH dan Urologi. Terkait dengan keunggulan tersebut, RS PGI Cikini telah menciptakan gelar MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai rumah sakit penyelenggara transplantasi ginjal dengan pasien hidup yang paling lama. Selain pelayanan medis ginjal, RS PGI Cikini juga menyediakan pelayanan neurologi, medical check up, catheterisasi laboratorium, IGD/emergency, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, bedah/ operasi, farmasi, radiologi, laboratoratorium kesehatan, diagnostik lain, fasilitas umum, dan juga rumah duka. Berdasarkan visi “Pelayanan Kesehatan Holistik dengan Sentuhan Kasih”, RS PGI Cikini terus berupaya dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien/masyarakat dengan berasaskan kemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan YME sebagai wujud jawaban dan kesaksian iman dalam rangka pembangunan dan peningkatan derajat kesehatan yang optimal. Sumber: Tropical Museum Amsterdam (http://www.amsterdammuseum.nl), “100 Tahun RS PGI Cikini, dengan Sentuhan Kasih” buah kary a Dr. Poltak Hutagalung, Amir L. Sirait, & Moxa Nadeak. Gambar merupakan buah karya: Charls, Van Es, & Co.NV.



Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juni 2016



ISSN 2406 9108



e-ISSN 1446008136



Penanggung Jawab Umum Dr. Ede Surya Darmawan, SKM, MDM CHAMPS (Center for Health Administration and Policy Studies) FKM UI



Dewan Redaksi Ketua Dewan Redaksi Prof. Amal Chalik Sjaaf, SKM, Dr.PH Universitas Indonesia



Wakil Dewan Redaksi Dr. Adib A. Yahya, MARS PERMAPKIN (Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia)



Jurnal ARSI (Administrasi Rumah Sakit Indonesia) merupakan jurnal ilmiah yang menyajikan artikel orisinal tentang pengetahuan dan informasi riset tentang pengembangan terkini di bidang kesehatan, khususnya terkait dengan isu mengenai administrasi rumah sakit. Jurnal ini diterbitkan 3 kali (3 nomor) dalam 1 tahun (1 volume). Adapun artikel atau naskah ilmiah yang dimuat dalam Jurnal ARSI mencakup ranah penelitian, studi kasus, atau konseptual yang masing-masing mengusung pilar corporate governance, clinical governance, atau keduanya (bridging). Penerbit: Pusat Kajian Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK) FKM UI& Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia (PERMAPKIN) Alamat Redaksi: Gedung G Lt. 3 R. 312 FKM UI Depok 16424 Tlp. 021-80736060 Fax. 021-7867370 Hp. 085211003451 E-mail: [email protected]



Anggota Dewan Redaksi Prof. Dr. dr. Adik Wibowo, MPH Universitas Indonesia Dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS Prof. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), DTM&H, MARS. DCTE Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Dr. dr. Anwar Santoso, Sp.JP(K) ARSPI Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia Dr. Widodo J. Pudjiraharjo, MS, MPH, Dr.PH Universitas Airlangga Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS Universitas Hasanuddin Dr. Suprijanto Rijadi, MPA, Ph.D PERMAPKIN Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia



Redaktur Pelaksana Vetty Yulianty Permanasari, S.Si, MPH drg. Masyitoh, MARS Puput Oktamianti, SKM, MM



Sekretaris Redaksi Anita P. Lubis, SKM



Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juni 2016



ISSN 2406 9108



e-ISSN 1446008136



1.



Jurnal ini memuat naskah dalam bidang ilmu Administrasi Rumah Sakit.



2.



Naskah yang diajukan dapat berupa artikel penelitian, artikel telaahan, dan Artikel Jurnal Penulis Individu: makalah kebijakan yang belum pernah dipublikasikan.



3.



Komponen artikel penelitian, yaitu:







Judul ditulis maksimal 15 patah kata



   



Zainuddin AA. Kebijakan Pengelolaan Kualitas Udara Terkait Transportasi di Provinsi DKI Jakarta. Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2010; 4 (6): 281-8. Artikel Jurnal Penulis Organisasi: Diabetes Prevention Program Reaserch Group. Hypertension, Insulin, & Proinsulin in Participants with Impaired Glucose Tolerance. Hypertension. 2002: 40 (5): 679-86



Identitas penulis ditulis di bawah judul terdiri dari nama, alamat korespodensi, Buku yang Ditulis Individu: nomor telepon, dan email



Murray PR, Rosenthal KS, Kobayashi GS, Pfaller MA. Medical Microbiology. 4th ed. St. Louis:



Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris maksimal 200 kata, Mosby; 2002. dalam satu alinea mencakup masalah, tujuan, metode, hasil, disertai dengan 3-5 Buku yang Ditulis Organisasi dan Penerbit: kata kunci. Pendahuluan berisi latar belakang, tinjauan pustaka secara singkat dan relevan serta tujuan penelitian



Royal Adelaide Hospital; University of Adelaide, Department of Clinical Nursing. Compendium of Nursing Research & Practice Development, 1999-2000. Adelaide (Australia): Adelaide University; 2001. Bab dalam Buku:



Metode meliputi desain, populasi, sampel, sumber data, teknik atau instrumen Derrida, J. (1979) “Living on Border Lines,” trans. J.Hulbert, in Deconstruction & Criticism, New pengumpul data, dan prsedur analisis data. York: Continuum, pp. 75–176.







Hasil adalah temuan penelitian yang disajikan tanpa pendapat.







Pembahasan menguraikan secara tepat dan juga argumentatif hasil penelitian







Contoh bentuk referensi:



Materi Hukum atau Peraturan:



UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang dengan teori dan temuan terdahulu yang relevan. Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Perda) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tabel diketik 1 spasi dan diberi nomor urut sesuao dengan penampilan dalam Tahun 2008 No. 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor teks. Jumlah maksimal 6 tabel dan atau gambar dengan judul singkat. 4844).







Kesimpulan dan saran menjawab masalah penelitian dengan tidak melampaui CD-ROM: kapasitas temuan. Saran mengacu pada tujuan dan kesimpulan dibuat dengan LeBlanc, Susan, and Cameron MacKeen. "Racism and the Landfill." The Chronicle-Herald 7 Mar. 1992: B1. CD-ROM. SIRS 1993 Ethnic Groups. Vol. 4. Art. 42. berbentuk narasi, logis, dan tepat guna.



4.



Rujukan sesuai aturan Harvard dengan urut sesuai dengan pemunculan dalam Artikel Jurnal di Internet: keseluruhan teks, dibatasi 25 rujukan dan diutamkan rujukan jurnal terkini.. Nielsen, Laura Beth. "Subtle, Pervasive, Harmful: Racist and Sexist Remarks in Public as Hate



5.



Naskah masksimal 20 halaman A4 spasi ganda, ditulis dengan menggunakan program computer Microsoft Word dan PDF. Dikirm via email ke alamat Buku di Internet: [email protected], CD/unggah melalui web www.champs.fkm.ui.ac.id/ Foley KM, Gelband H, Editors. Improving Palliative Care For Cancer [Monograph on The content/manuscript. internet]. Washington: National Academy Press; 2001 [cited 2002 Jul 9]. Available from:



6.



Hardcopy naskah dikirim melalui pos disertai dengan surat pengantar yang ditandatangani penulis dan akan dikembalikan jika ada permintaan secara Ensiklopedia di Internet: tertulis.



7.



Speech." Journal of Social Issues 58.2 (2002): 265.



.



Duiker, William J. "Ho Chi Minh." Encarta Online Encyclopedia. 2005. Microsoft. Naskah dikirim kepada : Redaksi Jurnal ARSI (Administrasi Rumah Sakit 10 Oct. 2005. .



Indonesia) Gedung G Lt.3 R.312 FKM UI Depok 16424, Tlp.021-80736060 Fax.021-7867370, Hp.085211003451. Situs Internet: 8.



Substansi naskah terdiri dari 5% abstrak, 10%pendahuluan, 15% tinjauan Gearan, Anne. "Justice Dept: Gun Rights Protected." Washington Post. 8 May 2002. teoritis, 10% metodologi penelitian, 35% hasil dan pembahasan, 25% SIRS. Iona Catholic Secondary School, Mississauga, ON. 23 Apr. 2004 . kesimpulan dan saran terhitung dari jumlah halaman naskah.



Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juni 2016



ISSN 2406 9108



e-ISSN 1446008136



Jurnal arsi



(Administrasi rumah sakit Indonesia)



Daftar Isi Artikel



Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSJ Provinsi Kalimantan BaratTahun 2015 ……………………………………...…… Eliyana



172



Analisis Perbandingan Biaya Pengelolaan Limbah Medis Padat Antara Sistem Swakelola dengan Sistem Outsourcing di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ...…………………..…. Ari Purwohandoyo



183



Analisis Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis Terhadap Kesesuaian Standar Tarif INA-CBG’s Instalasi Rawat Inap Teratai RSUP Fatmawati Jakarta ..……….. Dewi Apriyantini



194



Analisis Hubungan Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi dengan Turnover Intention Perawat Rumah Sakit Prikasih Tahun 2015 …………………………………………......… Erta Rahmawati



204



Analisis Hubungan Waktu Pelayanan dan Faktor Total Quality Service Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSIA Anugerah Medical Centre Kota Metro Tahun 2015 ……………………………………………………………….……..… Fitriyuli Mayasari



214



Analisis Penyusunan Patient Safety Phatway Coronary Artery Disease (CAD) Pro Percutaneous Coronary Intervention (PCI) di Instalasi Brain and Heart Centre RS Dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2015 ……………….………………………………………………………….. Harjito



231



Cost Recovery Rate Tarif Rumah Sakit dan Tarif INA-CBG’s Berdasarkan Clinical Pathway pada Penyakit Arteri Koroner di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2015 .. Mardiah



245



Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juni 2016



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Volume 2 Nomor 3



Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSJ Provinsi Kalimantan BaratTahun 2015 Factors related to the Executive Nurse’s Burnout in patient wards at RSJ West Kalimantan Province in 2015 Eliyana Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia *Email: [email protected]



ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor demografik, faktor personal dan faktor organisasi terhadap burnout perawat pelaksana di unit rawat inap RSJ Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif potong lintang menggunakan instrumen MBI (Maslach Burnout Inventory). Sampel yang diambil adalah total sampling berjumlah 122 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa burnout perawat pelaksana dalam kategori rendah sebesar 82,8% dan kategori sedang sebesar 17,2% serta variabel yang paling dominan dengan burnout adalah variabel beban kerja. Kata kunci: burnout, perawat pelaksana.



ABSTRACT The study aims to determine the relationship between demographic factors, personal factors and organizational factors toward burnout of nurses in the inpatient unit RSJ West Kalimantan Province. It is a quantitative study with cross-sectional approach using MBI (Maslach Burnout Inventory) instrument. Samples are the total population amounted to 122 nurses. The results showed that 82.8% are nurses with low category of burnout while 17.2% in middle category of burnout. The most dominant variables related to burnout is the workload of nurses. Keywords: burnout, nurse executive.



PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam rangka mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit, maka rumah sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan umum dan pelayanan medik, baik melalui akreditasi, sertifikasi ataupun proses peningkatan mutu lainnya (Kemkes, 2012).



Jurnal ARSI/Juni 2016



Menurunnya kualitas pelayanan bukan hanya karena faktor mutu tenaga, tetapi dapat juga karena tingginya beban kerja yang berakibat perawat menjadi letih secara fisik dan mental. Hal ini bisa tampak bila terjadinya kenaikan jumlah kunjungan pasien dan meningkatnya Bed Occupancy Rate (BOR), sedangkan jumlah perawat tetap dalam periode waktu yang lama (Ilyas, 2013). Perawat yang mengalami burnout dan mempunyai lingkungan yang kurang aman dapat memberikan perawatan yang kurang efisien daripada perawat yang



172



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



tidak mengalami burnout. Perawat yang mengalami burnout juga beresiko melakukan kesalahan yang berpotensi merugikan pasien. Burnout juga terbukti menjadi penyebab terjadinya peningkatan turnover sehingga membuat cost rumah sakit semakin meningkat (Hoskins, 2013). Istilah burnout pertama kali dikemukakan oleh Herbert Freudenberger pada artikel “Staff Burnout” yang dimuat Journal of Social Issues tahun 1974 (Schaufeli dan Buunk, 1993 dalam Umar 2103). Istilah burnout dipakai Freudenberger untuk menunjukkan adanya stres dan kelelahan luar biasa yang dialami sukarelawan pada klinik gratis di New York yang bekerja menangani ketergantungan obat. Konsep dari studi job burnout pada caregivers diteliti pertama kali oleh Maslach and Leitter (1997). Profesi-profesi sebagai caregivers seringkali menjadi “korban” dari job burnout sehubungan dengan hubungan kerja mereka dengan care seekers. Tuntutan syarat pekerjaan sebagai caregivers adalah memberikan dukungan secara emosional, fisik dan intelektual kepada care seekers. Timbulnya burnout pada caregivers terlihat saat mereka tidak dapat lagi mendapat dukungan, mengalami kelelahan dan tidak dapat melakukan pekerjaannya secara optimal lagi (Kahn dalam Umar, 2013). Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Kalimantan Barat adalah salah satu RSJ milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang berada di Jalan Raya Singkawang-Bengkayang Km 15 Kota Singkawang merupakan rumah sakit rujukan kesehatan jiwa di Provinsi Kalimantan Barat dengan kapasitas 580 tempat tidur, jumlah pasien rawat inap rata-rata 600 orang / hari dan jumlah perawat 195 orang dengan strata pendidikan D3, D4 dan S1 Keperawatan (Data Rawat Inap tahun 2014 RSJ Provinsi Kalimantan Barat). BOR RSJ Provinsi Kalimantan Barat selama tiga tahun terakhir cenderung meningkat (2011-2013) rata-rata sekitar 133%. Dari seluruh pelayanan di RSJ Provinsi Kalimantan Barat BOR paling tinggi adalah di Instalasi Rawat Inap RSJ Provinsi Kalimantan Barat. Data rinci BOR Pasien Jiwa di Instalasi Rawat Inap RSJ Provinsi Kalimantan Barat ditampilkan dalam gambar 1. Dampak tingginya BOR di Instalasi Rawat Inap RSJ Provinsi Kalimantan Barat berakibat pada terjadinya kelelahan fisik dan emosional, pulang kerja lebih cepat, bolos kerja, keinginan untuk pindah, merasa bosan dan



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



mengabaikan kebutuhan pasien. Hal ini disampaikan oleh salah satu Kepala Ruangan di Unit Rawat Inap RSJ Provinsi Kalimantan Barat. Didapatkan hasil rekapitulasi absensi perawat pelaksana dari unit rawat inap RSJ Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2014 yang tidak masuk karena sakit paling rendah 1 hari dan paling tinggi 51 hari. Alasan sakit bervariasi dari keluhan sakit kepala sampai sakit yang memerlukan istirahat total (bedrest). Fenomena lain yang terjadi adalah masih ada perawat yang datang terlambat dan pulang lebih cepat. Hal ini terjadi karena mereka mengatakan merasa bosan merawat pasien jiwa. Keadaan ini merupakan dampak dari burnout. Menurut Maslach (1997), mengungkapkan burnout berdampak pada individu terlihat adanya gangguan fisik seperti sakit kepala, rentan terhadap penyakit dan keluhan psikosomatik serta mengabaikan kebutuhan dan tuntutan pasien. TINJAUAN PUSTAKA Herbert Freudenberger, seorang psikolog klinis, merupakan ilmuwan pertama yang mendeskripsikan dan melabel kasus burnout, pada tahun 1973 (Buunk dalam Umar, 2013). Hal ini bermula dari pengalamannya ketika bekerja dalam sebuah klinik kesehatan yang banyak menangani kasus-kasus kecanduan obat. Freudenbergermangamatiterjadinyaperubahan-perubahan sikap yang terjadi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut meliputi munculnya berbagai macam symptom atau gejala fisik maupun mental, antara lain fatigue, lelah secara emosi sampai berkurangnya motivasi dan komitmen. Freudenberger pun kemudian memberi nama “burnout”, yang pada saat ini merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan efek kronis penyalahgunaan obat-obatan. Definisi burnout yang dikemukakan oleh Freundenberger adalah: “a state of fatique or frustration brought about by devotion to cause, way of life, or relationship that failedtoproducetheexpectedreward”(Freudenberger and Richelson, 1990). Menurut Freundenberger (1990 dalam Hazell, 2010), burnout merupakan suatu keadaan lelah atau frustasi yang terjadi karena seseorang bekerja terlalu keras untuk mencapai harapan - harapannya tanpa memperhatikan kebutuhan - kebutuhan dirinya sendiri. Individu yang seperti ini pada mulanya berdedikasi tinggi dan memiliki



173



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Eliyana, Faktor-Faktor yang Berhubbungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Volume 2 Nomor 3 RSJ Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2015



komitmen penuh dengan pekerjaan. Mereka juga biasanya memiliki pandangan ideal tentang pekerjaannya, yang menimbulkan harapan-harapan yang ideal pula dan bahkan kurang realistis. Dalam usahanya mencapai harapan-harapan tersebut, individu kemudian bekerja sangat keras sampai kurang memperhatikan dirinya sendiri. Padahal, tuntutan pekerjaan tidak pernah berakhir. Begitu pula dengan harapan-harapan tidak semua dapat terpenuhi, bahkan mungkin pula bertentangan dengan kenyataan yang dihadapi. Jika individu terus memaksakan untuk memenuhi harapan-harapannya, maka akan muncul gejala-gejala seperti hilangnya vitalitas, energi maupun gangguan lainnya yang merupakan tanda-tanda berkembangnya burnout. Burnout merupakan sindrom yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi dan rendahnya penghargaan diri (Maslach dalam Umar, 2013). 1. Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion). Situasi kerja dalam bidang pelayanan sosial menempatkan pekerjanya pada situasi-situasi yang memiliki beban emosi tertentu, misalnya seorang perawat menangani pasiennya yang kesakitan, guru yang menangani anak-anak bermasalah dan lain sebagainya. Maslach mengemukakan bahwa hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan merupakan hubungan yang asimetris, sehingga pemberi pelayanan seolah-olah selalu dihadapkan pada tuntutan memberi pelayanan, perawatan dan lain-lain, dengan sebaik-baiknya (Maslach, 1993 dalam Hazell, 2010). Situasi yang menuntut keterlibatan emosional secara terus menerus seperti ini dapat mengakibatkan munculnya kelelahan emosional, yang merupakan inti dari sindrom burnout. Kelelahan emosional ditandai dengan perasaan terkurasnya energi yang dimiliki, berkurangnya sumber-sumber emosional didalam diri seperti rasa kasih, empati dan juga perhatian yang pada akhirnya memunculkan perasaan tidak mampu lagi memberikan pelayanan pada orang lain (Maslach et all, 1996 dalam Umar, 2013). Cara yang biasanya dilakukan untuk mengatasi sindrom ini adalah mengurangi keterlibatan secara emosional dengan hal-hal yang dihadapi penerima pelayanan, yang akibatnya adalah kelelahan emosional seperti yang



Jurnal ARSI/Juni 2016



dijelaskan diatas. Oleh karena itulah, pemberian layanan akan mengurangi keterlibatannya sampai batas-batas yang diwajibkan saja. 2. Depersonalisasi (Depersonalization). Depersonalisasi adalah sikap, perasaan maupun pandangan negatif terhadap penerima pelayanan (Maslach et all, 1996). Reaksi negatif ini muncul dalam tingkah laku seperti halnya memandang rendah dan meremehkan pasien, bersikap sinis terhadap pasien, kasar dan tidak manusiawi dalam berhubungan dengan pasien, serta mengabaikan kebutuhan dan tuntutan pasien. Sindrom ini merupakan akibat lebih lanjut dari adanya upaya penarikan diri dari keterlibatan secara emosional dengan orang lain. Penarikan diri di satu sisi dirasakan dapat lebih mengurangi ketegangan emosional yang muncul karena keterlibatan yang terlalu mendalam dengan penerima pelayanan. Namun efek selanjutnya adalah hilangnya perasaan sensitif terhadap orang lain sehingga dapat memunculkan reaksi-reaksi negatif seperti diatas. 3. Rendahnya Penghargaan Diri (Reduced Personal Accomplishment). Dimensi ini pun ditandai dengan kecenderungan memberi evaluasi negatif terhadap diri sendiri, terutama berkaitan dengan pekerjaan. Pekerja merasa dirinya tidak kompeten, tidak efektif dan tidak adekuat, kurang puas dengan apa yang telah dicapai dalam pekerjaan, bahkan perasaan kegagalan dalam bekerja (Maslach dalam Umar, 2013). Evaluasi negatif terhadap pencapaian kerja ini berkembang dari munculnya tindakan depersonalisasi terhadap penerima pelayanan. Pandangan maupun sikap negatif terhadap klien lama-kelamaan akan menimbulkan perasaan bersalah pada diri pemberi pelayanan. Mereka merasa menjadi orang yang “dingin” dan tidak berperasaan, yang sebenarnya juga sama sekali tidak mereka inginkan. Perasaan-perasaan ini akan berkembang menjadi suatu penilaian terhadap diri sendiri, yaitu bahwa dirinya tidak adekuat dalam berhubungan dengan klien. Seiring dengan itu muncul pula perasaan gagal dalam pekerjaan. Dalam pembahasan mengenai sumber-sumber atau penyebab burnout, secara implisit para ahli menyatakan pentingnya melihat berbagai sudut pandang, bukan



174



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



hanya menekankan pentingnya salah satu faktor saja (Cherniss dalam Umar, 2013). Menurut Patel (2014) Burnout dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor demografik (jenis kelamin, umur, pendidikan, lama bekerja dan status pernikahan), faktor personal (stress kerja, beban kerja dan tipe kepribadian) dan faktor organisasi (kondisi kerja dan dukungan sosial). Di antara berbagai jenis instrumen atau cara-cara pengukuran burnout tersebut, terdapat dua buah instrumen yang paling luas penggunaannya dalam penelitian-penelitian burnout dan sudah banyak diuji reliabilitas dan validitasnya. Instrument Maslach Burnout Inventory (MBI) adalah kuesioner tentang burnout yang paling banyak digunakan dalam penelitian-penelitian burnout. Alat ini diciptakan oleh Maslach dan Jackson pada tahun 1982, berdasarkan konsep bahwa burnout merupakan sindrom yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi dan rendahnya penghargaan diri. MBI terdiri dari 22 item yang dikelompokkan menjadi 3 subskala atau dimensi seperti yang telah disebutkan diatas. Cherniss mengatakan bahwa faktor penyebab terjadinya stress kerja adalah orientasi yang kurang (poor orientation), beban kerja tinggi (high work load), rutinitas (routine), kontak terhadap klien yang sempit (narrow scope of client contact), kurangnya otonomi (lack of autonomy), tujuan institusi yang tidak sejalan (incongruent institutional goals), kurangnya kepemimpinan dan supervise (poor leaderhip and supervision practices) dan isolasi sosial (social isolation). Peneliti mengambil beban kerja, kondisi kerja dan dukungan sosial menjadi variabel dalam faktor yang berhubungan burnout. Tahap kedua adalah strain, merupakan respon emosional sesaat terhadap adanya ketidakseimbangan yang ditandai dengan perasaan cemas, lelah dan tegang. Peneliti mengambil tipe kepribadian sebagai variabel dalam faktor yang berhubungan burnout. Tahap ketiga adalah coping, meliputi langkah mengambil keputusan untuk pemecahan masalah secara aktif atau adanya perubahan-perubahan sikap dan tingkah laku individu seperti kecendrungan menjauhkan diri dan klien. METODOLOGI PENELITIAN



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan metode kuantitatif potong lintang (cross sectional). Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk mengukur burnout pada perawat pelaksana serta faktorfaktor yang berhubungan di RSJ Provinsi Kalimantan Barat. Teknik pengumpulan data untuk mengukur burnout dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan melalui teknik survey dengan mendatangi perawat pelaksana yang memenuhi kriteria inklusi. Kemudian peneliti membagikan kuesioner kepada responden. Peneliti terlebih dahulu membacakan lembar informed consent, selanjutnya responden menandatangani persetujuan keikutsertaan dalam penelitian. Kemudian kuesioner diberikan kepada responden untuk diisi, dan apabila ada yang kurang jelas dapat ditanyakan kepada peneliti. Formulir kuesioner burnout menggunakan pengukuran MBI yang terdiri atas 22 pertanyaan, yang mencakup 9 pertanyaan untuk dimensi kelelahan emosional, 5 pertanyaan untuk dimensi depersonalisasi dan 8 pertanyaan untuk dimensi rendahnya penghargaan diri. Kuesioner ini menggunakan skala likert untuk 5 pilihan jawaban mulai dari (0) “tidak pernah” sampai (4) ‘tiap hari”. Dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu untuk kuesioner yang akan digunakan. Formulir assessmen faktor-faktor yang berhubungan dengan burnout yang diadaptasi dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) untuk dimensi beban kerja, dukungan sosial dan tipe kepribadian sedangkan dimensi stres kerja dan kondisi kerja peneliti sesuaikan dengan keadaan rumah sakit yang akan diteliti. Untuk pertanyaan faktor personal yang terdiri dari stres kerja, beban kerja dan tipe kepribadian terdiri dari 27 pertanyaan dengan menggunakan skala likert untuk 4 pilihan jawaban mulai dari (1) “sangat tidak setuju” sampai (4) “sangat setuju”. Faktor organisasi yang terdiri dari kondisi kerja dan dukungan sosial berisi 8 pertanyaan dengan menggunakan skala likert untuk 4 pilihan jawaban mulai dari (1) “sangat tidak setuju” sampai (4) “sangat setuju”. HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor demografi dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, status pernikahan dan lama bekerja. Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel 1.



175



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Eliyana, Faktor-Faktor yang Berhubbungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap 2 Nomor 3 RSJ Provinsi KalimantanVolume Barat Tahun 2015



Faktor Personal Faktor personal dalam penelitian ini meliputi stres kerja, beban kerja dan tipe kepribadian. Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel 2. Faktor Organisasi Faktor organisasi dalam penelitian ini meliputi kondisi kerja dan dukungan sosial. Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel 3. Hasil Multivariat Analisis Multivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan beberapa variabel independen terhadap satu variabel dependen secara bersama-sama. Analisa multivariat yang digunakan adalah analisa regresi logistik ganda yang bertujuan untuk mendapatkan model faktor resiko yang paling baik (fit) dan sederhana (parsimony) yang menggambarkan hubungan antara variabel dependen dan variable independen dengan nilai p27 ≤ 27 PENDIDIKAN D3 Keperawatan S1 Keperawatan STATUS PERNIKAHAN Menikah Belum Menikah LAMA KERJA (tahun) ≤4 >4



JUMLAH



PERSENTASI



52 70



42,6 57,4



51 71



41,8 58,2



119 3



97,5 2,5



75 47



61,5 38,5



39 83



32,0 68,0



Tabel 2. Distribusi Faktor Personal VARIABEL STRES KERJA Ringan Berat BEBAN KERJA Ringan Berat TIPE KEPRIBADIAN Tipe B Tipe A



Jurnal ARSI/Juni 2016



JUMLAH



PERSENTASI



68 54



55,7 44,3



62 60



50,8 49,2



88 34



72,1 27,9



181



Eliyana, Faktor-Faktor yang Berhubbungan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Volume 2 Nomor 3 RSJ Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2015



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Tabel 3. Faktor Organisasi VARIABEL KONDISI KERJA Menyenangkan Kurang Menyenangkan DUKUNGAN SOSIAL Baik Kurang Baik



JUMLAH



PERSENTASI



67 55



54,9 45,1



15 107



12,3 87,7



Tabel 4. Distribusi Burnout Perawat Pelaksana RSJ Provinsi Kalimantan Barat F 101 21 122



Burnout Rendah Sedang Total



% 82,8 17,2 100,0



Tabel 5. Variabel Model Akhir Burnout Perawat Pelaksana RSJ Provinsi Kalimantan Barat Variabel Jenis Kelamin Lama Bekerja Beban Kerja Dukungan Sosial



Jurnal ARSI/Juni 2016



B



S.E -1,081 0.382 0.816 19.873



0,543 0.147 0.549 9.90E+03



Wald 3,964 6.797 2.214 0



Sig. 0,046 0.009 0.137 0.998



Exp(B) 0,339 1.466 2.262 4.27E+08



182



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Volume 2 Nomor 3



Analisis Perbandingan Biaya Pengelolaan Limbah Medis Padat Antara Sistem Swakelola dengan Sistem Outsourcing di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” The Comparative Cost Analyses of Solid Medical Waste Management in Dharmais Cancer Hospital between Self-Managed System with Outsourcing System Ari Purwohandoyo Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit Indonesia Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehaan Fakutas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia *Email: aripurwohandoyo@gmailcom



ABSTRAK Berdasarkan prinsip “pembuat polusi yang membayar”, setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus bertanggung jawab secara finansial atas pengelolaan limbahnya secara aman. Biaya tersebut harus didanai dengan alokasi khusus dari anggaran rumah sakit. Total biaya umumnya terdiri atas investasi modal awal, penyusutan peralatan dan bangunan, biaya pengoperasian elemen-elemen tersebut seperti petugas dan barang habis pakai, biaya operasional sarana, biaya pengelolaan pihak ketiga, biaya perizinan, dan biaya-biaya lain yang semuanya harus dipertimbangkan secara hati-hati jika akan memilih opsi yang paling rendah biayanya. Penelitian ini membahas perbandingan biaya pengelolaan limbah medis padat di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” antara sistem swakelola dengan sistem outsourcing. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan dilakukan dengan cara pengamatan, telaah dokumen langsung, dan perhitungan biaya menggunakan metode Activity Based Costing (ABC). Dari hasil penelitian diketahui bahwa alur proses pengelolaan limbah medis sudah berjalan baik dan pengelolaan limbah medis padat secara outsourcing lebih murah dibanding swakelola. Untuk mengurangi limbah medis padat, masih dapat dilakukan upaya minimisasi limbah. Kata kunci: biaya; pengelolaan limbah medis padat; swakelola; outsourcing.



ABSTRACT Based on the principle of "the polluter pays", every health care need to be financially responsible for the management of their waste safely. Such costs should be funded by a special allocation of hospital budgets. Total expenses generally consist of an initial capital investment, depreciation of equipment and buildings, the cost of operation of these elements such as personnel and consumables, vehicle operating costs, third-party management fees, license fees, and other expenses that everything must be carefully fastidiously if it will choose the lowest cost option.This study discusses The comparative cost analyse of solid medical waste management in the "Dharmais" Cancer Hospital between self-managed system with outsourcing system. This research is a quantitative and descriptive study was done by observation, document review, and the calculation of the cost of using Activity Based Costing (ABC). The survey results revealed that the flow of medical waste management process has been running good and solid medical waste management outsourcing system is cheaper than self-managed. To reduce solid medical waste, they can do waste minimization efforts. Keywords: costs, solid medical waste management self-managed, outsourcing.



Jurnal ARSI/Juni 2016



183



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



PENDAHULUAN Sebagaimana yang juga tercantum dalam UndangUndang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, yang dalam melaksanakan kegiatannya perlu diatur dengan salah satu tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit. Penyehatan lingkungan rumah sakit merupakan salah satu program yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit. Mengingat rumah sakit merupakan salah satu tempat yang banyak dikunjungi, maka program ini dilaksanakan agar dalam kegiatan operasional rumah sakit tidak mengganggu pengunjung dan masyarakat yang ada di dalam dan diluar rumah sakit. Gangguan tersebut dapat berbentuk infeksi nosokomial maupun pencemaran lingkungan. Guna mengurangi dampak dan risiko tersebut maka pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mengeluarkan Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/ 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut tersebut, pengelolaan limbah termasuk di dalam salah satu persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit karena rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan dari berbagai kegiatannya menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat, sehingga rumah sakit memiliki kewajiban mengelola limbah tersebut. Limbah medis adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, yang dihasilkan oleh Fasilitas Pelayanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Menurut WHO (2013) 75%-90% limbah yang Kesehatan berupa limbah domestik, sedangkan 10% -



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



25% limbah yang dihasilkan merupakan limbah yang berbahaya yang dapat merusak lingkungan dan berisiko terhadap kesehatan. Dari 2,1 – 3,2 kg/tempat tidur/hari limbah padat yang dihasilkan rumah sakit, 10-20 persennya (di Indonesia 23%) adalah berupa limbah medis padat (Adisasmito, 2012) yang pengelolaannya harus diperlakukan secara khusus karena bahayanya sangat besar bagi lingkungan dan masyarakat. Pengelolaan limbah medis padat di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab dari Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3 bekerjasama dengan perusahaan pengelola limbah bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berizin sejak bulan April 2013 hingga saat ini, yang setiap tahunnya ditunjuk melalui proses lelang terbuka dengan nilai kontrak Rp. 7000,-/kg limbah dan seluruh fasilitas pengelolaan seperti tempat sampah, wheel bin, sharp container, yellow bag dan lain-lain disediakan penyedia. Adapun nilai kontrak kerjasama pengelolaan limbah medis padat tahun 2015, dikarenakan mengikuti kenaikan harga investasi, operasional, pemeliharaan, dan fasilitas pendukung telah disepakati dengan nilai Rp. 8300,-/Kg dengan prediksi berat limbah 160.000 Kg, sehingga total nilai kontrak Rp. 1.460.800.000,-. Mengingat RS. Kanker “Dharmais” memiliki Incinerator yang memadai dan terpelihara, serta terjadinya peningkatan nilai kontrak pengelolaan limbah medis padat tahun 2015, yang sampai saat ini belum pernah dilakukan perhitungan yang mendalam, apakah biaya yang dikeluarkan RS. Kanker “Dharmais” melalui kontrak kerjasama dengan penyedia(outsourcing)yanglebihmenguntungkandibandingkan dengan dikelola sendiri (swakelola). Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana alur proses dan menghitung biaya pengelolaan limbah medis padat secara swakelola dan secara outsourcing. Kemudian dilakukan perbandingan diantara kedua sistem tersebut sebagai dasar penilaian apakah Rumah Sakit Kanker “Dharmais” sudah tepat memilih system pengelolaan limbahnya. TINJAUAN PUSTAKA Menurut World Health Organization (1999) dalam Pruss (2005), rumah sakit dan instalasi kesehatan lainnya memiliki “kewajiban untuk memelihara” lingkungan dan kesehatan masyarakat, serta memiliki



184



Ari Purwohandoyo, Analisis Perbandingan Biaya Pengelolaan Limbah Medis Padat Antara Sistem Swakelola dengan Sistem Outsourcing di Jurnal Administrasi Rumah Sakit Nomor 3 Rumah SakitVolume Kanker 2“Dharmais”



tanggung jawab khusus yang berkaitan dengan limbah yang dihasilkan instalasi tersebut. Kewajiban yang dipikul instalasi tersebut diantaranya adalah kewajiban untuk memastikan bahwa penanganan, pengolahan, serta pembuangan limbah yang mereka lakukan tidak akan menimbulkan dampak yang merugikan kesehatan dan lingkungan. Limbah rumah sakit (Depkes, 2004) adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme patogen, bersifat infeksius, bahan kimia beracun dan sebagian bersifat radioaktif. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-medis. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Upayapengelolaanlimbah rumahsakitdapatdilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit (Hapsari, 2010). Adisasmito (2007) menguraikan bahwa sebagian besar rumah sakit melakukan pengelolaan limbah padat dengan memisahkan antara limbah medik dan nonmedik (80,7%), tetapi dalam masalah pewadahan sekitar 20,5% yang menggunakan pewadahan khusus dengan warna dan lambang yang berbeda. Sementara itu, teknologi pemusnahan dan pembuangan akhir yang dipakai, untuk limbah infeksius 62,5% dibakar dengan insenerator, 14,8% dengan cara landfill, dan 22,7% dengan cara lain; untuk limbah toksik 51,1% dibakar dengan insenerator, 15,9% dengan cara landfill dan 33,0% dengan cara lain. Rumah sakit merupakan penghasil limbah klinis terbesar. Limbah klinis ini bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung dan terutama kepada petugas yang menangani limbah tersebut serta masyarakat sekitar rumah sakit. Limbah klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medik, perawatan gigi, farmasi, atau yang sejenis; penelitian, pengobatan, perawatan, atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan yang beracun, infeksius,



Jurnal ARSI/Juni 2016



berbahaya atau bisa membahayakan, kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Adapun tahapan penanganan limbah medis terdiri dari pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, penampungan, dan pengolahan. Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) outsourcing berasal dari dua suku kata, yaitu out dan source, yang menurut kamus Oxford mempunyai arti sebagai contract out, yang dengan terjemahan bebas bermakna kerja sama operasional (KSO). Adapun definisi outsourcing menurut Soewondo (2003), outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Tidak semua unit di rumah sakit dapat di outsourcing, untuk fungsi yang strategik dan merupakan unggulan rumah sakit sebaiknya tidak di outsourcing, beberapa yang dapat di outsourcing antara lain adalah catering, penyediaan linen rumah sakit, jasa perbankan, cleaning service, maintenance dan repair peralatan canggih. Evaluasi ekonomi adalah suatu bentuk analisis ekonomi yang membandingkan dua atau lebih program alternatif dilihat dari segi biaya dan konsekuensi atau outcome (Drummon, 2005). Dengan kata lain evaluasi ekonomi mengidentifikasi serta mengukur biaya dan konsekuensi dari beberapa alternatif kebijakan atau program yang akan dilaksanakan. Biaya (cost) adalah semua pengorbanan (sacrifice) yang dikeluarkan untuk memproduksi atau mengkonsumsi suatu barang atau jasa tertentu. Dengan demikian pengertian biaya meliputi semua jenis pengorbanan, biasanya diukur dalam bentuk uang, barang, gedung, waktu, atau kesempatan yang hilang (opportunity cost) dan bahkan kenyamanan yang terganggu. Metode Activity Based Costing merupakan metode terbaik dari berbagai metode analisis biaya yang ada, meskipun pelaksanaannya tidak semudah metode yang lain karena belum semua rumah sakit memiliki sistem akuntansi dan keuangan yang terkomputerisasi. Pada metode ini biaya dikelompokkan berdasarkan masingmasing aktifitas yang dilakukan, kemudian diidentifikasi dan dihitung masing-masing biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya tidak langsung masing-masing aktifitas yang dilakukan.



185



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Pengelolaan limbah medis madat merupakan suatu serangkaian proses kegiatan yang pada pelaksanaannya menimbulkan biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya tidak langsung, sehingga dapat dinilai total biaya dan biaya satuan yang dibutuhkan dalam pengelolaan limbah medis padat tersebut. METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian adalah penelitiankualitatifmenggunakan rancangan crossectional dengan melakukan studi perbandingan biaya (comparative study) antara dua alternatif yang ada, pengelolaan limbah medis padat di RS Kanker “Dharmais” pada bulan Januari sampai April tahun 2015 antara sistem swakelola dengan outsourcing. Selanjutnya perhitungan biaya dilakukan dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC). Berbagai kegiatan yang dilakukan untuk melakukan pengumpulan data dimulai dengan melihat dan mencatat alur kegiatan pengelolaan limbah medis padat di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Di dalam alur kegiatannya termasuk menghitung biaya investasi, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan serta biaya yang menunjang semua kegiatan pengelolaan untuk mendapatkan biaya total dari tiap alternatif pengobatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam perhitungan total biaya pengelolaan limbah medis padat di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” diawali dengan mengidentifikasi masing-masing aktifitas dalam suatu alur proses (current stage), kemudian dari masing-masing aktifitas sumber daya yang digunakan dikelompokkan menjadi biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya tidak langsung (ditampilkan dalam gambar 1). Dari alur proses tersebut didapatkan aktifitas-aktifitas pengelolaan limbah medis padat yaitu pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, dan penyimpanan. Aktifitas yang dilaksanakan sudah sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Limbah Medis Padat Fasilitas Pelayanan Kesehatan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2 dan PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013.



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



Aktifitas pemilahan adalah merupakan kumpulan kegiatan dimana petugas kebersihan mempersiapkan sarana pembuangan limbah medis padat dalam kondisi siap pakai. Pada aktifitas ini, staf pemberi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” membuang sampah medis hasil dalam melaksanakan tugasnya ke dalam tempat sampah dan kantong plastik berwarna kuning dan berlogo “biohazards”. Sedangkan untuk limbah jarum suntik dan benda tajam dibuang ke dalam safety box yang juga berlogo “biohazards”. Petugas kebersihan secara rutin akan memantau volume limbah yang berada di tempat sampah. Pada aktifitas ini, menurut petugas kebersihan dan sanitarian, masih sering ditemukan sampah domestik, botol infus, dan limbah lain yang tidak termasuk limbah medis dan limbah B3 dibuang di tempat sampah medis, sehingga menambah berat limbah medis yang dihasilkan. Kemudian pada aktifitas pewadahan, petugas kebersihan mengambil limbah medis padat yang sudah 2/3 penuh dan atau sesuai jadwal pembuangan untuk di simpan sementara dalam wheel bin. Sebelum plastik dan safety box dimasukkan ke dalam wheel bin, petugas kebersihan harus mengisi pada label yang telah disediakan menggunakan spidol permanen. Adapun yangdituliskan padalabel adalah lokasi asal limbah dan nama petugas. Kemudian petugas kebersihan membersihkan tempat sampah medis dan mengisinya dengan plastik baru. Plastik kuning dan safety box yang berisi sampah di simpan ke dalam wheel bin untuk disimpan sementara di lokasi yang aman sampai pada jadwal pengangkutan. Jadwal pengangkutan limbah yang ditetapkan pada jam 06.00, jam 13.30, dan jam 20.00 setiap harinya. Namun bila wheel bin sudah 2/3 penuh, harus segera didorong ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) untuk menghindari penyebaran infeksi. Pada aktifitas pengangkutan, di jadwal yang telah ditentukan, wheel bin didorong menuju TPS di belakang rumah Sakit yang berjarak sekitar 30 meter dari Gedung Utama Rumah Sakit Kanker “Dharmais” yang merupakan pusat pelayanan pasien. Pada aktifitas penyimpanan sementara di TPS, dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu sebelum dan sesudah pembakaran. Pada saat sebelum pembakaran, sebelum



186



Ari Purwohandoyo, Analisis Perbandingan Biaya Pengelolaan Limbah Medis Padat Antara Sistem Swakelola dengan Sistem Outsourcing di Jurnal Administrasi Rumah Sakit Nomor 3 Rumah SakitVolume Kanker 2“Dharmais”



serah terima limbah kepada petugas kebersihan TPS, petugas kebersihan menimbang seluruh limbah beserta wheel bin dan safety box-nya. Hal ini dimaksudkan meminimalisir petugas kebersihan kontak dengan limbah. Sebelumnya masing-masing wheel bin dan safety box telah ditimbang berat kosongnya, sehingga hasil penimbangan dikurangi berat kosong tersebut. Pada saat serah terima limbah, petugas kebersihan mencatat pada formulir lokasi asal limbah, berat limbah, dan nama petugas yang membuangnya. Setelah meletakkan wheel bin dan safety box yang telah ditimbang, petugas kebersihan ruangan kembali ke tempat tugasnya membawa wheel bin dan safety box kosong.



tugas lembur untuk membuang sisa pembakaran. Tugas lembur dilakukan karena di jalan protokol depan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” tidak boleh dilalui truk dari jam 22.00-05.00. Dikarenakan berat sisa pembakaran dapat mencapai 5 ton setiap pembuangan, maka diperlukan staf tambahan untuk mengangkut sisa pembakaran.



Pada kegiatan setelah pembakaran, petugas kebersihan mengangkut sisa pembakaran yang sudah dimasukkan ke dalam karung-karung ke dalam TPS untuk menunggu waktu pembuangan sisa pembakaran (maksimal selama 3 bulan). Petugas kebersihan membersihkan lokasi sebelum jam kerja selesai. Pada kegiatan ini, semua petugas bekerja non shift sejak hari senin-sabtu.



Setelah digambarkan dalam suatu flowchart, alur proses pengelolaan limbah medis padat secara outsourcing, hanya berbeda pada aktifitas penyimpanan sementara danpengolahansaja.Perbedaantersebutadalahdikarenakan pada swakelola terdapat kegiatan pembakaran dan juga pembuangan sisa pembakaran, sebaliknya tidak dilakukan pada sistem outsourcing (ditampilkan dalam gambar 2).



Pada aktifitas pengolahan, terdapat dua kegiatan yang dilaksanakan, yaitu kegiatan pembakaran dan pembuangan sisa pembakaran. Pada kegiatan pembakaran, operator incinerator memindahkan sisa pembakaran yang dilakukan sehari sebelumnya ke dalam karung-karung untuk disimpan sementara ke dalam TPS, berat sisa pembakaran sekitar 50 Kg setiap harinya. Kemudian operator mengangkut limbah dalam plastik dan safety box yang belum dibakar yang berat rata-rata limbahnya lebih dari 400 Kg setiap harinya ke lubang pengumpan yang terletak di bagian atas incinerator melalui tangga yang telah disediakan. Kemudian petugas menyalakan incinerator selama 30 menit, yang pada chamber pertama untuk membakar limbah, sedangkan pada chamber kedua untuk membakar asap dan debu hasil pembakaran, agar asap yag dibuang aman bagi lingkungan.Setelah incinerator dimatikan, incinerator beserta sisa pembakaran didiamkan selama minimal 12 jam untuk mendinginkan incinerator dan sisa pembakaran tersebut. Pada kegiatan pembuangan sisa pembakaran, setelah disepakati waktu dan biaya kerjasama dengan penyedia penampung sisa pembakaran, operator melaksanakan



Jurnal ARSI/Juni 2016



Sebelum diangkut ke dalam drum-drum dalam truk, sisa pembakaran ditimbang terlebih dahulu, sebagai bahan laporan kepada instansi pengelola lingkungan DKI Jakarta dan sebagai dasar pembayaran kepada perusahaan pengangkut. Lokasi TPS dan jalur pengangkutan kemudian dibersihkan.



Pada aktifitas penyimpanan sementara, hanya terdapat satu kegiatan saja, yaitu sama pada pengelolaan limbah medis padat secara swakelola di kegiatan sebelum pembakaran. Setelah wheel bin sampai ke TPS, petugas kebersihan menimbang seluruh limbah beserta wheel bin dan safety boxnya. Pada saat serah terima limbah, petugas kebersihan mencatat pada formulir lokasi asal limbah, berat limbah, dan juga nama petugas yang membuangnya. Setelah meletakkan wheel bin dan safety box yang telah ditimbang, petugas kebersihan ruangan kembali ke tempat tugasnya membawa wheel bin dan safety box kosong. Pada aktifitas pengolahan, setelah petugas pengangkut datang, maka bersama petugas kebersihan dilakukan penimbangan dan pencatatan pada lembar manifes yang dibawa petugas pengangkut. Dalam melakukan perhitungan activity based costing (ABC) pada sistem swakelola dan outsourcing, harga sumber daya yang digunakan berdasarkan harga pasar atau harga dan perhitungan yang berlaku pada Bulan April tahun 2015, angka inflasi menggunakan rata-rata inflasi Bank Indonesia di Bulan Januari-April tahun 2015. Untuk harga solar, diambil harga rata-rata dari bulan Januari-April 2015.



187



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Adapun prediksi limbah medis padat yang diolah, tempat sampah medis, safety box, dan wheel bin berdasarkan berat limbah yang telah dihasilkan pada Bulan Januari-April 2015, tempat sampah medis sebanyak 250 buah, safety box ukuran 5 liter sebanyak 10.800 buah, wheel bin ukuran 240 liter sebanyak 50 buah, dan wheel bin 120 liter sebanyak 30 buah yang nilainya diperhitungkan dalam periode 4 bulan. Adapun penggunaan barang habis pakai (BHP) seperti sarung tangan, masker, plastik sampah, ballpoint, karung, dan air dihitung pemakaian rata-rata per bulan dari bulan Januari-April 2015, sedangkan konsumsi solar dan listrik disesuaikan dengan spesifikasi kebutuhan energi dari incinerator. Setelah dilakukan penelusuran biaya pengelolaan limbah medis padat secara swakelola berdasarkan aktifitas menurut metode ABC didapatkan hasil perhitungan berupa biaya langsung yang terdiri dari biaya investasi, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan, serta biaya tidak langsung yang berfungsi sebagai penunjang namun tidaklangsungmempengaruhiprosespengelolaanlimbah, sebagaimana ditampilkan dalam tabel 1. Adapun setelah dilakukan penelusuran biaya pengelolaan limbah medis padat secara outsourcing berdasarkan aktifitas menurut metode ABC didapatkan pula hasil perhitungan berupa biaya langsung yang terdiri dari biaya investasi, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan, serta biaya tidak langsung yang berfungsi sebagai penunjang namun tidak langsung mempengaruhi proses pengelolaan limbah, sebagaimana ditampilkan dalam tabel 2. Dalam proses pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini, terdapat keterbatasan antara lain 1. Dikarenakan pengelolaan limbah medis padat yang berjalan saat ini adalah pengelolaan secaraoutsourcing, maka dengan ini tidak dapat dilakukan pengamatan alur proses pengelolaan limbah secara swakelola, khususnya pada aktifitas pengolahan. Sebagai jalan keluar, peneliti membuat alur proses berdasarkan pengalaman yang pernah melaksanakan tugas di Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3, telaah dokumen, serta wawancara kepada Kepala Unit Kesehatan Lingkungan di Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3;



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



2. Penelitian dilakukan pada Bulan April dan Mei 2015 berdasarkan data pelaksanaan pengelolaan limbah yang sudah berjalan pada tahun 2015 yaitu data di Bulan Januari hingga April 2015. Pengambilan data dilakukanuntukmembandingkanpengelolaanlimbah secara swakelola dan secara outsourcing dalam tahun 2015,berdasarkankontrakkerjasamadenganpenyedia; 3. Sumber daya berupa peralatan, hampir semua tidak dapat langsung diketahui harga pengadaannya, sehingga peneliti harus mencari harga pasar saat ini baik secara langsung maupun melalui internet; 4. Tarif solar industri yang berubah-ubah, sehingga tidak dapat ditentukan hargatetapnya. Untuk itu para peneliti menggunakan harga solar rata-rata sebagai dasar perhitungan harganya dan melakukan penelitian pada waktu yang sudah berjalan, yaitu Bulan Januari-April 2015; 5. Data perhitungan biaya investasi berupa harga ruangan/bangunan tidak ada, karena saat pengadaannya merupakan satu paket pengadaan incinerator, sehingga peneliti meminta bantuan konsultan yang sedang melaksanakan pekerjaan di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”menilaitaksiranhargadanmasapakainya; 6. Tidak dimasukkannya biaya administrasi dan perkantoran kedalam Instalasi Kesehatan Lingkungan danK3,biayakemungkinanapabilaterjadinyakeadaan darurat dan kecelakaan kerja, biaya pembuatan laporan ketaatan lingkungan, dan biaya risiko dan dampak hukum apabila Rumah Sakit Kanker “Dharmais” tidak memenuhi persyaratan dalam pengolahan limbah medis padatnya; 7. Terdapatnya incinerator yang tidak dipakai, namun masa pakainya masih tersisa 3 tahun lagi, maka yang tetapdihitungbebandepresiasinyasehingga meningkatkan beban biaya pengelolaan limbah medis padat secara outsourcing. Dari kedua alur proses pengelolaan limbah medis padat menunjukkan bahwa kedua sistem sudah dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Limbah Medis Padat FasilitasPelayananKesehatanDirektoratJenderalPengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2 dan PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesiatahun 2013. Dalam pelaksanaannya, kedua alur proses tersebut mempunyai perbedaan pada beberapa aktifitas dan sumber daya yang digunakan pada masing-masing aktifitas. Aktifitas-aktifitas tersebut adalah aktifitas penyimpanan sementara dan pengolahan. Hal tersebut



188



Ari Purwohandoyo, Analisis Perbandingan Biaya Pengelolaan Limbah Medis Padat Antara Sistem Swakelola dengan Sistem Outsourcing di Jurnal Administrasi Rumah Sakit Nomor 3 Rumah SakitVolume Kanker2“Dharmais”



merupakan dampak adanya proses pembakaran limbah medis padat yang dilakukan apabila pengelolaan limbah secara swakelola. Terkait dengan hal tersebut, maka terdapat juga perbedaan sumber daya yang digunakan. Selain waktu pengelolaan yang lebih lama, pada pengelolaan limbah secara swakelola membutuhkan SDM yang kompeten dalam melakukan pembakaran. Dibutuhkan setiap 200 tempat tidur perawatan sebanyak 1 orang operator limbah (Kemenkes, 2013). Untuk itu dikarenakan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” melayani lebih dari 300 tempat tidur, maka dibutuhkan 2 orang operator. Sumber daya penting lain adalah dibutuhkan bahan bakar solar dan alokasi dana pembuangan sisa pembakaran. Dari data pengelolaan limbah medis padat secara swakelola pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa total biaya langsung sebesar 82,57% dari pengelolaan limbah medis padat secara swakelola lebih besar dari total biaya tidak langsung sebesar 17,43% dari nilai total pengelolaan limbah medis padat secara swakelola, dengan biaya terbesar pada aktifitas pengolahan struktur biaya langsung yang merupakan 56% dari total biaya. Sedangkan dari data pengelolaan limbah medis padat secara outsourcing menunjukkan bahwa total biaya langsung sebesar 90,38% dari pengelolaan limbah medis padat secara outsourcing lebih besar dari total biaya tidak langsung sebesar 9,62% dari pengelolaan limbah medis padat secara outsourcing, dengan biaya terbesar pada aktifitas pengolahan struktur biaya langsung yang merupakan 80,09% dari total biaya. Penjumlahan total biaya langsung dengan total biaya tidak langsung adalah total biaya (total cost). Perbandingan total biaya pengelolaan limbah medis padat sistem swakelola sebesar Rp. 625.332.440,dibandingkan dengan total biaya sistem outsourcing sebesar Rp. 591.022.692,- terdapat selisih Rp. 34.309.747,- lebih besar secara swakelola. Sehingga apabila dibagi dengan output berupa limbah yang dihasilkan pada periode bulan Januari-April 2015 sebanyak 50.374,85 Kg, didapatkan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengelolaan per-Kg berat limbah adalah Rp. 12.414 per-Kg untuk sistem swakelola dan Rp. 11.732 per-Kg untuk sistem outsourcing. Dari



Jurnal ARSI/Juni 2016



kedua sistem tersebut terdapat selisih Rp. 681,- per-Kg berat limbah medis padat. Pada aktifitas pemilahan, pewadahan, dan pengumpulan padasistem swakelolamemerlukan biaya yanglebih tinggi dibandingkan sistem outsourcing, hal ini dikarenakan beberapa sumber daya seperti wheel bin, timbangan lantai digital dan tempat sampah medis, yang pada sistem swakelola harus dibeli Rumah Sakit, ditanggung pengadaannya oleh penyedia jasa outsourcing pengolah limbah. Begitu pula penyediaan plastik sampah medis berlogo, dimana penyedia jasa pengolahan limbah menyediakan perbulan 2.000 lembar (125 kg) plastik ukuran 50X75 cm dan 2.000 lembar (83 kg) plastik ukuran 60X100 cm. sehingga mengurangi beban rumah sakit dalam penyediaan plastik sampah medis berlogo. Dari perhitungan biaya di atas, menunjukkan pengelolaan limbah medis padat secara swakelola di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” membutuhkan alokasi dana yang lebih sedikit, terdapat selisih sebesar Rp. 34.309.747,-. Berdasarkan hal tersebut, Rumah Sakit Kanker “Dharmais” artinya sudah tepat memutuskan pengelolaan limbahnya secara outsourcing. Ini sesuai dengan perkembangan tumbuhnya fasyankes di tanah air yang harus mengelola limbahnya dengan biaya investasi, operasional, dan pemeliharaan yang sangat mahal, yang untuk beberapa fasilitas layanan kesehatan sangat memberatkan dan tidak sesuai dengan jumlah limbah yang dihasilkan (sedikit). Selama beberapa tahun terakhir, privatisasi semakin banyak diterapkan di sejumlah negara sebagai metode pendanaan alternatif untuk berbagai lapangan pekerjaan, termasuk pengelolaan limbah layanan kesehatan. Melalui pengaturan semacam itu, sektorswastasecarakeseluruhan akan mendanai, mendesain, mendirikan, memiliki, dan menjalankan sarana pengolahan serta menjual jasanya dalam hal pengumpulan dan pembuangan limbah pada instansi kesehatan pemerintah maupun swasta (Chartier, 2014). Pertimbangan lain dengan pengelolaan secara outsourcing dapat mengurangi belanja pegawai selain berupa gaji, insentif,danTHRadalahbiayakesehatandankeselamatan pekerja. Untuk memastikan bahwa prosedur penanganan, pengolahan, penampungan dan pembuangan limbah yang benar telah dijalankan, maka harus dipersiapkan program



189



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



dan anggaran pelatihan yang tepat, penyediaan peralatan dan pakaian untuk perlindungan pekerja, serta program kesehatan kerja yang efektif yang mencakup imunisasi, pengobatan profilaktik pasca pajanan, dan surveilans kesehatan. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan sebagai akibat pemanfaatan tenaga kerja dalam melakukan produksi (Blocher, 2010). Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan Konradus (2012) bahwa keselamatan dan kesehatan kerja yang berstandar Safety, Health and Loss Control mengharuskan setiap tempat kerja untuk menempatkan K3 sebagai program yang tidak terpisahkan dari rencana produksi tahunan, peningkatan kualitas SDM, ketersediaan alat-alat keselamatan kerja dan pelayanan kesehatan pekerja. Mereka juga dilatih untuk terampil menggunakan alat dan merupakan pola hidup sehat untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat menyebabkan kerugian, baik bagi tempat kerja maupun bagi pekerja. Selain itu kecelakaan kerja dan penyakit kerja dapat menyebabkan loss time injury (kehilangan jam kerja produktif) dan property damage (kerusakan alat) yang berdampak pada menurunnya tingkat produktivitas. Biaya investasi berupa pembelian peralatan seperti incinerator, tempat sampah, wheel bin, dan timbangan dapat dihindari. Karena barang investasi bagi instansi pemerintah memerlukan proses yang panjang dalam pengadaannya. Barang yang sudah dibeli harus dimasukkan dalam aset rumah sakit, diperlukan biaya operasional dan pemeliharaan yang mahal, diperlukan perizinan dalam penggunaannya, dan sulit dalam penghapusan asetnya, sehingga masih akan tercatat sebagai barang investasi walau sudah tidak produktif lagi. Sebelum pembelian incinerator perlu dipertimbangkan ukuran, lokasi, serta sarana gedung yang akan digunakan untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran dan pencemaran udara (Chandra, 2006). Dibutuhkan total anggaran investasi pembelian incinerator di Indonesia berkisar $ 68.400,- (Rp. 911.908.800 dengan $1 = Rp. 13.332,-) (Chartier, 2014), belum termasuk biaya-biaya lain. Hal tersebut sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Limbah Medis Padat Fasilitas Pelayanan Kesehatan



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2 dan PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013, prinsip penanganan limbah medis padat di Fasyankes adalah sebagai berikut: a. The “polluter pays” principle atau prinsip “pencemar yang membayar” bahwa semua penghasil limbah secarahukum dan finansial bertanggungjawab untuk menggunakan metode yang aman dan ramah lingkungan dalam pengelolaan limbah. b. The“precautionary”principleatauprinsip“pencegahan” merupakan prinsip kunci yang mengatur perlindungan kesehatan dan keselamatan melalui upaya penanganan yang secepat mungkin dengan asumsi risikonya dapat terjadi cukup signifikan. c. The “duty of care” principle atau prinsip “kewajiban untuk waspada” bagi yang menangani atau mengelola limbah berbahaya karena secara etik bertanggung jawab untuk menerapkan kewaspadaan tinggi. d. The “proximity” principle atau prinsip “kedekatan” dalam penanganan limbah-limbah berbahaya untuk meminimalkan risiko dalam pemindahan. Di sisi lain, RS Kanker “Dharmais” ini dapat berkurang kesibukannya, dan dapat terpenuhi kewajibannya untuk mengelola lingkungan sesuai peraturan, dan dapat lebih fokus pada bisnis utamanya, yaitu memberikan pelayanan pada pasien kanker, berkurang dari risiko timbulnya penyakit dan cedera akibat pencemaran pada lingkungan dan masyarakat sekitar Rumah Sakit, yang sudah tentu biaya perbaikannya dan sangsi hukum yang diterima akan lebih mahal. Dikarenakan pada umumnya lokasi rumah sakit rumah sakit di Indonesia berdampingan dengan pemukiman dan sarana umum lain, maka setiap kegiatan pengelolaan limbahnya berisiko mencemarkan lingkungan dan masyarakat di sekitarnya, untuk itu rumah sakit perlu menyediakan suatu biaya lingkungan (environment cost) sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dalam anggaran tahunannya sebagai langkah preventif dan antisipatif terhadap risiko yang mungkin terjadi. Pertanggungjawaban sosial ini tidak hanya bertujuan untuk menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan kegiatan sosial dan telah ikut berperan serta dalam masalah sosial, tetapi juga untuk mengevaluasi social performance perusahaan (Kotler, 2007), karena dengan social performance tersebut, masyarakat dapat



190



Ari Purwohandoyo, Analisis Perbandingan Biaya Pengelolaan Limbah Medis Padat Antara Sistem Swakelola dengan Sistem Outsourcing di Jurnal Administrasi Rumah Sakit Nomor 3 Rumah SakitVolume Kanker 2“Dharmais”



membentuk image positif atau negatif terhadap rumah sakit. Namun, mengingat tidak terlalu besar selisih harga pengelolaan limbah kedua alternatif tersebut, apabila jumlah limbah yang dikelola semakin banyak, lebih dari yang diprediksi, maka akan berdampak pada peningkatan kebutuhan dana pengelolaan limbah secara outsourcing. Dari hasil simulasi apabila berat limbah meningkat dengan rata-rata 32,4 Kg per-hari atau 963,9 Kg per-bulan dari jumlah sebelumnya ratarata 423,32 Kg per-hari atau 12.593,71 Kg per-bulan, maka biaya pengelolaan limbah secara outsourcing akan menjadi lebih mahal. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut dalam upaya mengurangi limbah medis padat yang dihasilkan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” yang dimulai dari proses pemilahan limbah di sumber penghasil limbah. Karena pembatasan limbah secara efektif dan tindakan penanganan yang aman selain dapat memberikan perlindungan kesehatan yang signifikan bagi masyarakat umum, pasien, tenaga kesehatan, dan pengelola limbah, serta dapat mengurangi biaya yang dibutuhkan. Pengurangan (minimisasi) limbah medis padat pada tahap pemilahan dapat dilakukan dengan cara (Kemenkes, 2013) : a. Pembelian bahan sesuai dengan kebutuhan, efisien dalam pemakaian. b. Pembelian bahan dari produsen/distributor yang bersedia untuk mengambil limbah sesuai dengan produk yang digunakan (extended producer reponsibility). c. Penerapan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) dalam pendistribusian bahan. d. Pemilahan limbah yang cermat pada sumber menjadi beberapa kategori dapat membantu meminimalkan kuantitas limbah berbahaya. e. Limbah medis yang bernilai ekonomis dapat dimanfaatkan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) melalui proses sterilisasi. f. Limbah yang akan didaur ulang melalui proses sterilisasi harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali. g. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi.



Jurnal ARSI/Juni 2016



h. Limbah yang telah melalui proses sterilisasi harus dibuat berita acaranya agar tidak terjadi kesalahan data. Berkaitan dengan terdapatnya incinerator yang tidak terpakai dan sudah habis perizinannya, namun kondisinya masih layak digunakan dan masa pakainya masih tersisa 3 tahun lagi, sampai saat ini Rumah Sakit Kanker “Dharmais” belum mendapatkan jalan keluar terkait hal tersebut, selain difungsikan stand by apabila terjadi permasalahan proses pengolahan dengan penyedia jasa pengolah limbah, sehingga incinerator tersebut hanya menjadi beban biaya namun tidak produktif. Penyedia jasa pengolah limbah yang saat ini bekerjasama dengan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” merupakan perusahaan yang berpusat di Kota Bandung dengan lahan pengolahan di daerah Dawuan Cikampek. Hal tersebut dapat menjadi permasalahan tersendiri, karena dapat menjadi penambah nilai kontrak dan berpotensi mengganggu kontinuitas pengambilan limbah karena risiko gangguan dalam transportasi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Alur proses pengelolaan limbah medis padat di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” sudah sesuai persyaratan kesehatan lingkungan dan sudah berjalan dengan baik, sesuai prosedur, dan memperhatikan prinsip-prinsip patient safety serta keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Khusus pengelolaan secara outsourcing dilakukan melalui alur proses yang lebih pendek, sederhana, dan risikonya lebih rendah bagi lingkungan rumah sakit. Setelah melakukan perhitungan activity based costing (ABC), dengan membandingkan total kebutuhan biaya pengelolaan limbah medis padat di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dari seluruh aktifitas pengelolaan limbah pada periode Bulan Januari-April 2015 menunjukkan pengelolaan limbah medis padat secara outsourcing sedikit lebih murah dengan perbedaan Rp. 34.309.747.



191



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Saran Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dapat mempertahankan kerjasama pengelolaan limbah medis padatnya secara outsourcing, mengingat biaya yang dibutuhkan dan risiko pengelolaannya lebih kecil. Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dapat mengusulkan kepada Pemerintah Daerah DKI Jakarta agar didirikan suatu Badan Usaha Daerah yang khusus mengelola limbah medis padat. Sehingga pengelolaan limbah medis padat di DKI Jakarta dapat berjalan dengan baik, selalu dapat diawasi pelaksanaanya, dan dapat menjadi sumber pemasukan bagi kas daerah. Rumah Sakit Kanker “Dharmais” agar melakukan penelitian yang lebih mendalam terkait upaya-upaya minimisasi limbah medis padat dan penggunaan sumber daya yang dibutuhkan pada pengelolaan limbah medis padat, dalam upaya meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran pengelolaan limbah di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” seperti efisiensi dalam penggunaan bahan infeksius, penerapan sistem FIFO dan FEFO, usulan klausul dalam kontrak pembelian bahan agar produsen/distributor mengambil limbah yang dihasilkan akibat menggunakan produknya (re-eksport) dan pemilahan limbah yang cukup cermat. DAFTAR PUSTAKA Adhikari, S. R., Supakankunit, S. (2013). Benefit and Costs of Alternative Healthcare Waste management:An Exampleof TheLargest HospitalofNepal.Diambil27Januari 2015dariwww.searo.who.int/publications//jounals/seajph. Adisasmito, W. (2010). Diktat Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UniversitasIndonesia. Anonymus. (2006). Activity Based Costing Chapter five. Diambil 13 April 2015 dari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ve d=0CCAQFjAA&url=http%3A%2F%2Fhighered.mheducation.com%2Fsit es%2Fdl%2Ffree%2F0073128155%2F394466%2Fblo28155_ch05.pdf&ei= XJ2RVfXfJovauQTN74PgDw&usg=AFQjCNGjBRr2AxTEWfqgp9Kqj U9TK9l3fA. Andrianti, E. (2008). Tesis: Cost Effective Analysis Penyelenggaraan Sistem Swakelola dan Outsourcing di KelasPaviliun RSU. Jend. A. Yani Metro Lampung tahun 2008. Depok: Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Bagian Program dan SIM RS Kanker Dharmais. (2014). Laporan Kinerja RS Kanker Dharmais Tahun 2013. Jakarta: RSKankerDharmais. __________. (2015). Laporan Kinerja RS Kanker Dharmais Tahun 2014. Jakarta: RS KankerDharmais. Blocher, E., Stout, D., Cokins, G. (2009). Cost management: A Strategic Emphasis. USA: McGraw-Hill. Chandra, Budiman. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. CIWM. (2013). An Introductory Guide to Healthcare Waste Management in England and Wales. Diambil 13 April 2015 dari http://www.ciwmjournal. co.uk/downloads/Healthcare-Waste-WEB.pdf.



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



Chartier,Y.,Emmanuel,J.,Pieper,U.,etal.(2014).SafeManagementofWastesFromHealthCareActivities2ndEdition.Geneva:WHOPress. Direksi RSKD. (2009). Keputusan Direksi RS Kanker Dharmais Nomor: HK.00.06/1/3352/2011 tentang Struktur Organisasi & Uraian Tugas Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3 RS Kanker Dharmais. Jakarta: RS Kanker Dharmais. Direktorat JenderalPPM &Penyehatan Lingkungan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Kesehatan RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan KesehatanLingkunganRumahSakit.Jakarta:DepartemenKesehatanRI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan. (2013). Pedoman Pengelolaan Limbah Medis Padat Fasyankes. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Drummond, M. F. (2005). Methods for Economic Evaluation of Health Care Programs. Oxford:OxfordUniversityPress. Hapsari,R.(2010).Tesis:AnalisisPengelolaanSampahDenganPendekatanSistemdiRSUD Dr. Moewardi Surakarta. Semarang: Program Pasca Sarjana Univesitas Diponegoro. Hansen, D.R.,Mowen,M.M.(2007).ManagerialAccounting8thEdition. USA:Thomson South-Western. HealthCareWithoutHarm.(2011).MedicalWasteandHumanRights.Diambil21Juni2015 dari http://noharm.org/lib/downloads/waste/MedWaste_Human_Rights_Report.pdf. Horngren,C.T.,Stratton,&Sundern.(2000).CostAccounting:AManagerialApproach10th Edition.USA:Prentice-HallPublishingCompany. InternationalComiteeoftheRedCross.(2011).MedicalWasteManagement.Geneva:ICRC. Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan RS Kanker Dharmais. (2014). Program Kerja Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3 RSKD tahun 2015-2019. Jakarta: IKL RSKD. Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan RS Kanker Dharmais. (2014). Kumpulan Standar Prosedur Operasional Instalasi Kesehatan Lingkungan RSKD. Jakarta: IKL RSKD. __________. (2014).ProgramPenyehatan LingkunganRSKankerDharmaisTahun2010. Jakarta:IKLRSKankerDharmais. __________. (2014). Uraian Tugas Instalasi Kesehatan Lingkungan RSKD. Jakarta: IKL RSKD. __________.(2014).KeyPerformanceIndicatorInstalasiKesehatanLingkunganRSKanker Dharmais.Jakarta:IKLRSKD. Konradus, D. (2012). Keselamatan Kesehatan Kerja: Membangun SDM Pekerja Yang Sehat,Produktif,danKompetitif.Jakarta:BangkaAdinathaMulia. Kotler, P., Lee, N. (2004). Corporate Social Responsibility: Doing The Most Good for Your CompanyandYourCause.USA:Wiley. Leontina,B.,(2007).EnvironmentalCostAccounting.Diambil21Juni2015dari Lubis, A. I., Dharmanegara, I. B. A. (2014). Akuntansi dan Manajemen Keuangan Rumah Sakit.Yogyakarta:GrahaIlmu. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:1684/MENKES/PER/XII/2005 tentang Organisasidan Tata KerjaRSKankerDharmais.Jakarta:DepartemenKesehatanRI. Mubarak, W.I. dan Chayatin, N. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta:SalembaMedika. Notoatmojo,Soekidjo.(2003).IlmuKesehatanMasyarakatPrinsip-PrinsipDasar.Jakarta:PT AsdiMahasatya. __________. (2007).KesehatanMasyarakat:IlmudanSeni (Ed.Revisi).Jakarta: PTRineka Cipta. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 19 Tahun 2012 Tentang SyaratSyaratPenyerahanSebagianPelaksanaanPekerjaanKepadaPerusahaanLain .Jakarta:KementerianTenagaKerjadanTransmigrasiRI. Pruss, A., Giroult, E., & Rushbrook, P. (2005). Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan (Penerjemah: Munaya Fauziah, Mulia Sugiarti, & Ela Laelasari). Jakarta:EGC. Raco, J. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta:PTGramediaWidiasaranaIndonesia. Shareefdeen,Z.M.,(2012).MedicalWasteManagementandControl.Diambil13April2015 dari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ve d=0CBsQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.scirp.org%2Fjournal%2FPap erDownload.aspx%3FpaperID%3D25649&ei=55RVfCWFZePuATs84GwBA&usg=AFQjCNGJvtRmQLfMcswEkf_FG N2nq54xQA. Suwondo, C. (2004). Outsourcing Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT. Elex Media Computindo. Undang-UndangNomor44tahun2009tentangRumahSakit.



192



Ari Purwohandoyo, Analisis Perbandingan Biaya Pengelolaan Limbah Medis Padat Antara Sistem Swakelola dengan Sistem Outsourcing di Jurnal Administrasi Rumah Sakit 2 Nomor 3 Rumah Sakit Volume Kanker “Dharmais”



Tabel 1. Alokasi ABC Pengelolaan Limbah Medis Padat Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Secara Swakelola No



Aktifitas



1 2 3 4



Pemilahan Pewadahan Pengumpulan Pengangkutan Penyimpanan 5 Sementara 6 Pengolahan Total Jumlah



Biaya Langsung (Rp) Operasional Pemeliharaan 68.666.667 0 61.017.000 0 0 0 0 0



Investasi 0 0 21.323.333 0



Jumlah 68.666.667 61.017.000 21.323.333 0



Biaya Tidak Langsung (Rp) 0 122.200 236.000 0



Total (Rp) 68.666.667 61.139.200 21.559.333 0



7.656.399



1.360.000



6.131.783



15.148.183



1.097.939



16.246.121



45.817.922 74.797.655



288.359.645 419.403.312



15.985.117 22.116.900



350.162.684 516.317.867



107.558.434 109.014.573



457.721.118 625.332.440



Tabel 2. Alokasi ABC Pengelolaan Limbah Medis Padat Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Secara Outsourcing Biaya Langsung (Rp) No



Aktifitas



1 2 3 4



Pemilahan Pewadahan Pengumpulan Pengangkutan Penyimpanan Sementara



5 6



Pengolahan Total Jumlah



Jurnal ARSI/Juni 2016



0 0 0 0



0 46.660.000 0 0



0 0 0 0



0 46.660.000 0 0



Biaya Tidak Langsung (Rp) 0 122.200 118.000 0



7.389.733



680.000



6.065.117



14.134.849



1.082.183



7.370.17



459.922.381



6.065.117



473.357.514



14.759.750



507.262.381



12.130.233



534.152.364



Investasi



Operasional



Pemeliharaan



Jumlah



55.547.946 56.870.329



Total (Rp) 0 46.782.200 118.000 0 15.217.032 528.905.460 591.022.692



193



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Volume 2 Nomor 3



Analisis Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis Terhadap Kesesuaian Standar Tarif INA-CBG’s Instalasi Rawat Inap Teratai RSUP Fatmawati Jakarta Analysis of Correlation of Medical Record Fulfilling and INA-CBG’S costing at Teratai Inpatient Instalation RSUP Fatmawati Jakarta Dewi Apriyantini Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit Indonesia Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Indonesia *Email: [email protected]



ABSTRAK Tesis ini membahas tentang kelengkapan pengisian resume medis (diagnosis utama, diagnosis sekunder, prosedur utama) terhadap kesesuaian standar Tarif INA-CBGs di Instalasi rawat inap Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan desain studi cross sectional. Hasil penelitian masih ditemukannya ketidaklengkapan pengisian resume medis terkait variabel diagnosis utama, diagnosis sekunder, dan prosedur utama, sehingga menyebabkan potensi ketidaksesuaian standar tarif INA-CBGs. Ketidaklengkapan pengisian resume medis disebabkan banyak faktor dan hasil peneltian ini menyarankan agar dilakukan evaluasi dan sosialisasi Standar Prosedur Operasional (SPO), diberlakukannya system reward dan punishment, Monitoring dan Evaluasi tentang formulir rekam medik, ditambahkan buku atau daftar kode diagnosis dan pemutakhiran software INA-CBGs. Kata kunci: INA-CBGs, resume medis, kelengkapan.



ABSTRACT This research discussed on the completeness of medical resume (primary diagnostic, secondary diagnostic and major procedure) in consistency with INA-CBGs costing at Teratai Inpatient Instalation Central General Hospital (RSUP). This research used mix methods approach with cross sectional design. This research found that there is still incompleteness in filling medical records especially for primary diagnostic, secondary diagnostic and major procedure that potentially may cause inconsistency with INA-CBSs costing. The incompleteness were caused by many factors, and this research suggest to conduct evaluation and socialization of the Standard Procedure Operational (SPO), the implementation of reward and punishment system, monitoring and evaluation on medical record forms, addition of book or list of diagnostic code, upgrading of INA-CBGs software. Keywords: INA-CBGs, medical record, fulfilling.



.



PENDAHULUAN Gelombang globalisasi telah menciptakan tantangan bagi rumah sakit yang semakin besar, yaitu kompetisi yang ketat dan pelanggan yang semakin selektif dan berpengetahuan. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan



Jurnal ARSI/Juni 2016



kesehatan dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan yang akan diberikan kepada pelanggan sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang lebih baik, dan sesuai perkembangan teknologi. Hal ini menjadi tolak ukur oleh masyarakat untuk mendapatkan



194



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



rasa aman, nyaman, bermutu dan efektif yang diberikan oleh pihak pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2012). Upaya dalam peningkatan mutu dan pelayanan di rumah sakit, perlu adanya dukungan dari berbagai faktor yang terkait. Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan tersebut yaitu terselenggaranya pelaksanaan rekam medis, Proses kegiatan rekam medis mulai dari pendaftaran pasien sampai dengan pengolahan rekam medis dalam bentuk laporan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan dilaksanakan secara tertib, sehingga menghasilkan informasi yang akurat dan akuntabel (Yuniati, 2012). Rekam medis yang lengkap, akurat dan dapat di pertanggung jawabkan menjadi landasan yang efektif dalam mengurangi tingkat resiko kesalahan, hal ini disebabkan karena rekam medis merupakan sumber informasi bagi pasien, karena rekam medis dapat menunjukan pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan pelayanan kesehatan (Sarwanti, 2014). Dalam era BPJS saat ini pengisian rekam medik yang lengkap menjadi hal yang sangat penting. Terutama penulisan resume pasien pulang. Karena didalam resume pulang terdapat diagnosis penyakit pasien yang merupakan dasar bagi petugas koding untuk menetapkan kode diagnosispenyakit yangpadaakhirnya mempengaruhi tarif INA CBG’s. Menurut Permenkes No 27 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis INA-CBGs, Tarif INA-CBG s (Case Based Groups ) merupakan besaran pembayaran klaim oleh BPJS kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat atas paket pelayanan yang sudah didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur (Kementerian Kesehatan, 2014). Penulisan diagnosis seorang pasien adalah tanggung jawab dokter yang merawat dan tidak boleh diwakilkan. Di RSUP Fatmawati setelah pasien pulang seorang dokter yang merawat pasien tersebut akan melengkapi data medik dilembar resume dokter secara manual (Sarwanti, 2014). Formulir resume medik merupakan salah satu formulir yang sangat penting dalam menilai mutu suatu rekam medik. Resume medik digunakan oleh tim koder rumah sakit untuk mengkoding diagnosis penyakit yang pada akhirnya berujung pada pembayaran klaim. TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MenKes/Per/III/2008 rekam medik adalah berkas Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan juga pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa rekam medik adalah berkas penyimpanan data dan informasi mengenai catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien. Tujuan dan kegunaan dari rekam medik banyak sekali, adapun tujuan dan keguaan dari rekam medik adalah menurut Hatta (2011) tujuan rekam medik adalah untuk: 1. Pasien, rekam medik merupakan alat bukti utama yang mampu membenarkan adanya pasien dengan identitas yang jelas dan telah mendapatkan berbagai pemeriksaan dan pengobatan di sarana pelayanan kesehatan dengan segala hasil serta konsekuensi biayanya. 2. Pelayanan pasien, pada rekam medik ini mencakup pendokumentasian pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, penunjang medik dan tenaga lain yang bekerja dalam berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan demikian rekaman itu membantu pengambilan keputusan tentang terapi, tindakan, dan penentuan diagnosis pasien. Rekam medik juga sebagai sarana komunikasi antar tenaga lain yang sama-sama terlibat dalam menangani dan merawat pasien. Selain itu rekam medik setiap pasien juga berfungsi sebagai tanda bukti yang sangat sah yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karena itu rekam medik yang lengkap harus setiap saat tersedia dan berisi data atau informasi tentang pemberian pelayanan kesehatan secara jelas. 3. Manajemen pelayanan, rekam medik yang lengkap memuat segala aktivitas yang terjadi didalam proses manajemen pelayanan sehingga digunakan dalam menganalisis berbagai penyakit, menyusun pedoman praktik, serta untuk mengevaluasi mutu pelayanan yang diberikan. 4. Menunjang pelayanan, rekam medik yang rinci akan mampu menjelaskan aktivitas yang berkaitan dengan adanya penanganan sumber-sumber yang ada pada organisasi pelayanan di rumah sakit, menganalisis kecenderungan yang terjadi. 5. Pembiayaan, rekam medik yang akurat akan mencatat segala pemberian pelayanan kesehatan yang diterima pasien. Informasi ini menentukan besarnya pembayaran yangharus dibayar.



195



Dewi Apriyantini., Analisis Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis Terhadap Kesesuaian Standar Tarif INA-CBG’s Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2 Nomor 3 Rawat Inap Teratai RSUP Fatmawati Jakarta



Sedangkan tujuan sekunder dari rekam medik adalah berkaitan dengan lingkungan seputar pelayanan pasien yaitu untuk kepentingan edukasi, riset, peraturan dan pembuatan kebijakan. Berikut beberapa kegunaan rekam medik diantaranya: 1. Aspek Administrasi. Suatu berkas rekam medis yang mempunyai suatu nilai administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedicdalammencapai tujuanpelayanan kesehatan. 2. Aspek Medis. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medik, karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien. 3. Aspek Hukum. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hokum, karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam suatu rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan. 4. Aspek Keuangan. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan, karena isinya dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan dirumah sakit. Tanpa adanya bukti catatan tindakan atau pelayanan, maka pembayaran pelayanan di rumah sakit. Tanpa adanya bukti catatan tindakan/pelayanan, maka pembayaran tidak dapat dipertanggung jawabkan. 5. Aspek Penelitian. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya yang mengandung data atau informasi yang dapat dipergunakansebagaiaspekpenelitiandan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan. 6. Aspek Pendidikan. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya yang menyangkut data atau informasi tentang perkembangan kronologis dari kegiatan pelayanan medic yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan/referensi pengajaran dibidang profesi si pemakai. 7. Aspek Dokumentasi. Suatu berkas rekam medis yang mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya nanti akan menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit. Jika dilihat dari aspek hukum, yang bertanggung jawab



Jurnal ARSI/Juni 2016



terhadap kelengkapan rekam medic dan resume medik adalah: 1. Tanggung jawab dokter yang merawat Tanggung jawab utama dalam kelengkapan rekam medik yaitu dokter yang merawat pasien hingga pasien pulang. Walaupun untuk melengkapi rekam medik khususnya resume medik dapat didelegasikan ke stafnya, namun tetap tanggung jawab dari isi rekam khususnya resume medik adalah dokter yang merawat. Dokter mengemban tanggung jawab terakhir akan kelengkapan dan kebenaran isi rekam medik dan khususnya resume medik. 2. Tanggung jawab petugas rekam medik Petugas rekam medik yaitu membantu dokter yang merawat dalam mempelajari kembali rekam medik.Analisa dari kelengkapan isi dimaksudkan untuk mencari hal-hal yang kurang dan masih diragukan, dan menjamin bahwa rekam medik telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh rumah sakit, yaitu rekam medik yang lengkap dan akurat. 3. Tanggung jawab pimpinan rumah sakit Pimpinan rumah sakit bertanggung yang jawab menyediakan fasilitas unit rekam medik yang meliputi: ruangan rekam medik, peralatan dan tenaga yang memadai.Sehinggatenagarekam medik dapat bekerja secara efektif dan efisien dengan memeriksa kembali, membuat indeks, penyimpanan dari semua sistem medik dalam waktu singkat. 4. Tanggung jawab staf medik Staf medik terdiri dari dokter, perawat, dan tenaga kesehatan professional lainnya.Mempunyai peranan penting di rumah sakit dan pengorganisasian staf medik tersebut secara langsung menentukan kualitas pelayanan kepada pasien. 5. Tanggung jawab komite rekam medik Komite rekam medik bertanggung jawab untuk meninjau ulang rekam medik dalam hal penyelesaian tepat waktu, ketepatan klinis, ketepatan dan kecukupan pelayanan pasien, pengajaran, evaluasi, penelitian, dan berdiskusi secara legal.Komite rekam medik juga menentukan format kelengkapan rekam medik, formulir yang digunakan dan setiap masalah yang berhubungan dengan penyimpanan dan pengembalian. Menurut pada ketetapan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MenKes/Per/III/2008 pada pasal 4 menyebutkan bahwa ringkasan pulang harus dibuat oleh dokter dan dokter gigi yang melakukan perawatan pasien.



196



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Isi ringkasan pulang atau resume medik menurut buku pedoman rekam medik RSUP Fatmawati sekurangkurangnya memuat : a. Identitas pasien (minimal berisi :nama, nomor rekam medik, tanggal lahir) b. Tanggal masuk c. Tanggal keluar d. Lama dirawat e. Ruang rawat f. Dokter penanggung jawab pasien g. Rawat tim dokter h. Indikasi / alasan dirawat i. Diagnosis masuk j. Diagnosis keluar k. Komplikasi / diagnosis penyerta l. Penyebab kematian ( secara klinis ) m. Pemeriksaan fisik n. Laboratorium o. Radiologi p. Penunjang lain q. Kolom ICD r. Prosedur / operasi s. Pengobatan selama dirawat t. Obat untuk pulang u. Kondisi pulang v. Instruksi pulang w. Nama dokter, tanda tangan, tanggal dan jam Kemudian setelah rekam medik selesai digunakan dari ruang rawat, maka dalam waktu 2x24 jam rekam medik tersebut harus dikembalikan ke bagian rekam medik.



Volume 2 Nomor 3



responden atau variasi dari variabel yang diteliti dan analisis bivariat untuk menentukan hubungan variabel independen (kelengkapan resume medis) dengan variabel dependen (Tarif INA-CBGs). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Kelengkapan Pengisian Resume Medis dan Tarif INA-CBGs Kelengkapan pengisian resume medis yang diperoleh dari 100 dokumen didapat sebanyak 98% pengisian diagnosa utama yang lengkap, 39% pengisian diagnosa sekunder tidak lengkap, 95% pengisian prosedur utama lengkap serta 94% pengisian resume medis yang lengkap (grafik 1). Penelusuran dengan wawancara mendalam terhadap informan-informan dan hasilnya bahwa masih ada dokter yang terkadang tidak menuliskan diagnosa utama. Berikut petikan hasil wawancara terkait data hubungan kelengkapan pengisian resume medis diagnosa utama terhadap standar tarif INA-CBGs : “Kadang dokter tidak menuliskan diagnosa utamanya”.(4) Pernyataan mengenai diagnosa sekunder setelah dilakukan wawancaramendalaminforman menjelaskan bahwa diagnosa sekunder harus ada dalam resume medis tetapi pada kenyataannya jarang ditulis oleh dokter, pernyataan informan tentang kelengkapan resume medis sebagai berikut:



METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada periodeMaret - April 2015 ini merupakan penelitian dengan mix method yang menggunakan penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan desain studi cross sectional. Metode pengambilan data secara primer diperoleh melalui observasi dengan telaah dokumen rekam medik sebanyak 100 sampel berkas rekam medik, penghitungan sampel dengan menggunakan rumus slovin dan data sekunder dilakukan dengan wawancara mendalam untuk menemukan rincian penjelasan tentang alasan ketidaklengkapan dokumen rekam medis. Lima orang informan ikut disertakan dalam penelitian ini adalah seorang dokter penanggung jawab pasien, petugas rekam medis, petugas BPJS dan dua orang manajemen.Teknik analisis data dilakukan dengan analisis univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi



Jurnal ARSI/Juni 2016



“Hanya diagnosa penyertanya yang dia tulis atau kalau pasien meninggal itu hanya menuliskan diagnosa kematian”. (4) Pada prosedur utama hasilwawancara beberapa informan ada yang tidak lengkap dan tidak sesuai dengan tindakan yang dilakukan,adapun pernyataan informan tentang kelengkapan resume medis tentang prosedur utama sebagai berikut: “Ada juga dilakukan tindakan tapi tindakan itu tidak sesuai dengan penyakitnya”. (4) Pada tabel 2 diketahui bahwa tarif INA-CBGs di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati tarif Minimum berdasarkan Tarif Nominal Rp. 0 dan



197



Dewi Apriyantini., Analisis Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis Terhadap Kesesuaian Standar Tarif INA-CBG’s Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2 Nomor 3 Rawat Inap Teratai RSUP Fatmawati Jakarta



Tarif Maksimal Rp 82.165.400. Dengan standar devitation Rp 12.377.964. Tarif Rp 0 yang ditemukan berasal dari 2 data pasien yang tidak ada diagnosa utamanya, sehingga jika penulisan resume medis pada diagnosa utama tidak dicatat maka pada proses CBG Grouper tarif akan keluar tapi akan menghasilkan tarif INA-CBGs 0 rupiah. Dan tarif tertinggi yaitu Rp 82.165.400 yaitu pada kasus-kasus yang banyak dilakukan tindakan. Hasil wawancara dikatakan bahwa tarif INA-CBGs akan dikeluarkan setelah pengisian resume medis yang lengkap meliputi diganosa primer, sekunder dan prosedur utama, jika tidak disi dengan lengkap atau tidak sesuai maka resume medis tersebut akan dikembalikan ke IRMIK untuk diperbaiki, berikut pernyataan informan terkait hal tesebut: “Kita menempatkan verifikator internal jadi untuk meminimalisir koding-koding yang salah atau diagnosa yang salah atau seandainya ada yang kurang tidak sesuai kita kembalikan ke IRMIK harus diperbaiki baru nanti kita finalin”.(2) (ditampilkan dalam gambar 1 dan tabel 1) 1. Diagnosa Utama Diagnosa utama merupakan bagian dari resume medis yang wajib diisi dan dilengkapi. Hasil penelitian kuantitatif mengenai hubungan antara kelengkapan pengisian diagnosa utama terhadap tarif INA-CBGsDari Hasil Ujistatistik, diperolehnilai P = 0.042. Dimana angka ini lebih kecil dari P = 0.05 (0.000 < 0.05. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara variabel diagnosa utama terhadap tarif INA-CBGs di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta..Diagnosa utama tidak lengkap mengakibatkan standar tarif INACBGs tidak akan sesuai, karena tarif INA-CBGs akan 0 artinya tidak ada tarif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengisian diagnosa utama akan berhubungan dengan standar tarif INA-CBGs. Kelengkapan resume medis menentukan penetapan tarif INA-CBGs sehingga wajib diisi oleh para dokter. Sesuai dengan kutipan wawancara yang dikatakan oleh informan bahwa resume medis harus lengkap karena dapat mempengaruhi tarif. Berikut kutipan wawancara terkait informasi tersebut:



Jurnal ARSI/Juni 2016



“Jika resume medis tidak lengkap, jelas akan mempengaruhi tarif sehingga kami harus mengisi selengkap-lengkapnya agar tarif yang keluar sesuai dengan apa yang telah kami kerjakan”. (3) 2. Diagnosa Sekunder Penentu kelengkapan resume medis selanjutnya adalah diagnosa sekunder, untuk mengetahui bagaimana hubungan antara kelengkapan pengisian resume medis variabel diagnose sekunder terhadap tarif INA-CBGs di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta pada Bulan Maret 2015. Dari Hasil Uji statistik, diperoleh nilai P = 0.000. Dimana angka ini lebih kecil dari P = 0.05 (0.000 < 0.05) . Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara variabel diagnosa Sekunder terhadap tarif INA-CBGs di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Diagnosa Sekunder tidak lengkap sebanyak 39 resume medis terdiri dari 24 resume medis tidak lengkap dan tarif INA-CBGs tidak sesuai standar dan menyebabkan ketidaksesuaian tarif sebesarRp 136.937.200,- dan resume medis tidaklengkap sebesar 15 resume medis yang mempunyai tarif INA-CBGs sesuai standar. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa diagnosa sekunder tidak selalu menyebabkan standar tarif INA-CBGs tidak sesuai hal ini dipengaruhi oleh penyakit komplikasi yang dideritanya seberapa besar tingkat keparahannya. Jika penyakitnya semakin membahayakan nyawanya atau tingkat keparahannya makin besarmakadiagnosasekunder akan berpengaruh pada standar tarif INA-CBGs. Sehingga kelengkapan pengisian diagnosa sekunder yang tepat sangat mempengaruhi standar tarif INA-CBGs. Kelengkapan diagnosa sekunder akan berpengaruh pada tarif sesuai Permenkes no. 27 tahun 2014, yang mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya tarif diantaranya diagnosa sekunder. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan dari informan yang mengatakan bahwa kelengkapan resume medis sangat penting karena akan berpengaruh terhadap tarif. Berikut kutipan wawancaranya: “dari diagnosa sekunder akan keluarlah tarifnya. Kelengkapan resume medis sangat penting. Dari resumemedis keluarlah tarif” (5)



198



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



3. Prosedur Utama Uji Hipotesis Menggunakan Uji Chisquare, Yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan diantara kelengkapan pengisian resume medis variable Prosedur Utama terhadap tarif INA-CBGs di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta pada Bulan Maret 2015. Dari Hasil Ujistatistik, diperoleh nilai P = 0.282. Dimana angka ini lebih besar dari P = 0.05 sehingga dapat disimpulkan Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel Prosedur Utama terhadap tarif INA-CBGs di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Prosedur utama yang pengisiannya tidaklengkap tapi tarif sesuai standar sebanyak 3 resume medis, dan pengisian prosedur utama tidaklengkap dan tarif tidak sesuai standar sebanyak 2 berkas resume medis hal ini terkait dengan diagnosa utama yang tidak tercatat sehingga prosedur utama/tindakanpun tidak keluar yang mengakibatkan ketidaksesuaian standar tarif INA-CBGs sebesar Rp 5.093.700,00. Pencatatan prosedur utama/tindakan di RSUP Fatmawati menggunakan sistem software yaitu sistem medysis untuk menginfut semua tindakan medis yang dilakukan di ruangan. Data ini kemudian dilakukan telusur dengan wawancara untuk mengetahui kebenaran dari hasil tersebut dan informan menyatakan terdapat kesalahan pada pengisian resume medis yang akan berakibat pada coding, sehingga kesalahan tersebut akan berakibat pada tarif yang keluar dari software INA-CBGs. Sesuai dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut: “Hasil pemeriksaan lab seharusnya ditulis hasil lab yang abnormal tapi disini ditulis hasil lab yang normal, hal ini tentu saja bisa berakibat pada codingnya”. (1) 4. Alasan Ketidaklengkapan Resume Medis Potensi ketidaksesuaian besaran tarif INA-CBGs karena disebabkan diagnosa utama, diagnosa sekunder dan prosedur utama yang tidak lengkap di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati sangat mungkin terjadi, hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut:



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



“Tentunya, misalnya resume yang nggak lengkap ini rugi sekian”. (1) “Ada, untuk potensi kerugian ada karena masih ada resume medik yang tidak lengkap, ada laporannya mengenai itu. tapi efeknya tidak begitu tinggi”. Kurang lebih 10% masih selisih”. (2) Dari uraian tersebut ada ketidaksesuaian tarif tersebut dan selisihnya masih cukup tinggi yaitu 10%. Hal ini disebabkan karena resume medik yang tidak lengkap. Dengan diberlakukannya tarif paket INACBGs merupakan dokumen yang sangat berpengaruh terhadap tarif yang akan dibayarkan karena resume medik merupakan dasar dari perhitungan tarif tersebut. Resume medis yang tidak lengkap akan dikembalikan kepada pihak rumah sakit untuk dilengkapi dan diverifikasi oleh pihak BPJS untuk dibayarkan. Berbeda hal dengan resume medis yang tidak layak, tidak akan dibayarkan oleh BPJS seperti kosmetik yang tidak dijamin. Pernyataan yang berbeda disebutkan bahwa ketidaklengkapan itu akan dikonfirmasi ulang yang kemudian akan diverifikasi kembali, berikut kutipannya: “Kita bayar sesuai paket mba, kalau ndak lengkap paling kan mereka lengkapi, nanti kita verifikasi. Paling yang ndak kita bayar itu benar-benar tidak layak”. (5) Dari uraian informan tersebut bahwa klaim akan dibayarkan sesuai paket yang telah dikoding oleh rumah sakit. Jika ada ketidaksesuaian paket karena kesalahan pengkodingan maka akan dilakukan verifikasi ulang dengan cara melengkapi kekurangan tersebut dan yang benar-benar tidak dibayarkan adalah yang tidak layak diklaimkan kepihak pembayar. Sehingga diharapkan rumah sakit tidak mengalami ketidak sesuaian tarif dalam hal ini selisih klaim yang besar, karena masih ada selisih klaim sebesar 10%. Secara umum alasan ketidak lengkapan pengisian resume medis dan potensi ketidak sesuaian besaran tarif INA-CBGs di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati disebabkan beberapa alasan. Sedangkan mengenai potensi ketidak sesuaian tarif yang



199



Dewi Apriyantini., Analisis Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis Terhadap Kesesuaian Standar Tarif INA-CBG’s Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2 Nomor 3 Rawat Inap Teratai RSUP Fatmawati Jakarta



disebabkan oleh ketidak lengkapan resume medis selama ini RS Fatmawati masih ada potensi ketidak sesuaian tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya laporan tentang Data Rekapitulasi Hasil Verifikasi Internal Klaim JKN Bulan Januari-Maret 2015 yang diajukan kepada pihak BPJS. Rekam medik dikatakan baik jika rekam medis tersebut diisi secara lengkap sesuai dengan pengertian rekam medis itu sendiri yang mengatakan bahwa rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnose segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien dan pegobatan yang ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2007). Hasil penelitian dari 3 variabel (diagnose utama dan sekunder serta prosedur utama) dapat disimpulkan bahwa dokumen resume medis yang lengkap sebanyak 94%.Dari hasil wawancara mendalam didapatkan 3 Informan mengatakan bahwa resume medis belum diisi dengan lengkap, kalaupun diisi , isinya tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam rekam medik itu sendiri. Hasil analisis data menunjukkan bahwa 98% resume medis untuk variable diagnose utama lengkap dan sisanya tidak lengkap. Dan hasil wawancara menyatakan bahwa masih ada dokter yang hanya mencatat diagnosa utamnya saja. Kelengkapan diagnosa utama masih belum 100% hal ini didukung oleh hasil wawancara dalam hal ini informan 4 mengatakan bahwa diagnosa utama merupakan bagian dari resume medik yang sering tidak dilengkapi.Sehingga pengisian diagnosa utama yang tidak terisi dengan lengkap akibatnya besaran klaim tarif INA-CBGs tidak sesuai. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya diantaranya menurut Sari (2011) komponen yang tidak lengkap adalah sebesar 40% dokter tidak mengisi diagnosis. Menurut Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang INA-CBGs, faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tarif salah satunya adalah pengisian diagnosa utama (Kementerian Kesehatan, 2014). Menurut Ika dan Sugiarsi (2013), ketepatan pengodean diagnosa utama akan mempengaruhi ketepatan tarif INACBGs yang muncul. Sedangkan ketepatan pengodean diagnosis sangat dipengaruhi oleh ketepatan dan kelengkapan penulisan diagnosis oleh dokter pada berkas klaim.



Jurnal ARSI/Juni 2016



Hasil penelitian ini mengenai ketidak lengkapan diagnosa utama sesuai dengan penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Sarwanti (2014) menyebutkan sebesar 71% resume medis diisi lengkap, Indikator kelengkapan pengisian resume medik oleh Dokter Spesialis Surgical diketahui bahwa responden mengisi lengkap 100% pada lima (5) indikator, yaitu Indikasi, Diagnosa, Pemeriksaan Laboratorium. Prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan indikator yang tidak lengkap yaitu 70% pada indikator kondisi pulang, instruksi pulang dan kolom tanggal sampai dengan tanda-tangan dokter (Sarwanti, 2014). Dan menurut Vania (2009) menyatakan ketidak lengkapan Rekam Medik terutama pada resume medis sebesar 40%. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya dokter yang belum melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga hal ini dapat mempengaruhi dari mutu suatu rekam medik. Penelitian lain di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo menunjukkan bahwa ketidak lengkapan pencatatan resume medis masih tinggi yaitu 55%. Bahkan, untuk kasus section caesaria seluruhnya tidak memiliki kelengkapan resume medis (Hasanah U, Mahawati E, Ernawati D, 2013). Hal serupa banyak terjadi di Negara lain. Salah satu contoh di Irlandia, Komite Ombudsman menemukan bahwa ada indikasi para dokter dan konsultan di beberapa rumah sakit menulis data rekam medis setelah beberapa lama setelah kejadian. Bahkan para investigator mempersangkakan dalam kasus-kasus yang sedang diinvestigasi, data belum ditulis saat investigasi dilakukan (Karen., 2001). Bagian kelengkapan resume medis yang penting selanjutnya dalam menentukan besaran tarif INA-CBGs adalah diagnosa sekunder. Walaupun bukan penyebab utama pasien masuk ke rumah sakit tetapi tidak bisa diabaikan kepentingan pengisian diagnosa sekunder pada resume medis.Pada diagnosa sekunder tidak ada informan yang mengatakan diagnosa sekunder tidak terisi, tapi ada informan yang mengatakan bahwa penulisan antara diagnosa utama dan diagnosa sekunder sering ada kesalahan penempatan. Sebaiknya petugas yang bertanggung jawab dibidang itu diberikan arahan untuk mengisi dengan lengkap diagnosa sekunder tersebut.



200



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Dari pemeriksaan kelengkapan dokumen masih banyak penulisan diagnosa sekunder yang tidak lengkap, sehingga hal ini dapat menyebabkan tarif yang akan diklaimkan tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukan terhadap pasien tersebut. Karena sesuai dengan Permenkes No. 27 tahun 2014 tentang INA-CBGs, faktor-faktor yang mempengaruhi tarif salah satunya adalah pengisian diagnosa sekunder, disamping faktor yang lainnya yaitu faktor diagnosa utama yang telah diulas sebelumnya (Kementerian Kesehatan, 2014). Data dari Instalasi Rawat Inap tahun 2014 menunjukkan bahwa 46,38% resume medis pasien pulang tidak lengkap, hal ini salah satunya penulisan diagnosa yang tidak lengkap. Dan data bulan Januari-Februari 2015 masih terdapat sebesar 30%-40% resume medis pasien pulang tidak ditulis lengkap oleh dokter. Penelitian Indriwanto (2014) untuk diagnosis sekunder 82% terisi sebagian, dokter dalam menentukan diagnosis sekunder belum jelas kriterianya sehingga tidak dimasukkan dalam diagnosis sekunder, menurut Sukawan (2014) diagnosa sekunder yang diisi lengkap sebesar 59,7% dan sisanya diisi tidak lengkap.Komponen pengisian resume medis selanjutnya prosedur utama, walaupun ketidaklengkapan pengisian prosedur utama tidak sebanyak diagnosa sekunder tetapi ini merupakan salah satu kelengkapan data resume medis yang sangat penting. Seiring dengan peningkatan mutu rumah sakit diharapkan pengisian kelengkapan resume medis dapat ditingkatkan oleh pihak rumah sakit. Hasil wawancara menyebutkan bahwa prosedur tindakan masih banyak yang belum masuk dan kadang tidak sesuai, hal ini sangat berpengaruh terhadap tarif yang akan diklaimkan karena salah satu faktor yang mempengaruhi tarif yaitu penulisan prosedur utama (Kementeri Kesehatan, 2014). Penelitian Indriwanto (2014) untuk prosedur utama 89,3% terisi sebagian. Menurut Sukawan (2014) prosedur utama diisi lengkap sebesar 51,6%. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang mengatakan bahwa prosedur utama termasuk bagian dari resume medik yang ditulis tidak lengkap.Data yang diperoleh peneliti ketidaklengkapan prosedur utama tidak menyebabkan ketidaksesuaian standar tarif INACBGs dikarenakan peneliti mengambil data di ruangan yang pada dasarnya tidak banyak menggunakan sumber daya dan menyebabkan hari rawat lama yaitu gedung rawat inap Teratai yang klasifikasi perawatan terdiri dari perawatan anak, bayi, Obstetri Ginekologi, Saraf, Jantung



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



dan Penyakit Dalam. Perawatan pasien yang tidak memerlukan prosedur yang tingkat kesulitannya tinggi, dari data yang diperoleh peneliti tindakan-tindakan yang sering dilakukan seperti Pemeriksaan fisik, laboratorium, radiologi, USG, dan tindakan penunjang lainnya dan menimbulkan biaya yang besar, kecuali pada kasus-kasus Obgyn yang memerlukan tindakan operatif. Hasil ini sama dengan Sukawan (2014), yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara kelengkapan prosedur utama terhadap tarif INA-CBGs. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Permenkes No. 27 tahun 2014, dijelaskan bahwa Faktor – faktor yang mempengaruhi tarif INA-CBG diantaranya Kelengkapan data resume medis yaitu salah satunya Prosedur Utama. Prosedur utama merupakan prosedur yang paling banyak menghabiskan sumber daya atau yang menyebabkan lama rawatan paling lama dan biasanya berhubungan erat dengan diagnosis utama. Mungkin lain halnya jika peneliti mengambil sampel penelitian di ruangan yang banyak menggunakan prosedur tingkat tinggi misal ruangan bedah, ruangan yang tindakannya paling besar dilakukan tindakan operatif maka hasilnya akan berbeda, karena tindakan operatif, tindakan yang menghabiskan sumber daya yang banyak dan menyebabkan hari rawatan paling lama. Walaupun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kelengkapan resume medis variabel prosedur utama terhadap kesesuaian tarif INA-CBGs. Prosedur utama masih menjadi permasalahan resume medis, karena masih terdapat ketidaklengkapan pengisian data. Masalah ini dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dalam mempelancar administrasi resume medis sebaiknya prosedur utama diisi dengan lengkap agar tidak terhambat dalam proses klaim BPJS. Peneliti melakukan telusur tentang data yang telah diperoleh melalui wawancara terhadap informan-informan yang dapat memberikan informasi yang akurat dan dapat menjawab penelitian yang peneliti lakukan sehingga diketahui alasan ketidaklengkapan resume medis. Pengisian rekam medik dilaksanakan dimulai sejak diterimanya seorang pasien rumah sakit di bagian pendaftaran selanjutnya dilakukan pencatatan data selama pasien mendapakan pelayanan atau tindakan medis dan proses pengobatan. Ketidaklengkapan pengisian resume medis akan berakibat pada coding dan besaran tarif INA-CBGs itu sendiri. Berikut ialah data-data



201



Dewi Apriyantini., Analisis Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis Terhadap Kesesuaian Standar Tarif INA-CBG’s Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2 Nomor 3 Rawat Inap Teratai RSUP Fatmawati Jakarta



kualitatif yang berhasil dikumpulkan setelah dilakukan wawancara mendalam mengenai ketidak lengkapan resume medis. Beberapa informan mengatakan masih banyak resume medis yang tidak lengkap disebabkan oleh banyak hal (ditampilkan dalam tabel 2). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kelengkapan diagnosa utama dan prosedur utama cukup tinggi dapat disimpulkan bahwa resume medis untuk variable diagnose utama dan prosedur utama pengisiannya sudah cukup lengkap. Untuk variabel diagnose sekunder ketidak lengkapan pengisiannya masih cukup tinggi yaitu sebesar 39 %, dikarenakan sering terjadinya salah penempatan dan belum jelasnya kriteria yang masuk kedalam diagnosa sekunder. Dari hasil penelitian ini tidak ada hubungan antara kesesuaian tarif INA-CBGs dengan prosedur utama, hal ini disebabkan prosedur/ tindakan telah tercatat dengan baik, diantaranya tindakan penunjang (laboratoriu, radiologi dan lain-lain), tindakan keperawatan (Infus, Injeksi dan lain-lain), Pemeriksaan dokter telah otomatis tercoding, karena pada dasarnya tindakan-tindakan tersebut biasanya dientri oleh perawat kedalam aplikasi komputer yang ada diruangan sehingga untuk prosedur standar akan muncul pada saat pengkodingan di Instalasi rekam medik. Ketidaklengkapan pengisian rekam medis disebabkan pengisi resume medis bukan dokter yang bertanggung jawab melakukan hal itu, Standar Prosedur Operasional belum dijalankan dengan optimal, belum adanya reward dan punisment secara langsung, belum adanya sistem sosialisasi yang berkesinambungan. Berikutnya tentang potensi ketidaksesuaian besaran tarif INA-CBGs dikarenakan ketidaklengkapan resume medis. Oleh karena itu kelengkapan sebuah resume medis sangat berpengaruh terhadap pendapatan rumah sakit.



Saran



Jurnal ARSI/Juni 2016



Berdasarkan analisis hasil penelitian, maka perlu dilakukan kembali evaluasi dan sosialisasi Standar Prosedur Operasional (SPO) terkait pengisian rekam medik yang benar agar bisa dilaksanakan secara optimal, monitoring dan evaluasi tentang formulir rekam medik secara berkala, yang diberlakukannya system reward dan punishment dalam hal kinerja pegawai. Sebelumnya perlu dilakukan assessment persepsi dan kebutuhan petugas kesehatan, karyawan, dan manajemen tentang system reward dan punishment serta menjamin komitmen mutu pimpinan dan melakukan pemutakhiran software INA-CBGs yang terbaru sesuai dengan standar nasional dan penambahan buku atau daftar kode diagnosis yang disesuaikan dengan kode yang ada di software INA-CBGs sehingga dapat meminimalkan ketidaksesuaian koding dengan diagnosa. DAFTAR PUSTAKA Birchard,Karen.IrishOmbudsmanfindsmedicalrecords"atrocious"TheLancet;Jul7,2001;358, 9275;ProQuestpg.48.Diunduhpadatgl3Maret2015. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemenkes.2012. Pedoman penyelenggaraan pelayananrumahsakit.Jakarta. Direktorat JendralBina Pelayanan Medik.2007. Petunjuk teknispenyelenggaraan rekammedis/ medicalrecordrumahsakit.KementerianKesehatanRepublikIndonesia.Jakarta. Hasanah U, Mahawati E, Ernawati D. Analisis perbedaan klaim INA-CBGs berdasarkan kelengkapandatarekammedispadakasusemergencysectiocesariatrimesterItahun 2013 di RSUD KRT Serjonegoro Kabupaten Wonosobo. Jurnal Manajemen InformasiKesehatanIndonesia.2013;1(2):53-9. Hatta. G.R. 2011. Pedoman Manajemen InformasiKesehatan Di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta:UniversitasIndonesia. Ika AW, Sugiarsi S.2013. Analisis perbedaan tarif riil dengan tarif paket INA-CBG pada pembayaran klaim jamkesmas pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo. JurnalManajemenInformasiKesehatanIndonesia. Indriwanto. 2014. Analisis kelengkapan catatan rekam medis pada implementasi INACBG’s : StudikasustentangTetralogiofFallotdiunitpediatrikkardiologidanpenyakitjantung bawaan RS Jantung Harapan Kita tahun 2014. Fakultas Kesehatan Masyarakat.Depok:UniversitasIndonesia. Kementeri Kesehatan. 2014.Workshop nasional manajemen rumah sakit dan dewan pertimbanganmediktentangjaminankesehatannasional.Bandung. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan menteri kesehatan republik indonesia no.27 tahun 2014tentangpetunjukteknissystemIndonesiacasebasegroups.Jakarta. SariDP.2011.AnalisisKarakteristikindividudanmotivasiekstrinsikterhadapkinerjadokterdalam kelengkapan pengisian rekam medik pasien rawat jalan di rumah sakit Hermina Depok.Tesis.Depok:UniversitasIndonesia. Sarwanti,2014.Analisishubunganperilakudokterspesialissurgicaldalampengisiankelengkapan resumemedikpasienrawatinapdiRSUPFatmawatitahun2014. FakultasKesehatanMasyarakat.Depok:UniversitasIndonesia. SukawanA.2014.HubungankelengkapanpengisianresumemedisterhadaptarifINA-CBGsdi rumah sakit umum pusat Fatmawati. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Jakarta: UniversitasEsaUnggul. Vania, RS. 2009. Analisis kelengkapan rekam medis di instalasi rawat inap RS Family Medical Centertahun2009.FakultasKesehatanMasyarakat.Depok:UniversitasIndonesia. Yuniati. 2012. Analisis hasil koding yang dihasilkan oleh coder di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun2012.FakultasKesehatanMasyarakat.Depok:UniversitasIndonesia.



202



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Volume 2 Nomor 3



Gambar 1. Distribusi Kelengkapan Pengisian Resume Medis, Diagnosa Utama, Diagnosa Sekunder dan Prosedur Utamadi RSUP Fatmawati Jakarta Bulan Maret Tahun 2015 120 100 80 60 40



lengkap 98



94



95



tidak lengkap



61



20



39 6



2



5



0 Resume medis Diagnosa utama



Diagnosa sekunder



Prosedur utama



Tabel 1. Gambaran Tarif INA-CBGs RSUP Fatmawati Jakarta Bulan Maret 2015 Tarif INA-CBGs Tarif INA-CBG Tarif INA-CBG Nominal



Mean



Minimal – Maksimal



SD



Mode



Range



Median



1,17



,428



0–2



1



2



1,00



Rp.8.639.493



Rp.12.377.964



Rp.0.Rp.82.165.400



Rp.2.165.900



Rp.82.165.400



Rp.5.237.900



Tabel 2. Alasan Ketidaklengkapan Pengisian Resume Medis Masalah Mengapa pengisian resume medis tidak lengkap?



Jurnal ARSI/Juni 2016



Hasil Masih banyak DPJP yang tidak menulis resume medis yang sesuai kaidahnya, Standar Prosedur Operasional (SPO) yang belum dilaksanakan secara optimal, belum adanya sosialisasi StandarProsedur Operasional (SPO) yang berkesinambungan, belum adanya reward dan punishment., sarana dan prasarana dan kepatuhan Dokter.



Solusi Solusi dari permasalahan tersebut meliputi melakukan kembali evaluasi dan sosialisasiStandar Prosedur Operasional(SPO) terkait pengisian rekam medik yang benar agar bisa dilaksanakan secara optimal, monitoring dan evaluasi tentang formulir rekam medik secara berkala, memberlakukan system reward dan punishment dalam hal kinerja pegawai dan melakukan pemutakhiran software INA-CBGs yang terbaru sesuai dengan standar nasional dan penambahan buku atau daftar kode diagnosis yang disesuaikan dengan kode yang ada di software INA-CBGs sehingga dapat meminimalkan ketidaksesuaian koding dengan diagnosa.



203



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Volume 2 Nomor 3



Analisis Hubungan Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi dengan Turnover Intention Perawat Rumah Sakit Prikasih Tahun 2015 Analysis of Organization Culture Relationships, Organizational Commitment With Turnover Intention of Nurses in Prikasih Hospital Year 2015 Erta Rahmawati Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit Indonesia Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia *Email: [email protected]



ABSTRAK Tingginya angka perputaran perawat di RS Prikasih > dari 10% menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya, meningkatnya biaya operasional, terganggunya kegiatan operasional dan menimbulkan permasalahan moral perawat yang tinggal. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tipe budaya organisasi (klan, adhrokrasi, pasar, hierarki) dan komitmen organisasi (afektif, normatif, berkelanjutan). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan antara berbagai tipe budaya organisasi, komitmen organisasi tersebut dengan turnover intention (keinginan pindah kerja) di Rumah Sakit Prikasih, serta mengidentifikasi jenis hubungan yang paling dominan. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional (potong lintang) dengan responden sebanyak 102 perawat, dengan instrumen penelitian berupa kuesioner. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan bermakna antara budaya organisasi (klan, pasar, hirarki), komitmen organisasi (afektif, normatif) dengan turnover intention. Hubungan yang paling dominan adalah antara komitmen afektif dengan turnover intention. Kata kunci: perawat, budaya organisasi, komitmen organisasi, turnover intention.



ABSTRACT The high rate of nurse turnover > 10% at Prikasih hospital causes a variety of problems, increased operating cost, disruption operations and raising moral issues in nurse who stay, This research is a quantitative analytical research aiming to describe the types of organizational culture (clan, adhocracy, market, hierarchy) and organizational commitment (affective, normative, continuance). The research also aims to illustrate the relations between the different types of organizational culture and organizational commitment, and the association with turnover intention at Prikasih hospital as well as to identify the most dominant factor of relations. The research uses cross-sectional method with 102 nurses as respondents, using questionnaires. The result correlation and regresion analysis shows that there is correlation between organizational culture (clan, market, hierarchy), organizational commitment (affective, normative, continuance) with turnover intention. Affective commitment exhibits as the most dominant variable in relation to turnover intention. Key words: nurse, organizational culture, organizational commitment, turnover intention.



PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan institusi yang padat modal, padat karya, padat teknologi dan padat sumber daya Jurnal ARSI/Juni 2016



manusia. Seiring dengan pertumbuhan rumah sakit di Indonesia untuk dapat bersaing dalam industri kesehatan ini maka setiap rumah sakit berlomba-lomba meningkatkan kualitas atau mutu pelayanannya sehingga 204



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



pasien akan merasakan kepuasan dengan pelayanan kesehatan yang diterimanya. Dalam rangka menghadapi persaingan di masa depan, sebuah rumah sakit harus memiliki nilai jual atau produk unggulan agar mampu bersaing dengan rumah sakit lain. Salah satu yang memegang peranan penting demi terwujudnya produk unggulan rumah sakit adalah sumber daya manusia yang ada di rumah sakit (Andini, 2006). Sumberdaya manusia adalah salah satu bentuk asset internal yang paling berharga yang dimiliki suatu organisasi artinya, dengan kebijakan dan usaha yang kuat untuk selalu menjaga dan mempertahankan sumber daya manusia maka diharapkan akan mampu menghindari faktor-faktor yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan organisasi (Fahmi, 2013). Salah satu permasalahan dalam pengelolaan sumber daya manusia di rumah sakit adalah mengenai karyawan yang keluar masuk terus menerus atau terjadi perpindahan (turnover) karyawan sebelum waktunya. Hal ini juga dikatakan oleh Simamora, 2006 dalam Nandini, 2013 masalah sumberdaya manusia yang sering menjadi indikator efektifitas suatu organisasi adalah turnover apabila angka turnover meningkat, maka perlu dilakukan evaluasi pada organisasi untuk menentukan apakah kenaikan angka tersebut disebabkan kondisi kerja yang memburuk atau karena sebab lain. Tentunya hal ini menjadi permasalahan tersendiri bagi unit SDM, salah satu yang dampak terberat adalah dengan terus terjadinya turnover yang tinggi menyebabkan biaya operasional menjadi tidak efektif, olehkarena rumah sakit terus menerus melakukan perekruitan karyawan kemudian melakukan orientasi karyawan baru dan pelatihan-pelatihan karyawan. Selain berkaitan dengan kerugian biaya, kerugian waktu juga dirasakan oleh pihak rumah sakit, sehingga menggangu kegiatan operasional. Permasalahan lain dirasakan dengan hadirnya pergantian karyawan yang terus menerus membuat karyawan yang awalnya berkomitmen untuk tinggal dalam rumah sakit akhirnya mengikuti karyawan yang pindah tersebut. Beberapa peneliti menyatakan penyebab kejadian turnover karyawan dipengaruhi oleh faktor organisasi dan faktor komitmen organisasi Gregory et al (2007) dalam Hyun (2009). Penelitian lain mengatakan bahwa budaya organisasi suatu perusahaan dapat mempengaruhi retensi karyawan, untuk itu perusahaan



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



harus memberi perhatian khusus terhadap budaya organisasi dan lingkungan kerja Chatterjee (2009) dalam Yasin (2014). Budaya perusahaan merupakan pondasi bagi organisasi dan pijakan bagi pelaku yang ada di dalamnya, pembentukan budaya perusahaan ini merupakan salah satu lingkup dalam manajemen sumber daya manusia. (Satrianegara, 2014). Selain berkaitan dengan budaya organisasi, menurut salah satu penelitian ternyata komitmen organisasi juga memberikan peran lain dengan turnover intention menurut Allen dan Meyer (2004), dengan adanya komitmen yang dimiliki karyawan maka akan tercipta stabilitas di perusahaan dan mengurangi karyawan yang pindah kerja (turnover). Permasalahan dalam lingkup organisasi sering mengkaitkan antara keberadaan komitmen organisasi dengan turnover intention, sehingga hubungan ini terkait bagaimana mempertahankan keberadaan dan menekan turnover (Hana, 2009). Perawat merupakan sumber daya manusia yang terbanyak di rumah sakit dibandingkan dengan profesi lainnya. Perawat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit. Menurut data yang diambil dari unit sumber daya manusia di RS Prikasih ternyata permasalahan turnover karyawan terbanyak adalah perawat yang angkanya > dari 10%, sejak tahun 20112014. Tingginya angka turnover ini menimbulkan berbagai permasalahan sehingga perlu dicarikan langkah-langkah untuk menurunkan angka turnover tersebut dengan cara melihat dari turnover intention (keinginan tidak pindah) perawat kemudian menghubungkan dengan budaya prganisasi dan komitmen organisasi. Penelitian ini ingin melihat gambaran budaya organisasi dan komitmen organisasi serta hubungan antara budaya organisasi (klan, adhrokrasi, pasar, hirarki), komitmen organisasi (afektif, normative, berkelanjutan) dengan turnover intention (keinginan tidak pindah) di RS Prikasih tahun 2015. TINJAUAN PUSTAKA Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumption), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Budaya organisasi juga disebut budaya perusahaan, yaitu



205



Erta Rahmawati., Analisis Hubungan Budaya Organisasi Komitmen Organisasi dengan Turnover Intention Perawat Jurnal Administrasi Rumah Sakit VolumeTahun 2 Nomor Rumah Sakit Prikasih 20153



seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang telah cukup lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi (Sutrisno, 2010).



organisasi dengan kebijakan dan aturan-aturan formal. Kesuksesan dalam organisasi ini didefinisikan dapat memberikan layanan atau produk yang dapat diandalakan, rutinitas yang lancar dan biaya rendah.



Tipe budaya organisasi menurut Quinn and Cameron (2006), tipe budaya organisasi yang mereka kembangkan dari Kerangka Persaingan Nilai (Competing Value Frame Work) yaitu: a. Tipe Budaya Klan (clan) Adalah tipe budaya dengan tempat kerja yang nyaman, orang-orang dalam organisasi tersebut berbagi banyak informasi pribadi. Pimpinan dan kepala organisasi dipandang sebagai mentor dan bahkan seperti sosok orang tua. Organisasi disatukan berdasarkan rasa kesetiaan atau tradisi. Memiliki komitmen yang tinggi. Sukses dalam organisasi ini di definisikan sebagai sensitifitas terhadap pelanggan dan kepedulian kepada orang lain. b. Tipe budaya Pasar (Market) Adalah tipe dengan berorinetasi pada hasil untuk menyelesaikan tugas. Pemimpin dipandang sebagai orang yang kompetitif dan memiliki kemauan keras. Orang-orang dalam organisasi sangat teguh dan penuh tuntutan. Perekat yang menyatukan organisasi adalah keinginan untuk menang dalam kompetisi dan memenuhi target. Kesuksesan dalam organisasi ini adalah pemberian layanan /produk yang berpenetrasi ke pasar. Kepemimpinan dalam pasar dianggap penting, pemimpin sosok yang agresif dalam mencapai tujuan organisasi. Gaya organisasi yang kompetitif dan penuh tuntutan. c. Tipe Budaya Adhokrasi (Adhrocracy) Adalah tipe budaya dengan orang-orang dalam organisasi berani bertanggung jawab dan mengambil risiko. Pimpinan dipandang sebagai orang yang visioner,berani mengambil risiko, memiliki inovasi. Kesiapan untuk berubah dan mendapat tantangan baru. Organisasi yang terus berkembang dan bereksperimen. Sukses dalam organisasi ini didefinisikan dapat memproduksi produk yang baru dan unik. d. Tipe budaya Hirarki (Hierarchy) Adalah tipe budaya dengan tempat kerja yang formal dan terstruktur. Standar prosedur menentukan apa yang dikerjakan. Pemimpin dianggap sebagai koordinator dan ahli organisasi. Menjaga kelancaran jalannya organisasi adalah prioritas utama. Perekat



Komitmen organisasi telah banyak dijelaskan oleh berbagai konsep, salah satu konsep terdahulu menurut Meyer dan Allen tahun 1997, komitmen organisasi artinya bersedia menetap di organisasi, melakukan pekerjaan rutin di dalam organisasi, melindungi asset perusahaan, berbagi tujuan perusahaan.



Jurnal ARSI/Juni 2016



Komitmen organisasi dikelompokan kedalam tiga komponen oleh Allen dan Meyer tahun 1990, ketiga komponen tersebut yaitu Afektif komitmen, normatif dan komitmen berkelanjutan:  Affective Organizational Commitment (AOC) Affective Organizational commitment adalah suatu pendekatan emosional dari individu dalam keterlibatannya dengan organisasi, sehingga individu akan merasa dihubungkan dengan organisasi secara emosional. Tingkat ketertarikan disini dihubungkan secara psikologis dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai organisasi (Meyer dan Allen, 1990) Continuance Organizational Commitment (COC)  Continuance Organizational commitment adalah hasrat yang dimiliki oleh individu untuk bertahan dalam organisasi karena merasa individu merasa sudah memberikan investasi pada organisasi itu dan menyadari tidak mungkin mencari gantinya. (Lufthans, 2005 dalam Burhanudin, 2013).  Normatif Organizational Commitment (NOC) Normatif Organizational komitmen adalah perasaan wajib bagi individu untuk bertahan dalam organisasi. Keterikatan anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk memelihara hubungan dengan organisasi. Menurut Brough dan Frame (2004) turnover intention didefinisikan sebagai perkiraan probabilitas karyawan yang akan meninggalkan organisasi dalam waktu dekat atau niat langsung individu untuk meninggalkan



206



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



pekerjaannya. (Meyer, 1993 dalam Hyun, 2009). Sedangkan menurut Abelson dalam Andini (2006) turnover intention adalah keinginan berpindah mencerminkan keinginan inidvidu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Turnover lebih mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi. Keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum ditunjukan tindakan pasti meninggalkan organisasi Lekatompessy (2003) dalam Andini (2006). Niat karyawan untuk meninggalkan organisasi termasuk dengan hanya berfikir untuk berhenti dan pernyataan bahwa karyawan ingin meninggalkan organisasi (niat untuk meninggalkan). Perilaku aktual dari perawat mungkin akan berbeda dari niat awal. Namun meskipun hanya niat saja menurut beberapa penelitian terdahulu niat berhenti merupakan prediktor kuat untuk benarbenar meniggalkan indstri, secara teoritis pendapat ini diyakini menjadi faktor permulaan untuk terjadinya perpindahan pegawai (turnover). George et al (2007) dalam Hyun (2009). METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas yaitu tipe budaya organisasi (tipe klan, tipe adhokrasi, tipe pasar, tipe Hirarki). Komitmen Organisasi (Afektif, Normatif, Berkelanjutan) yang dihubungan dengan variable terikat yaitu turnover intention. Penelitian ini dilakukan di RS.Prikasih, Pondok Labu Jakarta pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di rumah sakit Prikasih sampai dengan perawat yang ada pada jajaran struktural dan perawat kontrol yang berjumlah 185 perawat. Setelah dikurangi dengan kriteria inklusi dan eksklusi sehingga berjumlah 105 perawat. Sampel penelitian disini menggunakan keseluruhan populasi atau total sampling, pengambilan total sampling agar peneliti mengetahui persepsi seluruh perawat. Perawat yang bersedia mengisi kuesioner hanya 102 perawat, Instrumen pada penelitian ini berupa kuesioner, kuesioner tentang tipe budaya organisasi (klan,



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



adhokrasi, pasar, dan hirarki) yang pengukurannya menggunakan modifikasi kuesioner butir pernyataan berasal dari Competing Value framework oleh Cameron and Quin (2006) dan teknik pengukuran menggunakan skala likert dari penelitian Hyun et al. (2009) berasal dari teori budaya organisasi Cameron and Mcgrath (1985). Penggunaan kuesioner modifikasi ini karena pengukuran budaya organisasi menggunkan teori Cameron and Quin (2006) dirasakan cukup sulit sehingga penyederhanaan kuesioner menggunakan skala likert mengacu pada penelitian Hyun (2009) untuk mengukur tipe budaya organisasi dan mengetahui hubungan dengan keinginan tidak pindah. Kuesioner tentang komitmen organisasi (Afektif, normatif, berkelanjutan) diadaptasi dari Organization Commitment Scale (OCS) oleh Allen dan Meyer (1990) dalam tesis Nydia (2012).Kuesioner keinginan pindah kerja (turnover intention) diadaptasi dari tesis Indriyani (2014). Seluruh kuesioner pertanyaan skala respon menggunakan skala likert (1-4) untuk penilaiannya. Kuesioner budaya organisasi, komitmen organisasi diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu, Pernyataan dikatakan valid apabila niali r hitung lebih besar dari r tabel, dengan tingkat kemaknaan 5% dan jumlah responden uji coba sebanyak 30 responden maka df = n2 yaitu 30-2 = 28, nilai r tabel untuk tingkat kemaknaan 5% dengan uji 2 arah, untuk df = 28 adalah 0,361. Kesimpulan pertanyaan tersebut valid apabila r hitung > dari 0,361. Uji reliabilitas dilakukan satu kali setelah seluruh pertanyaan dinyatakan valid. Hasil uji kemudian dibandingkan dengan nilai 0,6 dengan ketentuan apabila nilai masing-masing cronbsch alpha > dari 0,6 maka variabel tersebut dinyatakan valid. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bivariat Pada tabel 1 di atas terlihat hasil uji korelasi dan regresi linier seluruh variabel menunjukan korelasi positif terhadap keinginan tidak pindah. Artinya semakin tinggi skor persepsi perawat terhadap eksistensi budaya klan di RS. Prikasih maka semakin besar pula keinginan tidak pindah. Sedangkan berdasarkan p value maka hanya budaya adhrokrasi yang menunjukan tidak berhubungan dengan keinginan tidak pindah perawat. Kekuatan hubungan seluruh variabel menunjukan hubungan sedang, sedangkan untuk komitmen afektif menunjukan hubungan kuat denga keinginan tidak pindah.



207



Erta Rahmawati., Analisis Hubungan Budaya Organisasi Komitmen Organisasi dengan Turnover Intention Perawat Jurnal Administrasi Rumah Sakit VolumeTahun 2 Nomor Rumah Sakit Prikasih 20153



Analisis Multivariat (Regresi Linier Berganda) Analisis multivariat ingin mengetahui model regresi yang paling sesuai menggambarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan turnover intention (keinginan tidak pindah). Pemodelan ini harus memenuhi kaidah-kaidah syarat regresi linier. Adapun asumsi yang yang digunakan dalam regresi linier ganda adalah asumsi eksistensi, asumsi independen, asumsi linieritas, asumsi homoscedascity. Semua asumsi terpenuhi (tabel 10), maka uji regresi linier memenuhi syarat (ditampilkan dalam tabel 2 & 3 serta gambar 1& 2). Setelah dilakukan analisis ternyata variabel independen yang masuk dalam model regresi adalah komitmen afektif dan komitmen normatif sementara budaya klan, budaya adhrokrasi dan budaya pasar merupakan variabel konfounding. Terlihat koefisien determinasi sebesar 0,430 artinya model regresi dapat menjelaskan 43% variasi variabel dependen keinginan tidak pindah. Dari asumsi Anova terlihat hasil uji F menunjukkan nilai p-value dari 0,05 sehingga nilai r untuk budaya adhrokasi tidak dibahas. Tidak adanya hubungan antara budaya adhrokrasi dengan turnover intention sebenarnya cukup sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Kessler, 2013) yang menyatakan memang tidak ada hubungan antara budaya adhrokrasi dengan turnover intention.



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



Tipe budaya selanjutnya adalah tipe budaya hirarki, tipe budaya ini merupakan tipe budaya organisasi dengan suasana kerja yang terstruktur pada peraturan dan kebijakan-kebijakan dengan gaya manajemen yang aman dalam artian seluruh kegiatan mengarah pada prosedur dan aturan-aturan yang ada, dengan menelaah hasil univariat dinyatakan perawat yang berpersepsi budaya hirarki hampir sama jumlahnya dengan yang tidak. Hasil penelitian mengatakan terdapat hubungan bermakna hal ini sejalan dengan penelitian Hyun (2009) yang menyatakan terdapat hubungan bermakna antara budaya hirarki dengan turnover intention. Dadgar (2013) mengatakan dengan semakin tingginya budaya hirarki di suatu perusahaan maka keinginan untuk tinggal akan semakin tinggi. Menurut pandangan peneliti budaya organisasi hirarki ada hubungan dengan turnover intention, oleh karena dengan adanya keamaan kerja (prosedur kerja yang jelas) maka keinginan untuk tinggal dalam organisasi semakin tinggi. Persepsi komitmen afektif di RS Prikasih merupakan komitmen dengan nilai rata-rata skor paling besar 13,3 poin. Menelaah distribusi pertanyaan responden perawat pada tabel 5 ternyata sebanyak 52,9% responden merasa tidak terlalu senang bekerja di RS Prikasih dan tidak merasakan bahwa permasalahan yang terjadi di RS merupakan permasalahan mereka kemudian sebanyak 47,1% kebanyakan tidak suka membicarakan RS Prikasih dengan orang diluar RS (tabel 5). Menanggapi hal ini peneliti mengambil kesimpulan perawat di RS Prikasih memang seperti keluarga, akan tetapi ikatan tersebut tidak terlalu kuat melibatkan perasaan emosional perawat, sehingga perawat belum bisa merasakan bagian dari RS dan belum merasa bangga bahwa dirinya menjadi bagian dari RS. Komitmen normatif merupakan komitmen dengan perasaan wajib untuk tinggal di organisasi, berdasarkan hasil distribusi jawaban responden pada tabel 6 sebanyak 70,6% merasa sikap loyal terhadap suatu organisasi itu penting, akan tetapi jika responden mendapat tawaran pekerjaan lain maka sebanyak 66,6% responden bersedia meniggalkan RS Prikasih (tabel 6) Menurut peneliti sulitnya membentuk komitmen normatif juga terpengaruh dari lingkungan luar sekitar RS, melihat dari karakteristik RS.



209



Erta Rahmawati., Analisis Hubungan Budaya Organisasi Komitmen Organisasi dengan Turnover Intention Perawat Jurnal Administrasi Rumah Sakit VolumeTahun 2 Nomor 3 Rumah Sakit Prikasih 2015



Komitmen berkelanjutan dalam penelitian ini dirasakan tinggi oleh sebagian responden yaitu sebanyak 51%, dalam telaah distribusi jawaban responden pada tabel 7 banyak responden merasa sangat sulit meninggalkan RS padahal sebenarnya mereka ingin meninggalkan RS (92%). Menurut Sopiah (2008) komitmen berkelanjutan merupakan komitmen yang mana orang-orang dalam organisasi tetap tinggal oleh karena membutuhkan gaji atau karyawan tersebut tidak diterima kerja ditempat lain atau bertahannya karyawan dalam suatu organisasi disebabkan karena organisasi tersebut memberikan banyak keuntungan-keuntungan yang tidak didapatkan di organisasi lain.



keuntungan yang membuat seseorang bertahan di suatu organisasi akan menjadikan orang tersebut betah untuk terus tinggal dalam organisasi. Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui variabel independen mana yang paling dominan berhubungan dengan turnover intention, maka didapatkan hasil bahwa, komitmen afektif dan komitmen normatif merupakan variabel yang berhubungan bermakna dengan turnover intention.Sedangkankomitmenafektifmerupakanvariabel dominan yang berhubungan bermakna KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan



Komitmen afektif dinyatakan memiliki hubungan signifikan dengan turnover intention dengan p value 0,000 dengan nilai r 0,58 dengan kekuatan hubungan adalah hubungan kuat (r > dari 0,51-0,75). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vandenbergh (2008) dalam penelitiannya menyatakan hubungan signifikan negatif, artinya semakin tinggi komitmen afektif seseorang maka akan semakin rendah turnover intention. Penelitian lain oleh Benjamin (2012) mengatakan ada hubungan signifikan antara komitmen afektif dengan turnover intention. Tingginya persepsi komitmen afektif di suatu organisasi akan menurunkan keinginan pindah (Vandenberg, 2003 dalam Benjamin, 2012). Peneliti merasa setuju, dengan merasa nyaman berada dalam suatu organisasi maka orang tersebut akan semakin bertahan dalam organisasi. Komitmen normatif dalam penelitian ini juga dikatakan signifikan berhubungan dengan turnover intention dengan nilai r 0,51 keeratan hubungan kuat. Penelitian oleh Kuean dkk. (2010) yang mengatakan ketiga komponen komitmen organisasi (afektif, normatif, berkelanjutan) berhubungan dengan turnover intention dengan hubungan signifikan negatif. Dadgar et al. (2013) hasil penelitiannya sejalan dengan penelitian ini memang ada hubungan signifikan antara komitmen normatif dengan turnover intention. Komitmen berkelanjutan dalam penelitian ini dikatakan berhubungan dengan turnover intention dengan nilai p value 0,037 dengan nilai r 0,21 keeratan hubungan sedang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vanderbergh (2008), Pitt (2009 yang mengatakan ada hubungan signifikan antara komitmen berkelanjutan dengan turnover intention. Menurut peneliti adanya hubungan ini dikatakan baik oleh peneliti karena dengan adanya keuntungan-



Jurnal ARSI/Juni 2016



Hasil univariat, rata-rata skor tertinggi yaitu pada budaya klan sedangkan untuk komitmen organisasi rata-rata skor tertinggi pada komitmen afektif. Hasil analisis bivariat hubungan antara budaya organisasi (klan, adhrokrasi, pasar, hirarki) dengan turnover intention, dari empat tipe budaya tersebut hanya tipe budaya adhrokrasi yang tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil analisis bivariat komitmen organisasi (afektif, normatif, berkelanjutan) dengan turnover intention, seluruh komponen komitmen organisasi berhubungan dengan turnover intention. Dari hasil multivariat variabel dominan yang berhubungan dengan turnover intention yaitu, variabel komitmen afektif. Saran Untuk Direktur RS  Mengaktifkan komite keperawatan, untuk menjaga mutu perawat dan memberikan kepastian jenjang karir kepada perawat Untuk Manajemen RS  Membentuk komitmen awal perawat (Memperkenalkan perawat yang baru masuk ke rapat koordinasi, secara rutin manajemen secara aktif melakukan sosialisasi budaya RS dan mendiskusikan visi-misi RS dalam rapat koordinasi)  Menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan (Melakukan survey kepuasan perawat secara rutin, untuk mendapatkan respon umpan balik)  Membangun rasa memiliki RS (Merayakan momen special/memberi ucapan selamat kepada perawat



210



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



























tersebut. Memberikan informasi secara berkala mengenai pencapaian target RS ) Membangun komunikasi dengan cara memfasilitasi wadah komunikasi rutin antara manajemen dengan paraperawatdengantujuanperawatdapatmengeluarkan ide-ide atau inovasi nya Memberi dukungan akan pencapaian target (Manajemen mendorong pencapaian target RS dengan cara memberikan kompensasi rutin kepada perawat apabila target tercapai. Memberi kepastian dan rasa aman, (Manajemen memberi kepastian kerja dengan gaji yang kompetitif, memberikan kepastian jenjang karir kepada perawat, memberikan pelatihan-pelatihan (diklat) rutin untuk meningkatkan kompetensi perawat). Memperjelas aturan dan kebijakan terkait masalah kompensasi perawat (Manajemen memperbaharui kebijakan secara berkala dan juga mensosialisasikan kebijakan kompensasi secara jelas mengenai peraturan, bonus tahunan, tunjangan perawat dengan masa kerja tertentu). Peningkatan Komunikasi atau dialog antar perawat (mengadakan rapat-rapat koordinasi antara kepala keperawatan dengan para perawat pelaksana masingmasing unit secara rutin Melakukan sosialisasi informasi mengenai kebijakan baru, penyampaian informasi mengenai keadaan RS, pencapaian target RS setiap bulan



Untuk Kepala Ruangan  Mengadakan acara bersama untuk menyambut kedatanganperawatbarudenganunityangbersangkutan dilakukan setiap 3 bulan sekali.  Meningkatkan komunikasi dengan perawat dengan cara membuka kesempatan dan memfasilitasi perawat untuk mengeluarkan pendapat pada saat rapat koordinasi. DAFTAR PUSTAKA Andini, Rita. 2006. Analisis Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention (Studi Kasus Pada Rumah Sakit



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



Roemani Muahmmadiyah Semarang), Tesis Universitas Diponogoro Semarang. Allen,N,J.Meyer,J.P.1990.TheMeasurementandAntecedentsofAffectuve,Continuance,and Normatif Commitment to the Organization. Journal of Occupational Psychology.Vol.63.No.1.1-18.Canada. Allen, N. J.Meyer. J. P. 2004. TCM Employee Commitment Survey Academic Users Guide. London:UniversityofWesternOntario. Brough,P. Frame,R.2004.PredictingPoliceJobSatisfactionandTurnoverIntention: Therole ofSocialSupportandPoliceOrganizationalVariabels.NewZealandJournalof Psychology,33(1),8-17. Cameron.KS.Quinn.R.E.2006.DiagnosingandChangingOrganizationalCulture:Basedon The Competing Values Framework (Revised ed). San Francisco. CA: JosseyBass. Cameron,KS.Freeman,Sarah.1991.CulturalCongruence,Strenght,andType:Relationshipto Effectiveness. http://webuser.bus.umich.edu/cameronk/PDFs/Organizational%20Culture/C ultural%20Congruence.pdf,diakses12Juni2015. Fahmi,Irham.2013.PerilakuOrganisasiTeoriAplikasidanKasus.ALFABETABandung. Gillies. 2000. Manajemen Keperawatan sebagai pendekatan System. W.B Saunders Company.Philadelphia.USA. Guntur, Ria, Mardiana, Yusuf. Haerani, Siti. Hasan, Muhlis. 2012. The Influence of Affective, ContinuanceandNormatifCommitmentsonTheTurnoverIntentionsOfNurses at Makassar’s Private Hospitals In Indonesia. African Journal of Business Management Vol. 6. http://www.academicjournals.org/AJBM. Diakses 9 Juni 2015. Hyun Tae, Jae San Park, Kim. 2009. Do types of organizational culture matter in nurse job satisfaction and turnover intention? Leadership in health services. http://search.proquest.com,diakses10Maret2015. Indriyani, Susila.2014. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Keinginan Pindah Kerja (TurnoverIntention)PerawatdiRumahSakitXdiBalikpapan. Kessler,Ladelsky.2013.TheEffectofOrganizationalCultureOnitEmployeesTurnoverinIsrael. DepartementofMarketing.FacultyofEconomicsandBusinessAdministration. BolyaiUniversity.Cluj-Napoca.Romania. Pitt, S.Jennele. 2009. Relationship Between Person – Organization Fit. Job Satisfaction. Organizational Commitemnt and Turnover Intent Among State Vocational RehabilitationCounselors.Disertasi.MichiganStateUniversity.UnitedState. Mahardika, Guntur. 2006. Pengaruh Person Organization Fit terhadap Kepuasan Kerja. Komitmen Organisasionaldan Kinerja Karyawan. Tesis.Studi pada RSIPKU MuhammadiyahPekalongan.MagisterManajemenUniversitasdiponogoro. Robbins,Stephen.P.1998.OrganizationalBehavior.8thedition.NewJersey Satrianegara,Fais.M.2014.OrganisasidanManajemenPelayananKesehatan.SalembaMedika Jakarta. Susila, Indriyani. 2014. Nalisis Faktor – Faktor yang berhubungan dengan Keinginan Pindah Kerja (turnover Intention) Perawat RS.X di Balikpapan tahun 2014. Tesis.FakultasKesehatanMasyarakat.UniversitasIndonesia.Depok. Sutrisno,Edi.2010.BudayaOrganisasi.KencanaPrenadaMediaGroup Sugiyono.2013.MetodePenelitianKuantitatif.KualitatifdanR&D.Alfaabeta.Bandung. Sudrajat,Agus.Diwa.2009.AspekHukumPraktikKeperawatan.JurnalKesehatanStikesyani. Sopiah.2008.PerilakuOrganisasi.Andi.Yogyakarta. Sumijatun.2012.MembudayakanEtikadanPraktikKeperawatan.Salembamedika. Sumijatun.2009.ManajemenKeperawatan.TransInfoMedia.Jakarta Undang–UndangRINomor36.TentangTenagaKesehatan.2014. Undang–UndangRINomor38.TentangKeperawatan.2014. Vandenberghe, Christian.1999. Organizational Culture. Person-Culture Fit and Turnover: A ReplicationintheHealthCare.JournalofOrganizationalBehavior.Canada. Vandenberghe, Cristian. Tremblay.Michael. 2008. The Role of Pay Satisfaction and OrganizationalCommitmentinTurnoverIntentions:ATwo-SampleStudy.Canada. Widyastuti, Chrysanti Hana. 2009 .Hubungan Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi Pada Perawat Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum. Skripsi. www.Eprints.undip.ac.id.Diaksespadatanggal12Februari2015. Yasin, Mahmuddin. 2014. Organisasi Manajemen Leadership. Expose (PT Mizan Publika). Jakarta.



211



Erta Rahmawati., Analisis Hubungan Budaya Organisasi Komitmen Organisasi dengan Turnover Intention Perawat Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume Tahun 2 Nomor 3 Rumah Sakit Prikasih 2015



Tabel 1. Analisis Korelasi dan Regresi Budaya Organisasi dan komitmen Organisasi dengan Turnover Intention (Keinginan Tidak Pindah) Variabel



r



Budaya klan Budaya adhrokrasi Budaya pasar Budaya hierarki Komitmen afektif Komitmen normatif Komitmen berkelanjutan



R2



0,337



0,114



0,151



0,023



0,27



0,072



0,32



0,103



0,58



0,335



0,51



0,258



0,21



0,043



P Value



Persamaan Garis Keinginan tidak pindah = 19,9 + 0,71* skor budaya klan Keinginan tidak pindah = 24,3 + 0,4* skor budaya adhrokrasi Keinginan tidak pindah = 19,2 + 0,9* skor budaya pasar Keinginan tidak pindah = 18,8 + 0,9* skor budaya hierarki Keinginan tidak pindah = 15,3+ 1* skor komitmen afektif Keinginan tidak pindah = 18,05+ 1,1* skor komitmen normatif Keinginan tidak pindah = 23,1+ 0,6* skor komitmen berkelanjutan



Gambar 1



0,001 0,130 0,006 0,001 0,000 0,000 0,037



Gambar 2



Tabel 2. Uji Asumsi Analisis Regresi Linier Ganda Hubungan antara Budaya organisasi, Komitmen Organisasi dengan Keinginan Tidak Pindah No. 1



2 3



4



Uji Asumi Eksistensi Mean : Standar Deviasi Independensi/Goodness of Fit Durbin Watson Linieritas : Anova Multicolleniarity VIF : a. Tipe Klan b. Tipe Adhrokrasi c. Tipe Pasar d. Komitmen Afektif e. Komitmen Normatif Homoscedascity (lihat gambar 1)



5



Jurnal ARSI/Juni 2016



Hasil



Standar



0,000 2,952



0,00000



1,882



-2 s.d +2



0,0000



< 0,05



1,230 1,285 1,194 1,441 1,504 Titik 1,tebaran tidak berpola tertentu dan nilai standar residual -1,764 s.d 1,875



< 10 Titik tebaran tidak berpola tertentu atau nilai standar residual -2 s.d. +2



Keterangan



Terpenuhi



Terpenuhi Terpenuhi



Terpenuhi Terpenuhi



212



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



No.



Volume 2 Nomor 3



Uji Asumi Normalitas (lihat gambar 2)



6



Keterangan



Hasil



Standar



Data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal



Data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal



Terpenuhi



Tabel 3. Model Akhir Analisis Multivariat Model



Unstandardized Coefficients B



(Constant) Budaya klan Budaya adhrokrasi Budaya pasar Komitmen afektif Komitmen normatif



Jurnal ARSI/Juni 2016



9.427 .304 -.331 .414 .679 .583



Std. Error 3.325 .180 .219 .269 .159 .204



Standardized Coefficients Beta .144 -.133 .130 .395 .271



Sig. .006 .095 .133 .127 .000 .005



r 0,655



R square 0,430



213



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



Volume 2 Nomor 3



Analisis Hubungan Waktu Pelayanan dan Faktor Total Quality Service Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSIA Anugerah Medical Centre Kota Metro Tahun 2015 Analysis of Relations Time Services and Total Quality Service Factor To Patient Satisfaction in Obstetrics and Gynecology Clinic of RSIA Anugerah Medical Centre Metro City 2015 Fitriyuli Mayasari Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit Indonesia Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia *Email: [email protected]



ABSTRAK Pelayanan rawat jalan merupakan salah satu Unit kerja di rumah sakit yang melayani pasien dengan berobat jalan termasuk seluruh prosedur diagnostik serta terapeutik. Waktu tunggu merupakan salah satu hal penting yang akan menentukan citra awal pelayanan rumah sakit. Salah satu alat untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen rumah sakit adalah dengan Total Quality Service (TQS). Kepuasan pasien merupakan faktor utama dan tolak ukur keberhasilan rumah sakit yang diberikan kepada pelanggan yang berdampak jumlah kunjungan meningkat dan pasien yang puas cenderung akan kembali. Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif dengan desain potong lintang (cross sectional) dengan melakukan analisis korelasi yang menganalisa hubungan variabel dependen dan variabel independen. Penelitian dilakukan dengan menghitung waktu tunggu poliklinik dan waktu pemeriksaan dokter, kemudian dilakukan survey kuesioner TQS terhadap 135 responden. Hasil penelitian menyatakan bahwa waktu tunggu poliklinik, waktu pemeriksaan dokter tidak mempengaruhi kepuasan pasien. Kualitas personil, pelayanan administrasi, pengalaman perawatan medis, dan tanggung jawab sosial memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan pasien. Dan faktor tanggung jawab sosial merupakan variabel yang paling dominan dan berpengaruh terhadap kepuasan pasien di RSIA AMC Metro. Kata kunci: waktu tunggu, faktor Total Quality Service, kepuasan pasien.



ABSTRACT Outpatient services is one of unit working in hospitals that serve patients with outpatient including all diagnostic and therapeutic procedures. The waiting time is one important thing that will determine the initial image of hospital services. One of the tools for identifying customer needs hospital is the Total Quality Service (TQS). Patient satisfaction is a major factor and a measure of the success of the hospital which is given to customers who impact the number of visits increased and patients are satisfied tend to be returned. This research is a quantitative research with cross sectional design (cross-sectional) with correlation analysis to analyze the relationship the dependent variable and independent variables. The study was conducted by calculating the waiting time and time clinic doctor examination, then conducted a TQS questionnaire survey on 135 respondents. The study states that the waiting time and the doctor’s examination time did not affect patient satisfaction. The quality of personnel, administrative services, medical care experiences, and social responsibility has a significant relationship with patient satisfaction. And the social responsibility factor is the most dominant variable and the effect on patient satisfaction. Keywords: waiting time, Total Quality Service factor, patient satisfaction.



Jurnal ARSI/Juni 2016



214



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



PENDAHULUAN Rumah sakit dihadapkan pada tantangan besar untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Serta kemampuan untuk menyediakan pelayanan berkualitas dan tidak mengabaikan efisiensi biaya operasional adalah merupakan tantangan internal bagi rumah sakit. Hal tersebut juga berkaitan dengan kompleksitas dalam pengelolaan tenaga-tenaga medis yang mempunyai otoritas tinggi dalam bekerja. Sedangkan tantangan eksternal berhubungan dengan terjadinya perubahan lingkungan bisnis rumah sakit yang cepat dan dinamis sebagai akibat dari adanya globalisasi, dan perubahan regulasi yang mempengaruhi standar mutu pelayanan rumah sakit. Agar rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang sedemikian kompleks, rumah sakit harus memiliki sumber daya yang profesional. Rumah sakit mempunyai tanggung jawab terhadap mutu pelayanan diantaranya adalah rekruitmen terhadap sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kriteria pelayanan kesehatan rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan pertama pasien saat mendapatkan pelayanan rumah sakit dan pencapaian yang besar dapat terletak pada tindakantindakan kecil yang konsisten dilakukan rumah sakit. Seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan tingkat sosial-ekonomi masyarakat, maka tuntutan terhadap pelayanan kesehatan juga semakin meningkat. Jumlah sarana pelayanan kesehatan telah memperketat persaingan antara sarana pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta. Persaingan yang terjadi tidak hanya dari sisi teknologi pemeriksaan, akan tetapi persaingan yang lebih berat yaitu persaingan dalam pelayanan kesehatan yang berkualitas (Ahmed, 2011). Pelayanan rawat jalan merupakan salah satu unit kerja di rumah sakit yang melayani pasien dengan berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik serta terapeutik. Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap. Rawat jalan adalah cerminan dari suatu pelayanan yang diterima pelanggan dari rumah sakit (Donovan, 1994). Salah satu alat untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen rumah sakit adalah dengan Total Quality Service (TQS). Untuk menjawab masalah kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan dalam pengelolaan rumah sakit di Indonesia agar dapat memperbaiki



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



kinerja serta meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan adalah dengan menerapkan konsep Total Quality Service (TQS). Konsep TQS dikembangkan untuk menjamin bahwa produk atau jasa yang dihasilkan dapat memuaskan kebutuhan konsumen. TQS memfokuskan pada pelanggan yang ikut dilibatkan padapengembanganprosespelayanan jasa sedini mungkin. Menurut Heizer dan Render (2005), TQS merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atau produk jasa, manusia, proses dan lingkungannya. TQS menekankan pada komitmen manajemen untuk memiliki keinginan yang berkesinambungan bagi perusahaan untuk mencapai kesempurnaan di segala aspek barang dan jasa yang penting bagi konsumen. Para peneliti terdahulu belum ada yang menyodorkan konsep dan alat yang bisa digunakan untuk menilai kendala-kendala potensial penerapan TQS. Pada penelitan Andaleeb (1998) yang telah melakukan penelitian terhadap para manajer di Hongkong untuk mengetahui kendala-kendala potensial penerapan TQS. Langkah awal yang dilakukan adalah membuat daftar kendala potensial yang bersumber dari literatur dan dipadu dengan wawancara terhadap para konsultan dan para praktisi bisnis berkualitas. Daftar tersebut kemudian didiskusikan untuk menemukan kendala-kendala potensial penerapan TQS. Lalu melakukan pengembangan alat untuk mengukur dan memperkirakan keberadaan kendala-kendala potensial penerapan TQS yang ada di rumah sakit. Kepuasan pasien merupakan faktor utama dan merupakan tolak ukur keberhasilan sebagai hasil pelayanan yang diberikan kepada pelanggan yang berdampak jumlah kunjungan pasien meningkat, dan pasien yang puas akan pelayanan cenderung akan kembali. Pemahaman yang baik dari setiap petugas rumah sakit tentang kepuasan pasien sehingga petugas akan memberikan layanan yang sebaik-baiknyadanmemberikan keputusanterhadap pasien (Rowland, et al, 1992). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan yang dibuat Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar minimal rawat jalan adalah sebagai berikut: 1. Dokter yang melayani pada Poliklinik Spesialis harus 100 % dokter spesialis.



215



Fitriyuli Mayasari., Analisis Hubungan Waktu Pelayanan dan Faktor Total Quality Service Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik Jurnal Administrasi Rumah Sakit 2 Nomor 3 Kebidanan dan Kandungan RSIA Anugerah Medical Centre KotaVolume Metro Tahun 2015



2. Rumah sakit setidaknya harus menyediakan pelayanan klinik anak, klinik penyakit dalam, klinik kebidanan, dan klinik bedah. 3. Jam buka pelayanan adalah pukul 08.00 – 13.00 setiap hari kerja, kecuali hari jumat pukul 08.00 – 11.00 4. Waktu tunggu untuk rawat jalan tidak lebih dari 60 menit 5. Kepuasan pelanggan lebih dari 90 %. Rumah Sakit Ibu Anak Anugerah Medical Centre (RSIA AMC) Kota Metro sesuai dengan Surat Keputusan Kementerian Kesehatan dengan Nomor Penetapan Kelas HK.03.05/I/1313/2011 termasuk dalam rumah sakit khusus tipe C yang berlokasi di Jalan Kunang 15 Kota Metro Propinsi Lampung. Tahun 2012 terdapat 11.932 pasien rawat jalan, pada 2013 menjadi 10.928 pasien, dan meningkatpada2014menjadi16.096pasien.SemulaRSIA AMC hanya melayani pasien umum, namun sejak Januari 2014RSIAmelayanipasienBPJS.PasienRawatjalantahun 2014 terdiri atas pasien BPJS dan pasien umum dimana jumlah pasien BPJS sebanyak 5.633 (35%). (Rekam Medik RSIA AMC Kota Metro, 2012-2014). Masyarakat yang menggunakan layanan kesehatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Anugerah Medical Centre (RSIA AMC) Metro, Lampung,tidakhanyaberasaldarikotaMetrodansekitarnya saja, tapi juga berasal dari kabupaten lain, mengingat RSIA AMC merupakan rumah sakit khusus Ibu dan Anak satusatunya yangada di kotaMetro. Berdasarkan pengamatan peneliti dan wawancara tidak terstruktur dengan pasien sebelum melakukan penelitian di poliklinik Kebidanan dan Kandungan diketahui bahwa pasienmengalamiwaktutungguyangmemanjanglebihdari ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, rata-rata pasien menunggu lebih dari 60 menit. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 pasal 1 tentang rumah sakit, dikatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Rawat Jalan



Jurnal ARSI/Juni 2016



Pelayanan rawat jalan menurut Keputusan Menteri Kesehatan pada Nomor 560/SK/Menkes/SK/IV/2003 adalah tentang pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa menginap di rumah sakit. Pelayanan Rawat Jalan Ditinjau dari SPM Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar minimal rawat jalan adalah sebagai berikut: 1. Dokter yang melayani pada Poliklinik Spesialis harus 100 %dokterspesialis. 2. Rumah sakit setidaknya harus menyediakan pelayanan klinikanak,klinikpenyakitdalam,klinikkebidanan,dan klinik bedah. 3. Jam buka pelayanan adalah pukul 08.00 – 13.00 setiap hari kerja, kecuai hari jumat pukul 08.00 – 11.00. 4. Waktu tunggu untuk rawat jalan tidak lebih dari 60 menit. 5. Kepuasan pelanggan lebih dari 90 %. Waktu Tunggu Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, dikatakan bahwa waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai pasien mendaftar sampai dilayani oleh dokter spesialis. Disebutkan pula bahwa standar waktu tunggu pasien rawat jalan adalah kurang dari atau sama dengan 60 menit. Waktu Pelayanan Waktu pelayanan menurut Aditya (2002), waktu pelayanan adalah waktu minimal yang digunakan untuk melayani pasien dari awal masuk tempat pendaftaran sampai dengan pulang. Minimal sama dengan batas waktu standar waktu yaitu 90 menit. Dengan pembagian waktu: waktu tunggu pelayanan ≤ 60 menit, waktu pemeriksaan dokter ≥15 menit, dan minimal 15 menit untuk administrasi dan pengambilan obat. Menurut Depkes RI (2007) yang dikutip oleh Sudarsono (2010), standar waktu pelayanan dalam memeriksa pasien di ruang periksayaituminimal15menit. Faktorpelayanandibagidua, yaitu waktu tunggu dan waktu pemeriksaan, dalam waktu pemeriksaan aspek dokter sangat mempengaruhi kepuasan pasien.



216



Fitriyuli Mayasari., Analisis Hubungan Waktu Pelayanan dan Faktor Total Quality Service Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik Jurnal Administrasi Rumah Sakit 2 Nomor 3 Kebidanan dan Kandungan RSIA Anugerah Medical Centre KotaVolume Metro Tahun 2015



Penerapan Konsep Total Quality Service (TQS) TQS adalah suatu proses dimana etos komitmen pelayanan yang ditanamkan dalam perusahaan dimana hal tersebut dengan sendirinya akan menggerakkan usaha para karyawannya untuk mengembangkan serta menjaga kualitas pelayanan mereka. Tujuan dari TQS adalah membangun rasa memiliki dalam memberikan pelayanan yang prima. Pihak perusahaan tidak hanya memperhatikan kualitas pelayanannya, tetapi juga pihak manajemen harus menentukan level dari kualitas tersebut (Zeithaml at, al, 2000 dalam Kosim 2004). TQS berfokus pada lima aspek utama: 1. Fokus pada pelanggan (customer focus) 2. Keterlibatan total (total involvement) 3. Sistem pengukuran (measurement) 4. Dukungan sistematis (systematic support) 5. Perbaikan berkesinambungan Karakteristik Pasien Menurut Kotler dan Keller (2009), keputusan pembeli dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Faktor karakteristik pribadi tersebut meliputi usia, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta gaya hidup dan nilai. Kepuasan Pasien Mengetahui kepuasanpasienatau pelanggan merupakan hal yang penting bagi sebuah institusi pelayanan jasa khususnya rumah sakit. Pelanggan yang puas akan memakai kembali jasa layanan tersebut dan juga akan memberitahukan atau mengajak oranglain. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif untuk mendapatkan gambaran mengenai waktu tunggu pasien dan faktor-fakto dari TQS yang mempengaruhi kepuasan pasien. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional (potong lintang) dimana pengumpulan data untuk variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada waktu yang sama. Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi dengan menganalisa hubungan variabel independen dengan variabel dependen. Penelitian dilakukan pada poliklinik spesialis Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Ibu dan Anak Anugerah Medical Centre (RSIA AMC)



Jurnal ARSI/Juni 2016



Kota Metro, mulai dari pasien datang ke ruang tunggu poliklinik, kemudian diperiksa oleh dokter, dan sampai selesai diperiksa oleh dokter. Pengumpulan data dilakukan selama 1 minggu pada tanggal 3 Juni 2015 sampai dengan tanggal 9 Juni 201, mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB. Populasi responden adalah pasien yang berkunjung ke poliklinik spesialis Kebidanan dan Kandungan RSIA AMC untuk dilakukan pemeriksaan. Sehingga sampel pada penelitian ini adalah berjumlah 135 orang. Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunankan form isian waktu tunggu pasien yang dibagi menjadi: a. Waktu tunggu poliklinik b. Waktu pemeriksaan dokter Kemudian menggunakan form kuesioner TQS yang di isi oleh responden setelah responden selesai dan keluar dari ruang pemeriksan dokter. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menghitung waktu tunggu pasien di poliklinik dimulai sejak pasien datang di ruang tunggu poliklinik sampai pasien dipanggil masuk ke ruang pemeriksaan dokter. Kemudian dihitung juga waktu pemeriksaan oleh dokter, dihitung mulai pasien masuk kedalam ruang pemeriksaan dokter sampai pasien keluar dari ruang pemeriksaan dokter. Waktu tunggu poliklinik dan waktu pemeriksan dihitung secara menit dengan menggunakan jam digital yang dipakai oleh peneliti. Setelah keluar dari ruang pemeriksaan, pasien akan mendapat lembar form kuesioner yang selanjutnya akan di isi oleh responden tersebut. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan (1) editing data, (2) coding (pemberian kode data), (3) processing (memasukkan data), (4) cleaning (pembersihan data). Teknik yang digunakan untuk menganilis data (Sugiyono,2007): (1) analisis univariat, (2) analisis bivariat (3)analisis multivariat. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa responden dalam kelompok usia yang lebih dari 25 tahun lebih banyak dari pada responden dalam kelompok usia kurang dari samadengan25tahun.Respondenyangberpendidikan SMA ke bawah lebih banyak dari pada yang berpendidikan setelah SMA. Responden yang tidak



217



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



bekerja/IRT lebih banyak dari pada responden yang bekerja. Distribusi responden berdasarkan pembiayaan kesehatan tidak merata. Jumlah responden paling banyak melakukan pembiayaan kesehatan sendiri sebanyak 72 orang (53,3%). Sedangkan jumlah responden yang pembiayaan kesehatannya melalui BPJS/Askes ada 63 orang (46,7%). a. Variabel Dependen Berdasarkan tabel 2 didapatkan rata-ratakepuasan pasien terhadap perawatan medis dan pengobatan dokter sebesar 3,14. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar responden berpendapat bahwa perawatan medis dan pengobatan dokter di RSIA AMC baik dan paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien secara keseluruhan dibandingkan dengan dimensi kepuasan lain. Sedangkan kepuasan pasien yang paling rendah terdapat pada dimensi perawatan medis oleh perawat yaitu sebesar 2,98. Indikator hasil ukur kepuasan pada penelitian ini dibagi menjadi kategorik puas dan tidak puas. Pembagian berdasarkan cut-off point nilai median hasil penelitian. Dari tabel 3 menunjukkan sebagian besar responden merasa puas. Jumlah responden yang merasa puas sebanyak 110 orang (81,5%). Sedangkan jumlah responden yang merasa tidak puas ada 25 orang (18,5%). b. Variabel Independen Berikut ini hasil ukur variabel independen yang terdiri dari waktu tunggu pelayanan dan faktorfaktor TQS yang mempengaruhi kepuasan pasien yang dibagi menjadi dua kategori berdasarkan cut off nilai median hasil penelitan, yaitu kategori baik dan kategori buruk. Hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa lebihbanyakresponden yangmenunggulebihdari 60 menit. Jumlah responden yang menunggu lebih dari 60 menit sebanyak 79 orang (58,5%). Sedangkan jumlah responden yang menunggu kurang dari sama dengan 60 menit ada 56 orang (41,5%). Sebagian besar responden diperiksa dokter kurang dari 15 menit. Jumlah 130 orang



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



(96,3%). responden yang diperiksa dokter kurang dari 15 menit sebanyak Sedangkan jumlah responden yang diperiksa dokter lebih dari sama dengan 15 menit hanya 5 orang (3,7%). Diketahui dari tabel 5 bahwa rata-rata waktu tunggu poliklinik di RSIA AMC adalah 88,39 menit, dan rata-rata waktu pemeriksaan dokter adalah 6,69 menit. Sebagian besar responden merasa infrastruktur rumah sakit baik. Jumlah responden yang merasa infrastruktur rumah sakit baik sebanyak 101 orang (74,8%). Sedangkan jumlah responden yang merasa infrastruktur rumah sakit buruk ada 34 orang (25,2%). Respondenmerasaproses pelayanan Berdasarkan penelitian pada tabel 7 tampak sebagian besar responden merasa kualitas personil rumah sakit baik. Jumlah responden yang merasa kualitas personil rumah sakit baik sebanyak 85 orang (63%). Sedangkan jumlah responden yang merasa kualitas personil rumah sakit buruk ada 50 orang (37%). Pada tabel 8, hasil penelitian tampak hampir semua klinis rumah sakit baik. Jumlah responden yang merasa proses pelayanan klinis rumah sakit baik sebanyak 129 orang (95,6%). Sedangkan jumlah responden yang merasa proses pelayanan klinis rumah sakit buruk hanya 6 orang (4,4%). Pada tabel 9, sebagian besar responden merasa pelayanan administrasi rumah sakit baik. Jumlah responden yang merasa pelayanan administrasi rumah sakit baik sebanyak 101 orang (74,8%). Sedangkan jumlah responden yang merasa pelayanan administrasi rumah sakit buruk ada 34 orang (25,2%). Hasil penelitian pada tabel 10 sebagian besar responden merasa indikator keselamatan rumah sakit baik. Jumlah responden yang merasa indikator keselamatan rumah sakit baik sebanyak 109 orang (80,7%). Sedangkan jumlah responden yang merasa indikator keselamatan rumah sakit buruk ada 26 orang (19,3%).



218



Fitriyuli Mayasari., Analisis Hubungan Waktu Pelayanan dan Faktor Total Quality Service Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik Jurnal Administrasi Rumah Sakit 2 Nomor 3 Kebidanan dan Kandungan RSIA Anugerah Medical Centre KotaVolume Metro Tahun 2015



Dari hasi penelitian pada tabel 11, sebagian besar responden merasa keseluruhan pengalaman perawatan medis rumah sakit baik. Jumlah responden yang merasa pengalaman perawatan medis rumah sakit baik sebanyak 116 orang (85,9%). Sedangkan jumlah responden yang merasa pengalaman perawatan medis rumah sakit buruk ada 19 orang (14,1%). Tampak bahwa hampir semua responden merasa tanggung jawab sosial rumah sakit baik. Jumlah responden yang merasa tanggung jawab sosial rumah sakit baik sebanyak 123 orang (91,1%). Sedangkan jumlah responden yang merasa tanggung jawab sosial rumah sakit buruk ada 12 orang (8,9%) (ditampilkan dalam tabel 12). 2. Analisis Bivariat ( Uji Chi Square) 1. Hubungan Waktu Tunggu Poliklinik dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Ada 64 orang (91%) yang merasa puas pada mereka yang menunggu lebih dari 60 menit. Sedangkan pada responden yang menunggu kurang dari sama dengan 60 menit ada 46 orang (82,1%) yang merasa puas. Hasil uji diperoleh niali OR (odds rasio) 1,08 artinya waktu tunggu poliklinik yang baik memiliki peluang untuk memberikan kepuasan pasien sebesar 1,08 kali lebih besar dibandingkan dengna waktu tunggu polilinik yang buruk. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1 artinya p.value ≤ alpha (0,05) maka dapat disimpulkan hipotesis nol (Ho) diterima, dan Hipotesis alternatif (Ha) ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara waktu tunggu poliklinik dengan kepuasan pasien (ditampilkan dalam tabel 13). 2. Hubungan Waktu Pemeriksaan Dokter dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara waktu pemeriksaan dokter dengan kepuasan pasien diperoleh bahwa ada 105 orang (80,8%) yang merasa puas pada mereka yang diperiksa kurang dari



Jurnal ARSI/Juni 2016



15 menit. Sedangkan pada responden yang diperiksa lebih dari sama dengan 15 menit ada 5 orang (100%) yang merasa puas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,584 artinya p value > alpha (0,05) maka dapat disimpulkan hipotesis nol (Ho) diterima, dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara waktu pemeriksaan dokter dengan kepuasan pasien (ditampilkan dalam tabel 14). 3. Hubungan Infrastruktur dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara infrastruktur dengan kepuasan pasien diperoleh bahwa ada 25 orang (73,5%) yang merasa puas pada mereka yang merasa infrastruktur rumah sakit buruk. Sedangkan pada responden yang merasa infrastruktur rumah sakit baik ada 85 orang (84,2%) yang merasa puas. Hasil uji diperoleh nilai OR = 1,91 artinya infrastruktur yang baik memiliki peluang untuk memberikan kepuasan pasien sebesar 1,91 kali lebih besar dibandingkan dengan infrastruktur yang buruk di RSIA AMC Metro. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,261 artinya p value > alpha (0,05) maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kepuasan pelanggan antar infrastruktur, yang artinya hipotesis nol (Ho) diterima, dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara infrastruktur dengan kepuasan pasien (ditampilkan dalam tabel 15). 4. Hubungan Kualitas Personil dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara kualitas personil dengan kepuasan pasien diperoleh bahwa ada 32 orang (64%) yang merasa puas pada mereka yang merasa kualitas personil rumah sakit buruk. Sedangkan pada responden yang merasa kualitas personil rumah sakit baik ada 78 orang (91,8%) yang merasa puas. nilai OR=6,268, artinya responden yang merasa kualitas personil rumah sakit baik memiliki peluang 6,268 kali untuk merasa puas dibanding responden yang merasa kualitas personil rumah sakit buruk. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,0001 artinya p value ≤



219



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



alpha (0,05) maka dapat disimpulkan Ho ditolak, dan Ha diterima atau ada hubungan yang signifikan antara kualitas personil dengan kepuasan pasien (ditampilkan dalam tabel 16). 5. Hubungan Pelayanan Klinis dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara proses pelayanan klinis dengan kepuasan pasien diperoleh bahwa ada 4 orang (66,7%) yang merasa puas pada mereka yang merasa proses pelayanan klinis rumah sakit buruk. Sedangkan pada responden yang merasa proses pelayanan klinis rumah sakit baik ada 106 orang (82,2%) yang merasa puas. Hasil uji diperoleh nilai OR = 2,30 artinya pelayanan klinis yang baik memiliki peluang untuk memberikan kepuasan pasien sebesar 2,30 kali lebih besar dibandingkan dengan pelayanan klinis yang buruk di RSIA AMC Metro. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,308 artinya p value > alpha (0,05) maka dapat disimpulkan Ho diterima, dan Ha ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara pelayanan klinis dengan kepuasan pasien (ditampilkan dalam tabel 17). 6. Hubungan Antara Pelayanan Administrasi dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan pada tabel 18 antara pelayanan administrasi dengan kepuasan pelanggan diperoleh bahwa ada 22 orang (64,7%) yang merasa puas pada mereka yang merasa pelayanan administrasi rumah sakit buruk. Sedangkan pada responden yang merasa pelayanan administrasi rumah sakit baik ada 88 orang (87,1%) yang merasa puas. Hasil uji nilai OR=3,70, artinya responden yang merasa pelayanan administrasi rumah sakit baik memiliki peluang 3,70 kali untuk merasa puas dibanding responden yang merasa pelayanan administrasi rumah sakit buruk. Uji statistik diperoleh nilai p=0,008 artinya p value ≤ alpha (0,05) maka dapat disimpulkan Ho ditolak, dan Ha diterima atau ada hubungan yang signifikan antara pelayanan administrasi dengan kepuasan pasien di RSIA AMC Metro.



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



7. Hubungan Indikator Keselamatan dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara indikator keselamatan dengan kepuasan pelanggan diperoleh bahwa ada 19 orang (73,1%) yang merasa puas pada mereka yang merasa indikator keselamatan rumah sakit buruk. Sedangkan pada responden yang merasa indikator keselamatan rumah sakit baik ada 91 orang (83,5%) yang merasa puas. Hasil uji nilai OR=1,86, artinya responden yang merasa indikator keselamatan rumah sakit baik memiliki peluang 1,86 kali untuk merasa puas dibanding responden yang merasa indikator keselamatan rumah sakit buruk. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,261 artinya p value > alpha (0,05), maka dapat disimpulkan Ho diterima, dan Ha ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara indikator keselamatan dengan kepuasan pasien (ditampilkan dalam tabel 19). 8. Hubungan Pengalaman Perawatan Medis dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara pengalaman perawatan medis dengan kepuasan pelanggan diperoleh bahwa ada 10 orang (52,6%) yang merasa puas pada mereka yang merasa pengalaman perawatan medis rumah sakit buruk. Sedangkan pada responden yang merasa pengalaman perawatan medis rumah sakit baik ada 100 orang (86,2%) yang merasa puas (ditampilkan dalam tabel 20). 9. Hubungan Tanggung Jawab Sosial dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Dari tabel 21 hasil analisis hubungan antara tanggung jawab sosial dengan kepuasan pelanggan diperoleh bahwa ada 3 orang (25%) yang merasa puas pada mereka yang merasa tanggung jawab sosial rumah sakit buruk. Sedangkan pada responden yang merasa tanggung jawab sosial rumah sakit baik ada 107 orang (87%) yang merasa puas. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=20,06, artinya responden yang merasa tanggung jawab sosial



220



Fitriyuli Mayasari., Analisis Hubungan Waktu Pelayanan dan Faktor Total Quality Service Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik Jurnal Administrasi Rumah Sakit 2 Nomor 3 Kebidanan dan Kandungan RSIA Anugerah Medical Centre KotaVolume Metro Tahun 2015



rumah sakit baik memiliki peluang 20,06 kali untuk merasa puas dibanding responden yang merasa tanggung jawab sosial rumah sakit buruk. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,0001 artinya p valeu ≤ alpha (o,05) maka dapat disimpulkan Ho ditolak, dan Ha diterima atau ada hubungan antara tanggung jawab sosial dengan kepuasan pasien di RSIA AMC Metro. 3. Analisis Multivariat Variabel yang dominan dan paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien dapat dilihat pada ada tabel 21 dengan menilai interpretasi dari nilai OR. Sehingga dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Responden yang merasa tanggung jawab sosial rumah sakit baik memiliki peluang 57,34 kali untuk merasa puas dibanding responden yang merasa tanggung jawab sosial rumah sakit buruk. 2. Responden yang merasa kualitas personil rumah sakit baik memiliki peluang 14,98 kali untuk merasa puas dibanding responden yang merasa kualitas personil rumah sakit buruk. 3. Responden yang merasa pengalaman perawatan medis rumah sakit baik memiliki peluang 2,90 kali untuk merasa puas dibanding responden yang merasa pengalaman perawatan medis rumah sakit buruk. Karakteristik Responden Umur penting dalam suatu penelitian kepuasan. Seiring bertambahnya usia maka pengalaman juga bertambah. Usia lebih dari 25 tahun merupakan suatu periode kehidupan seseorang yang telah berkembang matang. Pasien yang muda biasanya memberikan kerjasama yang baik, karena mereka memang dalam suatu masa yang sedang berkembang dan menyesuaikan terhadap berbagai macam hubungan dan perkembangan tanggung jawab. Dari hasil penelitian ini responden dalam kelompok usia lebih dari 25 tahun lebih banyak dari pada responden dalam kelompok usia kurang dari sama dengan 25 tahun. Melihat usia yang dimiliki responden tersebut menunjukkan bahwa responden telah mampu untuk menilai mana pelayanan yang memuaskan dan mana pelayanan yang tidak memuaskan di RSIA AMC.



Jurnal ARSI/Juni 2016



Pendidikan dan pengetahuan yang tinggi menuntut pelayanan yang lebih baik. Pendidikan pasien dapat mempengaruhi kepuasan akan pelayanan sesuai dengan nilai-nilai dan harapan pasien (Handayani, 2003). Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin pasien kurang menunjukkan penyesuaian diri dengan informasi yang diperoleh dan kebiasaan rutin di rumah sakit. Sebaliknya, semakin rendah pendidikan maka pasien akan semakin patuh (Kosim, 2015). Responden dalam penelitian ini lebih banyak yang berpendidikan SMA kebawah daripada berpendidikan setelah SMA. Jumlah yang berpendidikan SMA kebawah ada 74 orang, sedangkan jumlah responden yang berpendidikan setelah SMA ada 61 orang. Dari hasil penelitian, dilihat dari pekerjaan responden, lebih banyak yang tidak berkerja atau ibu rumah tangga. Jumlah responden yang tidak bekerja ada 91 orang, dan responden yang bekerja ada 44 orang. Hal ini tentu mempengaruhi pola pikir responden dalam memberikan penilaian berdasarkan perbandingan antara persepsi dengan informasi yang diperoleh (Kosim, 2015). Dari hasil penelitian, dilihat dari pembiayaan kesehatan, ada 63 responden yang melakukan pembayaran dengan BPJS/Askes, dan ada 72 responden dengan biaya sendiri. Penghasilan dapat mempengaruhi kepuasan pasien atas pelayanan kesehatan yang diberikan. Bagi pasien yang berpenghasilan tinggi dan merasa mampu membayar maka tidak akan mudah merasa puas bila pelayanan sesuai dengan harapannya, terkadang mereka lebih banyak menuntut. Sedangkan pasien dengan pembiayaan kesehatan murah cenderung tidak banyak keluhan (Handayani, 2003). Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit Secara Keseluruhan di RSIA AMC Metro Dari hasil penelitian, sebagian besar responden di poliklinik kebidanan dan kandungan RSIA AMC merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Ada 81,5% responden yang merasa puas, dan 18,5% responden yang merasa tidak puas. Sebagian besar pasien merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit secara keseluruhan, hal ini bisa saja dipengaruhi oleh kondisi psikologis pasien atau ibu yang sedang hamil saat memeriksakan kandungannya di poliklinik RSIA AMC. Kehamilan merupakan dambaan sebagian besar pasangan yang menikah “Happy babies begin with happy pregnancy”, menyangkut hal itu terdapat



221



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



penelitian yang membuktikan bahwa kondisi psikologi dan emosi seorang ibu hamil sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya. Kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit secara keseluruhan pada penelitian ini adalah menilai indikatorindikator sebagai berikut : 1. Kepuasan terhadap perawatan medis dan juga pengobatan yang diberikan oleh dokter menempati urutan tertinggi dalam rata-rata penilaian kepuasan pasien, yaitu 3,14. Menurut Umar (1999), kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan pelanggan setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang yang merasa puas terhadap nilai yang diberikan oleh produk atau jasa kemungkinan besar akan menjadi pelanggan dalam waktulama. Dari hasil penelitian, di RSIA AMC ada tiga dokter spesialis obgyn yang praktek, dan masing-masing dokter telah mendapat hati dari tiap-tiap pasien. Responden sudah merasa nyaman berobat dengan dokter spesialis obgyn tersebut, karena menurut pandangan pasien dokter tersebut berkompeten, melayani pasien dengan baik, mampu berkomunikasi yang efektif dan mudah dipahami oleh pasien. 2. Indikator yang kedua pasien menilai kepuasan dalam hal kenyamanan yang dihubungkan dengan lingkungan rumah sakit. Penilaian rata-rata pasien adalah 3,06. Menurut Jacobalis (2009) kenyamanan dan kemudahan fasilitas dan lingkungan dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Dari hasil penelitian RSIA AMC Metro menurut pasien sudah cukup bersih dan rapih, lokasi RS yang tidak dipinggir jalan utama membuat suasana yang nyaman dan tidak bising. Akses yang mudah dicapai juga merupakan salah satu nilai jual bagi RSIA AMC. 3. Yang ketiga yaitu kepuasan yang melibatkan proses di rumah sakit (misalnya pendaftaran, perawatan, waktu tunggu, pengobatan, pemulangan). Rata-rata responden menilai proses administrasi yaitu 2,99. Pelayanan administrasi merupakan salah satu indikator penting dalam mempengaruhi kepuasan pasien. Dari hasil penelitian, pelayanan yang melibatkan administrasi pasien ditangani dengan segera, dan tidak berbelit-belit. Pasien pun mudah dalam membutuhkan informasi melalui telefon. Menurut Kotler dan Keller 2009 dalam Kosim 2015, apabila responden menilai pelayanan administrasi yang diberikan baik, maka kualitas pelayanan akan dipersepsikan baik dan memuaskan.



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



4. Indikator yang paling rendah menurut penilaian responden adalah kepuasan terhadap perawatan medis yang diberikan oleh perawat. Rata- rata penilaian responden adalah 2,98. Dari hasil penelitian, responden mengungkapkan bahwa ada perawat yang kurang ramah, kurang telaten, dan kurang dalam memberikan perhatian kepada pasien. Adapun kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh kepuasan yang berorientasi pada penerapan kode etik dan standar pelayanan, salah satunya meliputi hubungan antara perawat dan pasien (Azwar, 1994). Kepuasan dan ketidakpuasan layanan rumah sakit juga erat kaitannya dengan perawat dan petugas lain di rumah sakit (Jacobalis, 2009). Hubungan Waktu Tunggu Poliklinik dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara waktu tunggu poliklinik dengan kepuasan pelanggan diperoleh bahwa ada 64 orang (91%) yang merasa puas pada mereka yang menunggu lebih dari 60 menit. Sedangkan pada responden yang menunggu kurang dari sama dengan 60 menit ada 46 orang (82,1%) yang merasa puas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara waktu tungggu poliklinik dengan kepuasan pelanggan. Dalam penelitian ini meskipun waktu tunggu lama, namun didapatkan pasien yang tetap merasa puas, hal ini disebabkan karena pasien sudah ada pengalaman sebelumnya, pasien sudah pernah berobat atau dirawat sehingga sudah dapat merasakan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit baik itu dari perawat maupun dokter dan sudah merasa cocok dengan dokter spesialis yang memeriksa. Kepuasan pada aspek komunikasi pada konsultasi sangat mempengaruhi aspek lain dari interaksi antara tenaga kesehatan dengan pasien. Namun demikian pihak manajemen rumah sakit juga perlu melakukan perbaikan waktu tunggu yang lama ini dengan membuat kebijakan dan teguran lisan kepada dokter spesialis supaya memperbaiki jadwal praktek dengan lebih disiplin dan tepat waktu, supaya pasien tidak lama menunggu dan juga untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Dalam hal waktu tunggu, dari penelitian petugas atau perawat kurang berinteraksi dengan pasien yang sedang dalam masa tunggu, dengan kondisi seperti itu maka akan menyebabkan lama pelayanan kesehatan dianggap kurang bermutu (Syafruddin, 2011).



222



Fitriyuli Mayasari., Analisis Hubungan Waktu Pelayanan dan Faktor Total Quality Service Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik Jurnal Administrasi Rumah Sakit 2 Nomor Kebidanan dan Kandungan RSIA Anugerah Medical Centre Kota Volume Metro Tahun 20153



Hubungan Waktu Pemeriksaan Dokter Dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro



Hubungan antara Infrastruktur dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro



Hasil analisis hubungan antara waktu pemeriksaan dokter dengan kepuasan pasien diperoleh bahwa ada 105 orang (80,8%) yang merasa puas pada mereka yang diperiksa kurang dari 15 menit. Sedangkan pada responden yang diperiksa lebih dari sama dengan 15 menit ada 5 orang (100%) yang merasa puas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,584 artinya p value > alpha (0,05) maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara waktu pemeriksaan dokter dengan kepuasan pasien di RSIA AMC Metro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang merasa puas pada waktu pemeriksaan dokter buruk ( alpha (0,05) maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara infrastruktur dengan kepuasan pasien.



Jurnal ARSI/Juni 2016



Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengaku tidak puas pada infrastruktur buruk, mereka beranggapan bahwa infrastruktur mengenai tempat pendaftaran terletak jauh dari poliklinik dan sarana lainnya, serta menyebrangi jalan yang dilalui oleh kendaraan umum. Hubungan Kualitas Personil dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara kualitas personil dengan kepuasan pasien diperoleh bahwa ada 32 orang (64%) yang merasa puas pada mereka yang merasa kualitas personil rumah sakit buruk. Sedangkan pada responden yang merasa kualitas personil rumah sakit baik ada 78 orang (91,8%) yang merasa puas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,0001 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara kualitas personil dengan kepuasan pasien. Dari hasil penelitian, berdasarkan 14 pertanyaan yang diberikan, responden yang menilai kualitas personil kurang baik paling banyak pada dimensi pertanyaan waktu konsultasi dan periksa oleh dokter cukup lama. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa waktu pemeriksaan dokter memberi hasil paling banyak pada waktu pemeriksaan < 15 menit. Pasien yang mengaku puas pada kualitas personil buruk menganggap waktu konsultasi dan pemeriksaan dokter yang kurang lama, namun pasien tetap datang ke RSIA AMC karena menganggap dokter yang memeriksa mereka adalah dokter yang kompeten dan terampil, serta menjelaskan diagnosa dengan jelas.



223



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



HubunganProses Pelayanan Klinisdengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara proses pelayanan klinis dengan kepuasan pelanggan diperoleh bahwa 66,7% responden yang merasa puas pada mereka yang merasa proses pelayanan klinis rumah sakit buruk. Dan 82,2% responden merasa puas pada proses pelayanan klinis rumah sakit baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,308 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara proses pelayanan klinis dengan kepuasan pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengaku puas pada pelayanan klinis buruk menganggap bahwa informasi penyakit tidak diberikan secara detail namun mereka tetap merasa puas karena sudah nyaman dengan dokter yang memeriksa. Sehingga mereka tetap kembali berobat ke RSIA AMC dengan memilih dokter yang sesuai dengan kenyamanan pasien. Meskipun demikian tentunya hal yang membuat ketidakpuasan pasien dalam hal proses pelayanan klinis harus tetap di evaluasi oleh rumah sakit, dokter perlu memberikan waktu untuk memberikan penjelasan penyakit atau kondisi pasien dengan detail supaya pasien jelas akan kondisinya, peran perawat pun sangat penting dalam membantu dokter yaitu dengan selalu mendampingi dokter pada saat pemeriksaan pasien serta bersikap sabar dan perhatian terhadap pasien, sehingga pasien merasa diperhatikan dan dilayani dengan baik. Hubungan Pelayanan Administrasi dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara pelayanan administrasi dengan kepuasan pelanggan diperoleh bahwa ada 64,7% yang merasa puas pada mereka yang merasa pelayanan administrasi rumah sakit buruk. Dan 87,1% responden yang merasa pelayanan administrasi rumah sakit baik yang merasa puas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,008 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pelayanan administrasi dengan kepuasan pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengaku puas pada pelayanan administrasi yang buruk menjawab tentang tidak mudah untuk melakukan perjanjian dengan dokter spesialis, namun mereka tetap merasa puas karena mendapatkan pelayanan proses administrasi yang cepat. Proses administrasi adalah persiapan baik untuk masuk, selama dalam perawatan, maupun pemulangan pasien. tanggapan responden terhadap pelayanan administrasi



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



pada penelitian ini yaitu prosedur pendaftaran dan pemulangan relatif cepat. Proses pelayanan administrasi tidak berbelit-belit. Bagian penerimaan pasien di rumah sakit mempunyai pengaruh dan nilai penting walaupun belum ada tindakan-tindakan pelayanan medis khusus kepada pasien. Kesan pertama akan memberikan arti tersendiri bagi pasien untuk melalui proses selanjutnya. Dalam hal kemudahan membuat perjanjian dengan dokter, pihak manajemen mungkin perlu menyediakan kemudahan layanan berupa sistem pendaftaran dengan appointment. Sehingga pasien dapat memilih waktu dan dokter yang sesuai dengan keinginan mereka. Tentunya dokter spesialis pun harus mendukung dan berkomitmen pada jadwal yang telah ditentukan. Hubungan Indikator Keselamatan dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara indikator keselamatan dengan kepuasan pelanggan diperoleh bahwa ada 73,1% yang merasa puas pada mereka yang merasa indikator keselamatan rumah sakit buruk. Sedangkan pada responden yang merasa indikator keselamatan rumah sakit baik ada 83,5% yang merasa puas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,261 artinya p value > alpha (0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara indikator keselamatan dengan kepuasan pasien di RSIA AMC. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara indikator keselamatan dengan kepuasan pasien, namun rumah sakit tetap harus selalu mengutamakan keselamatan pasien dalam segala hal. Rumah sakit perlu memperhatikan keamanan pasien dengan menyediakan pegangan tangan di lorong/koridorrumah sakit dan di kamar mandi, menyediakan tempat cuci tangan pada ruang tunggu poliklinik, di setiap pintu ruang rawat inap, sebagai pencegahan dan hygiene serta langkah awal mengajarkan perilaku hidup sehat kepada pasien dan keluarga pasien serta tenagamedis di RSIA AMC khususnya. Hubungan Pengalaman Perawatan Medis dengan Kepuasan Pasien di RSIA AMC Metro Hasil analisis hubungan antara pengalaman perawatan medis dengan kepuasan pelanggan diperoleh bahwa ada 52,6% yang merasa puas pada mereka yang merasa pengalaman perawatan medis rumah sakit buruk. Sedangkan pada responden yang merasa pengalaman



224



Fitriyuli Mayasari., Analisis Hubungan Waktu Pelayanan dan Faktor Total Quality Service Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik Jurnal Administrasi Rumah Sakit 2 Nomor 3 Kebidanan dan Kandungan RSIA Anugerah Medical Centre KotaVolume Metro Tahun 2015



perawatan medis rumah sakit baik ada 86,2% yang merasa puas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,002 artinya p value ≤ alpha (0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pengalaman perawatan medis dengan kepuasan pasien di RSIA AMC Metro. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden akan merekomendasikan rumah sakit ini kepada anggota keluarga lain atau teman. Menurut Kotler (1997) konsumen yang terpuaskan akan menjadi pelanggan mereka dan akan melakukan pembelian ulang, mengatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain, kurang memperhatikan merek ataupun iklan produk pesaing, membeli produk yang lain dari perusahaan yang sama. Kepuasan pasien yang berhubungan dengan kenyamanan, keramahan dan kecepatan pelayanan dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas pelayanan (Jacobalis,2009).



4.



5.



6.



7. KESIMPULAN AN SARAN



yang diperiksa kurang dari 15 menit yang merasa puas. Komunikasi dan diskusi secara terbuka memungkinkan pasien memperoleh penjelasan yang jelas dan lengkap dapat berpengaruh terhadap mutu pelayanan yang berhubungan dengan kepuasan. Pasien juga akan merasa puas jika memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit di RSIA AMC Metro secara keseluruhan yang paling mempengaruhi adalah dimensi kepuasan terhadap perawatan dokter. Kualitas personil, pelayanan administrasi, pengalaman perawatan medis dan tanggung jawab sosial di RSIA AMC Metro termasuk dalam kategori baik dan paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Kualitas personil, pelayanan administrasi, pengalaman perawatan medis, dan tanggung jawab sosial memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan pasien di RSIA AMC Metro. Faktor tanggung jawab sosial merupakan variabel yang paling dominan dan berpengaruh terhadap kepuasan pasien di RSIA AMC Metro.



Kesimpulan Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Karakteristik responden di instalasi rawat jalan poliklinik kebidanan dan kandungan adalah, sebagian besar berusia > 25 tahun, yaitu sebanyak 77,8%. Pendidikan responden lebih banyak ≤ SMA, yaitu 54,8%. Pekerjaan responden sebagian besar ibu rumah tangga atau tidak bekerja, yaitu 67,4%. Pembiayaan kesehatan yang lebih banyak digunakan oleh responden adalah biaya sendiri, yaitu 53,3 %. Karakteristik individu merupakan determinan dan indikator kualitas pelayanan kesehatan dan mempengaruhi kepuasan pasien. 2. Waktu tunggu poliklinik tidak mempengaruhi kepusan pasien. Diketahui ada 91% responden yang menunggu lebih dari 60 menit yang merasa puas. Kepuasan seseorang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja yang telah di dapat. Kepuasan pasien juga dapat dipengaruhi oleh pendidikan seseorang, dimana semakin rendah pendidikan maka pasien akan semakin patuh. 3. Waktu pemeriksaan dokter tidak mempengaruhi kepuasan pasien. Diketahui ada 80,8% responden



Jurnal ARSI/Juni 2016



Dari penelitian yang telah dilakukan di RSIA AMC, maka dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Manajemen rumah sakit sebaiknya segera melakukan perbaikan waktu tunggu, yaitu dengan teguran kepada dokter supaya memperbaiki jadwal praktek dengan datang tepat waktu sesuai dengan jam yang telah ditentukan dan disepakati. Dapat juga melakukan diskusi terlebih dahulu dengan dokter tentang hal-hal apa yang membuat dokter tersebut tidak datang tepat waktu sehingga membuat waktu tunggu poliklinik menjadi lama, dan juga apa yang menyebabkan waktu pemeriksaan dokter kurang lama. 2. Perbaikan dan penjadwalan ulang jam praktek dokter. Peneliti memberi masukan supaya di evaluasi kembali jadwal dokter, dengan membagi jadwal bagi dokter jaga di poliklinik dan dokter jaga di ruangan. Apabila penjadwalan tidak dibagi, dikhawatirkan jika ada pasien yang membutuhkan tindakan di ruang perawatan atau ruang operasi, maka dokter yang sedang praktek di poliklinik akan lebih mengutamakan pasien di ruangan tindakan,



225



Jurnal Administrasi Rumah Sakit



sehingga pasien di poliklinik semakin menunggu lama untuk diperiksa, padahal mereka juga memiliki hak sama dalam pemberian pelayanan. Kemudian untuk jadwal dokter yang praktek paruh waktu, lebih baik dibuat penjadwalan ulang sesuai dengan rata-rata waktu yang selama ini bisa dijalankan oleh dokter tersebut. 3. Dalam ruang tunggu poliklinik pihak manajemen juga dapat membuat inovasi supaya pasien tidak bosan menunggu, mengingat pasien juga biasanya datang lebih awal dari jadwal praktek dokter, yaitu denganmenyediakanlayananwifigratis, memberikan penyuluhan atau konseling tentang kesehatan misalnya kesehatan ibu dan anak, tentang kehamilan, tentang ASI dan menyusui, tentang gizi dan lainlain, kemudian menyediakan bacaan-bacaan seperti majalah kesehatan atau jurnal-jurnal kesehatan. 4. Evaluasi kembali lokasi dari tempat pendaftaran. Peneliti menyarankan kepada manajemen rumah sakit untuk memindahkan ruang pendaftaran ke ruang konsultasi gizi yang lokasinya lebih dekat dengan poliklinik dan mudah dijangkau, serta tidak jauh dari tempat parkir, dan mudah dicari. Ruang konsultasi gizi sendiri selama ini penggunaannya sangat jarang. Kalaupun akan ada konsultasi gizi, bisa di lakukan di poliklinik anak. 5. Untuk meningkatkan kompetensi dan pelayanan bagi perawat, rumah sakit sebaiknya memberikan pelatihan-pelatihan asuhan keperawatan baik diluar rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Memberikan edukasi kepada tenaga medis dan non medis supaya selalu berpenampilan rapi, ramah, sopan dan perhatian kepada pasien tanpa membeda-bedakan pelayanan. DAFTAR PUSTAKA Adib A. Yahya. (2006). Konsep dan Program Patient Safety dalam Konvensi NasionalMutu RumahSakitkeIV. Azwar, Azrul. (1994). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan (Aplikasi Prinsip Lingkaran PemecahanMasalah).Jakarta:YayasanPenerbitanIkatanDokterIndonesia. Arlym.,L.(2010).AnalisisKepuasanPasienTerhadapPelayananInstalasiRawatJalanRumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta Tahun 2010. Depok. Fakultas Kesehatan Masyarakat,UniversitasIndonesia. Brewster,C.,Farndale,E.,Ommeren,J.V.(2000).HRcompetenciesandprofessionalstandards, HR Competencies and Professional Standards Project, Cranfield School of Management,CranfieldUniversity,UK Chen BL, Li ED, Yamawuchi K, Kato K, Naganawa S, Miao WJ. (2010). Impact of Adjustment Measures on Reducing Outpatient Waiting Time in a Community Hospital.ApplicationofaComputerSimulation.Chin.Med.Pubmed. Chilgren, A.A. (2008). Manager and The New Definition of Quality. Journal of Healthcare Management,53(4):221



Jurnal ARSI/Juni 2016



Volume 2 Nomor 3



Dahlan,M.Sopiyudin.(2010).BesarSampeldanCaraPengambilanSampeldalamPenelitian KedokterandanKesehatan.SalembaMedika. Dansky,K.H.,(1997).PatientSatisfactionwithAmbulatoryHealthcareServices:WaitingTime andFillingTime.HospitalandHealthServicesAdministration.ProQuest. David (2014). Hubungan Keterlambatan Kedatangan Dokter Terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Rawat Jalan. Magister Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kedokteran UniversitasBrawijaya,Malang. Donovan,M,&TheodoreA.Matson.(1994).OutpatientCaseManagement:StrategiesforA NewReality byAmericanHospitalPublishing,inc.anAmericanHospitalAsssociation Company. Harper PR, Gamlin HM. (2003). Reduced Oupatient Waiting Times with Improved Appointment Scheduling : a Simulation Modelling Approach or Spectrum, 25 : 207222 Handayani, Sri, E., (2003). Analisis Pengaruh Karakteristik Pasien Terhadap Kepuasan Pasien Dalam Hal Mutu Pelayanan Kesehatan di Unit Rawat Inap Puskesmas Maos Kabupaten Cilacap. Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro Semarang. Irmayanti,Meliono,dkk.,(2007).MPKTModul1.LembagaPenerbitanFEUI,Jakarta. J.B. Suharjo B. Cahyono (2008). Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktik Kedokteran,Yogyakarta;Kanisius;2008.L Kaltz,G.etal.(1982).AmbulatoryCareandRegionalizationinMulti-institutionalhealthSysytem. AnAspenPublication. Karassavidou,E.,Glaveli,(2009).QualityinNhsHospitals:NooneKnowsBetterThanPatients. MeasuringBusinessExcellenceJ,13(1):34-46 Khairani,L.,(2010).Faktor-faktorYangMempengaruhiKepuasanPasienRawatJalanRSUD PasamanBarat.Tesis.FakultasKesehatanMasyarakatUniversitasAndalas. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan MinimalRumahSakit.Jakarta. Kurniawan,Fransiscus,N.H.,(2012).KecepatanWaktuPelayananRumahSakitBerpengaruh TerhadapKepuasanPasien.StikesRSBaptisKediri. Kosim, Dania., (2015). Analisis Faktor Total QualityService YangMempengaruhi Kepuasan PasiendiRuangPerawatanIbuRSIABuahHatiCiputattahun2014. Kotler,P.(1997).ManajemenPemasaran.Jakarta.PT.Prenhallindo Mardiah, F, Poni., (2013). The Analysis of Appointment System to reduce Outpatient Waiting TimeatIndonesia’sPublicHospital.HumanResourcesManagement,ITB,Bandung. McGahon, H. (2013). Service Improvement: Reducing Physiotherapy Outpatient Waiting Times.CumbriapartnershipJournalofResearchPravticeandLearning. Munawaroh, Siti (2011). Analisis Hubunan Karakteristik dan Kepuasan Pasien dengan Loyalitas Pasien di RSUA Dr.Sutomo Ponorogo. Fakultas Ilmu Kesehatan, UniversitasMuhammadiyahPonorogo. Mursyida, F. Rikhly. (2011). Kepuasan Ibu Hamil dan Persepsi Kualitas Pelayanan Antenatal CarediPuskesmasTanjungKabupatenSampangMadura.FKMUNDIP. NajmuddinAF.,IbrahimIM,ImailSR(2010).SimulationModelingandAnalysisofMultiphase PatientFlowinObstetricsandGynecologyDepartmentinSpecialistCentre.ASM’10 Proceedingsofthe4th InternationalConferenceon AppliedMathematics,Simulation, Modeling,125–130.Pubmed. Nosek, R, Antony, J.P.W., (2001). Queuing Theory and Customer Satisfaction : A Review of Therminology, Trends, and Applications to Pharmacy Practice. Hospital Pharmacy, 36.4 Ratnamiasih, Ina. (2012). Kompetensi SDM dan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit. Fakultas EkonomiUniversitasPasundan.Bandung.Vol.11,No1.Hal.49-57. Rustiyanto, E., (2010). Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang Teritegrasi. ( l ed ) : GosyenPublishing Shi,L.,andLindstrom,S.(2007).ManagingHumanResourcesinHealthCareOrganizations– HumanResourcesintheHealthCareSector.USA:JonesandBartlettPublishers,Inc. Sugiyono.(2010).MetodePenelitianKuantitatifKualitatifdanR&D.Bandung:Alfabeta. Sulistyaningsih, (2012). Metodologi Penelitian Kebidanan Kuantitatif-Kualitatif. Edisi pertama, cetakankedua.GrahaIlmu,Yogyakarta. Syafruddin(2011).GambaranLamaPelayananPadaUnitRawatJalanBerdasarkanKetepatan Waktu, Keterampilan Petugas, Serta Kelengkapan Sarana di Unit Rawat Jalan RS TidoreSelatan Tjiptono(1999).Prinsip-PrinsipTotalQualityService.Yogyakarta. Toh, L. Shuet (2011). Patient Waiting Time As a Key Performance Indicator at Orthodontic SpecialistClinicsInSelangor.MalaysianJournalofPublicHealthMedicine. Umar I., Oceh M.O., and Umar A.S., (2011). Patient Waiting Time in a Tertiary Health InstitutioninNorthernNigeria.JournalofPublicHealthandEpidemiology Utama, S. (2005). Memahami fenomena kepuasan pasien rumah sakit. Jurnal Manajemen Kesehatan.09(1),1-7 WijewickramaAK.,TakakuwaS.,(2006).SimulationAnalysisofanOutpatientDepartmentof InternalMedicineinaUniversityHospital.Proceedingsofthe2006WinterSimulation Conference,425–432 Wijono, H, Djoko (1999) manajemen mutu pelayanan kesehatan. Airlangga University Press. Vol.1 Yu Q, Yang K (2008). Hospital Registration Waiting Time Reduction Through Process Redesign.InternationalJournalofSixSigmaadCempetitiveadvantage.



226



Fitriyuli Mayasari., Analisis Hubungan Waktu Pelayanan dan Faktor Total Quality Service Terhadap Kepuasan Pasien di Poliklinik Jurnal Administrasi Rumah Sakit 2 Nomor 3 Kebidanan dan Kandungan RSIA Anugerah Medical Centre KotaVolume Metro Tahun 2015



Zhu Zc,HengBH,TeowKL(2010).AnalysisofFactors CausingLongpatientWaitingTime andClinicOvertimeinOutpatientClinics.JMedSyst,inPress.



Zhu etal.,(2010).AnalysisofFactorsCausingLongPatientWaiting TimeandClinicOvertime inOutpatientClinics.PublisedOnline.SpringerScienceBusinessMedia.



Tabel 1. Karakteristik Responden Karakteristik USIA : ≤ 25 tahun >25 tahun TINGKAT PENIDIKAN : ≤ SMA >SMA PEKERJAAN : Tidak Bekerja/IRT Bekerja PEMBIAYAAN KESEHATAN : BPJS/ASKES Biaya Sendiri



Jumlah



Persentase %



30 105



22,2 77.8



74 61



54,8 45,2



91 44



67,4 32,6



63 72



46,7 53,3



Tabel 2. Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit Secara Keseluruhan No. 1 2 3 4



Dimensi Kepuasan Yang melibatkan proses di RS (Administrasi) Perawatan medis dan pengobatan oleh dokter Perawatan medis oleh perawat Kenyamanan lingkungan rumah sakit



Rata-rata 2,99 3.14 2,98 3,06



Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Pasien Kepuasan Pasien Tidak Puas Puas



Jumlah 25 110



Persentase (%) 18.5 81.5



Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Tunggu Pelayanan No. 1



2



Variabel Waktu Tunggu Pelayanan Waktu Tunggu Poliklinik 1. Buruk (>60 menit) 2. Baik (≤60 menit) Waktu Pemeriksaan Dokter 1. Buruk (60 menit) Baik (≤60 menit) Total



Total



Puas



OR (95% CI)



n



%



n



%



n



%



15



19



64



91



79



100



10



17,9



46



82,1



56



100



25



18,5



110



81,5



135



100



P value



1,08 (0,45-2,61)



1



Tabel 14. Hubungan Waktu Pemeriksaan Dokter dengan Kepuasan Pasien Kepuasan Pelanggan Waktu Pemeriksaan Dokter



Tidak Puas n



Buruk (