(16-20) Tinjauan Agama, Sosial, Dan Budaya Dalam Perawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MATRIKULASI KEPERAWATAN PALIATIF TINJAUAN AGAMA, SOSIAL DAN BUDAYA TENTANG PERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF HALAMAN JUDUL



OLEH : 1. I GUSTI AYU INTAN SETYARI



(016)



2. NI WAYAN LITA PERDANI



(017)



3. LUH GEDE SUMIARI



(018)



4. AYU DYAH KUSUMADEWI WIDIARSA



(019)



5. NI KADEK SINTA MUTIARA DEWI



(020)



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN PRODI NERS 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, karena atas rahmat dan karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan paliatif yang berjudul “Tinjauan Agama, Social dan Budaya Pada Perawatan Menjelang Ajal dan Paliatif”. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang sudah terkait dalam penyusunan tugas makalah ini karena telah memberikan kesempatan kepada kami untuk penyusunan makalah ini. Dengan segala kerendahan hati kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penampilan maupun dari segi kualitas penulisan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun jika terdapat kesalahan, kekurangan, dan kata-kata yang kurang berkenan dalam makalah ini, dan tentu saja dengan kebaikan bersama dan untuk bersama. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan pembaca.



Denpasar, 7 Juli 2021



Penyusun



ii



iii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL.....................................................................................................1 KATA PENGANTAR...................................................................................................ii DAFTAR ISI................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1 B. Rumusan Masalah...............................................................................................2 C. Tujuan Penulisan................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3 A. Tinjauan Agama dalam Perawatan Paliatif........................................................3 B. Tinjauan Sosial Budaya dalam Perawatan Paliatif.............................................8 BAB III PENUTUP.....................................................................................................11 A. Simpulan...........................................................................................................11 B. Saran.................................................................................................................11 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................13



iv



BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008). Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yangmengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016). Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri, masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual (Campbell, 2013). Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada pasien paliatif adalah distress spiritual. Distres spiritual dapat terjadi karena diagnose penyakit kronis, nyeri, gejala fisik, isolasi dalam menjalani pengobatan serta ketidakmampuan pasien dalam melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya dapat dilakukan secara mandiri. Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Hamid, 2008).Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalahgangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial (Keliat dkk, 2011).



1



Sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pikiran dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks. Dari kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa social budaya memang mengacu pada kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah tinjauan agama dalam perawatan paliatif ? 2. Bagaimanakah tinjauan sosial budaya dalam perawatan paliatif ? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui tinjauan agama dalam perawatan paliatif 2. Untuk mengetahui tinjauan sosial budaya dalam perawatan paliatif



2



BAB II PEMBAHASAN BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Agama dalam Perawatan Paliatif



1.



Pengertian kebutuhan spiritual Spiritual berasal dari kata latin yaitu “spiritus” yang memiliki arti napas atau



angin dan dapat di notasikan bahwa spiritual memberikan kehidupan atau esensi dalam manusia (Kozier dkk, 2008). Spiritual merupakan sesuatu yang di percayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan) yang menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan dan permohonan maaf atas kesalahan yang pernah dibuat (Aziz, 2014 dalam Sasmika, 2016). Definisi lain menyebutkan bahwa spiritual adalah multidimensi yang terdiri dari dimensi vertikal dan dimensi horizontal yang berarti dimensi vertikal menunjukkan hubungan individu dengan Tuhan yang dapat menuntun dan mempengaruhi individu dalam menjalani kehidupan sedangkan dimensi horizontal merupakan hubungan individu dengan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya (Rois, 2014 dalamSasmika, 2016). Spiritual adalah suatu hubungan yang dimiliki individu yang tidak hanya kepada Tuhan saja melainkan kepada individu lain dan lingkungan juga. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap orang atau manusia dalam mencari arti dan tujuan hidup (Aziz, 2014 dalam Sasmika,



2016).



Kebutuhan



spiritual



adalah



suatu



kebutuhan



untuk



mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, serta menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Ummah, 2016). Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti tujuan, makna, dan kualitas hidup, kebutuhan untuk mencintai, dan dicintai serta untuk memberikan maaf (Potter dan Perry, 2007).



3



2.



Karakteristik spiritual Siregar (2015) menyatakan bahwa pemenuhan spiritual harus berdasarkan 4



karakteristik spiritual itu sendiri. Ada beberapa karakteristik yang dimiliki spiritual, adapaun karakteristik itu antara lain: a. Hubungan dengan diri sendiri Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri (Young dan Koopsen, 2007). Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan bersifat universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan dengan pikiran yang logis.Kepercayaan dapat memberikan arti hidup



dan



kekuatan



bagi



individu



ketika



mengalami



kesulitan



atau



stress.Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan wawasan yang lebih luas. Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cenderung terkena penyakit. Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui makna hidup, yang kadang diidentikkan dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain (Puchalski, 2004). 4



b. Hubungan dengan orang lain atau sesama Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri. Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama diakui sebagai bagian pokok dalam pengalaman manusiawi (Young dan Koopsen, 2007).Young dan Koopsen ( 2007) menyatakan adanyahubungan antara manusia satu dengan lainnya yang pada tarafkesadaran spiritual kita tahu bahwa kita terhubung dengan setiapmanusia.Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak



harmonisnyahubungan



dengan



orang



lain.



Keadaan



harmonis



meliputipembagian waktu, ramah dan bersosialisasi, mengasuh anak,mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta meyakinikehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonismencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yangmenimbulkan ketidakharmonisan, serta keterbatasan hubungan. c. Hubungan dengan alam Pemenuhan denganlingkungan.



kebutuhan



spiritualitas



Pemenuhan



meliputi



spiritualitas



hubungan



tersebut



melalui



individu kedamaian



danlingkungan atau suasana yang tenang. Kedamaian merupakan keadilan,empati, dan



kesatuan.



Kedamaian



membuat



individu



menjadi



tenang



dan



dapatmeningkatkan status kesehatan (Kozier, et al, 1995). Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut (Kozier dkk 1995). Kedamaian (peace), kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Puchalski, 2004). d. Hubungan dengan Tuhan Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan.Akan tetapi, dewasa ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas.Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat tuhan mungkin



5



mngambil berbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain (Young dan Koopsen, 2009). Secara umum melibatkan keyakinan dalam hubungan dengan sesuatu yang lebih tinggi, berkuasa, memiliki kekuatan mencipta, dan bersifat ketuhanan, atau memiliki energy yang tidak terbatas.



3.



Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual Menurut Taylor dan Craven dan Hirnle dalam Ummah (2016) menyebutkan



faktor-faktor yang dapat mempengaruhi spiritual seseorang diantaranya: a. Tahap perkembangan. Spiritual berubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali suatu hubungan dengan Tuhan. b. Sistem hubungan. Sistem pendukung individu seperti keluarga dan pihak yang mempunyai peran penting di dalam hidup (Archiliandi, 2016). Peranan keluarga penting dalam perkembangan spiritual individu. Selain keluarga perawat juga mempunyai peranan penting apabila individu tersebut dirawat di rumah sakit khususnya dalam pemenuhan kebutuhan spiritual yang meliputi thaharah dan shalat. c. Latar belakang etnik dan budaya. Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. d. Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman hidup yang positif ataupun negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang, peristiwa dalam kehidupan seseorang biasanya dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji keimanannya. e. Krisis dan perubahan. Krisis dan perubahan dapat menguatkan seseorang. Krisis sering dialami pada saat orang sedang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan,



6



dan bahkan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fisik dan emosional. f. Terpisah dari ikatan spiritual. Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dari sistem dukungan sosial. Akibatnya, kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, diantaranya tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikandukungan setiap saat bila diinginkan.



4.



Memberikan perawatan spiritual Sebelum memulai perawatan spiritual yang efektif , profesional harus



mengetahui dan memahami tingkat kesadaran pasien yang melibatkan pemeriksaan keyakinan pribadi dan nilai-nilai, dikombinasikan dengan sikap positif terhadap kesehatan rohani. Kesadaran diri membantu mencegah pembentukan penilaian atau mencoba untuk mengubah keyakinan sendiri atau budaya. Membaca Kitab Suci merupakan salah satu bagian dari intervensi spiritual yang dapat digunakan untuk mengatasi penyakit-penyakit yang kronis. Belajar Alkitab dalam berbagai fasilitas perawatan sangat penting karena dapat menyediakan interaksi dan pembelajaran lebih lanjut mengenai iman seseorang, dapat menyediakan interaksi sosial dan dukungan, dan dapat mendatangkan 12 kenyamanan. Bacaan Kitab Suci dapat menjadi sebuah sumber kenyamanan dan kekuatan untuk orang-orang percaya (Ross L, 2010). Perawatan rohani adalah relevan dalam semua aspek perawatan pasien dan mungkin memberi dukungan yang baik selama pengobatan seperti radioterapi, penyediaan makanan dan privasi serta kesempatan untuk berdoa atau tertawa dan lain lain sesuai dengan keinginan pasien. Kebutuhan spiritual akan ditangani dengan menawarkan perawatan praktis dengan cara merespon pasien sebagai individu yang terpadu yang mengalami hidup dan mati dalam setiap aspek keberadaan mereka.



7



Keterampilan komunikasi yang baik. Empati dan aktif mendengarkan, di mana pasien diterima tanpa syarat. Mampu melepaskan diri dari keegoisan anda sendiri dan berkonsentrasi pada kepercayaan anda (Ganeva, 1998). Spiritualitas dengan ritual agama, misalnya sembahyang, berperan penting dalam membantu menerima penyakit. Sembahyang berperan penting dalam menghadapi kanker dan membantu pasien memperbaiki kesehatan spiritualnya ketika mereka sakit. Pelaksanaan ritual agama oleh peserta adalah sangat kuat. Mereka meminta pemuka agama untuk berdoa untuk kedamaian atau kesembuhan penyakit mereka. Karena kondisi budaya di beberapa daerah cenderung religius, mereka cenderung lebih bergantung pada agama untuk mengadapi situasi-situasi kritis. B. Tinjauan Sosial Budaya dalam Perawatan Paliatif Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan.Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan. Pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat. Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour cause) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour cause). Perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga factor, yaitu :



8



1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya 2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, air bersih dan sebagainya 3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok. Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa kepercayaan gaib. Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan tersebut adalah dengan mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan yang inovatif sesuai dengan norma, berpola, dan benda hasil karya manusia. 1. Kajian Sosial Budaya Tentang Perawatan Paliatif Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masyarakat ada kecenderungan untuk merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk dilakukan.



9



Untuk itu, untuk mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Sehingga dalam kajian sosial budaya tentang perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan. 2. Budaya Masyarakat Tentang Pengobatan Pada Penyakit Paliatif Kanker payudara merupakan penyakit yang mematikan. Jumlah penderitanya pun tak sedikit. Sayang, banyak penderita justru memilih ke dukun alias pengobatan alternatif. Ujung-ujungnya, malah bertambah parah. Banyak penderita yang baru berobat ke dokter setelah menderita kanker payudara stadium tinggi. Selain itu, fenomena dukun Ponari sempat menyita perhatian masyarakat Indonesia beberapa tahun yang lalu, cerita kemunculan dukun Ponari dengan batu saktinya sebagai media penyembuhan dengan cara di celupkan ke air. Kabar tentang kehebatan ponari ini terus meluas hingga menyebabkan jumlah pasien yang berobat kerumah Ponari dari hari kehari semakin meningkat. Tindakan masyarakat yang datang ke Dukun Ponari itu tidak terlepas dari peran budaya yang ada di masyarakat kita terhadap hal-hal yang bersifat mistis. Percaya terhadap kesaktian batu yang dimiliki Ponari itu merupakan sebuah budaya yang mengakar dan bertahan dimasyarakat sebagai bagian dari kearifan lokal. Pemahaman masyarakat terhadap hal-hal yang dipercayai secaraturuntemurun merupakan bagian dari kearifan lokal yang sulit untuk dilepaskan. Hingga pemahaman magis yang irasional terhadap pengobatan melalui dukun seperti diatas sangat dipercayai oleh masyarakat.



Peranan budaya dan



kepercayaan yang ada dimasyarakat itu diperkuat oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi.



10



11



BAB III PENUTUP BAB III PENUTUP A. Simpulan Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keuarganya dalam menghadapi masalah masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui identifikasi awal serta terapi dan masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual. Perawatan paliatif meliputi biopsiko-spiritual, dalam hal ini sebagian besar perawat berperan dalam pemenuhan bio saja. Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu tingkah laku yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan yang merupakan bagian dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi masyarakat tersebut. Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan. Kebudayaan



kesehatan



masyarakat



membentuk,



mengatur,



dan



mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individuindividunya terutama dalam paliatif care. B. Saran Dengan adanya gambaran ini diharapkan perawat mampu meningkatkan pelayanan perawatan spiritual untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien dan



12



keluarganya. Karena nilai, praktek, keyakinan, dan sumber kekuatan di dalam keluarga merupakan bagian dari spiritualnya yang berpengaruh terhadap fungsi keluarga danmenolong mereka dalam memanage krisis yang terjadi di dalam keluarganya. Sehingga nantinya diharapkan tercapainya kesejahteraan spiritual keluarga yang optimal. Dengan  mengetahui pengetahuan masyarakat, maka petugas kesehatan akan mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, diubah dan pengetahuan mana yang perlu dilestarikan dalam memperbaiki status kesehatan.



13



DAFTAR PUSTAKA Ayu Purnamaningrum, 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan DenganPerilaku Masyarakat Untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Mata (Factors Related To The Community’s Behaviour To Get EyeHealth Servic), Universitas Diponegoro. (diakses tgl 5 Juli 2021) Dwi Hapsari, dkk.,2012, Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan PerilakuHidup SehatTerhadap Status Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan, Jakarta. (diakses tgl 5 Juli 2021) Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra AdityaBakti : Bandung. Fitri Nur azizah. 2013. Aspek Sosial Mempengaruhi Kesehatan, (diakses tgl 5 Juli 2021) Lukman Hakim, dkk., 2013, Faktor Sosial Budaya Dan Orientasi Masyarakat DalamBerobat(Socio-Cultural Factors And SocietalOrientation In TheTreatment), Universitas Jember (UNEJ), Jember. (diakses tgl 5 Juli 2021) Momon sudarman, sosiologi untuk kesehatan, google book. (diakses tgl 5 Juli 2021) Notoatmodjo Soekidjo, 1990, Pengantar Perilaku Kesehatan, FKM-UI, Jakarta.



14