2 LP Ruptur Tendon [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RUPTUR TENDON DI RUANG SERUNI RSD dr. SOEBANDI JEMBER



Oleh : Ramayana Lestari Dewi, S.Kep NIM 202311101133



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2021



LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RUPTUR TENDON DI RUANG SERUNI RSD dr. SOEBANDI JEMBER



Disusun guna untuk memenuhi tugas stase Keperawatan Bedah pada program Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember



Oleh : Ramayana Lestari Dewi, S.Kep NIM 202311101133



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2021



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Pendahuluan Pasien dengan Ruptur Tendon Di Ruang Seruni Rumah Sakit Daerah Umum dr. Soebandi Kabupaten Jember Telah dilaksanakan dan disahkan oleh pembimbing pada: Hari



:



Tanggal:



Jember, Pembimbing Akademik



Oktober 2021



Pembimbing Klinik



Ns. Kushariyadi, S.Kep.,M. Kep. NRP. 760015697



Ns. Annis Nurul Karimah, S.Kep NIP./NIK.203200707 2 19840106



PJMK



Kepala Ruangan



Ns. Kushariyadi, S.Kep.,M. Kep. NRP. 760015697



Ns. Annis Nurul Karimah, S.Kep NIP./NIK. 203200707 2 19840106



BAB 1. KONSEP TEORI DAN PENYAKIT



1.1 DEFINISI RUPTUR TENDON Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Tendon adalah jaringan fibrosa yang melekat otot ke tulang dalam tubuh manusia. Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang. Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang, sehingga memungkinkan untuk berjalan,melompat, angkat, dan bergerak dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, hal itu menarik pada tulang menyebabkan gerakan ini. Struktur yang memancarkan kekuatan kontraksi otot ke tulang disebut tendon. Ruptur tendon adalah robek, pecah atau terputusnya tendon. Jadi ruptur tendon adalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang melebihi kekuatan tendon (Puspitaningtyas, 2018). Ruptur tendon merupakan jejas akut terhadap tendon akibat faktor dominan eksternal meskipun ada juga kontribusi faktor internal meski lebih kecil (Griffin et al, 2012). Pada ruptur tendon achilles, mekanisme akselerasi/deselarasi dikaitkan dengan > 90% jejas terkait olahraga/malfungsi jalur inhibisi protektif normal unit musculotendineus juga berkontribusi terhadap pembentukan jejas (Pohan dan Dame, 2018). Tendon dari skelet orang dewasa muda lebih kuat daripada mereka yang lebih tua. Perubahan mikrostruktur yang terkait dengan penuaan meliputi peningkatan ikatan silang kolagen yang tidak dapat direduksi, peningkatan kandungan elastin, penurunan sudut 'kerutan' fibril kolagen, diameter fibril kolagen yang lebih kecil, penurunan air ekstraseluler dan mukopolisakarida dan peningkatan kolagen tipe V. Perubahan ini dapat menurunkan ambang batas mikroskopis kolagen fibril robek dan meningkatkan kemungkinan kerusakan. Tendinosis kronis kadang-kadang dapat memanifestasikan dirinya sebagai kalsifikasi di dalam tendon achilles. Ini mungkin dapat berupa insersional atau non-insersional dalam distribusi dan kemungkinan



merupakan refleksi dari microtears dan degenerasi dalam substansi intra-tendin (Ismunandar dkk, 2021). 1.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI Tendon secara sederhana menghubungkan otot dengan tulang, kadangkadang ada tendon intermediate dimana tendon tersebut menghubungkan satu otot dengan otot lain. Tendon juga dapat memanjang sampai ke dalam otot dan disebut tendon intramuskular; hal tersebut memungkinkan otot memiliki fungsi pengaturan simetris bilateral (pennation). Pennation tergantung kepada hubungan perimysium dan bagian intramuskular tendon, selain hanya pada hubungan langsung tendon dan serat otot. Jejaring kolagen perimisium yang membentuk hubungan/link mekanis antara tendon otot dan serat otot oleh lempeng penghubung perimisial/‘perimysial junctional plates’ (Pohan dan Dame, 2018).



Gambar 1.1 Tendon Ekstermitas Atas dan Bawah Tendon bergerak untuk memindahkan gaya otot pada gerakan sendi. Gerakan yang berulang dengan pembebanan meningkatkan resiko cedera. Misalnya dalam aktifitas fisik ekstrim seperti olahraga profesional, contohnya sepakbola. Meskipun tendon secara fundamental berurusan dengan penyaluran/transmisi daya tarik/tensile forces yang dihasilkan sel otot, tendon juga berpotensi mengalami kompresi and terpangkas saat tendon melintasi katrol/pulleys tulang atu kartilago. Seperti jaringan



penahan beban lain, tendon didominasi oleh matriks ekstraselular tersusun atas jaringan penyambung fibrosa yang tebal (Pohan dan Dame, 2018). Struktur tendon beragam bentuk dan ukurannya; beberapa memiliki lengkungan dangkal dipermukaan sedangkan yang lain dibagi menjadi slips (contohnya tendon muskulus obturator internus). Tendon terbesar dalam tubuh manusia adalah Achilles dan bentuknya bervariasi dari proximal ke distal seiring mencapai lokus perlekatan di regio calcaneal. Seperti hukum pada umumnya, tendon otot extensor lebih pipih /flattened dari otot fleksor yang cenderung lebih bulat atau oval (contohnya tendon otot tangan). Karakter aponeurotik pipih tendon otot ekstensor tangan berhubungan dengan permukaan sendi konveks yang menciptakan articulatio metacarpophalangeal dan interphalangeal saat jari - jari mengalami fleksi. Pemipihan mengurangi resiko subluksasiseiring dengan adaptasi lain seperti interkoneksi fibrosa tendon dan lingkungan oto ekstensor di sekitarnya (Pohan dan Dame, 2018). Tendon terpanjang terdapat di organ tangan dan kaki; pada daerah tersebut, tendon bukan hanya meneruskan kontraksi otot ke otot rangka melainkan juga mempengaruhi kecepatan pergerakan organ yang terletak lebih distal. Ketebalan otot selalu mengembangkan tendon sebelum tercapai akhir suatu rangka untuk memastikan segmen paling distal (contoh tangan atau kaki) tidak terganggu fungsinya oleh pergerakan yang lamban (Pohan dan Dame, 2018). Fungsi tendon yaitu membawa kekuatan tarik tendon dari otot ke tulang , membawa pasukan kompresi ketika membungkus tulang seperti katrol, menekuk dan meregangkan (flex) semua sendi dan otot untuk menahan tulang. Tanpa tendon, otototot hanya akan menjadi sekumpulan besar di satu bidang dan tidak akan bisa bergerak. , tendon yang menghubungkan otot dengan tulang (Puspitaningtyas, 2018). Hal ini juga memungkinkan tendon untuk menyimpan dan memulihkan energi pada efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, selama langkah manusia, Achilles tendon peregangan sebagai dorsiflexes sendi pergelangan kaki. Pada bagian terakhir langkahnya, sebagai kaki plantar-flexes (jari-jari kaki menunjuk ke bawah), yang



disimpan energy elastis dilepaskan. Lebih jauh, karena meregangkan tendon, otot dapat berfungsi dengan baik (Puspitaningtyas, 2018). 1.3 EPIDEMIOLOGI Epidemiologi ruptur tendon Achilles pada populasi umum dilaporkan sebesar 7-13 per 100.000 orang-tahun. Kejadian ruptur tendon Achilles dilaporkan lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Pada populasi umum, insidensi ruptur tendon Achilles dilaporkan berkisar 7-13 per 100.000 orang-tahun. Kejadian ruptur tendon Achilles dilaporkan terjadi 73% pada olahraga rekreasional dan 6-18% kasus terjadi pada atlet. Di Amerika Utara, insidensi bervariasi dari 5,5 sampai 9,9 kasus per 100.000 orang, sedangkan di Eropa berkisar 6-37 kasus per 100.000 orang (Alomedika, 2017). Tingkat kejadian ruptur tendon Achilles bervariasi dalam literatur, dengan penelitian terbaru melaporkan tingkat 18 pasien per 100.000 populasi pasien setiap tahun. Berkenaan dengan populasi atletik, tingkat insiden cedera tendon achilles berkisar antara 6% hingga 18%, dan pemain sepak bola adalah yang paling kecil kemungkinannya untuk mengalami masalah ini dibandingkan dengan pesenam dan pemain tenis (Shamrock dan Matthew, 2021). Tendon Achilles dan patellar merupakan yang paling sering terdampak secara anatomis meski terdapat variasi yang amat sangat beragam tergantung kepada jenis olahraganya. Dengan kata lain, jejas akibat olahraga pada tendon dapat terjadi pada ekstremitas mana saja, tergantung pola gerakan olahraganya sedangkan jejas akibat kerja cenderung lebih terkonsentrasi pada tendon tertentu dan atau pada nsersi/perlekatan tendon di ekstremitas superior (Pohan dan Dame, 2018). 1.4 ETIOLOGI 1. Etilogi



ruptur



tendon



quardiceps



biasanya



terjadi



selama



kontraksi,



cepateksentrik dari otot quardiceps, dengan kaki tertanam dan lutut fleksi sebagian.Cedera ini biasanya terjadi selama jatuh. Mekanisme lain cedera



termasuk pukulan langsung, luka, dan penyebab iatrogenik. Banyak kondisi telah dilaporkan untuk berkontribusi terhadap terjadinyadegenerasi tendon quardiceps, antara lain :hiperparatiroidisme, gagal ginjal kronis, gout, obesitas, leukemia, rheumatoid arthritis, diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik (sle), infeksi, penyakit metabolik , penyalahgunaan steroid, tumor, imobilisasi, dan gerakan berulang. Cedera tendon achilles mungkin disebabkan oleh gangguan struktural atau dinamis seperti overtraining, over-pronasi fungsional dan insufisiensi gastrocnemius soleus. Mikrotrauma berulang dari beban eksentrik otot lelah menyebabkan beberapa mikroruptur dan akhirnya gagal melampaui titik kritis (Ismunandar dkk, 2021). 2. Etiologi ruptur tendon Achilles paling sering adalah cedera mekanik, tetapi dapat juga disebabkan proses degeneratif. Mendorong dengan kaki yang menumpu beban dalam posisi ekstensi lutut, dorsofleksi pergelangan kaki yang mendadak, dan dorsofleksi berlebihan pada pergelangan kaki yang plantar fleksi adalah etiologi mekanik yang tersering (Alomedika, 2017). Penyebab ruptur tendon achilles termasuk fleksi plantar kaki yang tiba-tiba, trauma langsung, dan tendinopati



yang



sudah



berlangsung



lama



atau



kondisi



degeneratif



intratendinous. Ada dua penjelasan utama yaitu degeneratif dan teori mekanik. Pada teori degeneratif, penuaan mempengaruhi semua struktur kolagen dalam tubuh termasuk tendon achilles. Tendon dari skelet orang dewasa muda lebih kuat daripada mereka yang lebih tua. Perubahan mikrostruktur yang terkait dengan penuaan meliputi peningkatan ikatan silang kolagen yang tidak dapat direduksi, peningkatan kandungan elastin, penurunan sudut 'kerutan' fibril kolagen, diameter fibril kolagen yang lebih kecil, penurunan air ekstraseluler dan mukopolisakarida dan peningkatan kolagen tipe V. Perubahan ini dapat menurunkan ambang batas mikroskopis kolagen fibril robek dan meningkatkan kemungkinan



kerusakan.



Tendinosis



kronis



kadang-kadang



dapat



memanifestasikan dirinya sebagai kalsifikasi di dalam tendon achilles. Ini mungkin dapat berupa insersional atau non-insersional dalam distribusi dan



kemungkinan merupakan refleksi dari microtears dan degenerasi dalam substansi intra-tendin (Puspaningtyas, 2018). 3. Ruptur rotator cuff terjadi karena trauma pada tendon yang sudah mengalami degenerasi. Ruptur cuff terjadi akibat gesekan. Adanya jaringan granulasi vaskular yang merupakan reaksi terhadap trauma dapat melemahkan tendon, sehingga kerusakan terjadi karena adanya stres. Pada pria lebih dari 40 tahun melakukan aktifitas dan terluka bahunya ketika mengangkat ataumenarik benda berat atau pada jatuh dengan lengan terulur. Pasien merasakan sensasi seperti robek disertai oleh rasa nyeriyang berat. Gerakan bahu menjadi terbatas. Rasa sakit secara bertahap berkurang namun berulang antara 8 dan 12 jam kemudian secara progresif biasanya di atas deltoid, yang diperburuk oleh pergerakan lengan. Pasien sulituntuk tidur menghadap sisi yang terkena. Beberapa pasien mengatakanadanya sensasi seperti bunyi “klik” pada bahunya. Pada kasus lain, dilaporkan terjadi kelemahan bukan nyeri. Dalam beberapa kasus tidak ada riwayatcedera. Trauma kecil pada pasien yang lebih tua dapat mengganggu tendonyang sudah parah kerusakannya, sehingga menyebabkan sedikitnya gejalayang terlihat (Puspaningtyas, 2018). 4. Ruptur tendo biseps adalah trauma yang terjadi pada tendon bisepsmenyebabkan terpisahnya tendo dari tulang. Tendo biseps normalnyaterhubung kuat ke tulang. Ketika terjadi ruptur tendo biseps, tendo initerlepas, otot tidak dapat menarik tulang, dan gerakan tertentu dapat melemahatau terasa nyeri.Terdapat dua jenis ruptur tendo biseps : (Puspaningtyas, 2018). a. Ruptur tendo biseps proksimal adalah trauma yang terjadi pada tendon biseps di sendi bahu. Jenis cedera adalah jenis yang paling umum daricedera tendo biseps. Umumnya sering terjadi pada pasien usia lebih dari60 tahun, dan biasaya meunjukkan gejala minimal. Ruptur tendo biseps melibatkan salah satu dari dua ujung tendon biseps. Kondisi ini biasanya terjadi pada orang tua dan disebabkan oleh perubahan degeneratif dalam tendo biseps



yang menyebabkan kegagalanstruktur. Kebanyakan pasien terlebih dahulu merasakan nyeri bahumenetap dengan impingement syndrome atau rotator cuff tear. Ruptur tendon biseps proksimal juga dapat terjadi selama kegiatan ringan, dan beberapa pasien mungkin mengalami beberapa nyeri setelah terjadi ruptur tendon.Tendo biseps proksimal dapat ruptur pada pasien muda dengankegiatan seperti angkat berat atau olahraga melempar, tapi kejadian ini cukup jarang terjadi b. Ruptur tendo bisep distal trauma yang terjadi biasanya disebabkan oleh angkat berat atau olahraga yangdilakukan oleh pria paruh baya. Kebanyakan pasien dengan ruptur tendo bisep distal perlu menjalani operasi untuk memperbaiki tendo yang robek.Ruptur tendo biseps distal pada sendi siku lebih jarang terjadi.Presentasenya kurang dari 5% dari ruptur tendo biseps. Trauma ini juga biasanya ditemukan di pasien usia paruh baya, meskipun tidak selalu.Biasanya terdapat tendinosus, atau perubahan degeneratif dalam tendo,yang merupakan prodisposis terjadinya ruptur tendo. Pada ruptur tendo biseps distal penting diketahui bahwa tanpa perbaikan dengan bedah, pasien yang mengalami ruptur tendo bisepsdistal lengkap akan mengalami kehilangan kekuatan pada siku. Kekuatanakan mempengaruhi kemampuan untuk menekuk siku, melawan tahanan,dan kemampuan untuk memutar lengan (misalnya, memutar gagang pintuatau obeng). 1.5 TANDA DAN GEJALA Cedera tendon dapat diidentifikasi dengan adanya tanda-tanda atau gejalagejala berikut: (Yuniar, 2019) 1. Terdengar atau terasa ada bagian tubuh yang tertarik dan putus 2. Rasa sakit yang luar biasa hebat 3. Muncul memar-memar 4. Bagian tubuh tersebut menjadi semakin lemah 5. Ketidakmampuan untuk menggunakan lengan atau kaki yang cedera



6. Ketidakmampuan untuk memindahkan bagian tubuh yang cedera 7. Ketidakmampuan untuk menopang berat badan 8. Deformitas (perubahan struktur dan posisi tulang atau persendian) pada bagian tubuh tertentu Pasien dengan ruptur akut umumnya menggambarkan perasaan nyeri tiba-tiba pada tumit, terkadang disertai dengan bunyi hentakan, selama olahraga atau berlari. Mereka mungkin salah percaya bahwa pasien merasa telah ditendang atau dipukul di bagian belakang tendon tumit dengan bola atau raket. Mereka mengalami nyeri betis sisa, memar ringan, bengkak, dan kelemahan dalam "mendorong" dengan kaki yang terkena (Ismunandar dkk, 2021). Pasien merasakan sensasi seperti robek disertai oleh rasa nyeriyang berat. Gerakan bahu menjadi terbatas. Rasa sakit secara bertahap berkurang namun berulang antara 8 dan 12 jam kemudian secara progresif biasanya di atas deltoid, yang diperburuk oleh pergerakan lengan. Pasien sulit untuk tidur menghadap sisi yang terkena. Beberapa pasien mengatakanadanya sensasi seperti bunyi “klik” pada bahunya. Pada kasus lain, dilaporkan terjadi kelemahan bukan nyeri. Dalam beberapa kasus tidak ada riwayatcedera. Trauma kecil pada pasien yang lebih tua dapat mengganggu tendonyang sudah parah kerusakannya, sehingga menyebabkan sedikitnya gejalayang terlihat (Puspaningtyas, 2018). Faktor risiko cedera tendon antara lain : (Hapsari, 2020; Puspitaningtyas, 2018). 1. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda mengalami cedera tendon achilles. Biasanya, kondisi ini rentan dialami oleh orang yang menginjak usia 30-40 tahun. 2. Jenis kelamin pria. Kondisi ini lebih rentan dialami oleh pria dibandingkan dengan wanita. Bahkan, potensi yang dimiliki pria untuk mengalami cedera ini lebih besar lima kali lipat.



3. Beberapa jenis olahraga yang dapat meningkatkan risiko Anda mengalami kondisi ini. Beberapa di antaranya adalah berlari, melompat, atau olahraga permainan seperti sepak bola, basket, dan juga tenis. 4. Pemakaian injeksi steroid untuk mengatasi kondisi tertentu, Anda mungkin harus melakukan pengobatan menggunakan steroid. Biasanya, dokter memberikan obat ini untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan di dalam tubuh. Namun, obat ini dapat melemahkan tendon di sekitar area yang diberikan suntikan. Hal ini juga sering sekali dihubungkan dengan cedera tendon achilles. 5. Penggunaan antibiotik tertentu Antibiotik fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau levofloxacin dapat meningkatkan risiko Anda mengalami cedera tendon achilles. 6. Kelebihan berat badan atau obesitas menjadi salah satu faktor risiko mengalami cedera tendon achilles. 1.6 PATOFISIOLOGI Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak (Puspitaningtyas, 2018). Patofisiologi ruptur tendon Achilles berkaitan dengan degenerasi tendon dan faktor mekanik. Dilaporkan bahwa 1 dari 3 ruptur tendon Achilles disebabkan oleh pembebanan eksentrik yang cepat atau aktivitas berbasis pilometrik eksplosif (Alomedika, 2017). Kematian sel adalah penyebab dasar dari perubahan degeneratif. Adanya respon inflamasi dan adanya bagian daritendon yang mati mungkin mengalami degenerasi lemak, diikuti dengan pengapuran atau kerusakan. Pada awal perubahan terjadinya degeneratf terdapat pemisahan dan pelurusan dari bundel kolagen, dengan perpindahandari sel ke dalam ruang intrafascicular. Hal ini



mengurangi kekuatan tarikantendon. Dengan meningkatnya degenerasi kolagen fasikula yang terpisahmenjadi disorientasi, acellular dan terfragmentasi.Robek sebagian biasanya terjadi sebagai akibat erosi dangkal dibawah permukaan tendon supraspinatus di dekat insersi. Ini dapat menyebabkantendon melengkung selama abduksi lengan. Robekan parsial kemudianmenjadi komplit karena stres. Robekan lengkap dapat kecil atau besar,dengan penampilan yang bervariasi: ruptur baru memiliki tepi yang tidak teratur, namun ruptur yang lama terkesan lebih lembut, dengan tepi teratur (Puspaningtyas, 2018). Faktor mekanik yang menyebabkan mudahnya terjadi ruptur tendon Achilles adalah adanya intensitas aktivitas atau olahraga berlebihan, mikrotrauma kronis, overpronasi tendon, dan insufisiensi otot gastroknemius atau soleus. Pada kondisi normal, komposisi otot paling banyak adalah kolagen tipe I. Namun, adanya stres dan trauma tendon menyebabkan kompensasi berupa peningkatan kolagen tipe III yang kurang kuat jika meregang sehingga memudahkan terjadinya ruptur. Teori mekanik berhubungan dengan kejadian ruptur tendon achilles yang terjadi di usia paruh baya daripada di usia lanjut. Bahwa kerusakan dalam mekanisme penghambatan yang melindungi dari kontraksi otot yang berlebihan atau tidak terkoordinasi dapat menyebabkan pecahnya di lokasi stres dan torsi maksimum. Atlet yang kembali beraktivitas setelah tidak ada aktivitas mungkin paling rentan terhadap mekanisme ini. Barfred menunjukkan bahwa ruptur komplit dapat terjadi pada tendon yang sehat, jika dibebani secara miring pada panjang awal yang pendek dengan kontraksi otot maksimal yang khas dari push-off cepat yang diperlukan dalam banyak olahraga (Puspaningtyas, 2018). Faktor degenerasi terjadi disebabkan oleh antara lain: 1. Pengaruh usia : Pertambahan usia menyebabkan kondisi hipo/avaskular yang menyebabkan fragilitas tendon meningkat dan durasi penyembuhan menjadi lebih lama 2. Kondisi medis :



Beberapa



penyakit



misalnya rheumatoid



dapat



menyebabkan



arthritis,



penyakit



percepatan genetik



degenerasi dengan



tendon,



abnormalitas



kolagen, dislipidemia, dialisis jangka panjang, diabetes mellitus, dan transplantasi ginjal 3. Penggunaan fluorokuinolon : Fluorokuinolon



(seperti ciprofloxacin dan levofloxacin)



akan



menurunkan



transkripsi dekorin. Dekorin merupakan proteoglikan yang berfungsi dalam pertumbuhan jaringan dan mempertahankan kekuatan tendon. Berkurangnya dekorin akan menyebabkan perubahan struktur dan mengubah biokimia otot sehingga mudah terjadi rupture. 4. Kortikosteroid : Penggunaan kortikosteroid baik oral maupun injeksi akan menekan fibroblast dan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga durasi penyembuhan lebih lama. Selain itu, masking effect akibat penggunaan kortikosteroid membuat pasien akan meningkatkan aktivitas melebihi kemampuan yang tentunya berisiko membuat ruptur tendon 1.7 LOKASI RUPTUR TENDON Empat daerah yang paling umum tempat terjadinya ruptur tendon, antara lain : (Puspaningtyas, 2018). 1. Quadriceps kelompok dari 4 otot, yang vastus lateralis, medialis vastus, intermedius vastus, dan rektus femoris, datang bersama-sama tepat di atas tempurung lutut (patella) untuk membentuk tendon patella . Sering disebut quad, kelompok otot ini digunakan untuk memperpanjang kaki di lutut dan bantuan dalam berjalan, berlari , dan melompat. Ruptur tendon patela lebih jarang daripada ruptur quardiceps dancenderung terjadi pada pasien yang berumur kurang dari 40 tahun. Dalamkasus yang jarang terjadi, ruptur tendon quardiceps parsial terjadi pada atletmuda bersamaan dengan jumper’s knee. Jumper’s knee ini biasanyamelibatkan tendon patella. Ruptur tendon quardiceps biasanya terjadi



selama kontraksi, cepateksentrik dari otot quardiceps, dengan kaki tertanam dan lutut fleksi sebagian.Cedera ini biasanya terjadi selama jatuh. Mekanisme lain cedera termasuk pukulan langsung, luka, dan penyebab iatrogenik. Banyak kondisi telah dilaporkan untuk berkontribusi terhadap terjadinyadegenerasi tendon quardiceps, antara lain :hiperparatiroidisme, gagal ginjal kronis, gout, obesitas, leukemia, rheumatoid arthritis, diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik (sle), infeksi, penyakit metabolik , penyalahgunaan steroid, tumor, imobilisasi, dan gerakan berulang. 2. Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius, soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian pergelangan kaki. Tendon Achilles adalah tendon tertebal dan terkuat pada tubuh manusia. Panjangnya sekitar 15 sentimeter, dimulai dari pertengahan tungkai bawah. Kemudian strukturnya kian mengumpul dan melekat pada bagian tengah-belakang tulang calcaneus. Tendon ini sangat penting untuk berjalan, berlari dan melompat secara normal. Cidera karena olahraga dan karena trauma pada tendon Achilles adalah biasa dan bisa menyebabkan kecacatan. 3. Rotator cuff terletak di bahu dan terdiri dari 4 otot: supraspinatus (yang umum tendon paling pecah), infraspinatus, teres minor, dan m. subskapularis. Kelompok otot ini berfungsi untuk mengangkat tangan ke samping, membantu memutar lengan, dan menjaga bahu keluar dari soket tersebut. Tendo rotator cuff terdiri dari: a. Tendo Supraspinatus b. Tendo Infraspinatus c. Tendo Teres minor d. Tendo Subskapularis 4. Bisep. Otot bisep fungsi sebagai fleksor lengan dari siku. Otot ini membawa tangan ke arah bahu dengan menekuk siku. Ruptur tendo biseps adalah trauma yang terjadi pada tendon bisepsmenyebabkan terpisahnya tendo dari tulang. Tendo biseps normalnyaterhubung kuat ke tulang. Ketika terjadi ruptur tendo



biseps, tendo initerlepas, otot tidak dapat menarik tulang, dan gerakan tertentu dapat melemahatau terasa nyeri.Terdapat dua jenis ruptur tendo biseps: a. Ruptur tendo biseps proksimal melibatkan salah satu dari dua ujung tendon biseps. Kondisi ini biasanya terjadi pada orang tua dan disebabkan oleh perubahan



degeneratif



dalam



tendo



biseps



yang



menyebabkan



kegagalanstruktur. Kebanyakan pasien terlebih dahulu merasakan nyeri bahumenetap dengan impingement syndrome atau rotator cuff tear. Ruptur tendon biseps proksimal juga dapat terjadi selama kegiatan ringan, dan beberapa pasien mungkin mengalami beberapa nyeri setelah terjadi ruptur tendon.Tendo



biseps



proksimal



dapat



ruptur



pada



pasien



muda



dengankegiatan seperti angkat berat atau olahraga melempar, tapi kejadian ini cukup jarang terjadi b. Ruptur tendo bisep distal trauma ini biasanya ditemukan di pasien usia paruh baya, meskipun tidak selalu. Biasanya terdapat tendinosus, atau perubahan degeneratif dalam tendo,yang merupakan prodisposis terjadinya ruptur tendo. Pada ruptur tendo biseps distal penting diketahui bahwa tanpa perbaikan dengan bedah, pasien yang mengalami ruptur tendo bisepsdistal lengkap akan mengalami kehilangan kekuatan pada siku. Kekuatanakan mempengaruhi kemampuan untuk menekuk siku, melawan tahanan,dan kemampuan untuk memutar lengan (misalnya, memutar gagang pintuatau obeng). Konservatif, pengobatan nonsurgical pada ruptur tendo biseps terdiridari istirahat, penguatan dan latihan gerak, dan penggunaan obat antiinflammatory drugs (NSAIDs). Es diberikan untuk beberapa hari pertama pengobatan, kemudian diikuti oleh terapi panas. Pembedahan melibatkan reattaching bagian tendon yang robek ketulang (tenodesis) atau memotong tendon untuk menghasilkan robekanyang lengkap dan dilakukan terapi seperti pada ruptur lengkap. Robekan pada tendo m.biseps caput longum biasanya dirawat secara konservatif karena cedera menyebabkan perubahan fungsional yang minimal.



1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Ultrasonografi linier menghasilkan gambar dinamis dan panorama dengan tendon achilles normal yang muncul sebagai gambar hipoekogenik seperti pita yang terkandung dalam 2 pita hiperekogenik. Ruptur muncul sebagai vakum akustik dengan tepi tidak beraturan tebal. Ultrasonografi penting untuk mendiagnosis ruptur parsial (seringkali subklinis) dan menyingkirkan cedera sehingga mencegah pengobatan yang tidak perlu (Ismunandar dkk, 2021). 2. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat menunjukkan secara detail kondisi ujung-ujung tendon yang ruptur. MRI adalah alat yang bermanfaat untuk mengkonfirmasi diagnosis klinis, dan lebih penting lagi untuk menilai jumlah defek fungsional pada tendon Achilles untuk perencanaan pre operasi (Firmansyah dkk, 2018). relatif menggambarkan tendon achilles terhadap bantalan lemak dari segitiga Kager dengan baik. Ini adalah modalitas pencitraan pilihan karena lebih baik dalam mendeteksi ruptur yang tidak lengkap dan berbagai penyakit degeneratif kronis (Ismunandar dkk, 2021). Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu (Ismunandar dkk, 2021). 1. Queezed test Simmonds atau Thompson Dengan pasien tengkurap di atas meja dan pergelangan kaki menjuntai dari meja, pemeriksa meremas bagian bagian betis. Triad Simmonds yaitu gangguan sudut deklinasi mengacu pada hilangnya ketegangan pada tendon Achilles yang ruptur, yang menyebabkan pergelangan kaki dan kaki yang cedera lebih dorsiflexi, palpasi celah dapat dilihat dengan meraba tendon di sepanjang panjangnya tendon achilles, dan pemeriksa secara dengan lembut meremas otot betis pasien, ini akan merusak otot soleus, menyebabkan tendon gastrocnemius-soleus di atasnya berbaring dari tibia, mengakibatkan fleksi plantar kaki jika tendon utuh. 2. Tes O’Brien. Jarum hipodermik dimasukkan tepat di medial ke garis tengah dan 10 cm di proksimal dari insersi tendon. Ujung jarum harus berada tepat di dalam substansi tendon. Pergelangan kakikemudian plantar dan dorsiflexing secara



bergantian. Saat dorsiflexi, tendon achilles diregangkan dan jarum harus mengarah distal, jika tendon berada di distal maka jarum masih utuh 3. Tes matles atau fleksi lutut. Saat berbaring tengkurap di atas meja, pasien diminta untuk secara aktif menekuk lutut hingga 90. Selama gerakan ini, jika kaki di sisi yang terkena jatuh ke dalam dorsofleksi, tendon achilles yang ruptur dapat didiagnosis 4. Tes copeland atau sphygmomanometer. Pasien berbaring tengkurap dan manset sphygmomanometer dililitkan di tengah betis. Manset dipompa menjadi 100 mm merkuri dengan kaki masuk fleksi plantar. Kaki kemudian didorsifleksikan. Jika tekanan meningkat menjadi sekitar 140 mmHg, dianggap unit musculotendinous utuh. Jika tekanan tetap pada nilai asli 100 mmHg tendon achilles yang ruptur dapat didiagnosis



1.9 PENANGANAN Penanganan ruptur tendon, contohnya tondon otot flexor terus berkembang dari waktu ke waktu. Perbaikan dan modifikasi serta penyempurnaan atas teknikteknik lama yang sudah baku terus dilakukan dalam upaya mendapatkan hasil yang masimal dalam penyembuhan. Penyambungan tendon yang baik akan dapat mengembalikan kontinuitas tendom tanpa menimbulkan adhesi/perlekatan atau bentuk sambungan yang menghalangi giliding. Keberhasilan operasi penyambungan tendon dan rehabilitasi dipengaruhi oleh banyak hal di antaranya yang sangat berperan adalah robekan sarung tendon, teknik jahitan dan mobilisasi. Penanganan cedera tendon yang tidak optimal dapat menyebabkan adhesi dan gangguan fungsi bahkan dapat terjadi ruptur ulang. Penelitian sebelumnya telah menyimpulkan bahwa mobilisasi dini pada tendon yang telah disambung menurunkan angka terjadinya adhesi dan memperbaiki gliding tendon. Walaupun demikian tetap ada resiko mobilisasi yang besar dan resiko terjadinya ruptur ulang dari tendon terkait Terjadinya celah sambungan (Gap Formation) dan ruptur ulang pada sambungan



adalah tanda terjadinya kelemahan penanganan cedera tendon. Hal tersebut memperlihatkan kelemahan fungsi dari jahitan, teknik dan biomekanik tendon pada saat awal pasca perbaikan. Minggu ke 2 pasca penyambungan tendon akan terjadi proses perlunakan pada tendom tersebut, dan dapat terjadi ruptur ulang, sedangkan minggu-minggu berikutnya sudah cukup kuat. Keberhasilan perbaikan tendon fleksor amat tergantung kepada fase penyembuhan tendon, teknik yang atraumatik (minimalis invasif), metode penjahitan, penanganan pasca operasi dan evaluasi. Banyak penelitian dilaksanakan untuk mendapatkan teknik jahitan yang kuat sekaligus menghindarkan terjadinya celah besar pada sambungan tendon. Peningkatan celah sambungan memberikan hasil klinis yang buruk. Oleh sebab itu, salah satu target penyambungan tendon adalah memperbaiki atau mempertahankan fungsi gliding. Pada penyambungan tendon, penambahan lingkaransambungan berpengaruh



terhadap



gliding



sehingga



mempengaruhi



mobilisasi



setelah



penyambungan (Pohan dan Dame, 2018). 1.10 TEKNIK PENANGANAN Tujuan memperbaiki atau penyambungan tendon adalah sebagi berikut, yaitu yang pertama dengan memperbaiki integritas mekanik dan yang kedua memperbaiki atau mempertahankan fungsi gliding. Selanjutnya, prinsip dasar untuk keberhasilan penyambungan tendon dipengaruhi oleh beberapa hal berikut, yaitu: 1. Teknik bedah atraumatik, meliputi cara kerja yang halus (gentle), instrumen yang halus (fine), penggunaan kaca pembesar untuk memperkuat visibilitas, lapangan kerja bebas darah dengan menggunakan bantuan torniquet, insisi kulit yang fisiologi dan adekuat, materi benang jahitan yang baik (punya sifat tidak reaktif, kuat, tidak elastis dapat dengan mudah dibuat jahitan yang erat), teknik jahitan tendon yang digunakan harus kuat namun sekaligus tidak menyebabkan sumbatan aliran darah (iskemik) serta tidak mengganggu gliding dan atau tidak mencederai pembuluh darah; 2. Penanganan oleh pakar di bidang tangan atau paling tidak dalam supervisi ahli.



3. Kamar operasi sebagai tempat dilaksanakan operasi penanganan ruptur tendon 4. Penerangan (lampu) yang baik 5. Asisten yang bisa bekerja sama dengan baik. 6. Hindari infeksi dengan cara sebagai berikut yaitu pencucian/irigasi dan debridement luka yang baik, penyambungan tendon hanya pada kasus luka bersih, penutupan jaringan lunak dilakukan bila telah dilakukan pembersihan dan debridement yang terbatas serta pemberian antibiotik dan imunisasi spesifik. 7. Supervisi pasca operatif meliputi elevasi tangan/lengan (daerah terdampak), perawatan secara asepsis, mobilisasi terbatas segera pasca operasi dan pertahankan mobilisasi pasif dengan bantuan splint serta dapat diberikan antibiotik profilaksis. Supervisi mobilisasi aktif segera setelah splint dibuka pada masa 34 minggu untuk mencegah atau memperbaiki adhesi. Mobilisasi dini harus dimulai saat yang tepat. Dengan teknik operasi sambung tendon yang kuat, mobilisasi tendon terdampak sebenarnya dapat mulai dilakukan 1 hari pasca operasi. Namun mesti diingat, bahwa tanpa evaluasi oleh operator, lebih baik tidak dilakukan operasi dan latihan secara bertahap sudah dapat dimulai pasca operasi dengan memakai bantuan splint (Kangas, 2007). Hal itu jauh lebih menguntungkan dilakukan dengan tujuan untuk mendorong penyembuhan pasien terjadi paling optimal (Pohan dan Dame, 2018). 1.11PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan saat ini menekankan pada keputusan pasienmengenai pilihan pengobatan, dengan mempertimbangkan usia, tingkataktivitas, kebutuhan pribadi, dan kondisi komorbid. Ruptur parsial dapatdiobati secara konservatif atau dengan pembedahan. 1. Penatalaksanaan Farmakologis a. Pembedahan melibatkan reattaching bagian tendon yang robek ketulang (tenodesis) atau memotong tendon untuk menghasilkan robekanyang lengkap dan dilakukan terapi seperti pada ruptur lengkap. Robekan pada



tendo m.biseps caput longum biasanya dirawat secara konservatif karena cedera menyebabkan perubahan fungsional yang minimal. Namun,atlet atau individu yang sangat aktif lainnya tidak dapat mentolerir setiaphilangnya fungsi dan akan meminta untuk dilakukan tenodesis. Ruptur tendon biseps distal ditatalaksana dengan tenodesis menggunakan logamstitch (jahitan) jangkar. Ruptur pada musculotendinous junction atau ruptur dalam corpustendon dilakukan pembedahan (tendinoplasty) dengan perangkat augmentation ligament atau dengan metode lipat sederhana/menyelipkan. Setelah operasi, lengan dipertahankan dalam posisi membungkuk selama 4-5 hari (Puspitaningtyas, 2018). b. Perawatan bedah untuk ruptur tendon Achilles dibagi menjadi empat kategori: perbaikan terbuka, perbaikan perkutan, perbaikan mini-open, dan perbaikan augmentatif. Secara umum, operatif intervensi biasanya lebih disukai untuk pasien yang lebih muda dan pasien yang menginginkan fungsi yang lebih besar. Tindakan operatif perbaikan tendon achilles open end-toend memiliki indikasi yaitu pada kasus ruptur akut (sekitar 8%)



Non Operatif Stabilitas awal, terapi fisik



Pemasangan alat yang mengikat (bidai,gips,dll) Gangguan aliran balik vena Perfusi perifer tidak efektif



Risiko infeksi



Ansietas



Operatif (Repair Tendon)



Post Operatif



Pre Operatif



Prosedur pembedahan



Masalah Ortopedi (Ruptur Tendon)



Pembengkakan Inflamasi, pembengkakan Nyeri akut Gangguan mobilitas fisik



Imobilitas



Terdapat jahitan luka operasi



Dampak masalah muskoloskeletal



Pergerakan terbatas



Gangguan citra tubuh



Gangguan mobilitas fisik



Nyeri akut



Dampak psikologis pasca operasi Risiko harga diri rendah kronis



BAB 2. KONSEP ASUHAN KPERAWATAN



2.1 PENGKAJIAN 1. Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena biasanya lakilaki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat kecelakaan bermotor, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor medrek dan alamat. 2. Keluhan utama : Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan kesehatan, merasa ada tarikan dan putus pada bagian tubuh, nyeri hebat pada ektermitas, kelemahan pada anggota gerak yang cider, tidak mampu memindahkan anggota gerak yang cidera 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang : Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai dengan dibawa ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama b. Riwayat kesehatan dahulu : Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat trauma, riwayat penyakit tulang seperti osteoporosis, osteomalacia, osteomielitis, gout ataupun penyakit metabolisme yang berhubungan dengan tulang seperti diabetes mellitus (lapar terusmenerus, haus dan kencing terus–menerus), gangguan tiroid dan paratiroid. c. Riwayat kesehatan keluarga : Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluarga klien terdapat penyakit keturunan ataupun penyakit menular dan penyakit-penyakit yang karena lingkungan yang kurang sehat yang berdampak negatif pada kesehatan anggota keluarga termasuk klien. d. Riwayat perkawinan : kawin/ tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap terjadinya rupture tendon.



4. Pemeriksaan Fisik : dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis. a. Keluhan utama : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. b. Tanda-tanda vital : tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah ataun kuat. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. c. Kepala Inspeksi : Bentuk kepala simetris, distribusi rambut rata, tidak ada luka di kepala, wajah simetris. Palpasi : Tidak ada massa dan tidak ada nyeri tekan. d. Mata Inspeksi : Bentuk mata simetris, reaksi pupil peka terhadap cahaya, konjungtiva merah muda, tidak ada sekret, sklera putih, Palpasi : Tidak ada nyeri tekan e. Telinga Inspeksi : Bentuk telinga simetris kanan dan kiri, daun telinga tampak bersih dan tidak dapat serumen. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan f. Hidung Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada sekret, tidak ada perdarahan (epitaksis), Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. g. Mulut Inspeksi : Mulut simetris, tidak ada stomatitis, lisah bersih, tidak ada pendarahan gusi Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan h. Leher



Inspeksi : Leher pasien terlihat simetris, warna kulit di leher sama denga warna kulit. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada faring dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid i. Dada Jantung Inspeksi : Tidak adanya ictus cordis Palpasi : Tidak ada nyeri tekan Perkusi : Pekak Auskultasi : Tidak terdengar bunyi tambahan, irama jantung reguler, j. Paru Inspeksi : Pengembangan dada simetri Palpasi : Tidak ada nyeri tekan Perkusi : Suara sonor di lapang paru kanan dan kiri Auskultasi : Suara nafas ireversibel k. Abdomen Inspeksi : Tidak ada tonjolan Auskultasi : Bising usus normal Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan Perkusi : Timpani l. Genetalia dan Anus Tidak ada kelainan, terpasang alat bantu m. Ekstremitas Inspeksi (look) : Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan halhal yang tidak biasa (abnormal). Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas). Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) Palpasi (fell) : Adanya nyeri tekan pada daerah ruptur, adanya kelemahan otot pada ekstermitas bawah. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time à Normal > 3 detik. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat



letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal). Otot : tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,



konsistensinya,



pergerakan



terhadap



dasar



atau



permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya. Move : Mengalami keterbatasan rentang gerak karena mengalami ruptur tendon, ketidakmampuan menggerakkan anggota tubuh yang mengalami ruptur tendon, kelemahan pada anggota tubuh yang ruptur tendon 5. Pola Kebiasaan a. Pola Nutrisi Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makan-makanan yang mengandung



kalsium



yang



sangat



berpengaruh



dalam



proses



penyembuhan tulang dan kebiasaan minum klien sehari-hari, meliputi frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan. b. Pola Eliminasi Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan sistem tubuhnya yang disebabkan oleh ruptur tendon. c. Pola Istirahat Tidur Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah mengalani rupture tendon. d. Pola Hygiene Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu dkaji sebelum klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit. e. Pola Aktivitas Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat. 6. Pemeriksan Penunjang 3. Ultrasonografi 4. Pemeriksaan X-Ray 5. MRI



2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pre operatif a. Nyeri



akut



berhubungan



dengan



rupture



tendon,



kerusakan



neuromuskuloskeletal akibat cedera fisik (trauma) secara langsung, tidak langsung atau patologis. b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan tendon di tandai dengan gangguan muskuloskeletal, deformitas. c. Resiko infeksi berhubungan dengan agen cidera fisik, kimia, biologi d. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri ditandai dengan edema dan nyeri ektremitas e. Gangguan citra diri berhubungan dengan biofisika (penyakit kronis), kognitif/persepsi (nyeri kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis situasional, trauma/injury, pengobatan (pembedahan, kemoterapi, radiasi f. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan akan rutur tendon akibat cedera fisik (trauma) secara langsung tidak langsung. 2. Pasca operatif a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) ditandai dengan mengeluh nyeri pada area luka jahitan operasi b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak, penurunan kekuatan otot ditandai dengan mengeluh sulit menggerakkan bagian yang cidera pasca operasi, rentang gerak menurun c. Risiko harga diri rendah kronis berhubungan dengan pengalaman traumatik, perasaan kurang didukung orang lain, ketidakmampuan menunjukkan perasaan



2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN



No 1.



Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut (D.0077)



Tujuan



Intervensi



SLKI (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238) Tingkat nyeri Observasi Tujuan: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, Setelah dilakuakan tindakan durasi, frekuensi, kualitas, keperawatan selama 1x24 jam intensitas nyeri diharapkan tingkat nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri dengan 3. Identifikasi respons non verbal Kriteria Hasil: 4. Identifikasi faktor yang 1. Keluhan nyeri menurun memperberat dan memperingan 2. Meringis menurun nyeri 3. Gelisah menurun 5. Monitor keberhasilan terapi 4. Perasaan takut mengalami komplementer yang sudah cedera berulang menurun dilakukan Terapeutik 6. Berikan teknik nonfarmakologis untuk menguragi rasa nyeri Edukasi 7. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 8. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi 9. Kolaborasi pemberian analgetik



Pathway



Paraf & Nama



Ruptur tendon Terputusnya kontinuitas muskuloskeletal Inflamasi area cidera Nyeri akut



Nana



2.



3.



Gangguan SLKI (L.05042) Dukungan ambulasi (I.06171) Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik Observasi (D.0054) Tujuan: 3. Identifikasi adanya nyeri atau Setelah dilakuakan tindakan keluhan fisik lainnya keperawatan selama 1x24 jam 4. Monitor kondisi umum selama diharapkan mobilitas fisik melakukan ambulasi meningkat dengan Terapeutik Kriteria Hasil: 5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan 1. Nyeri menurun alat bantu 2. Kecemasan menurun 6. Fasilitasi melakukan mobilisasi 3. Gerakan tidak terkoordinasi fisik menurun Edukasi 4. Gerakan terbatas menurun 7. Anjurkan melakukan ambulasi dini 5. Kelemahan fisik menurun 8. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan Perfusi



perifer SLKI (L.05042) Perawatan Sirkulasi (I.02079) Perfusi Perifer Observasi tidak efektif Tujuan: 1. Periksa (D.0009) Setelah dilakuakan tindakan sirkulasi perifer(mis.nadi perifer, keperawatan selama 1x24 jam edema,pengisian kapiler, warna, diharapkan mobilitas fisik suhu,anklebarchial index) meningkat dengan 2. Identifik Kriteria Hasil: asi faktor risiko gangguan 1. Denyut nadi perifer meningkat sirkulasi(mis.diabetes, 2. Sensasi meningkat perokok,hipertensi, kadar 3. Warna kulit pucat menurun kolesterol tinggi) 4. Akral membaik Terapeutik



Ruptur tendon Kelemahan pada area cidera



Nana



Keterbatasan pergerakan Rentang gerak menurun Gangguan mobilitas fisik Ruptur tendon Penurunan aliran arteri dan atau vena



Na n a



Konsentrasi hemoglobin menurun



5. Turgor kulit membaik



4.



Ansietas (D.0080)



3.



Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan keterbatasan perfusi 4. Hindari penekanan tourniquet pada area yang cedera 5. Lakukan perawatan kaki dan kuku 6. Lakukan hidrasi Edukasi 7. Anjurka n minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur 8. Anjurka n perawatan kulit yang tepat 9. Anjurka n program diet untuk memperbaiki sirkulasi SLKI (L.09093) Reduksi ansietas (I.09314) Tingkat ansietas Observasi Tujuan: 1. Identifikasi saat tingkat ansietas Setelah dilakuakan tindakan berubah (mis kondisi, waktu, keperawatan selama 1x24 jam stresor) diharapkan status kenyamanan 2. Monitor tanda-tanda ansietas meningkat dengan (verbal dan non verbal) Kriteria Hasil: Terapeutik



Anemia Perfusi perifer tidak efektif



Ruptur tendon Tindakan pre operatif Ancaman terhadap



Nana



1. Verbalisasi kebingungan menurun 2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun 3. Perilaku gelisah menurun 4. Perilaku tegang menurun



5.



Resiko infeksi (0142)



3. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan 4. Pahami situasi yang membuat ansietas Edukasi 5. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami 6. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis 7. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi 8. Latih teknik relaksasi SLKI (L.14137) Pencegahan infeksi (I.14539) Tingkat infeksi Observasi Tujuan: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi Setelah dilakukan tindakan lokal dan sistemik keperawatan selama 1x24 jam Terapeutik diharapkan toleransi aktivitas 2. Batasi jumlah pengunjung meningkat dengan 3. Berikan perawatan kulit pada area Kriteria Hasil: edema 1. Nyeri menurun 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah 2. Bengkak menurun kontak dengan pasien dan 3. Kemerahan menurun lingkungan pasien 5. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi Edukasi 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi



kematian Kurang terpapar informasi Ansietas



Ruptur tendon Peningkatan paparan organisme patigen lingkungan Ketidakadekutan pertahanan tubuh supresi respon inflamasi Risiko infeksi



Nana



7. Ajarkan cara dengan benar



mencuci



tangan



2.4 Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu: 1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan. 2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan tindakan keperawatan. 3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru 4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau dimodifikasi Discharge planning rencana tindakan selanjutnya ketika kondisi pasien membaik dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit, pada pasien rupture tendon dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Meningkatkan asupan cairan 2. Dianjurkan untuk diet makan lunak terlebih dahulu 3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat 4. Kontrol sesuai jadwal 5. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada keluhan 6. Menjaga asupam nutrisi yang seimbang 7. Hindari trauma ulang. 8. Latihan aktivitas berawal dengan aktivitas ringan bertahap ke aktivitas seperti sedia kala.



DAFTAR PUSTAKA



Alomedika. 2017. Epidemiologi Ruptur Tendon Archilles Firmansyah, dkk. 2018. Repair Ruptur Tendon Achiles Neglected dengan Teknik Lindholm Modifikasi. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(3):74-77 Hapsari, Annisa. 2020. Cedera Tendon Achilles. Hello Sehat Ismunandar1, H., dkk. 2021. Diagnosis dan Tatalaksana Ruptur Tendon Achilles : Tinjauan Pustaka. Medula. 10(4):691-697 Kekuatan Jahitan Teknik Cross Stitch dan Teknik Kessler Modifikasi. Jurnal IlmiahWIDYA. 5(1):62-68 Pohan, E. S. D., dan Dame J. P. 2018. Ruptur Tendon Dan Penanganannya: Perbandingan Shamrock, A. G., dan V. Matthew. 2021. Achilles Tendon Rupture. StatPearls [Internet]. Theresia Yuli Puspaningtyas. 2018. Ruptur Tendon. Poltekkes Kemenkes Surakarta Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi III. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. EdisiII. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Yuniar, Maria. 2019. Cedra Tendon: Jenis, Penyebab, dan Pengobatannya. SehatQ