3.bab.3. Pendekatan Metodologi Pemetaan Sungai [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDEKATAN DAN METODOLOGI



3.1. PENDEKATAN DAN METODOLOGI Agar dapat mewujudkan dengan baik semua sasaran yang direncanakan, suatu pekerjaan perlu memiliki metodologi pelaksanaan yang terencana dengan baik. Secara



garis



besar,



metodologi



pelaksanaan



pekerjaan



yang



akan



dilaksanakan terbagi 4 tahap sebagai berikut : 



KEGIATAN A : pekerjaan persiapan dan studi terdahulu, pengumpulan data sekunder dan juga survey pendahuluan.



3.2.







KEGIATAN B : pengumpulan data primer.







KEGIATAN C : analisis data







KEGIATAN D : pembuatan laporan-laporan.



Kegiatan Persiapan 3.2.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan



persiapan



ini meliputi



penyelesaian



administrasi,



mobilisasi



personil dan peralatan, persiapan pekerjaan lapangan dan pengumpulan data dan pembuatan rencana kerja di lapangan. 1. Penyelesaian Administrasi



Masalah



administrasi



yang



harus



diselesaikan



terutama



meliputi



administrasi kontrak dan legalitas personil yang akan ditugaskan untuk melaksanakan pekerjaan ini, baik di lingkungan intern konsultan maupun untuk berhubungan dengan pihak lain. 2. Mobilisasi Personil dan Peralatan



Pendekatan dan Metodologi



1



Bersamaan dengan penyelesaian administrasi, konsultan akan melakukan mobilisasi personil dan peralatan yang diperlukan dalam pekerjaan ini. Kemudian setelah semua personil dimobilisir, dilakukan rapat koordinasi untuk menentukan langkah-langkah guna penyelesaian pekerjaan ini agar didapatkan hasil kerja yang maksimal. 3. Inventarisasi Kebutuhan Pemakai



Inventarisasi kebutuhan pemakai sangat penting untuk dilakukan. Hal ini penting mengingat penjelasan pekerjaan sebelumnya belum dijelaskan secara



teknis



dan



bagaimana



hasil



(produk)



yang



mencerminkan



keinginan pengguna jasa dan kualitas pekerjaan yang harus dihasilkan oleh konsultan. Pendefinisian ulang kebutuhan pemakai ini harus sudah diselesaikan sebelum



laporan



pendahuluan



dibuat.



Dengan



demikian,



laporan



pendahuluan yang dibuat oleh konsultan akan menjadi acuan konsultan dan pemilik pekerjaan (pengguna jasa) dalam pelaksanaan pekerjaan ini. 4. Penyusunan Rencana Kerja



Selain persiapan-persiapan yang dilakukan di kantor, dilakukan juga persiapan di lapangan. Untuk itu perlu disusun rencana kerja baik di lapangan maupun di kantor yang meliputi penyiapan kantor dan pekerjaan persiapan untuk survey-survey. Sedangkan program



pekerjaan



kerja



pembuatan



persiapan



(jadwal



peta



kerja,



kerja



untuk



lebih



penyiapan



survey



rinci)



dan



peralatan



meliputi



pembuatan



penugasan survey



dan



personil, personil,



penyiapan surat-surat ijin/surat keterangan, dan pemeriksaan alat-alat survey. 3.2.2 Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara menginventarisir datadata yang sudah ada dari instansi dan pihak terkait dalam penelitian baik di kantor pusat, propinsi, kabupaten maupun langsung di lapangan. Instansiinstansi yang mungkin akan dihubungi antara lain Jawatan Topografi, Badan Meteorologi dan Geofisika, Dit-Jend PSDA, Dinas Pemukiman Wilayah dan Lingkungan Hidup dan instansi sumber data yang lain. Data sekunder lain yang dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan perencanaan adalah data-data yang mendukung pekerjaan ini yaitu meliputi : 



Hasil Studi Terdahulu yang Terkait Hasil studi, penelitian atau perencanaan terdahulu dapat dijadikan sumber informasi agar pekerjaan menjadi satu kesatuan studi yang



Pendekatan dan Metodologi



2



berkelanjutan



sehingga



tidak



tumpang



tindih



dengan



studi



atau



perencanaan terdahulu. 



Kebijakan/Peraturan Pemerintah Kebijakan/peraturan pemerintah yang akan digunakan sebagai bahan Analisis adalah: Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Rencana Strategi (RENSTRA) pemerintah propinsi. Rencana kawasan pertumbuhan ekonomi propinsi, kabupaten, kota. Peraturan-peraturan / kebijakan-kebijakan lain yang terkait.







Peta Lokasi Studi Terbaru Peta-peta yang akan dikumpulkan adalah. a Peta



Topografi



rupa



bumi



dari



BAKOSURTANAL



atau



Direktorat



Topografi. b Peta tata guna lahan dari Badan Pertanahan Nasional.







Data Meteorologi dan hidro-oceanografi Data meteorologi yang digunakan adalah hasil pengamatan dari stasiun yang terdekat sehingga dianggap mewakili kondisi di lokasi perencanaan. Sedangkan data hidrooceanografi digunakan sebagai bahan pembanding dengan data hasil survey yang akan dilaksanakan. Data-data yang diperlukan adalah: Data curah hujan periode jam-jaman, harian, bulanan dan tahunan dari



a.



stasiun terdekat.







b.



Data iklim stasiun terdekat.



c.



Data debit sungai



d.



Data pasang surut



Data Sekunder Sosial Ekonomi dan Potensi Daerah Kondisi sosial ekonomi akan menggambarkan potensi yang ada serta tingkat pengembangan potensi tersebut di suatu kawasan. Kondisi ini kemudian akan dijadikan parameter penting dalam perencanaan. Data sosial ekonomi yang akan dikumpulkan antara lain : a



Data kependudukan (Demografi).



b



Sosial kemasyarakatan.



c



Data perdagangan dan industri.



Pendekatan dan Metodologi



3







d



Data potensi sumberdaya alam.



e



Data pendapatan ekonomi wilayah (PDRB/GDP/GRDP).



f



Data bahan bangunan/material dan upah.



g



Data sarana dan prasarana pendukung wilayah yang ada.



h



Data fasilitas dan utilitas yang tersedia.



Data Lingkungan Penunjang Kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung akan membawa dampak terhadap lingkungan. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap kehidupan sekitarnya.



Pengumpulan Data Primer 1) Survey Topografi Survey topografi dilakukan untuk mendapatkan data dan gambaran bentuk permukaan tanah berupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan yang ada baik untuk area darat maupun area perairan sungai. Secara garis besar, survey topografi yang dilakukan terdiri dari kegiatan sebagai berikut: 1.



Pekerjaan Pengukuran Pengukuran ini maksudkan untuk menetapkan posisi dari titik awal proyek terhadap koordinat maupun elevasi triangulasi, agar pada saat pengukuran untuk pelaksanaan (stake out) mudah dilakukan. Pengukuran pengikatan dilakukan dari titik triangulasi terhadap salah satu titik pada kerangka dasar horizontal/vertikal utama, agar seluruh daerah pemetaan berada dalam satu sistem referensi yang sama. Apabila titik triangulasi tidak ada/berada jauh sekali dari lokasi proyek, maka dapat digunakan titik referensi lokal. Setelah dilakukan pengukuran pengikatan untuk menentukan titik awal proyek, selanjutnya dilakukan pengukuran titik-titik kontrol, baik titik kontrol horizontal maupun vertikal. Pengukuran titik-titik kontrol adalah pekerjaan pengukuran untuk pemasangan patok-patok yang kelak akan digunakan sebagai titik-titik dasar dalam berbagai macam pekerjaan pengukuran. Pengukuran yang dilakukan untuk memperoleh hubungan posisi di antara titik-titik dasar disebut pengukuran titik-titik kontrol dan hasilnya akan dipergunakan untuk pengukuran detail.



2.



Orientasi Medan



Pendekatan dan Metodologi



4



Sebagai langkah awal setelah tim tiba di Base Camp lapangan adalah melakukan orientasi medan yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:  Melacak letak dan kondisi existing BM (BM yang telah terpasang sebelumnya) dan pilar beton lainnya yang akan dimanfaatkan sebagai titik-titik kontrol pengukuran.  Meninjau dan mengamati kondisi sungai beserta keadaan daerah sekitarnya.  Melacak serta mengamati keadaan di dalam lokasi.  Penghimpunan Tenaga Lokal (TL) yang diambil dari penduduk sekitar lokasi.  Melakukan konsolidasi internal terhadap kesiapan personil, peralatan, perlengkapan, material, serta logistik.  Melakukan konsultasi teknis serta meninjau lokasi secara bersamasama dengan Pengawas Lapangan. 3.



Pemasangan BM (Bench Mark) dan Patok Kayu BM dipasang di tempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah dicari. Setiap BM akan difoto, dibuat deskripsinya, diberi nomor dan kode. Penentuan koordinat (x, y, z) BM dilakukan dengan menggunakan pengukuran GPS, poligon dan sipat datar. Pada setiap pemasangan BM akan dipasang CP pendamping untuk memudahkan pemeriksaan. Tata cara pengukuran, peralatan dan ketelitian pengukuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Titik ikat yang dipakai adalah BM lama yang terdekat. Pen kuningan



Ø6 cm



Pipa pralon PVC Ø6 cm



Pelat marmer 12 x 12



Nomor titik



Tulangan tiang Ø10 Dicor beton Sengkang Ø5-15



Dicor beton



Beton 1:2:3



20 Pasir dipadatkan



40



Benchmark



Pendekatan dan Metodologi



Control Point



5



Gambar 3. 1. Penampang BM dan CP.



Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal



4.



Pada dasarnya ada beberapa macam cara untuk melakukan pengukuran titik kerangka dasar horizontal, diantaranya yaitu dengan melakukan pengukuran



dengan



menggunakan



satelit



GPS



(Global



Positioning



System) dan dengan pengukuran poligon. Keuntungan menggunakan metoda GPS untuk penentuan titik kerangka dasar horizontal yaitu: 



Waktu pelaksanaan lebih cepat. Tidak perlu adanya keterlihatan antar titik yang akan diukur.







Dapat dilakukan setiap saat (real time), baik siang maupun malam.







Memberikan posisi tiga dimensi yang umumnya bereferensi ke satu datum global yaitu World Geodetic System 1984 yang menggunakan ellipsoid referensi Geodetic Reference System 1980.







Proses pengamatan relatif tidak tergantung pada kondisi terrain dan cuaca.







Ketelitian posisi yang diberikan relatif tinggi.



Sedangkan kerugiannya antara lain: 



Datum untuk penentuan posisi ditentukan oleh pemilik dan pengelola satelit. Pemakai harus menggunakan datum tersebut, atau kalau tidak, ia



harus



mentransformasikannya



ke



datum



yang



digunakannya



(transformasi datum). 



Pemakai



tidak



mempunyai



kontrol



dan



wewenang



dalam



pengoperasian sistem. Pemakai hanya mengamati satelit sebagaimana adanya beserta segala konsekuensinya. 



Pemrosesan data satelit untuk mendapatkan hasil yang teliti, relatif tidak mudah. Banyak faktor yang harus diperhitungkan dengan baik dan hati-hati.



5.



Pengukuran Sipat Datar (Water Pass) Alat yang dipergunakan alat ukur datar Automatic Level Ni.2, Ni.1, Nak 2 / sejenis. Pengecekan



baut-baut



tripod



(kaki



tiga)



jangan



sampai



longgar.



Sambungan rambu ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo. Sebelum melaksanakan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.



Pendekatan dan Metodologi



6



Bidikan rambu harus antara interval 0,5 m dan 2,75 m (untuk rambu yang 3 m). Jarak bidikan alat ke rambu maksimum 50 m. Usahakan pada waktu pembidikan jarak rambu muka = jarak rambu belakang atau jumlah jarak muka = jumlah jarak belakang. Usahakan jumlah jarak (slaag) perseksi selalu genap. Data yang dicatat adalah pembacaan ketiga benang silang yakni benang atas, benang bawah dan benang tengah. Pengukuran sipat datar harus dilakukan setelah benchmark dipasang. Jalur sipat datar harus melalui benchmark yang sudah dipasang. Pada jalur terikat/tertutup, pengukuran dilakukan dengan cara pulang pergi, sedang pada jalur yang terbuka diukur dengan cara pergi pulang dan stand ganda (double stand). Batas toleransi untuk kesalahan penutup maksimum 10 mm √ D, dimana D = jumlah jarak dalam km.



6.



Pengukuran Poligon Poligon terdiri dari poligon utama pada batas saluran utama dan sepanjang sungai, sedangkan poligon cabang untuk pengukuran detail lapangan dengan polygon raai atau voorstaal yang terikat pada titik poligon.



 Poligon Utama Pengukuran poligon harus diikatkan ke titik tetap yang telah ada (titik triangulasi, benchmark yang ada), titik referensi yang digunakan harus mendapat persetujuan direksi pekerjaan. Pengukuran kerangka poligon utama, baik calon bangunan air maupun sungai dilakukan secara kring (loop). Pengukuran sudut poligon dilakukan dengan dua (2) seri dengan ketelitian bacaan sudut 5” (lima detik). Kesalahan penutup sudut maksimum 10” √ N, dimana N banyaknya titik poligon. Semua BM maupun CP yang dipasang harus dilewati jalur poligon. Alat ukur sudut yang harus digunakan Teodolit T2 Wild atau yang sejenis ( dan pengukuran sudut dilakukan dengan titik nol yang berbeda 00,900 dan seterusnya). Pengukuran jarak dilakukan dengan pita ukur / meetband yang dikontrol secara optis dengan T2, dilakukan pulang pergi masingmasing 2 kali bacaan untuk muka dan belakang.



Pendekatan dan Metodologi



7



Sudut vertikal dibaca dalam satu seri dengan ketelitian sudut 10” (dua kali bacaan). Pengamatan matahari dilakukan pada salah satu titik sepanjang jalur poligon utama. Pengamatan dilakukan pagi, sore, masing-masing dua seri untuk pagi dan sore dan diusahaakan pengamatan pada ketinggiuan matahari yang sama untuk pagi dan sore. Ketelitian azimuth 30”. Alat yang digunakan untuk pengamatan menggunakan Prisma Reolof atau ditadah. Ketelitian linier poligon 1 : 5.000.







Poligon Cabang



Poligon Cabang dilakukan dari titik poligon utama batas calon saluran sampai pada



titik poligon utama batas daerah penguasaan calon



saluran. Pengukuran sudut poligon dilakukan dengan satu (1) seri dengan ketelitian sudut 2’. Kesalahan penutup sudut maksimum 2’ √ N, dimana N = banyaknya titik poligon. Ketelitian jarak poligon cabang maksimum 1 : 3000. Semua benchmark yang dipasang maupun yang telah ada harus dilalui poligon. Alat ukur sudut yang harus digunakan Teodolit TO Wild. Pengukuran jarak dilakukan dengan pita ukur/meetband yang dikontrol secara optis dengan TO, dilakukan



pulang pergi minimal satu kali



bacaan. Pengukuran titik kontrol horizontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara mengukur jarak dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran poligon ini, titik akhir pengukuran berada pada titik awal pengukuran. Pengukuran sudut dilakukan dengan pembacaan double seri, dimana besar sudut yang akan dipakai adalah harga rata-rata dari pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis. 7.



Pengukuran Jarak Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan



Pendekatan dan Metodologi



8



permukaan tanah. Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di Gambar Jarak AB = d1 + d2 + d3



d1



A



d2 1 d3 2



B



GAMBAR 3. 3. Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring.



Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.



8.



Pengukuran Sudut Jurusan Sudut jurusan sisi-sisi poligon



adalah besarnya bacaan lingkaran



horisontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon. Penjelasan pengukuran sudut jurusan sebagai berikut lihat Gambar 3.4.







= sudut mendatar



AB



= bacaan skala horisontal ke target kiri



AC



= bacaan skala horisontal ke target kanan



Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut :



Jarak antara titik-titik poligon adalah  50 m. Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2. Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter. Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2). Selisih sudut antara dua pembacaan  5” (lima detik).



Pendekatan dan Metodologi



9



Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.



KI 



f



2 x



 fy



d



2



  1: 5.000



Bentuk geometris poligon adalah loop.



AB







B



AC



A C



GAMBAR 3. 4. Pengukuran sudut antara dua patok.



9.



Pengamatan Azimuth Astronomis Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu: Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon. Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu dengan yang lainnya. Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal. Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan: Alat ukur yang digunakan Theodolite T2 Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari) Tempat pengamatan, titik awal (BM.1) Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar 3.5, Azimuth Target (T) adalah: T = M +  atau T = M + ( T - M ) di mana:



Pendekatan dan Metodologi



10



T



=



azimuth ke target



M



=



azimuth pusat matahari



(T) =



bacaan jurusan mendatar ke target



(M) =



bacaan jurusan mendatar ke matahari







sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan



=



jurusan ke target



U (Geografi) Matahari



M T



Target A



GAMBAR 3.5. Pengamatan Azimuth Astronomis.



10.



Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan terhadap BM Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM) seperti digambarkan pada GAMBAR 3.6.



Pendekatan dan Metodologi



11



Slag 2 Slag 1



m21



b2



b1



m1



Bidang Referensi D



D



GAMBAR 3. 6. Pengukuran Waterpass.



Pengukuran waterpas mengikuti ketentuan sebagai berikut: Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi rambu muka. Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap. Pengecekan



baut-baut



tripod



(kaki



tiga)



jangan



sampai



longgar.



Sambungan rambu ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo. Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur. Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi. Bidikan rambu harus diantara interval 0,5 m dan 2,75 m. Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali



pembacaan benang



tengah, benang atas dan benang bawah. Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB), yaitu : 2 BT = BA + BB. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm. Jarak rambu ke alat maksimum 50 m Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.



Toleransi salah penutup beda tinggi (T).



Pendekatan dan Metodologi



12



T = 10”  D mm dimana:



D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satu



kilo meter. 11.



Pengukuran Situasi Dimaksudkan



untuk



mendapatkan



data



situasi



dan



detail



lokasi



pengukuran. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengukuran situasi, yaitu: Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri. Ketelitian alat yang dipakai adalah 20”. Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai dan Vorstraal. Ketelitian poligon raai untuk sudut 20” n, dimana n = banyaknya titik sudut. Ketelitian linier poligon raai yaitu 1 : 1000. Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi dan bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan lapangan. Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta. Sudut poligon raai dibaca satu seri. Ketelitian tinggi poligon raai 10 cmD (D dalam km). Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut: Azimuth magnetis. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah). Sudut zenith atau sudut miring. Tinggi alat ukur. Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan, diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya (X, Y, Z). 12.



Perhitungan Hasil Pengukuran Semua



pekerjaan



hitungan



sementara



harus



selesai



di



lapangan



sehingga kalau ada kesalahan dapat segera diulang untuk dapat diperbaiki saat itu pula. Stasiun pengamatan matahari harus tercantum pada sketsa.



Pendekatan dan Metodologi



13



Hitungan poligon dan sipat datar digunakan hitungan perataan dengan metode yang ditentukan oleh Direksi. Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan : Salah penutup sudut poligon dan jumlah titiknya, salah linier poligon beserta harga toleransinya, jumlah jarak, salah penutup sipat datar beserta harga toleransinya, serta jumlah jaraknya. Perhitungan dilakukan dalam proyeksi UTM.



2) Survey Hidrologi dan Hidrometri Survey hidrologi dan hidrometri ini dilakukan untuk mendapatkan data-data tentang kondisi sungai atau saluran yang nantinya akan digunakan sebagai outlet pembuang akhir. Secara garis besar, survey topografi yang dilakukan terdiri dari kegiatan sebagai berikut: 1. Pengukuran Kecepatan Arus Debit (discharge) atau besarnya alirn sungi (stream flow) adalah volume aliran yang mengalir melalui suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik (m 3/dtk) atau liter per detik (lt/dtk). Aliran adalah pergerakan air dalam alur sungai. Tujuan dilaksanakan pengukuran debit adalah untuk membuat lengkung debit di lokasi pengukuran. Lengkung debit dapat berupa hubungan yang sederhana antara tinggi muka air dengan besarnya debit. Pada dasarnya pengukuran debit adalah pengukuran luas penampang basah, kecepatan aliran dan tinggi muka air. Rumus yang digunakan adalah : Q=V*A Dimana : Q = debit (m3/detik) V = Kecepatan aliran rata-rata pada luas bagian penampang basah (m/dtk) A = Luas bagian penampang basah (m2)



Dengan demikian pengukuran debit adalah proses pengukuran dan perhitungan kecepatan aliran, kedalaman aliran, kedalaman dan lebar aliran serta perhitungan luas penampang basah untuk menghitung debit dan pengukuran tinggi muka airnya. Pengukuran debit diktakan secara



Pendekatan dan Metodologi



14



langsung apabila kecepatan airnya diukur secara langsung dengan alat ukur kecepatan aliran, antara lain diukur dengan : -



alat ukur arus (current meter)



-



pelampung (float)



-



zat warna (dilution)



Pengukuran debit dikatakan secara tidak langsung apabila kecepatan alirannya tidak diukur secara langsung, akn tetapi dihitung berdasarkan rumus : -



Manning



-



Chezy



-



Darcy Weisbach



Untuk pelaksanaan pengukuran arus pada pekerjaan ini digunakan alat current meter. Beberapa



persyaratan



yang



harus



dipenuhi



dalam



pelaksanaan



pengukuran debit dengan alat ukur arus agar dapat diperoleh lengkung debit yang dapat menggambarkan hubungan antara tinggi muka air demgam debit, mulai dari keadaan debit terkecil sampai dengan debit terbesar, persayaratan yang dimaksud antara lain: a.



Lokasi Pengukuran Sebelum pelaksanaan pengukuran debit dengan pengukuran alat ukur arus harus mengetahui kondisi hidrolis dari lokasi pengukuran, baik pada keadaan debit terkecil sampai dengan denit terbesar, paling tidak pada keadaan debit kecil, karena pada keadaan debit kecil keadaan alur sungainya dapat dengan jelas diketahuil. Persyaratam Lokasi pengukuran dengan allat ukur urus yang baik adalah : 



Mempunyai pola aliran yang seragam dan mendekati jenis aliran subkritik, kecepatan alirannya tidak terlalu lambat atau terlalu cepat.



Pengukuran



yang



baik



pada



lokasi



yang



mempunyai



kecepatan aliran mulai dari 0,20 m/detik sampai dengan 0,25 m/detik. 



Tidak terkena pengaruh peninggian muka air pada alira lahar.







Kedalaman aliran pada penampang pengukuran harus cukup, kedalaman aliran yang kurang dari 20 cm biasanya sulit diperoleh hasil yang baik.







Aliran



turbulen



yang



disebabkan



oleh



batu-batu,



vegetasi,



penyempitan lebar alur sungai atau karena sebab lainnya harus dihindarkan



Pendekatan dan Metodologi



15







penampang pengukuran debit harus mampu melewatkan debit banjir.







Pengukuran dilakukan pada alur sungai yang stabil yaitu tidak tidak terlalu banyak mengalami perubahan geometri oleh adanya proses degradasi/agradasi.



b.



Jumlah dan Waktu Pengukuran Pengukuran lebar aliran dilaksanakan dengan alat ukur lebar. Jenis a;lat ukur lebar harus disesuaikan dengan lebar penampang basah dan alat perakitan yang tersedia. Jarak setiap sembarang vertikal pada penampang basah harus diukur dari titik tetap pada tebing sungai. Pengukuran kedalaman aliran deilaksanakan dengan menggunakan alat ukur kedalaman di setiap vertikal yang telah ditentukan jaraknya. Jarak setiap vertikal diusahakan serapat mungkin supaya debit di setiap sub bagian penampang tidak lebih dari 1/5 bagian dari debit seluruh penampang basah. Jenis alat ukur kedalaman aliran tergantung dari dalamnya aliran dan alat



perakitan



yang



tersedia.



Batang



duga



digunakan



apabila



pengukuran kedalaman dilakukan dengan merawas apabila kedalaman aliran kurang dari 1,5 m atau dengan perahu pada kedalaman berkisar 1,5 – 3,0 m dan kecepatan alirannya rendah. Kabel duga dengan pemberat digunakan apabila kedalaman alirannya lebih dari 2,5 m dan kecepatan alirannya tinggi, pelaksanaannya dapat menggunakan perahu, kereta gantung atau menggunakan bridge crane. 2. Pengamatan Gerak Muka Air Vertikal Pengamatan



gerak



muka air vertikal



dilakukan untuk mengetahui



besarnya kemiringan muka air dalam saluran yang ditinjau. Pengamatan dilakukan secara bersama-sama di dua ruas saluran yang ditentukan. 3. Pengamatan Gerak Muka Air Horisontal Pengamatan gerak muka air vertikal dilakukan untuk mendapatkan data penelusuran kecepatan aliran air di sungai/saluran utama dengan menggunakan currentmeter. Pengamatan dilakukan dua titik potongan yang telah diukur penampang salurannya. Pengukuran pada dua titik tersebut dilakukan setiap selang waktu tertentu yang ditentukan dan dilakukan



secara



bersamaan.



Sebaiknya



pengukuran



ini



dilakukan



bertepatan pada waktu kondisi hujan, sehingga dapat diperoleh hidrograf dari debit limpasan yang selanjutnya dapat digunakan untuk kalibrasi hidrograf yang diperoleh dari perhitungan sintesis.



Pendekatan dan Metodologi



16



E.3.1.Penyusunan Laporan Setelah semua tahapan dalam proses perencanaan diselesaikan, konsultan selanjutnya akan menyiapkan dokumen desain. Dokumen desain yang dimaksud, antara lain meliputi: 1. Laporan Bulanan 2. Laporan Pendahuluan 3. Laporan Antara 4. Draft Laporan Akhir



5. Laporan Akhir 6. Gambar Kerja



Hasil pekerjaan akan dituangkan dalam bentuk laporan, dengan jenis dan volume yang sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja. Pada penyerahan laporan ini dibarengi dengan pembahasan pengguna jasa, dengan pembuatan berita acara serah terima.



Pendekatan dan Metodologi



17