Abses Bartolini [PDF]

  • Author / Uploaded
  • indah
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ABSES BARTOLINI I.



PENDAHULUAN Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ



genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya adalah infeksi. Infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya, tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar Bartolini pertama kali ditemukan oleh Caspar Bartholin. Seorang ahli anatomi dari Belanda, pada tahun 1677. Kelenjar ini kira-kira berdiameter 0,5 cm dan berada pada labium minor arah jam 4 dan 8. Umumnya, kelenjar ini tidak teraba karena berada dalam jaringan lunak (labia). Setiap kelenjar ini menghasilkan mukus ke dalam duktus yang panjangnya kurang lebih 2,5 cm. Kedua duktus ini, muncul di bagian depan dinding



vagina,



di



sebelah



bawah



himen.



Fungsinya



untuk



mempertahankan kelembaban dari permukaan mukosa vagina. Abses Bartolini merupakan suatu penyakit infeksi pada kelenjar bartolini, dimana pada awalnya abses berkembang sebagai komplikasi dari bartolinitis yang tidak diberikan pengobatan. Kelenjar Bartolini terletak bilateral pada introitus posterior dan mengalir melalui saluran-saluran yang kosong.Kelenjar bartolini berukuran seperti kacang yang teraba hanya jika duktus bartolini menjadi kistik atau berkembang menjadi abses. Infeksi dari kelenjar bartolini dapat menjadi abses kelenjar bartolini. Abses akan berkembang cepat dalam waktu 3-4 hari. Hal ini dapat menyebabkan seseorang sulit untuk berjalan, duduk atau beraktivitas lainnya yang memberikan tekanan pada vulva. Abses bartolini merupakan masalah yang paling banyak ditemukan pada wanita usia reproduksi. Diagnosis banding dari kista dan abses



1



bartolini ini meliputi lesi kistik dan padat pada daerah vulva, seperti hidradenoma papilliferum dan lipoma. Tujuan dari penatalaksanaan abses bartolini yaitu untuk mempertahankan fungsi dari kelenjar bartolini. Penatalaksanaan yang tepat untuk abses bartolini adalah word cathether yang juga digunakan pada penderita kista bartolini. Selain itu metode sizt bath (rendam air hangat) dapat diberikan.Pemberian antibiotik spektrum luas juga diberikan jika terdapat tanda-tanda selulitis. Biopsi eksisi juga dapat dilakukan untuk mengetahui adanya adenokarsinoma pada wanita menopause atau perimenopause yang terdapat massa irregular pada kelenjar bartolin II.



ANATOMI Kelenjar bartolini berkembang dari tunas dalam epitel daerah posterior



dari vestibulum. Kelenjar ini terletak bilateral di dasar labia minora, dan mengalirkan hasil sekresinya melalui duktus sepanjang 2 – 2,5 cm, yang bermuara ke dalam vestibulum pada arah jam 4 dan jam 8. Kelenjar ini biasanya berukuran sebesar kacang dan ukurannya jarang melebihi 1 cm. Kelenjar ini tidak teraba kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi.(1, 3) Kelenjar bartolini (greater vestibular glands) merupakanhomolog dari kelenjar Cowper (kelenjar bulbourethral pada laki-laki). Pada masa pubertas, kelenjar ini mulai berfungsi, memberikan kelembaban bagi vestibulum. (5)



Gambar Anatomi Kelenjar Bartolini (Dikutip dari kepustakaan no.3) 2



III.



EPIDEMIOLOGI Hasil penelitian tahun 2005 di Jepang pada pemeriksaan mikrobiologidari



224 kasus menunjukkan hasil positif pada organisme aerobik dan anaerobik penyebab abses bartolini



yaitu sebanyak 219 kasus dan hasil negatif dalam



5 kasus.(7)Escherechia coli merupakan organisme aerobik terbanyak penyebab abses bartolini, sedangkan pada organisme anaerobik penyebab terbanyak yaitu Bacteroides fragilis.(7) Satu dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses di dalam hidup mereka. Frekuensi tersering timbulnya abses bartolini terutama pada usia 20-30 tahun.(3, 5)Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Involusi bertahap dari kelenjar bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun.(5) IV.



ETIOLOGI Banyak bakteri yang terisolasi menjadi bakteri yang patogen.Jenis bakteri



yang paling banyak adalah Escherichia coli, bakteri patogen yang menyebar secara seksual Neisseria gonorrhoeaedanC. trachomatis.(3, 7, 8) Dalam beberapa studi kasus bakteri Escherichia co1ididapatkan sebagai bakteri penyebab utama dari beberapa penyakit infeksi traktus gentalia wanita termasuk bartolinitis.(9,



10)



Neisseria gonorrhoeae jugamerupakan salah



satu organisme penyebab utama dari abses kelenjar bartolin.(5) Bakteri penyebab abses bartolini :(5) Organisme aerobik



Organisme anaerobik



Staphylococcus aureus



Bacteroides fragilis



Neisseria gonorrhoeae



Clostridium perftingens



Escherichia coli



Peptostreptococcus species



Streptococcusfaecalis Pseudomonas aeruginosa Chlamydia trachomatis



Fusobacterium species



3



V.



PATOGENESIS Kelenjar bartolini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina.



Cairan ini mengalir ke dalam duktus sepanjang 2,5 cm yang tersusun atas epitel transisional. Duktus ini bermuara pada bagian luar himen dan labium, dimana duktus pada bagian ini tersusun atas epitel skuamosa.(3) Pada masa pubertas kelenjar ini memulai fungsinya untuk memberikan kelembaban vestibula.Ukuran kelenjar bartolini seperti kacang polong dan jarang melebihi 1 cm.(1, 3, 5) Adanya peradangan pada kelenjar bartolini disebabkan oleh bakteri Gonococcus atau bakteri lainnya yang menyebabkan terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini. Ada kalanya bartolinitis menjadi abses karena duktus kelenjar tertutup dan terjadi proses pernahanan di dalam kelenjar tersebut. Kista bartolini terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu duktus sehingga mukus yang di hasilkan tidak dapat di sekresi.Sumbatan dapat disebabkan oleh mukus yang mengental, infeksi, inflamasi kronik, trauma, atau gangguan kongenital.Jika terjadi infeksi pada kista bartolini maka kista ini dapat berubah dapat menjadi abses, yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan sangat nyeri.Namun kista tidak harus selalu ada mendahului terbentuknya abses.(3, 5) VI.



GAMBARAN KLINIS Gejala kista bartolini berbeda dengan abses bartolini. Adapun gejala dari



abses bartolini, yaitu :(3, 4, 11) 



Akut, pembengkakan labia unilateral disertai nyeri. Abses bartolini biasanya berkembang selama dua sampai empat hari dan dapat menjadi lebih besar dari 8 cm. Cenderung pecah dan mengering setelah empat sampai lima hari







Dispareunia







Kesulitan dalam berjalan atau duduk.



4







Vaginal discharge mungkin ada, terutama jika infeksi disebabkan oleh organisme menular seksual







Pada beberapa kasus, dapat ditemukan selulitis







Demam tidak khas untuk abses bartolini,tetapi bisa terjadi



Kista atau abses bartolini didapatkan melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan pemeriksaan ginekologi pelvis. Pada pemeriksaan fisik dengan posisi litotomi, kista terdapat dibagian unilateral, nyeri, eritema, edema, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang eritema pada posisi jam 5 atau 7 pada labium minus posterior.(2, 5)



Gambar Abses Bartolini (Dikutip dari kepustakaan no. 3) VII.



PEMERIKSAAN PENUNJANG



1. Pemeriksaan gram dan biakan materi purulen membantu identifikasi bakteri patogen.(1) 2. Pemeriksaan darah rutin untuk melihat adanya tidaknya leukositosis. Namun apabila



pasien



afebris,



laboratorium



darah



tidak



diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi.(2, 12) 3. Mengambil sampel sekresi dari vagina atau serviks untuk mengetahui adanya infeksi menular seksual, gonore, sifilis atau infeksi menular seksual lainnya. Kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasi jenis



5



bakteri penyebab infeksi Gonorrhea dan Chlamidia. Untuk kultur, di ambil swab dari abses atau daerah lain seperti serviks. Basil tes ini baru dapat dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak menunda pengobatan. Dari basil tes ini dapat diketahui apakah antibiotik perlu diberikan.(7, 13) 4. Biopsi dari massa untuk mengetahui adanya sel-sel kanker, bagi pasien:(12) a) Perimenopause, menopause atau usia lebih dari 40 tahun b) Kegagalan penyembuhan dengan pengobatan yang teratur c) Ada riwayat menderita keganasan labial d) Kronik dan atau tidak nyeri sama sekali VIII. DIAGNOSIS 1. Anamnesis Sebagian besar pasien akan merasa demam, walaupun tidak spesifik karena bergantung daya tahan tubuh pasien. Pasien akan mengeluh nyeri pada perineum hebat yang terutama dirasakan saat berjalan, duduk, dan koitus. Nyeri kemudian menghilang yang diikuti dengan munculnya duh.(2, 4, 5) 2. Pemeriksaan Fisis Abses dapat didiagnosis melalui pemeriksaan fisik khususnya dengan pemeriksaan ginekologis pelvik.Pemeriksaan fisik dengan posisi litotomi. Adapun hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap abses bartolini adalah sebagai berikut:(2, 4)  Pada inspeksi, terlihat massa unilateral di daerah labium, biasanya pada labium minor arah jam 4 dan 8 atau posisi jam 5 atau 7 dengan daerah sekitar yang eritema dan edema.  Dalam beberapa kasus didapatkan daerah selulitis disekitar abses  Pada perabaan teraba massa yang lunak, berbatas tegas, berfluktuasi, sferis, dan sangat nyeri tekan.  Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat duh yang purulen.



6



IX.



DIAGNOSIS BANDING 1. Kista Bartolini Klinis kista bartolini menyerupai warna kulit, mengalami pembengkakan



yang biasanya unilateral pada bagian posterior vulva, terjadi di depan dan di antaralabia minora dan mayora di tepi fosa navikularis. Kista bartolini sering agak besar dan biasanya asimtomatik.Terkadang merah dan lunak bila ada trauma atau infeksi, kadang-kadang disertai dengan gonore.(3, 12, 14)



Gambar Kista Bartolini (dikutip dari kepustaan no.12) 2. Lipoma Lipoma termasuk tumor jinak yang berasal dari jaringan lemak.Lipoma dapat terjadi akibat dari iritasi kronik.Benjolan lunak, berwarna kuning terang dan dikelilingi oleh kapsul yang tipis.Dapat digerakkan dari dasar dan tidak disertai rasa nyeri, (nyeri timbul jika lipoma ditekan dan dipijat).Pertumbuhannya lambat dan tidak pernah mengalami perubahan menjadi ganas (meskipun tipe tumor ganas liposarkoma juga berasal dari jaringan lemak). Kebanyakan berukuran kecil meskipun dapat membesar dengan diameter lebih dari 6 cm.(12)



3. Fibroma Fibroma adalah tumor jinak yang paling banyak ditemukan pada vulva, menyerupai polip fibroepithelial dan lambat berkembang.Indikasi eksisi jika ada rasa sakit, pertumbuhan yang cepat dan pertimbangan kosmetik.(12) 4. Vulva Maligna 7



Karsinoma vulva sel basal jarang ditemukan.Dapat timbul sebagai plak yang mungkin berpigmen.Tumor bisa membentuk nodul atau ulkus.Paling sering pada labia mayora.Adenokarsinoma primer tidak terkait dengan kelenjar adneksa, sangat jarang.Biasanya lesi muncul sebagai nodul subkutan yang tidak nyeri.Jika meluas dapat menjadi nyeri.Tumor dapat menyerang lemak, otot atau tulang dan mungkin terkait dengan abses kelenjar bartolini.(12)



Gambar Vulva Maligna (Dikutip dari kepustakaan no.12) X.



PENATALAKSANAAN Pemberian terapi pada abses bartolini hampir sama dengan kista bartolini



simptomatik. Adapun terapi yang dapat diberikan pada abses bartolini, yakni : 



Sitz bath Jika suatu abses timbul, penanganan konservatif dengan Sitz bath. Caranya



yaitu dengan duduk di dalam bak mandi yang di isi dengan air hangat dimana bokong dan genital harus terendam air selama 10-15 menit pada satu waktu, 3-4 kali sehari.(4, 5) 



Pemberian antibiotik sistemik, topikal dan analgetik. Antibiotik spektrum luas seperti ceftriaxone 125 mg IM dosis tunggal



sangat efektif untuk N.Gonorrhoea dan mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi terhadap resisten organisme.Ciprofloxacin 250 mg satu kali pemberian merupakan alternatif pengobatan antibiotik selain ceftriaxon.Doxycycline 100 mg selama 7 hari diindikasikan untuk Chlamydia trachomatis.Azithromycin 1 gram peroral



8



dalam satu kali pemberian di gunakan juga untuk Chlamydia trachomatis.Jika kista terinfeksi menjadi abses, diperlukan obat-obatan baik topikal maupun anastesi lokal, untuk infeksi lokal, yang sering digunakan adalah antibiotik seperti mupirocin. Sedangkan golongan anastesi digunakan topikal pada mukosa vagina secara injeksi pada submukosa yaitu lidokain topikal 3-5mg/kgBB, injeksi 35mg/kgBB, bupivakain dengan dosis maksimal 225 mg dengan epinefrin, 175 mg tanpa epinefrin di injeksikan ke dalam submukosa dan triamcinolon-acetonide 5 mg/i.c injeksi untuk mengurangi inflamasi pada kista secara cepat dan mudah. Antibiotik biasanya diberikan segera setelah insisi dan drainase dilakukan.(3) 



Kateter Word Kateter word pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960-an. Kateter word



merupakan kateter kecil dengan balon yang dapat dikembangkan dengan salin pada ujung distalnya.Prosedur ini harus dilakukan dalam teknik steril.Penting untuk menarik dinding kista sebelum insisi dilakukan, jika tidak demikian maka kemungkinan dapat mengakibatkan kolaps kista.Insisi tidak boleh dilakukan diluar labium karena dapat terbentuk fistel yang permanent. Dengan menggunakan scalpel no.11 dilakukan insisi 0,5 cm pada abses di permukaan mukosa labia minora. Kateter ini dimasukkan ke dalam luka insisi setelah dilakukan drainase cairan.Sebelum dimasukkan, ujung kateter diolesi dengan gel untuk membantu lubrikasi. Jika insisi terlalu lebar kateter word akan terjatuh. Ujung dari kateter dimasukkan dalam lubang, dan balon dikembangkan dengan 4 ml salin. Sementara ujung kateter lain dimasukkan kedalam vagina demi kenyamanan pasien. Agar terjadi epitalisasi pada daerah insisi, kateter word di pasang selama 4-6 minggu, hal ini juga bertujuan untuk memperkecil rekurensi.Pasien dinasehati untuk mandi duduk sebanyak 2-3 kali selama 2 hari dan tidak melakukan hubungan seksual sampai kateter di lepaskan.Kesederhanaan teknik ini merupakan keuntungan utamanya.Tidak terlalu mengganggu pasien dan mengembalikan fungsi kelenjar.Kateter word aman dan efektif untuk mengobati abses bartolini.Kegagalan untuk menjaga kista terbuka dapat meningkatkan faktor resiko rekurensi.(3-5)



9



Gambar word catheter (Dikutip dari kepustakaan no.5) 



Eksisi Eksisi dapat dilakukan pada kista yang cenderung berulang beberapa



kali.Prosedur ini tidak dapat dilakukan di tempat praktek, melainkan dikamar operasi karena dapat terjadi perdarahan dari vena-vena sekitarnya.Prosedur ini menggunakan anastesi umum dan dapat menimbulkan hemoragik, hematom, infeksi sekunder dan dispareunia akibat pembentukan jaringan parut.Eksisi kelenjar bartolini dilakukan jika tidak ada infeksi aktif.Jika sebelumnya telah dilakukan beberapa tindakan untuk drainase kista atau abses maka kemungkinan ada perlengketan yang dapat mempersulit eksisi dan dapat menimbulkan jaringan parut yang disertai nyeri kronis pasca operasi. Beberapa peneliti menyarankan eksisi pada kelenjar bartolini untuk mencegah adenomakarsinoma jika kista atau abses menyerang diatas 4o tahun, meskipun adenokarsinoma pada kelenjar bartolini termasuk dalam kasus yang jarang terjadi.(3, 5) 



Marsupialisasi Marsupialisasi dari kelenjar bartolin umumnya ditunjukkan bila ada abses



yang besar yang membuat bedah eksisi kelenjar menjadi sulit. Pada operasi ini, ahli bedah akan membuka lebar dinding abses sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan eksudat purulen. Membran abses kemudian dijahit ke mukosa vagina dan kulit pada introitus vagina untuk efek granulasi dan reepitelisasi kelenjar bartolin adalah untuk menghilangkan abses sedemikian rupa sehingga akan terjadi epitelisasi pada bagian dasar.(3, 5, 15)



10



Alternatif selain pemasangan kateter word adalah marsupialisasi dari kista bartolini.Marsupialisasi



dapat dilakukan disebuah kamar bedah rawat jalan.



Setelah persiapan steril dan dilakukan anastesi local, dinding kista dijepit dengan 2 hemostat kecil. Kemudian insisi vertikal dibuat di ruang depan di tengah – tengah kista dan diluar cincin hymenal dengan sayatan sekitar 1,5-3 cm, tergantung pada ukuran kista. Setelah kista dipotong secara vertikal, pada rongga dilakukan irigasi dengan larutan garam dan jika perlu lokulasi dapat dipecah dengan hemostat.Dinding kista kemudian diangkat dan diperkirakan ke tepi vestibular mukosa dengan jahitan interuptus 2-0 yang dapat diserap.Sekitar 5 – 15 % dari kista bartolin dapat kambuh setelah marsupilisasi. Komplikasi yang berkaitan dengan prosedur ini termasuk dispareunia, hematom, dan infeksi.(16)



11



Gambar Marsupialisasi ( Dikutip dari kepustakaan No.16 ) I.



KOMPLIKASI  Dapat ditemukan nekrotik setelah drainase abses,namun jarang(3)  Toxic Shock Syndrome  Perdarahan, khususnya pada pasien dengan koagulopati(5)  Dapat terjadi skar kosmetik



II.



PROGNOSIS  Kesempatan sembuh baik sekali(3)  Angka rekuren umumnya dilaporkan kurang dari 20%.(3)



III.



PENCEGAHAN



Jika kista bartolini berkembang, pengobatan yang tepat dengan sitz bath dapat mencegah perkembangan abses.Praktek seks aman dapat menurunkan penyebaran penyakit menular seksual dan karenanya mencegah pembentukan abses yang disebabkan oleh organisme.(3, 5) IV.



KESIMPULAN Abses bartolini terutama disebabkan oleh bakteri dan patogen menular



seksual hanya jarang terlibat dalam patogenesis tersebut. Biasanya terjadi pada wanita usia reproduksi. Suatu abses bartolini menyebabkan rasa sakit selain pembengkakan.Daerah bengkak sangat lembut dan kulit memerah.Berjalan dan duduk mungkin sangat menyakitkan.



12



Jika suatu abses timbul penanganan konservatif dengan Sitz bath.Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.Ketika tumor berfluktuasi, insisi dan drainase sebaiknya dilakukan.Word kateter merupakan penatalaksanaan yang aman dan efektif.



DAFTAR PUSTAKA 1.



Murtiastutik D. Infeksi Menular Seksual. 2 ed. Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S, editors. Surabaya: Airlangga University Press; 2008. p.1828,45-55,92-100. 2. Daili SF, Indriatmi W, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. 4 ed. Jakarta: FKUI; 2009. p.17-25. 3. Schecter JC. Bartholin Gland Disease. 2010 [updated 6 Desember 2010; cited 2011 10 Desember]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/777112-overview. 4. Anonym. Bartholin's Cyst and Abscess. 2010 [updated 18 Januari 2010; cited 2011 10 Desember]; Available from: http://www.patient.co.uk/health/Bartholin's-Cyst-and-Abscess.htm. 5. Omole F, Barbara JS, Hacker Y. American Family Physician : Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland Abscess. 2011:p.135-40. 6. J.Vorvick L, Storck S. Bartholin's Abscess. USA: MedlinePlus; 2010 [updated 5 Juni 2010; cited 2011 10 Desember]; Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001489.htm.



13



7. 8. 9. 10. 11.



12. 13. 14.



15.



16.



Tanaka K, Mikamo H, et.all. Microbiology of Bartholin's Gland Abscess in Japan. Journal of Clinical Microbiology. 2005:p.4258-61. R.J.Hay, Adriaans BM. Virus Infection. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 7 ed. USA: Blackwell Publishing; 2004. p. 27.1-.12. Halpern AV, Heymann WR. Infection, Infestation and Bites. In: Bolognia J, L.Jorizzo J, P.Rapini R, editors. Dermatology. 2 ed. USA: Clara Toombs; 2008. A.Pinsky B, J.Baron E, Janda JM, Banaei N. Bartholin's abscess caused by hypermucoviscous Klebsiella pnuemoniae. USA: Department of Pathology,Stanford University School of Medicine; 2009. p.671-3. R R, Torgerson, Edwards L. Disease and Disorder of Female Genitalia. In: Wolff K, A.Goldsmith L, I.Katz S, A.Gilhrest B, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7 ed. London: The MacGraw-Hill; 2008. p.682. Micali G. Benign Vulvar Lesions. 2011 [updated 14 July 2011; cited 2011 10 Desember]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/264648-overview. Adler M, Cowan F, French P, et.all. ABC of Sexually Transmitted Infections : Other Conditions that Affect The Female Genital Tract. 5 ed. London: BMJ; 2005.p. 39. Parvathi S, S.Imara A, Thoduka TG. Bartholinitis caused by Streptococcus pneumoniae : Case report and review of literature. 2009 [cited 2011 10 Desember]; Available from: http://www.ijpmonline.org/article.asp? issn=03774929;year=2009;volume=52;issue=2;spage=265;epage=266;aulast=Parvathi . Wechter.ME, WU.JM, Marzano.D, Haefner.H. Management of Bartholin duct cyst and abscesses. Florida: Department of Gynecology; 2009 [updated Juni 2009; cited 2011 10 Desember]; Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19445813. R.Wheeless.JR C, L.Roenneburg M. Atlas of Pelvic Suregery : Bartholin's Gland Cyst Marsupialization. [cited 2011 10 Desember]; Available from: http://www.atlasofpelvicsurgery.com/1VulvaandIntroitus/3bartholinsglandcy st/chap1sec3.html.



14