5 0 395 KB
ACTIVITY BASED MANAGEMENT A. Konsep Activity Based Management (ABM) 1. Latar Belakang Permintaan akan informasi akuntansi manajemen yang lebih akurat dan relevan telah mengarah pada perkembangan manajemen berdasarkan aktivitas. Manajemen berdasarkan aktivitas adalah suatu pendekatan di seluruh sistem dan terintegrasi, yang memfokuskan perhatian
manajemen
pada
berbagai
aktivitas,
dengan
tujuan
meningkatkan nilai untuk pelanggan (customer value) dan laba sebagai hasilnya. Manajemen berdasarkan aktivitas menekankan pada biaya berdasarkan aktivitas/Activity Based Costing (ABC) dan analisis nilai proses. Biaya berdasarkan aktivitas meningkatkan keakuratan mengalokasikan
biaya
dengan
pertama-tama
menelusuri
biaya
berbagai aktivitas, dan kemudian sampai pada produk atau pelanggan yang menggunakan berbagai aktivitas tersebut. Analisis nilai proses, di lain pihak, menekankan pada analisis aktivitas, yaitu mencoba untuk menetapkan mengapa melakukan aktivitas yang diperlukan secara lebih efisien, dan untuk menghapus aktivitas yang tidak memberikan nilai bagi pelanggan. Manajemen berdasarkan
aktivitas
memiliki
tujuan
untuk
meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan mengelola aktivitas. Nilai bagi
pelanggan
adalah
fokus
utama
karena
perusahaan
dapat
menciptakan keunggulan kompetitif dengan menciptakan nilai bagi pelanggan yang lebih baik dengan biaya yang sama atau lebih rendah dari pesaing atau menciptakan nilai yang sama dengan biaya lebih rendah dari pesaing. Nilai bagi pelanggan adalah selisih antara apa yang pelanggan terima (realisasi untuk pelanggan) dengan apa yang pelanggan serahkan (hal yang dikorbankan pelanggan). Apa yang diterima, disebut sebagai produk total (total product). Produk total seluruh manfaat baik wujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible)
yang
pelanggan
terima
dari
produk
yang
dibeli.
Pengorbanan pelanggan meliputi biaya meliputi biaya pembelian produk, waktu dan usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan dan mempelajari cara menggunakan produk, dan biaya-biaya paska pembelian,
yang
didefinisikan
sebagai
biaya
penggunaan,
pemeliharaan, dan menjual kembali produk tersebut. Meningkatkan
nilai bagi pelanggan berarti meningkatkan realisasi untuk pelanggan, menurunkan pengorbanan pelanggan, atau keduanya. 2. Definisi Activity Based Management (ABM) ABM adalah suatu disiplin (sistem yang luas dan terintegrasi) yang memusatkan perhatian manajemen pada aktivitas-aktivitas dengan tujuan untuk meningkatkan nilai yang diterima oleh konsumen dan laba yang diperoleh dari penyediaan nilai tersebut (Supriyono dalam Avrillianti, 2006). Menurut Hansen dan Mowen dalam Avrillianti (2006), ABM sebagai pendekatan terpadu dan menyeluruh yang membuat perhatian manajemen berpusat pada aktivitas yang dilakukan, dengan tujuan meningkatkan nilai pelanggan dan laba yang diperoleh karena memberikan nilai tersebut. Activity Based Management adalah pendekatan pengelolaan terpadu dan bersistem terhadap aktivitas dengan tujuan untuk meningkatkan customer value dan laba yang dicapai dari penyediaan value tresebut (Mulyadi dan Setyawan). Activity Based Management (ABM) menurut Solikin (2008) merupakan pendekatan manajemen yang berfokus untuk dapat: Meningkatkan nilai yang diterima oleh pelanggan dari setiap aktivitas yang dilakukan. Menentukan aktivitas perusahaan yang merupakan aktivitas value added dan aktivitas non-value added. Meningkatkan
value
added
activity
dan
mengurangi
bahkan
menghilangkan non-value added activity. Jadi dapat disimpulkan bahwa Activity Based Management adalah suatu sistem yang terintegrasi dan menyeluruh yang memusatkan perhatian manajemen pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk meningkatkan customer value dan profitabilitas organisasi. Aktivitas utama manajemen adalah mancari laba untuk kelangsungan hidup perusahaan. Setiap aktivitas harus memperoleh manfaat yang lebih besar daripada pengorbanannya, karena setiap aktivitas adalah biaya. Manajemen
berdasarkan
aktivitas
adalah
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian aktivitas untuk mencapai sasaran kerja dan tujuan organisasi melalui proses perbaikan terus menerus. Perbaikan itu meliputi bidang alat kerja, metode kerja, tenaga kerja, sasaran kerja, tingkat harga, kualitas produk, dan kualitas pelanggan.
Semua aktivitas adalah biaya karena aktivitas adalah pengorbanan sumber-sumber daya yang dapat diukur dengan satuan uang atau aktivitas adalah pengorbanan input
untuk
memperoleh output dan keuntungan.
Manajemen harus berusaha meningkatkan aktivitas yang bernilai tambah dan mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah secara sistematis. Aktivitas
bernilai
tambah
seperti
riset
pasar,
merancang
dan
mengembangkan produk, membuat dan menjual produk, serta pelayanan purna jual produk. Sedangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah seperti pemeriksaan pekerjaan, pengerjaan ulang, memindahkan bahan baku dan barang setengah jadi, penjadwalan, waktu tunggu, dan penyimpanan. Aktivitas ini harus dikurangi kalau mungkin dihapuskan. Cooper dan Kaplan mengelompokkan penerapan ABM ini ke dalam 2 kategori, yaitu:
ABM Operasional Berusaha untuk meningkatkan efisiensi operasi dan tingkat penggunaan
asset
serta
menurunkan
biaya,
fokusnya
adalah
melakukan sesuatu dengan benar dan melakukan aktivitas dengan lebih efisien.
ABM Strategis Berusaha
meningkatkan
permintaan
akan
aktivitas
dan
profitabilitas pada efisiensi aktivitas saat ini atau efisiensi aktivitas yang telah ditingkatkan. ABM strategis berfokus pada pemilihan aktivitas yang tepat untuk operasi perusahaan. ABM bertujuan untuk mengelola dan mengendalikan kinerja usaha dengan menggunakan informasi berdasarkan aktivitas sebagai sumber dalam mendukung proses pengambilan keputusan manajemen. Lima output informasi dasar dari ABM menurut Miller adalah: 1. Biaya dari aktivitas dan proses bisnis 2. Biaya dari non value added activity 3. Pengukuran aktivitas berdasarkan kinerja perusahaan 4. Biaya produk/jasa akurat 5. Pemicu biaya 6. Tujuan Activity Based Management (ABM) Tujuan ABM adalah untuk meningkatkan nilai produk atau jasa yang diserahkan pada para konsumen, dan oleh karena itu, dapat digunakan untuk mencapai laba ekstra dengan menyediakan nilai tambah bagi konsumen (Supriyono dalam Avrillianti, 2006).
Menurut Mulyadi dalam Avrillianti (2006) tujuan ABM adalah untuk improvement secara berkelanjutan terhadap customer value dan menghilangkan pemborosan. Menurut Solikin (2008) ABM memiliki dua tujuan, yaitu: 1) Memperbaiki nilai yang diterima oleh pelanggan. 2) Memperbaiki laba dengan memberikan nilai pelanggan. Kedua tujuan ini dapat dicapai dengan memfokuskan pada aktivitasaktivitas yang ada di perusahaan. Tujuan
penting
mengidentifikasi
dan
dari
ABM
menurut
mengeliminasi
Hilton
non-value
ialah
added
untuk
activities
sekaligus mengurangi biaya. Non-value added activities menyebabkan biaya yang tidak perlu, dimana biaya ini ialah biaya yang dihasilkan dari aktivitas-aktivitas yang dapat dihilangkan tanpa mengurangi kualitas, kinerja sehingga inilah yang diterima dari suatu produk 7. Manfaat dan Keunggulan Activity Based Management (ABM) Keunggulan yang dimiliki ABM menurut Blocher dalam Avrillianti (2006) adalah sebagai berikut: 1) ABM
mengukur
efektifitas
proses
dan
aktivitas
bisnis
dan
mengidentifikasi bagaimana proses dan aktivitas tersebut bisa diperbaiki untuk menurunkan biaya dan meningkatkan nilai bagi pelanggan. 2) ABM memperbaiki fokus manajemen dengan cara mengalokasikan sumber daya untuk menambah nilai aktivitas kunci, pelanggan, dan metode untuk mempertahankan keunggulan bersaing perusahaan. Adanya keunggulan-keunggulan di atas menyebabkan ABM memiliki manfaat yang cukup banyak bagi perusahaan khususnya pihak manajemen. Beberapa manfaat dari ABM menurut Tunggal dalam Suci (2011) sebagai berikut: Menyediakan suatu cara untuk proses berkesinambungan Memfokuskan pada biaya-biaya penting Menciptakan
suatu
hubungan
antara
biaya-biaya
bisnis
menciptakan nilai Menyertakan semua fungsi bisnis dalam suatu orgnisasi Mengikuti peran perubahan perilaku dalam sistem pelaporan 8. Langkah-Langkah Activity Based Management (ABM)
dan
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk penerapan ABM menurut Supriyono dalam Avrillianti (2006) adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas b. Membedakan antara aktivitas bernilai tambah dan tidak bernilai tambah untuk produk atau jasa tertentu c. Menelusuri arus produk atau jasa melalui aktivitas d. Membebankan nilai-nilai waktu dan biaya pada setiap aktivitas e. Menentukan keterkaitan antara aktivitas-aktivitas dengan fungsifungsi dan lintas fungsi f.
Membuat arus produk atau jasa lebih efisien
g. Mengurangi atau meniadakan aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah h. Menganalisa dua atau lebih aktivitas yang saling berhubungan untuk menentukan trade off diantara aktivitas-aktivitas tersebut agar mengarah pada pengurangan biaya i.
Penyempurnaan berkesinambungan.
Menurut Hilton ada lima langkah penerapan ABM, yaitu: 1. Identifikasi aktivitas 2. Identifikasi aktivitas tidak bernilai tambah 3. Memahami activity linkages, root causes, dan triggers 4. Melakukan pengukuran kinerja 5. Melaporkan biaya tidak bernilai tambah 9. Dimensi Activity Based Management (ABM) Menurut Hansen dan Mowen, ABM ini meliputi perhitungan biaya produk dan analisis nilai proses. Jadi di dalam model ABM terdapat 2 dimensi utama,yaitu:
Dimensi biaya Dimensi
biaya
memberikan
informasi
biaya
mengenai
sumber,
aktivitas produk dan pelanggan (objek biaya lainnya yang mungkin diperlukan). Tujuannya adalah memperbaiki keakuratan biaya.
Dimensi proses
Dimensi proses memberikan informasi tentang aktivitas apa yang dikerjakan, mengapa dikerjakan, dan seberapa baik dikerjakan. Tujuannya adalah untuk pengurangan biaya. 1. Dimensi Biaya. a.
Definisi Activity Based Costing Cost Dimention / Dimensi Biaya sering disebut juga dengan ABC System, yang merupakan awal dari ABM karena menyediakan informasi tentang sumber-sumber, aktivitas-aktivitas, obyek-obyek biaya. Dimensi biaya adalah dimensi ABM yang bertujuan untuk menyempurnakan keakuratan penelusuran biaya pada obyek-obyek biaya dengan cara: a. Sumber-sumber Tahap pertama ABC adalah mengidentifikasikan biaya sumbersumber. Sumber-sumber adalah elemen-elemen ekonomis yang diarahkan pada kinerja aktivitas. b. Aktivitas-aktivitas Tahap kedua ABC adalah menelusuri biaya sumber-sumber pada aktivitas-aktivitas. c. Obyek-obyek biaya Tahap ketiga ABC adalah membebankan biaya pada obyek-obyek biaya. Obyek biaya adalah segala sesuatu yang menjadi tujuan pembebanan biaya pada aktivitas-aktivitas (Supriyono dalam Avrillianti, 2006). ABC
adalah
pendekatan
penentuan
biaya
produk
yang
membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan karena aktivitas (Blocher dalam Avrillianti, 2006). b.
Prosedur Activity Based Costing Menurut Supriyono dalam Avrillianti (2006), prosedur ABC System adalah:
a)
Prosedur tahap pertama 1.
Penggolongan berbagai aktivitas Berbagai aktivitas diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai suatu interpretasi fisik yang mudah dan jelas serta cocok dengan segmen-segmen proses produksi yang dapat dikelola. 1.1 Pengertian Aktivitas
Aktivitas merupakan berbagai proses atau prosedur yang
dilaksanakan
Aktivitas-aktivitas
dalam yang
organisasi saling
pada
umumnya.
berhubungan
erat
dikumpulkan pada pusat aktivitas. Pusat-pusat aktivitas ini menggunakan driver sumber, yaitu driver/pemicu yang digunakan untuk membebankan biaya. Aktivitas
adalah
menyebabkan
proses
pekerjaan
atau
dan
prosedur
dengan
yang
demikian
mengkonsumsi sumber daya (Tunggal dalam Avrillianti, 2006). Aktivitas adalah tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
mencapai
“tujuan”
mengkombinasikan metode.
Dan
dan
manusia,
lingkungan
“sasaran”
teknologi,
secara
fungsi
bahan
dan
mentah,
bersama-sama
untuk
menghasilkan produk dan jasa (Supriyono dalam Avrillianti, 2006). 1.2 Klasifikasi Aktivitas Aktivitas diklasifikasikan ke dalam satu dari empat kategori aktivitas berikut: a) Unit Level Activities, adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan setiap kali memproduksi satu unit produk atau aktivitas-aktivitas yang melekat dan mempengaruhi pada satu unit produk yang dihasilkan, contohnya jam mesin. Contoh dari biaya tipe ini adalah biaya pemeliharaan mesin. b) Batch Level Activities, adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan setiap kali memproduksi satu batch produk, contohnya: set up, inspeksi, material handling. Semakin banyak batch yang diproduksi, semakin banyak pula sumber daya yang diperlukan. Besar kecilnya biaya dari aktivitas ini tergantung dari frekuensi order produksi yang diolah. Biaya ini tidak dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap order. c) Product Level Activities, adalah aktivitas-aktivitas yang digunakan
untuk
digunakan
oleh
change.
Biaya
mendukung perusahaan,
yang
timbul
berbagai contohnya dari
produk
yang
engineering
aktivitas
ini
tidak
dipengaruhi oleh jumlah unit produk maupun jumlah batch produksi yang dihasilkan. d) Facility Level Activities, adalah aktivitas-aktivitas yang mendukung proses manufaktur keseluruhan dalam pabrik agar dapat menyediakan kapasitas operasi tingkat dasar untuk
menunjang
contohnya:
aktivitas
manajemen
produksi
pabrik,
di
perusahaan,
keamanan
pabrik
(Supriyono dalam Avrillianti, 2006). ABC System hanyalah merupakan sisi pembebanan biaya sehingga belum mampu untuk menganalisa aktivitas untuk memisahkan mana yang merupakan aktivitas bernilai tambah dan mana yang merupakan aktivitas tidak bernilai tambah. Analisa aktivitas ini baru dapat dilakukan dengan menggunakan ABM yang merupakan pengembangan dari ABC. 2.
Menghubungkan berbagai biaya dengan setiap kelompok
aktivitas. 3.
Penentuan kelompok-kelompok biaya (cost pools) yang
homogennya. Yaitu sekumpulan biaya overhead yang terhubungkan secara logis dengan tugas-tugas yang dilaksanakan dan berbagai macam biaya tersebut dapat diterangkan oleh satu cost driver tunggal. 4. Penentuan tarif kelompok (pool rate) Yaitu tarif biaya overhead per unit cost driver yang dihitung untuk suatu kelompok aktivitas. b)
Prosedur tahap kedua Pada tahap kedua ini dilakukan pelacakan biaya untuk setiap kelompok
overhead
ke
berbagai
jenis
produk
dengan
menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi oleh setiap produk. Jadi pada tahap ini biaya-biaya aktivitas yang terjadi dibebankan pada produk berdasar konsumsi aktivitas oleh produk. c.
Pemilihan Cost Driver Dasar pengalokasian biaya overhead pada ABC System adalah menggunakan cost driver. Cost driver (pemicu biaya) adalah faktorfaktor yang menentukan muatan kerja dan usaha yang diperlukan untuk melaksanakan suatu aktivitas. Pemicu biaya menyatakan “apa
sebabnya” suatu aktivitas dan “berapa banyak usaha” harus dikeluarkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Ada tiga kriteria pemilihan dasar alokasi yang dapat digunakan untuk memilih pemicu biaya, yaitu: a) Hubungan sebab-akibat. Jika memungkinkan, temukan hubungan sebab-akibat
antara
obyek
biaya
dan
biaya.
Contoh:
jika
pemeliharaan pada sebuah pesawat udara diatur berdasarkan jumlah jam terbang, maka jumlah jam terbang merupakan dasar yang baik untuk mengalokasikan biaya pemeliharaan kepada jalur/penerbangan tertentu. b) Manfaat yang diterima. Jika hubungan sebab akibat tidak dapat ditemukan, maka tepat untuk memilih
dasar alokasi yang
mencerminkan manfaat yang diterima. Contoh: biaya pelatihan manajer untuk meningkatkan mutu tidak harus disebabkan oleh produk tertentu, tetapi itu memperoleh manfaat karena program pelatihan tersebut. c) Kewajaran. Jika manajer tidak dapat menemukan dasar alokasi yang tepat yang mencerminkan hubungan sebab akibat atau manfaat yang diterima, maka mereka akan memilih dasar alokasi yang
menunjukkan
alokasi
biaya
“yang
wajar”.
Contoh:
merupakan hal yang wajar mengalokasikan biaya yang berkaitan dengan ruangan, seperti pemeliharaan rumah tas dasar ruangan yang dibersihkan. (Maher dan Deakin dalam Avrillianti, 2006). Ada dua macam pemicu biaya yaitu: a) Resource Driver, adalah faktor yang menjadi penyebab konsumsi sumber daya oleh aktivitas. b) Activity Driver, adalah faktor yang menjadi penyebab timbulnya konsumsi aktivitas oleh cost object. Ada tiga faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih cost driver yang tepat, yaitu: a) Degree of correlation Konsep utama dari ABC System adalah menetapkan biaya dari setiap aktivitas ke produk dengan dasar cost driver yang dikonsumsi oleh aktivitas itu. Keakuratan penetapan biaya ini tergantung dari degree of correlation antara consumption of activity dan consumption of the cost driver. b) Cost of Measurement
Semakin banyak activity cost pools dalam ABC System maka akan semakin akurat penetapan biayanya. Semakin banyak activity cost pools, semakin banyak pula cost driver, yang berakibat semakin
besarnya
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
mengimplementasikan system itu. c) Behavioral Effect Sistem informasi tidak hanya memudahkan dalam mengambil keputusan, tapi juga mempengaruhi perilaku dari pengambil keputusan. Sistem informasi bisa dikatakan baik atau tidak tergantung dari behavioral effect, seorang analis ABC harus mempertimbangkan akibat yang mungkin akan timbul. 2. Dimensi Proses. Dimensi proses memberikan informasi tentang aktivitas yang dilakukan, mengapa aktivitas itu dilakukan dan seberapa baik aktivitas itu dilakukan. Dengan dimensi proses para manajer akan dapat terlibat dan menilai perbaikan yang berkelanjutan. Menurut Supriyono dalam Tejo
(2007)
dimensi
proses
menyediakan
informasi
mengenai
pekerjaan yang dilakukan dalam suatu aktivitas dan hubungan antara pekerjaan tersebut dengan aktivitas-aktivitas lainnya. Menurut dimensi proses, organisasi memerlukan cara baru untuk mengategorikan informasi yang meliputi: 1. Analisis penggerak (mencari penyebab utama) Inti
dari
informasi
mengidentifikasikan
analisis
penggerak
faktor-faktor
yang
ini
adalah
untuk
menyebabkan
biaya
aktivitas atau menjelaskan mengapa (why?) biaya terjadi. Dengan mengetahui apa yang menjadi penyebab biaya, maka perbaikan untuk menghemat penyebab biaya akan dapat dilakukan. 2. Analisis aktivitas Yang
dimaksud
dengan
analisis
aktivitas
adalah
mengidentifikasikan, menjabarkan dan mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh organisasi. Pelaksanaan analisis aktivitas akan dapat menghasilkan tiga hal, yaitu: a. Aktivitas apa yang telah dilakukan b. Berapa banyak sumber daya yang diperlukan untuk melakukan aktivitas c. Menentukan
nilai
aktivitas
bagi
organisasi,
termasuk
rekomendasi untuk memilih dan mempertahankan aktivitas bernilai tambah
3. Pengukuran kinerja aktivitas Pengukuran
kinerja
aktivitas
digunakan
untuk
mengevaluasi
pekerjaan yang dilaksanakan dan hasil-hasil yang dicapai atau menilai
seberapa
baik
(how
well?)
pekerjaan
dilaksanakan.
Pengukuran kinerja aktivitas juga dirancang untuk mengetahui adanya perbaikan berkelanjutan. Menurut Kusnadi dalam Tejo (2007) ukuran kinerja aktivitas berpusat pada: a. Efisiensi. Efisiensi memfokuskan hubungan antara masukan aktivitas dan keluaran aktivitas. b. Efektivitas.
Yang
dimaksud
efektivitas
yakni
melakukan
serangkaian pelaksanaan kegiatan dengan benar. c. Kualitas.
Kualitas
menggambarkan
hubungan
dengan
pelaksanaan kegiatan sejak awal sampai akhir yang tidak mengandung rusak atau cacat. d. Waktu. Waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu aktivitas merupakan titik kritis karena waktu yang lebih lama lebih banyak sumber daya yang digunakan. Gambar 1. Dua Dimensi ABM dimensi biaya Sumber dimensi proses
Pemicu (driver) menga pa?
Daya
Aktivitas apa?
Produk dan Pelangga n dimensi biaya Sumber: Purwanto
Ukuran Kinerja bagaima na? dimensi proses
dalam Avrillianti (2006) 10. ABM Operasional dan ABM Strategis Cooper dan Kaplan (moejhy, 2009) mengelompokkan penerapan ABM ke dalam dua kategori yaitu ABM operasional dan ABM strategis. ABM
operasional
meningkatkan
efisiensi
operasi
dan
tingkat
penggunaan asset serta menurunkan biaya. Fokusnya adalah melakukan sesuatu dengan benar dan melakukan aktivitas dengan lebih efisien. Penerapan ABM operasional menggunakan teknik manajemen seperti aktivitas manajemen, proses rekayasa ulang bisnis, manajemen mutu total dan pengukuran kinerja. ABM strategis berusaha meningkatkan permintaan akan aktivitas dan profitabilitas pada efisiensi aktivitas saat ini atau efisiensi aktivitas yang telah ditingkatkan. ABM strategis berfokus pada pemilihan aktivitas yang tepat untuk operasi. Dengan menggunakan ABM strategis, perusahaan meningkatkan
profitabilitas
melalui
pengurangan
aktivtas
yang
tidak
menguntungkan, penghilangan aktivitas yang tidak penting dan pemilihan pelanggan
yang
paling
menguntungkan.
Penerapan
ABM
strategis
menggunakan teknik manajemen seperti perancangan proses, bauran lini produk
pelanggan,
hubungan
dengan
pemasok,
hubungan
dengan
pelanggan, segmentasi pasar dan saluran distribusi. 11. Faktor-Faktor
Yang
Mendukung
Keberhasilan
Penerapan
Activity Based Management Usaha perbaikan secara terus-menerus dengan cara penerapan system manajemen biaya yang baru ke dalam suatu organisasi tidak secara otomatis bisa diterima oleh organisasi tersebut. Karyawan dari organisasi tersebut umumnya cenderung untuk menolak perubahan yang terjadi, karena perubahan dapat merupakan ancaman untuk berbagai alasan. Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan penerapan activity based management dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut: Budaya organisasi Budaya organisasi mencerminkan kerangka berpikir dari karyawan termasuk perilaku, nilai, keyakinan yang dianut oleh karyawan. Budaya organisasi menunjukkan keterlibatan, kerja sama serta partisipasi yang
tinggi dari seluruh karyawan. Budaya organisasi sangatlah mendukung keberhasilan dari penerapan ABM di suatu organisasi. Top management support and commitment Penerapan suatu system manajemen biaya yang baru seperti ABM dan ABC membutuhkan waktu dan sumber daya, oleh karena itu dukungan dan peran serta top manajer sangatlah diperlukan untuk keberhasilan penerapannya. Change process Perubahan bisa terjadi apabila diterapkannya suatu proses yang sudah dirancang untuk menghasilkan perubahan tersebut. Perbaikan dari proses yang sudah ada sangat mendukung keberhasilan penerapannya. Elemenelemen dari proses diantaranya adalah daftar dari aktivitas, sekumpulan tujuan, dan tindakan lanjutan. Continuing education Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengikuti pelatihan serta meningkatkan keahlian mereka terhadap lingkungan kerja yang cepat
sangatlah
penting.
Keberhasilan
penerapan
dari
program
manajemen biaya yang baru membutuhkan keahlian, peran serta dan kerja sama dari karyawan suatu organisasi.
Kasus
DAKOTA OFFICE Perusahaan Dakota merupakan distributor lokal produk perkantoran untuk kebutuhan institusi maupun komersil. Produk yang ditawarkan
perusahaan meliputi alat tulis kantor (pena, pensil dan spidol) dan spesialis fotocopy cepat dan printer. Perusahaan memiliki reputasi yang sangat baik terhadap tanggapan dan layanan kepada pelanggan. Beberapa kegiatan Perusahaan Dakota meliputi pendistribusian dari pusat produksi (pabrik) ke gudang tempat penyimpanan barang hingga nantinya pelanggan melakukan pemesanan barang. Setiap harinya, ketika pesanan pelanggan telah diterima perusahaan, selanjutnya dilakukan pengambilan pesanan barang digudang (menghitung jumlah unit pesanan) dan selanjutnya mempersiapkan pengiriman barang. Pendistribusian
barang
oleh
perusahaan
dilakukan
dengan
menggunakan truk. Perusahaan melakukan penawaran yang cukup menarik dalam hal peningkatan pelayanan dengan menawarkan jasa pengantaran barang langsung kerumah pelanggan. Perusahaan mengoperasikan beberapa truk kecil dan supir yang langsung dari gudang guna menunjang
penawaran
tersebut.
Dengan
penawaran
tersebut,
perusahaan memungut biaya/tarif 2% dari harga barang atas kegiatan tersebut. Perusahaan percaya dengan pemberlakukan biaya atas jasa penawaran tersebut, mampu meningkatan margin perusahaan dimana persaingan bisnis pendistribusian barang semakin tinggi. Perusahaan menstok barang dari beberapa pabrikan. Harga produk yang diperoleh dari pabrikan lebih rendah 15% dari harga yang nantinya dijual ke pelanggan. Selisih keuntungan inilah yang merupakan penunjang biaya
operasional
gudang,
pendistribusian
serta
pengangkutan.
Dan
keuntungan lainnya guna mengcover seluruh kegiatan perusahaan dan biaya-biaya yang muncul selama penjualan, serta orientasi profit yang dijalankan oleh perusahaan. Keuntungan ini sudah diperhitungkan disetiap awal tahun berdasarkan atas beban-beban yang terjadi ditahun-tahun sebelumnya dan trend persaingan usaha itu sendiri. Harga riil pelanggan didasarkan atas hubungan kerjasama yang telah lama serta situasi persaingan usaha, tetapi umumnya didasarkan atas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan ke masing-masing pelanggan. Pada layanan
tahun
pesanan
1999, perusahaan Dakota secara
elektronik
memperkenalkan system
(internet).
Dengan
menampilkan
websitenya ditahun 2000, memungkinkan pelanggan untuk dapat melakukan pemesanan secara otomatis. Pelanggan pun mengikuti perubahan ini dikarenakan dampaknya terhadap percepatan pekerjaan mereka.
Namun, dengan memunculkan layanan prima seperti penghantaran barang langsung ke pelanggan dan pemesanan barang secara elektronik berdampak negative terhadap profitabilitas perusahaan (perusahaan tidak mendapatkan keuntungan). Dan John Malone sendiri memikirkan cara untuk mengembalikan profitabilitas perusahaannya. Malone memberikan kontrolnya kepada Mellisa Dunhill dan kepada Tim Cunningham selaku Direktur Operasional perusahaan untuk membantunya. spesifik. Mereka mengunjungi satu dari beberapa lokasi pendistribusian milik Dakota. Manager disana yaitu Wilbur Smith menginformasikan “Yang kami lakukan adalah mengepak/memindahkan barang (keluar masuk barang), memproses pemesanan, dan mengirimkannya kepada para pelanggan” atas bantuan Wibur, Mellisa dan Tim menemukan 4 dasar aktivitas yang dilakukan pusat pendistribusian, antara lain : 1. Pengepakan
dan
pemindahan
item
masuk
dan
keluar
lokasi
pendistribusian; 2. Layanan pengiriman barang; 3. Pemrosesan pemesanan; 4. Dan input data pemesanan. Wilbur mendeskripsikan beberapa detail dimasing-masing kegiatan tersebut. Kapasitas
gudang
penyimpanan
yang
dibutuhkan
dan
pengepakan/pemindahan barang yang masuk dan keluar tempat penyimpanan yang dilakukan oleh para pekerja hingga ke proses pengiriman
barang
bergantung
atas
banyaknya
jumlah
pengepakan/pemindahan barang itu sendiri. Semua barang memiliki pergantian jumlah stok barang yang sama sehingga tempat dan biaya penanganan sebanding terhadap jumlah barang yang masuk kelokasi distribusi. Kami
menggunakan
angkutan
komersil
untuk
pengiriman
biasa, dan biayanya didasarkan lebih kepada jumlah muatan ketimbang atas hal-hal lainnya. Biaya tiap pak yang dikirim adalah sama, dengan menghiraukan berat dan jauhnya lokasi pengiriman. Tentunya, setiap pak yang kita kirim melalui layanan pengiriman yang kita tawarkan untuk menghindari ongkos tambahan atas pengiriman komersil. Team ini mendapatkan informasi atas catatan yang diberikan oleh supervisi gudang.
Layanan antar barang ini sungguh menyulitkan para pekerjaku. Tentu ini merupakan tawaran pelayanan dan ditujukan untuk meningkatkan bisnis. Tetapi saya harus menambah jumlah pekerja dikarenakan pekerja lainnya bekerja melebihi dari yang seharusnya. Mellisa dan Tim selanjutnya memeriksa beban-beban yang terjadi atas masukan dan validasi data pemesanan pelanggan. Beban dari system pemesanan barang secara elektronik sudah termasuk system pemrosesan data dan operator penginput data. Hal ini dikemukakan oleh Hazel Nutley, operator penginput data yang sudah bekerja 17 tahun bersama Dakota. Mellisa dan Tim mendapatkan informasi dari database perusahaan dan mendapati :
Pusat distribusi memproses 80.000 pak barang ditahun 2000. Dari keseluruhan itu, 75.000 pak barang dikirim dengan pengiriman komersil biasa. Sisanya yang 5.000 pak barang dikirim dengan layanan pengantaran
barang
langsung
ketempat
pelanggan.
Perusahaan
Dakota melakukan 2.000 layanan antar langsung ketempat pelanggan
dalam tahun ini. Pekerja merasa
jumlah
kapasitas
pekerjaan
yang
dilakukan,
pemrosesan, dan pengirimannya dapat dilakukan cukup dengan
sumber daya perusahaan yang telah ada. Operator penginput data memproses 16.000 pesanan secara manual dan memvalidasi 8.000 pemesanan secara elektronik. Pesanan manual yang sebanyak 16.000 tersebut rata-rata pemesanan sebanyak hampir 10 item barang per pesanan atau lebih kurang 150.000an tahapan. Itu semua
merupakan
bagian
dari
keseluruhan
tahapan
pekerjaan
pengepakan/pemindahan, pengiriman. Supervisi merasa data masukan yang diinput operator berada pada rata-rata kapasitas perusahaan. Mereka lalu membentuk dua tim kecil, satu diperuntukkan menjadi personil pusat distribusi dan yang satu lagi untuk operator penginput data, untuk mengestimasi jumlah waktu yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan beberapa pekerjaan yang mereka kenali. Team mengadakan wawancara kepada beberapa pekerja untuk melihat seberapa efektif waktu yang mereka gunakan dalam beberapa hari terakhir, dan mengobservasi keseharian aktivitas pekerja lainnya. Team yang di pusat distribusi melaporkan terdapat 90 % para pekerja memproses pengepakan/pemindahan barang masuk dan keluar lokasi distribusi. Dan yang 10 % pekerja lainnya ditunjuk untuk melakukan
pekerjaan pengiriman antar barang ke rumah. Beban-beban lainnya yang timbul dibagian gudang (penyewaaan, bangunan, penyusutan peralatan, fasilitas, asuransi,
dan pajak-pajak) digabungkan ke dalam kwitansi,
penyimpanan, dan bongkar muatan. Truk pengantar barang digunakan hanya untuk pemesanan hantar barang langsung kerumah. Estimasi ini di review ulang oleh supervisi dan perlu direpresentasikan pada operasional perusahaan tidak hanya ditahun ini, tetapi di tahun-tahun sebelumnya (khususnya ditahun 2000) secara baik. Team yang di dalam penginputan data, atas pemantauan dari datadata computer yang ada, dapat dipelajari bahwa operator bekerja sekitar 10.000 jam selama tahun 2000. Analisa lebih lanjut dari data-data tersebut didapati waktu pendistribusian untuk setiap aktivitas diselenggarakan oleh operator penginput data. Melissa melihat kepada laporan keuangan pelanggan dan menemukan dua macam laporan dengan jumlah dan volume aktivitas yang sama. Pelanggan A dan B masing-masing membukukan penjualan di tahun 2000 tipis diatas $ 100.000.
Biaya-biaya yang muncul pada kegiatannya sendiri berada di $
85.000. Rata-rata tercatat keuntungan (21,2 % pada pelanggan A dan 22,4 %
pada
pelanggan
perusahaan
Dakota.
B)
ini
merupakan
Keuntungan
target
pelanggan
rentangan B
sedikit
keuntungan lebih
tinggi
dikarenakan pemberlakuan tariff premium untuk jasa pengantara barang langsung kerumah. Kedua pelanggan tersebut telah memesan 200 pak di tahun
ini.
System
perhitungan
profitabilitas
pelanggan
(Exhibit
2)
mengindikasikan bahwa kedua pelanggan menghasilkan kontribusi margin yang cukup untuk mengkover aktivitas umum dan biaya-biaya yang timbul pada penjualan serta perolehan keuntungan untuk perusahaan. Melissa melihat, walaupun kedua laporan keuangan
pelanggan
tersebut memiliki perbedaan atas jumlah permintaan pelayanan yang mereka peroleh dari perusahaan Dakota, namun pelanggan A lebih sedikit dalam jumlah jenis barang yang dipesan kepada Dakota dan telah menggunakan system EDI untuk mengakomodir pemesanan barangnya (setengah dari kedatangan pemesanan barangnya sudah dilakukan secara elektronik di tahun 2000). Pelanggan B sangat berbeda, melakukan banyak jenis barang yang dipesan, tetapi jika dirata-ratakan jumlah kuantiti tiap item barang yang dipesan lebih sedikit ketimbang pelanggan A. Dan juga seluruh pesanan pelanggan B baik kertas ataupun telepon dilakukan secara manual entry, dan sebanyak 25 % permintaan pemesanan barang dilakukan dengan opsi layanan pengiriman barang langsung ke tempat pelanggan.
Melissa perhatian terhadap peningkatan peminjaman perusahaan Dakota ke bank, juga melihat tagihan pelanggan A yang terhutang hingga 30 hari baru dapat dibayarkan, sedangkan pelanggan B hingga lebih dari 90 hari baru dibayarkan. Perhitungan cepat menyatakan bahwa rata-rata pendapatan pelanggan A tahun ini sebesar $ 9.000, sedangkan pelanggan B sebesar $ 30.000. Dengan pembayaran bunga sebesar 10 % oleh Dakota tiap tahunnya atas pembayaran kredit untuk modal, Melissa melihat perbedaan ini cukup signifikan. Exhibit 3 memperlihatkan rekapitulasi aktualisasi pemesanan barang, pengiriman dan statistic pembayaran untuk kedua pelanggan tersebut. Melissa
yakin
atas
taksiran
actual
profitabilitas
pelanggan-
pelanggan tersebut, dan membuat rekomendasi tentang bagaimana cara mengembalikan profit perusahaan Dakota pada sebuah slide. Pertanyaan atas kegiatan dari Dakota Office 1. Mengapa system harga yang berlaku pada Dakota tidak dapat mengcover kegiatan operasionalnya ? 2. Coba aplikasikan activity based costing terhadap data-data kegiatan perusahaan Dakota di tahun 2000 dan hitung rate dari masing-masing kegiatan yang memunculkan biaya atas aktivitas dari perusahaan Dakota ? 3. Coba bandingkan profitabilitas pelanggan Dakota antara pelanggan A dan B dan jelaskan perbedaannya 4. Asumsikan Bahwa Dakota menerapkan analisis dari perhitungan Activity Based Costing. Dari informasi yang telah diperoleh, apa yang harus dilakukan manajemen untuk meningkatkan keuntungan perusahaan ?
Jawaban 1. Karena terdapat kesalahan penentuan biaya atas layanan yang diberikan oleh Dakota kepada pelanggan. Seperti layanan Desktop Delivery yang diberikan oleh Dakota, hanya memperoleh keuntungan yang cukup signifikan atas pemesanan barang dengan jumlah yang besar. Hal ini tidak berlaku untuk pelanggan yang memesan barang dalam jumlah yang kecil, dikarenakan profit yang diperoleh atas layanan tersebut lebih kecil daripada biaya yang muncul karenanya. 2. Berikut perhitungan biaya per kegiatan berdasarkan activity based costing : Sebelum melakukan perhitungan besaran biaya-biaya yang terjadi pada setiap kegiatan, kita perlu menentukan Besaran “Activity Cost Driver Rate” (Rate Aktivitas yang dapat Memicu Biaya) :
Aktivitas
Beban Aktivita s
Beban Gudang (Diluar Tenaga Kerja)
2.000.00 0
Angkutan Komersil
450.000
Beban Truk
200.000
Aktivitas Pemicu Biaya
Jumlah Kuantit i
Rate Aktivitas Pemicu Biaya
Jumlah Pak Barang
80.000
25
75.000
6
5.000
40
Jumlah barang yang tidak Menggunakan Jasa Desktop Delivery Jumlah barang yang menggunakan jasa Desktop Delivery
Beban Penginput Data
800.000
Jumlah Jam Kerja Operator Penginput Data
10.000
80
Rate atas beban pekerjaan penginputan data:
Aktivitas Penyelarasan data pemesanan pelanggan secara manual Jumlah tahapan penginputan pemesanan secara EDI Pemvalidasian Pesanan secara EDI
Beban Aktivita s
Aktivitas Pemicu Biaya
Jumlah Kuantit i
Rate Aktivitas Pemicu Biaya
80 x 2.000 = 160.000
Jumlah Pemesanan Secara Manual
16.000
10
80 x 7.500 = 600.000
Jumlah Tahapan dalam Penginputan Pesanan
150.000
4
80 x 500 = 40.000
Jumlah Pemesanan Secara EDI/Internet
8.000
5
Rate atas beban kegiatan di gudang :
Aktivitas Desktop Delivery Proses pengepakan barang
Beban Aktivitas
Aktivitas Pemicu Biaya
10% x 2.400.000 = 240.000 90% x 240.000 = 216.000
Jumlah barang yg dikirim desktop delivery Jumlah barang yg dikirim desktop delivery
Jumlah Kuanti ti
Rate Aktivitas Pemicu Biaya
5.000
48
75.000
28,8
3. Berikut Biaya-biaya yang muncul atas pemesanan barang yang dilakukan masing-masing oleh pelanggan A dan B berdasarkan atas rate dari Dakota Office:
Dapat dilihat bahwa terdapat jumlah biaya yang berbeda di masing-masing pelanggan A dan B. dengan mempresentasikan ABC bahwa
4. - Jika mereka menerapkan analisis dari pertanyaan 3, manajer akan menemukan bahwa biaya pengiriman tidak benar dan harga untuk pengiriman "desktop" harus lebih tinggi dengan jarak di mana pesanan ditempatkan. - Membuat harga yang lebih tinggi dan untuk pelanggan yang menempatkan pesanan besar harus ada diskon untuk menghilangkan tingginya jumlah pelanggan yang menempatkan pesanan kecil.
Rekomendasi 1. Rekomendasi system -
System
yang
dipakai
menggunakan
Activity
pada Based
perusahaan Costing
Dakota (ABC)
sebaiknya dikarenakan
penelusuran biaya lebih akurat. -
Menganjurkan kepada pelanggan menggunakan system EDI
2. Rekomendasi berdasarkan data pelanggan -
Pelanggan
A
memberikan
diutamakan dari pelanggan B
kontribusi
lebih
tinggi
dan
lebih
ACTIVITY BASED MANAGEMENT
OLEH KELOMPOK 5 : 1. 2. 3. 4. 5.
FERDY PUTRA MUHAMMAD RAMDHANY IQBAL HERIANSYAH AUNURRAFIK ERIN IRENA
FAKULTAS EKONOMI MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS RIAU TA. 2012/2013