Agregat Pekerja Fix [PDF]

  • Author / Uploaded
  • putri
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS KELOMPOK PEKERJA DI RW 01 RT 4 & 5 DESA LANGENSARI TIMUR KELURAHAN LANGENSARI KECAMATAN UNGARAN BARAT, KABUPATEN SEMARANG (16 Mei 2018 – 30 Juni 2018)



OLEH : KELOMPOK 1 AISAH BIBI



070117B003



HENI LISTIYOWATI



070117B028



RISA KHOIRUNISA



070117B065



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN 2018



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian sehat dapat digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya (perry, potter. 2005: 5). Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karena iu, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni : 1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik/ anorganik, logam berat,



debu),



biologik



(virus,



bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan). 2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku. 3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi. 4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia. Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya. Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas, beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (Undangundang kesehatan tahun 1992).



Adanya undang-undang kesehatan kerja di setiap negara mempunyai dampak yang begitu besar untuk kondisi kesehatan di tempat kerja. Tujuan dari hukum ini adalah untuk menciptakan kondisi kerja yang lebih aman dan lebih sehat bagi para pekerja (suddarth. 2002: 27). Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work). Sebenarnya hal ini merupakan keuntungan bagi pemilik lapangan pekerjaan atau para pengusaha untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman karena hasilnya adalah pengurangan biaya yang berhubungan dengan absennya pekerja, perawatan pekerja di rumah sakit dan kecacatan (suddarth. 2002: 27). Menurut Suma’mur (1976), Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (DepKes RI, no. 3, 1998). Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa Data angka kecelakaan kerja tahun 2011 lalu mencapai, 99.491 kasus. Jumlah tersebut kian meningkat dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 terjadi sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008



sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus. Untuk pada 2011 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari. Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005) Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work). Sebagai suatu usaha dalam pencegahan kecelakaan kerja di bidang keperawatan dikembangkan suatu spesialisasi perawatan yang disebut dengan perawatan kesehatan kerja (occupational health nursing). Perawat okupasional dapat bekerja di unit tunggal dalam lingkungan industri, menjadi



konsultan paruh waktu atau dengan waktu yang terbatas, atau menjadi anggota dari tim indisiplener yang terdiri dari pekerja kesehatan yang bervariasi seperti perawat, dokter, fisiolog pelatih, pendidik kesehatan, konsulen, ahli gizi, ahli teknik keselamatan, dan hygine industri (suddarth. 2002: 27). Perawat kesehatan okupasional mempunyai fungsi dalam beberapa cara yang dapat memberikan perawatan langsung pada pekerja yang sakit, melakukan program pendidikan kesehatan untuk anggota staf perusahaan, aau menyususn program kesehatan yang ditujukan untuk mengembangkan perilaku kesehatan tertentu, seperti makan dengan benar dan olah raga yang cukup, serta bagaimana menggunakan alat-alat perlindungan dan pentingnya penggunaan alat-alat tersebut bagi keselamatan kerja, serta hygine pada setiap pekerja (suddarth. 2002: 27). Maka dari itu, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang peraturan pemerintah yang menyangkut kesehatan kerja dan memahami legalsasi yang berhubungan, serta semua hal yang bersangkutan tentang kesehatan kerja, keselamatan kerja serta kecelakaan kerja (K3) (Suddarth. 2002: 27).



Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang semua yang berhubungan dengan K3 disertai dengan contoh asuhan keperawatan kesehatan kerja. Diharapkan dengan makalah ini nantinya dapat dijadikan acuan bagi mahasiswa keperawatan lain untuk dapat membantu meningkatkan kesehatan kerja dengan menerapkan asuhan keperawatan kesehatan kerja yang komprehensif dan kompeten. B. Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja pada di komunitas pekerja di Desa Langensari Timur RW 01 RT 4 & 5 Kelurahan Langensari Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang? C. Tujuan 1.



Menjelaskan tentang pengertian kesehatan kerja dan keselamatan kerja



2.



Menjelaskan tentang prinsip dasar kesehatan kerja



3.



Menjelaskan tentang Factor resiko di tempat kerja



4.



Menjelaskan tentang ruang lingkup kesehatan kerja



5.



Menjelaskan tentang tujuan keselamatan kerja



6.



Menjelaskan tentang dasar hokum kesehatan dan keselamatan kerja



7.



Menjelaskan tentang kecelakaan kerja



8.



Menjelaskan tentang penyakit akibat kerja



9.



Menjelaskan tentang ergonomi



10. Menjelaskan tentang alat pelindung kerja (PEE) 11. Menjelaskan tentang tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja 12. Menjelaskan tentang fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja 13. Menjelaskan tentang diagnosis spesifik penyakit akibat kerja 14. Menjelaskan tentang penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit pada penyakit akibat kerja 15. Menjelaskan tentang promosi kesehatan dalam kesehatan dan keselamatan kerja 16. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja di komunitas pekerja D. Manfaat 1.



Untuk Mengetahui tentang pengertian kesehatan kerja dan keselamatan kerja



2.



Untuk Mengetahui tentang prinsip dasar kesehatan kerja



3.



Untuk Mengetahui tentang Factor resiko di tempat kerja



4.



Untuk Mengetahui tentang ruang lingkup kesehatan kerja



5.



Untuk Mengetahui tentang tujuan keselamatan kerja



6.



Untuk Mengetahui tentang dasar hokum kesehatan dan keselamatan kerja



7.



Untuk Mengetahui tentang kecelakaan kerja



8.



Untuk Mengetahui tentang penyakit akibat kerja



9.



Untuk Mengetahui tentang ergonomi



10. Untuk Mengetahui tentang alat pelindung kerja (PEE) 11. Untuk Mengetahui tentang tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja 12. Untuk Mengetahui tentang fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja 13. Untuk Mengetahui tentang diagnosis spesifik penyakit akibat kerja 14. Untuk Mengetahui tentang penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit pada penyakit akibat kerja 15. Untuk Mengetahui tentang promosi kesehatan dalam kesehatan dan keselamatan kerja 16. Untuk Mengetahui tentang asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja di komunitas pekerja



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Kerja Menurut



Sumakmur



(1988)



kesehatan



kerja



adalah



spesialisasi



dalam



ilmu



kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguangangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : 1. Sasarannya adalah manusia 2. Bersifat medis. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993). Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi distribusi baik barang maupun jasa (dermawan, deden. 2012: 189). Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : 1. Sasarannya adalah lingkungan kerja 2. Bersifat teknik.



B. Prinsip Dasar Kesehatan Kerja Upaya kesehatan kerjaadalah upaya penyesuaian antara kapasitas, beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU kesehatan tahun 1992). Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakanpengendalian. Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi aspek kesehatan dari pekerjaitu sendiri (effendi, ferry. 2009: 233).



C. Faktor Resiko Di Tempat Kerja Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya. Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh (effendi, Ferry. 2009: 233): 1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. 2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll. 3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dll) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja. Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal (effendi, Ferry. 2009: 233).



Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di tempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehata kerja, perilaku kerja, serta faktor lainnya (effendi, Ferry. 2009: 233).



D. Ruang lingkup kesehatan kerja Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis, dalam hal cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujuan untuk (effendi, Ferry. 2009: 233): 1.



Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja disemua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya.



2.



Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungannya.



3.



Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.



4.



Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.



E. Tujuan keselamatan kerja 1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakuakn pekerjaan atau kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktivitas nasional. 2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja. 3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.



F. Dasar Hukum Dasar hukum tentang kesehatan dan keselamatan kerja adalah Undang-undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 86 (dermawan, deden. 2012: 190): 1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. Keselamatan dan kesehatan kerja



b. Moral kesusilaan c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. 2. Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



G. Kecelakaan kerja Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan yang terjadi pada waktu bekerja pada perusahaan. Tak terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesenjangan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (dermawan, deden. 2012: 189). Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun, patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan. 1. Penyebab kecelakaan kerja Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah penyebab dasar (basic causes) dan penyebab langsung (immediate causes) 1) Penyebab dasar a.



Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis, kurang atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan (keahlian), stress, dan motivasi yang tidak cukup atau salah.



b.



Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan kemampuan kepemimpinan dan/ atau pengawasan, rekayasa (engineering), pembelian atau pengadaan barang, perawatan (maintenance), alat-alat, perlengkapan, dan barangbarang atau bahan-bahan, standart-standart kerja, serta berbagai penyalahgunaan yang terjadi di lingkungan kerja.



2) Penyebab langsung a.



Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standart/ unsafe condition), yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan pengaman, pelindung atau rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat, bahan dan peralatan yang rusak, terlalu sesak atau sempit, sistem-sistem tanda peringatan yang kurang memadai, bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan, kerapian atau tata letak (houskeeping) yang buruk, lingkungan berbahaya atau beracun (gas, debu, asap, uap, dan lainnya), bising, paparan radiasi, serta ventilasi dan penerangan yang kurang (B, sugeng. 2003)



b.



Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standart/ unsafe act), yaitu tingkah laku, tindak tanduk atau perbuatan yang dapat menyebabkan kecelakaan misalnya mengoperasikan alat tanpa wewenang, gagal untuk memberi peringatan dan pengamanan, bekerja dengan kecepatan yang salah, menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi, memindahkan alat-alat keselamatan, menggunakan alat yang rusak, menggunakan alat dengan cara yang salah, serta kegagalan memakai alat pelindung atau keselamatan diri secara benar (B, sugeng. 2003).



2. Kerugian yang disebabkan kecelakaan akibat kerja Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain: a. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian mesin, pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan kerja. b. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah kekacauan dai dalam organisasi dalam proses produksi. c. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan mengeluh & menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja akan bersedih.



d. Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati, kecelakaan juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh bahkan cacat. e. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa orang & berakibat kematian. Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi menjadi biaya langsung & biaya tersembunyi. Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama kecelakaan, pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak mampu bekerja, kompensasi cacat & biaya perbaikan alat-alat mesin serta biaya atas kerusakan bahan-bahan. Sedangkan biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi. 3. Pencegahan kecelakaan akibat kerja Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan: a.



Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisikondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi, perwatan & pemeliharaan, pengwasan, pengujian, & cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha & buruh, latihan, supervisi medis, PPPK, & pemeriksaan kesehatan.



b.



Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau tak resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan & hygiene umum, atau alatalat perlindungan diri.



c.



Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundangundangan yang diwajibkan.



d.



Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas & debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan & desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.



e.



Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis & patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, & keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.



f.



Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.



H. Penyakit akibat kerja Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease (dermawan, deden. 2012: 193). Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI nomor: PER-01/MEN/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja bahwa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekrjaan atau lingkungan kerja. Beberapa ciri penyakit akibat kerja adalah dipengaruhi oleh populasi pekerja, disebabkan oleh penyebab yang spesifik, ditentukan oleh pemajanan ditempat kerja, ada atau tidaknya kompensasi. Contohnya adalah keracunan timbel (Pb), abestosis, dan silikosis (B, sugeng. 2003). Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (international Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut penyakit akibat kerja sebagai berikut : a. Penyakit akibat kerja-occupational disease Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui. b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan work related disease Adalah penyakit yangt mempunyai bebrapa agen penyebab, dimana dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks. c. Penyakit yang mengenai populasi kerja-disease of fecting working populations Adalah penyakit agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.



1. Jenis penyakit akibat kerja WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja (dermawan, deden. 2012: 193): a.



Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.



b.



Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma bronkhogenik.



c.



Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis kronis.



d.



Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.



Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Nomor: PER-01/MEN/1981 dicantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan pada keputusan Presiden RI Nomor 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja memuat jenis penyakit yang sama dengan tambahan penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat. Jenisjenis penyakit akibat kerja tersebut adalah sebagai berikut: a)



Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (silikosis, antrakosiliksis, asbestosis) dan silikotuberkulosisyang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.



b) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras. c)



Penykit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) atau byssinosis yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, hnep (serat yang diperoleh dari batang tanaman cnnabis sativa), dan sisal (serat yang diperoleh dari tumbuhan agave sisalana, biasanya dibuat tali).



d) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan. e)



Alveolitis alergica yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik.



f)



Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya yang beracun.



g) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Cd) atau persenyawaannya yang beracun. h) Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannya yang beracun. i)



Penyakit yang disebabkan oleh kromium (Cr) atau persenyawaannya yang beracun.



j)



Penyakit yang disebabkan oleh mangan (Mn) atau persenyawaannya yang beracun.



k) Penyakit yang disebabkan oleh arsenik (As) atau persenyawaannya yang beracun. l)



Penyakit yang disebabkan oleh merkurium/ raksa (Hg) atau persenyawaannya yang beracun.



m) Penyakit yang disebabkan oleh timbel (Pb) atau persenyawaannya yang beracun. n) Penyakit yang disebabkan flourin (F) atau persenyawaannya yang beracun. o) Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida. p) Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang bercun. q) Penyakit yang disebabkan oleh benzema atau homolognya yang beracun. r)



Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun.



s)



Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.



t)



Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol, atau keton.



u) Penyakit yang disebabkan olehgas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti CO, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso, dan nikel. v) Kelainan pendengarayang disebabkan oleh kebisingan. w) Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian dan pembuluh darah tepi atau saraf tepi). x) Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan tinggi. y) Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengIon. z) Penyakit kulit atau dermatosis yang disebabkan oleh fisik, kimiawi atau biologis. aa) Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh Ter, Pic, bitumen, minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk dan residu dari zat-zat tersebut. bb) Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes. cc) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan resiko kontaminsai khusus. dd) Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah, panas radiasi, atau kelembapan udara yang tinggi. ee) Penyakit yang disebabkan oleh bahan lainnya termasuk bahan obat.



Menurut (dermawan, deden. 2012: 197-199) penyakit akibat kerja/penyakit akibat hubungan kerja: 1. Penyakit Saluran Pernapasan Penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. a. Akut misalnya : Asma akibat kerja sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus. b. Kronis, misalnya : a) Asbestosis b) Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) c) Edema paru akut : dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida. 2. Penyakit Kulit a. Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh sendiri. b. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. c. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyeba, membuat peka atau karena faktor lain. 3. Kerusakan Pendengaran a. Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukkan akibat pajanan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. b. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. c. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya pendengaran. 4. Gejala pada Punggung dan Sendi a. Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan panyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. b. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. c. Atritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang tidak wajar. 5. Kanker a. Adanya presentase yag signifikan menunjukkan kasus kanker yang disebabkan oleh pajanan di tempat kerja.



b. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. c. Pada kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis. 6. Coronary Artery Disease Oleh karena stres atau karbon monoksida da bahan kimia lain di tempat kerja. 7. Penyakit Liver a. Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. b. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada. 8. Masalah Neuropsikitarik a. Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. b. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. c. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. d. Lebih dari 100 bahan kimia (a.l solven) dapat menyebabkan depresi Susunan Syaraf Pusat. e. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. f. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis. 9. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya a. Alergi b. Gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan c. Sick building syndrome d. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal : parfum derivate petroleum, rokok.



2. Faktor penyebab penyakit akibat kerja Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin disebutkan satu persatu.



Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan : 1.



Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.



2.



Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.



3.



Golongan biologis : bakteri, virus, jamur



4.



Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan/ddesain tempat kerja dan cara kerja/beban kerja.



5.



Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjaan dan lain-lain.



I. Alat pelindung diri (PEE) Persyaratan umum penyediaan alat pelindung diri (personal protective equipment–PPE) tercantum dalam personal protective equipment at work regulation 1992. Dalam menyediakan perlindungan terhadap bahaya, prioritas pertama seorang majikan adalah melindungi pekerjanya secara keseluruhan daripada individu (Ridley. 2006: 142). Ada prinsip umum yang harus diikuti : 1.



PPE yang efektif harus : a) Sesuai dengan bahaya yang dihadapi b) Terbuat dari material yang akan tahan dengan bahaya tersebut c) Cocok bagi orang yang akan menggunakannya d) Tidak mengganggu kerja operator yang bekerja e) Memiliki konstruksi yang sangat kuat f) Tidak mengganggu PPE lain yang sedang dipakai secara bersamaan g) Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainya.



2.



Operator-operator yang menggunakan PPE harus memperoleh : a) Informasi tentang bahaya yang dihadapi b) Instruksi tentang tindakan pencegahan yang perlu diambil c) Pelatihan tentang penggunan peralatan dengan benar d) Konsultasi dan diizinkan pemilih PPE yang tergantung pada kecocokannya



e) Pelatihan cara memelihara dan menyimpan PPE f) Instruksi agar melaporkan setiap kecacatan atau kerusakan. Contoh-contoh perlindungan PPE (Ridley. 2006: 143-144) Bagian tubuh 1. Kepala



PPE 1. Helm keras , helm empuk, topi, harnet,



2. Telinga



atau



pemangkasan



rambut. 2. Tutup telinga (ear murf) dan sumbat telinga (ear plug)



3. Mata



3. Kacamata pelindung (googles), pelindung



4. Paru



wajah,



goggles



khusus. 4. Masker wajah, respirator, alat bantu pernafasan.



5. Tangan



5. Sarung



tangan



pelindung,



sarung tangan tahan bahan kimia, sarung tangan insulasi. 6. Sepatu pengaman, selubung 6. Kaki



kaki



7. Kulit



pengaman.



(gaiter)



dan



sepatu



7. Krim pelindung. 8. Pelindung yang kedap seperti sarung tangan dan celemek. 8. Torso dan tubuh 9. Pakaian



bertekanan



(pressurized suits) 9. Keseluruhan tubuh



udara



J. Tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja Secara umum, tujuan keperawatan kesehatan kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat diperinci sebagai berikut (Rachman. 1990): 1. Agar tenaga kerja dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat 2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.



K. Fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja Fungsi dan tugas perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di industri adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul. 1998): 1. Fungsi perawat a. Mengkaji masalah kesehatan b. Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja c. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja d. Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan 2. Tugas perawat a. Mengawasi lingkungan pekerja b. Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan c. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja d. Membantu melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan pekerja e. Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah kepada pekerja dan keluarga yang mempunyai masalah kesehatan f. Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3 terhadap pekerja g. Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja h. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai KB terhadap pekerja dan keluarganya i. Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja j. Mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.



L. Diagnosis spesifik penyakit akibat kerja Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini (B, sugeng. 2003):



1. Anamnesis (wawancara) meliputi, identitas, riwayat kesehatan, riwayat penyakit, dan keluhan yang dialami saat ini. 2. Riwayat pekerjaan a. Sejak pertama kali bekerja (kapan mulai bekerja di tempat tersebut) b. Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindun diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobi), dan kebiasaan lain (merokok, alkohol) c. Sesuai tingkat penegtahuan, pemahaman pekerjaan.



3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja a. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang. b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja. c. informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesa atau dari data penyakit di perusahaan. 4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan a. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik. b. Pemeriksaan laboratorium membantu diagnostik klinis. c. Dugaan adanya penyakit akibat bekerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis. 5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis a. Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosis-pembacaan standart ILO). b. Pemeriksaan audiometri. c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah dan urine. 6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygine perusahaan yang memerlukan: a. Kerjasama dengan tenaga ahli hygine perusahaan. b. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang ada. c. Pengenalan secara lengsung sistem kerja dan lama pemakaian. 7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain



a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinis, kemudian dicari faktor penyebabnya di tempat kerja, atau melalui pengamatan (penelitian) yang relatif lebih lama. b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi, dan dokter penasehat (kaitannya dengan kompensasi). Menurut (dermawan, deden. 2012: 194-197) Untuk dapat mendiagnosis penyakit akibat kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman : 1. Tentukan diagnosis klinisnya Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitasfasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak. 2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesa mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup : a.



Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis.



b.



Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan.



c.



Bahan yang diproduksi.



d.



Materi (bahan baku) yang digunakan.



e.



Jumlah pajanananya.



f.



Pemakaian alat perlindungan diri (masker).



g.



Pola waktu terjadinya gejala.



h.



Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa).



i.



Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya).



3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut. Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut diatas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama dan sebagainya). 4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menetukan diagnosis penyakit akibat kerja. 5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi. Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat perkerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanan, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga resikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami. 6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit. Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja. 7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya. Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjann hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan



dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.



M. Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit/ five level and prevention diseases (leavel and clark) pada penyakit akibat kerja (effendi, ferry. 2009: 238) 1.



Peningkatan kesehatan (health promotion) Misalnya; pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.



2.



Perlindungan khusu (spesific protection) Misalnya; imunisasi, hygine perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaaan kerja.



3.



Deteksi dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment) Misalnya; diagnosa dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.



4.



Membatasi kecacatan (disability limitation) Misalnya; memeriksa dan mengobati tenaga kerja komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna, dan pendidikan kesehatan.



5.



Pemulihan kesehatan (rehabilitation) Misalnya; rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai, menyediakan tempat kerja yang dilindungi, dan terapi kerja di rumah sakit.



N. Promosi Kesehatan Dalam Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Promosi kesehatan, pencegahan dan kontrol penyakit, kesejahteraan, penurunan faktor risiko, dan pelayanan kesehatan preventif adalah beberapa istilah yang digunakan pada program kesehatan di lahan kerja (anderson. 2007: 451). Promosi kesehatan digunakan untuk menunjukkan sebuah proses pembelajaran para pekerja mengenai bagaimana cara meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup mereka dengan mengembangkan gaya hidup yang baru. Proses promosi kesehatan di lahan kerja biasanya dimulai dari pekerja yang mendapat pengetahuan mengenai perilaku, risiko kesehatan atau proses penyakit (anderson. 2007: 451). Perawat kesehatan kerja sering kali bertanggung jawab terhadap program promosi kesehatan di lahan kerja dan berada pada posisi yang tepat untuk menciptakan kemitraan dengan komunitas. Apabila suatu organisasi tidak memiliki perawat kesehatan kerja, program kesehatan menjadi tanggung jawab staf keamanan kerja atau staf departemen sumber daya manusia atau staf departemen keuangan. Proses keperawatan untuk meningkatkan kesehatan di lahan kerja berfokus pada keseluruhan populasi perusahaan dan mungkin meluas kepada individu yang menjadi tanggungan pekerja (pasangan dan anak) (anderson. 2007: 451). Aktivitas promosi kesehatan seluruh pekerja, termasuk manajemen. Langkah berikutnya adalah menciptakan kesadaran terhadap isu-isu kesehatan melalui pendidikan internal perusahaan, skrining, dan intervensi yang berfokus pada gaya hidup. 1. Jenis aktivitas promosi kesehatan Aktivitas yang lazim dilakukan dalam upaya mempromosikan kesehatan atau mencegah cedera dan penyakit di lahan kerja adalah olah raga, penghentian merokok, perawatan punggung, dan program manajemen stres. Ada tiga jenis promosi kesehatan di lahan kerja (anderson. 2007: 451), yaitu: a. Program kesadaran, meningkatkan tingkat pengetahuan dan minat pekerja (contoh, dengan selebaran, seminar dan surat kabar). b. Aktivitas perubahan perilaku, membantu para partisipan mengembangkan perilaku yang lebih sehat (contoh, menghentikan kebiasaan merokok,olah raga teratur, dan nutrisi sehat). c. Lingkungan penunjang, menciptakan peluang kerja yang meningkatkan gaya hidup sehat (contoh, penyediaan makanan rendah lemak di cafetaria, kelas aerobik di tempat kerja,



menyediakan waktu senggang untuk skrining kesehatan, kudapan sehat di etalase makanan). Sebelum memutuskan untuk memilih jenis program promosi kesehatan yang ditawarkan, penting untuk menentukan konsistensi program dengan misi dan tujuan perusahaan. Perhatikan juga biaya dan manfaat aktivitas, baik bagi pengusaha maupun para pekerja. Apabila menyadari potensi manfaat finansial yang akan di dapat dari aktivitas ini, seperti penurunan angka ketidak hadiran atau meningkatkan hasil kerja, kebanyakan pekerja ikut berpartisipasi dalam program promosi kesehatan karena alasan pribadi (seperti menurunkan berat badan, meningkatkan kebugaran fisik). Para pekerja memiliki keinginan untuk merasa atau terlihat lebih baik atau mengalami peningkatan kualitas hidup. Apabila kedua kebutuhan, baik kebutuhan organisasi dan para pekerja terpenuhi, program kesehatan ini akan mendapat dukungan luas dan partisipasi yang tinggi dari pekerja dan mencapai kesuksesan besar.



2. Perencanaan program promosi kesehatan (anderson. 2007: 452-458) 1) Pengkajian kebutuhan Kuesioner dan penilaian risiko kesehatan umumnya digunakan untuk mengidentifikasi minat



pekerja terhadap topik pendidikan dan menggambarkan



kondisi kesehatan saat ini serta perilaku yang aman. Kesehatan pekerja dan catatan asuransi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi prevalensi penyakit kronik pekerja yang perlu ditangani. Catatan keamanan, format kompensasi pekerja atau wawancara dengan manajer dan pekerja adalah sumber tambahan untuk menentukan kebutuhan promosi kesehatan pekerja dan perusahaan. Setelah mengidentifikasi kebutuhan promosi kesehatan, anda dapat membantu perawat kesehatan kerja atau komite penasehat perencanaan dalam menjamin dukungan manajemen terhadap program promosi kesehatan. Presentasi proposal atau catatan eksekutif sering kali merupakan salah satu langkah awal dalam meyakinkan manajemen mengenai manfaat proyek. Suatu pendekatan perencanaan bisnis untuk mengomunikasikan program anda dapat digunakan untuk menciptakan kesamaan persepsi dan pengertian terhadap proyek dari semua orang yang ada di dalam organisasi. Di bawah ini adalah contoh dari sebuah perencanaan bisnis:



a. Catatan eksekutif: sebuah kesimpulan singkat mengenai rencana promosi kesehatan, termasuk di dalamnya tujuan (contoh, untuk menurunkan strain punggung bagian bawah), metode (contoh, dilakukan melalui 3 kali pertemuan , masing-masing selama 30 menit), keuntungan yang dapat diharapkan (contoh, lebih sedikit absen pada hari kerja, peningkatan produktivitas), biaya (contoh, biaya program, seperti brosur, selebaran, waktu pengajaran, insentif, ketidak hadiran, dan biaya tak terduga, seperti biaya akibat penurunan asuransi dan klaim kompensasi pekerja). b. Tujuan: secara jelas menggambarkan apa yang ingin dicapai dan rasional. Termasuk tujuan Masyarakat Sehat 2010 (Healthy People 2010 Objectives) untuk dewasa sehat. c. Metode: bagaimana, bilamana, dan dimana rencana akan diwujudkan ke dalam tindakan. Uraikan setiap tugas yang harus diselesaikan (contoh, rancangan brosur dan selebaran serta diseminasi) dan individu yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas tersebut, beserta batas waktu penyelesaian program. Jelaskan isi program, termasuk mengundang pembicara tamu, demonstrasi ulang, dan metode untuk meningkatkan partisipasi pekerja serta adaptasi dari perilaku yang diajarkan. Selain itu, tentukan juga tujuan dan objektif program. Tujuan program dapat berupa: Delapan puluh persen pekerja yang telah menjalani program perawatan punggung melaporkan penurunan pengajuan izin sakit yang berhubungan dengan nyeri punggung bawah. Objektif program dapat berupa: Setelah mengikuti pembelajaran demonstrasi mengenai prosedur mengangkat yang benar, 90% pekerja berpartisipasi akan mendemonstrasikan prosedur mengangkat yang benar. d. Manfaat yang diharapkan: Tulislah hasil program (contoh, jumlah absensi pekerja karena nyeri punggung bawah menurun). Ide yang bagus jika dalam proposal, dicantumkan jumlah absensi pekerja pada tahun terkahir dan besarnya presentase keberhasila program yang diajukan dalammenurunkan ketidakhadiran. Selain itu, cantumkan pula pada laporan Anda, nama perusahaan lain hasil temuan Anda dari literatur yang mengimplementasikan program serupa, beserta keberhasila yang dicapai oleh perusahaan tersebut. e. Biaya: Proyeksi akurat dari biaya program (material, waktu para pengajar, insentif), dan profit yang diharapkan dari penurunan ketidakhadiran dan peningkatan produktivitas.



3. Implementasi program promosi kesehatan Marketing adalah bagian esensial dari keberhasilan implementasi program. Termasuk di dalam beberapa strategi Marketing adalah: a. Poster. Harus tampak profesional. Judul dan kata-kata yang menarik adalah unsur penting (contoh, “Weigh To Go” untuk penurunan program berat badan). Ganti poster secara teratur untuk tetap menarik perhatian. b. Surat elektronik/ e-mail. Hitungan mundur kegiatan; memberikan pertanyaan kuis berkaitan dengan kesehatan dan memberikan jawaban serta rasionalnya pada hari berikutnya. c. Surat kabar kesehatan. Detail mengenai cerita keberhasilan, seperti cerita mengenai deteksi dini melanoma maligna, program penurunan berat badan dengan program jalan kaki, individu yang menderita tekanan darah tinggi sampai ia berpartisipasi dalam skrining kesehatan, dan bagaimana perubahan sederhana dari gaya hidup dapat membantu individu mengontrol penyakit (tanpa pengobatan). d. Surat dari pimpinan perusahaan atau manajer keuangan. Memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk melaksanakan skrining kesehatan, mengumumkan bahwa perusahaan akan membayar sebagian atau seluruh biaya dari program penghentian kebiasaan merokok/tes skrining kesehatan, atau mengizinkan atan jual-beli kebutuhan kesehatan selama 2 jam dengan kehadiran program kesejahteraan. e. Memberikan hadiah insentif kepada pekerja yang ikut berpartisipasi, seperti kaus oblong, topi, sampel tabir surya, kudapan buah-buahan, botol minuman.



4. Evaluasi program promosi kesehatan Proses evaluasi memberikan kesempatan untuk menentukan hasil yang dicapai dari program promosi kesehatan dan mengarahkan peningkatan pelayanan kesehatan kepada para pekerja. Evaluasi struktur, program, proses pelaksanaan program dan hasil program adalah tiga pendekatan yang umum dilakukan dalam meninjau ulang jaminan mutu. a. Termasuk dalam evaluasi struktur adalah (1) meninjau ulang mekanisme pelaporan yang diberikan kepada manajemen beserta dukungan terhadap program promosi kesehatan; (2) menentukan keadekuatan fasilitas fisik untuk menunjang program; (3) mengidentifikasi peralatan dan persediaan yang digunakan; (4) mengidentifikasi



kebutuhan kepegawaian dan kualifikasinya; (5) menganalisis demografik pekerja dan kebutuhan status kesehatan; (6) menentukan apakah misi, tujuan, dan objektif program diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan para pekerja dan kebutuhan bisnis pengusaha. b. Evaluasi proses mencakup (1) apakah aktivitas promosi kesehatan sesuai dengan kondisi; (2) apakah program promosi kesehatan di bentuk untuk memenuhi kebutuhan di lahan kerja (saatnya anda melakukan perbandingan terhadap pengkajian awal kebutuhan), dan (3) apakah terdapat pendokumentasian dan pencatatan. c. Evaluasi hasil berfokus pada (1) apakah tujuan dan objektif yang diharapkan dapat dicapai; (2) apakah program membawa hasil yang positif; (3) apakah hasil kesehatan menunjukkan pencegahan penyakit/ pengetahuan pekerja tentang perawatan diri, mengembalikan fungsi atau menurunkan ketidaknyamanan; (4) bagaimana perbandingan keuntungan yang dicapai program dengan biaya program; dan (5) kepuasan (dari pekerja, pengusaha, dan orang-orang yang bergantung pada pekerja) terhadap kualitas pelayanan promosi kesehatan yang diterima.Metode yang lazim digunakan untuk evaluasi adalah skala rating pascaprogram, observasi, dan wawancara dengan para pekerja tentang pendapat,sikap, dan kepuasan mereka terhadap program. Tinjauan ulang bagan dan catatan dapat dilakukan untuk menentukan perbedaan singkat morbiditas dan mortalitas.



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN



A. Pengkajian Tahap pengkajian dilakukan pada tanggal 17 – 22 Mei 2018 yang dilakukan oleh 10 mahasiswa. Berdasarkan wawancara dengan Ketua RT didapatkan hasil bahwa jumlah KK RT 4 31 KK dan RT 5 46 KK. Berdasarkan hasil pengkajian di Desa Langensari Timur RT 4 dan RT 5 RW 1, didapatkan data sebagai berikut: 1.



Data Core a.



Jumlah keluarga



: 77 KK



b.



Jumlah rumah



: 65 rumah



c.



Jumlah penduduk



: 248 jiwa



d.



Distribusi penduduk berdasarkan umur No



Umur



Frekuensi



Prosentase



8



3%



2 Sekolah



24



10%



3 Remaja



53



21%



4 Dewasa



139



56%



6 Lansia



24



10%



Jumlah



248



100%



1 Bayi Dan Balita



UMUR Bayi & Balita



Usia Sekolah 10% 3%



Remaja



Dewasa



Lansia



10%



21%



56%



Berdasarkan diagram di atas, warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 terdiri dari 56% dewasa, 21% remaja, 3% bayi dan balita, 10% lansia, dan 10% usia sekolah. e.



Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin No



Jenis Kelamin



Frekuensi



Prosentase



1 Laki-laki



126



51%



2 Perempuan



122



49%



Jumlah



248



100,0%



JENIS KELAMIN Laki-Laki



Perempuan



49%



51%



Berdasarkan diagram diatas warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 terdiri dari 51% laki-laki dan 49% perempuan



f.



Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan No 1 2 3 4 5 6



Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Diploma Perguruan Tinggi Jumlah



Frekuensi Prosenatase 14 6% 61 24% 34 14% 109 44% 10 4% 20 8% 248 100%



PENDIDIKAN Tidak Sekolah



SD



SMP



4%



SMA



Diploma



Perguruan Tinngi



8% 6% 24%



44%



14%



Berdasarkan diagram di atas tingkat pendidikan warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 terdiri dari 6% Tidak Sekolah, 24 % SD, 14% SMP, 44% SMA, 4% Diploma, 8% Perguruan Tinggi. g.



Suku dominan Warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 100% berasal dari suku Jawa.



h.



Budaya keseharian yang diterapkan Warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 memiliki budaya keagamaan yaitu pengajian setiap hari Kamis malam dan Sabtu malam.



i.



Budaya terkait bidang kesehatan Warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 memiliki budaya tidak boleh makan telur dan ikan laut setelah persalinan.



j.



Perilaku masyarakat di bidang kesehatan



Perilaku baik masyarakat di bidang kesehatan meliputi mandi dua kali sehari. Sedangkan untuk perilaku kesehatan yang tidak baik yaitu masih banyak warga yang merokok. 2.



8 Sub Elemen Komunitas a.



Lingkungan fisik 1) Bentuk rumah Rata-rata bentuk rumah di Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 permanen dengan atap genteng dan lantai keramik. 2) Kondisi rumah No Jenis Lantai



Frekuensi Prosenatase



1 tanah



5



8%



2 plester



19



29%



3 ubin/keramik



41



63%



65



100%



Jumlah



KONDISI RUMAH tanah



plester



keramik



tanah 8% plester 29% keramik 63%



Mayoritas bangunan adalah bangunan terbuat dari lantai tanah (5 rumah), bangunan semi-permanen terbuat dari tembok lantai masih plester dan belum keramik (19 Rumah). Permanen terbuat dari tembok dan lantai sudah memakai keramik (41 Rumah).



kebersihan rumah 1 bersih 2 tidak bersih Jumlah



No



Frekuensi Prosentase 44 21 65



68% 32% 100%



KEBERSIHAN RUMAH Tidak Bersih 32%



Bersih 68%



Mayoritas kondisi kebersihan rumah di Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 sudah bersih. Pembuangan sampah di setiap depan rumah ada tempat sampah dan ada petugas yang mengangkut sampah. 3) Pembuangan sampah Di Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 di depan rumah masing-masing warga sudah terdapat tempat sampah dan ada petugas yang mengangkut sampah. 4) MCK Rata-rata warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 memiliki MCK sendiri. 5) Sumber air Sumber air warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 berasal dari PAM dan sumur. 6) MAP/ Denah wilayah



7) Struktur geografis Posisi geografis Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 terletak di dataran tinggi daerah kaki gunung Ungaran, terbagi menjadi dua wilayah yaitu Langensari Barat dan Langensari Timur yang dipisahkan oleh jalan raya Semarang-Surakarta. Perbatasannya sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Candirejo dan Geganganak, sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Wujil dan Karangjati, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Beji dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Gogik dan Gebugan. 8) Kepadatan penduduk Penduduk di Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 sudah padat penduduk, sudah tidak ada lahan kosong. 9) Kualitas udara Kualitas udara sudah tercemar polusi karena letaknya yang berada disamping jalan raya utama Semarang-Surakarta, selain itu banyak pabrik industri. b.



Pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan yang tersedi di Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 yaitu posyandu. Sedangkan pelayanan kesehatan terdekat meliputi Pelayanan Kesehatan Desa, klinik, dan bidan.



c.



Ekonomi Tingkat sosial ekonomi masyarakat Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 sebagian besar tingkat menengah dengan mata pekerjaan sebagai pegawai pabrik dan pedagang.



d.



Keamanan dan transportasi



Transportasi menggunakan kendaraan pribadi (motor, sepeda, mobil), selain itu juga jalan kaki dan menggunakan angkutan umum. Situasi jalan beraspal di jalan utama, jalan setiap gang masih memakai plester dan belum beraspal atau paving, dan jalan tidak setiap waktu ramai. e.



Politik dan pemerintahan Pemegang pemerintahan tertinggi di Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 adalah Kepala Kelurahan, kemudian ketua RW, dan dilanjutkan ketua RT.



f.



Komunikasi Komunikasi warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 rata-rata menggunakan bahasa Jawa. Apabila ada pengumuman disampaikan memalui microphone masjid, mulut ke mulut, perkumpulan warga, dan alat komunikasi jarak jauh menggunakan handphone.



g.



Pendidikan Sarana pendidikan di Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 tersedia sarana pendidikan yaitu SMK Muhamadiyah, SD dan TK.



h.



Rekreasi Kegiatan rekreasi yang dilakukan warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 yaitu nonton TV, mendengarkan radio, berkunjung ke rumah keluarga, dan kegiatan rekreasi ke pemancingan.



3.



Winshield Survey a.



Batas wilayah 1) Barat : Kelurahan Gogik dan Gebugan 2) Timur : Kelurahan Beji 3) Utara : Kelurahan Gedanganak dan Candirejo 4) Selatan : Kelurahan Wujil dan Karangjati



b.



Kondisi perumahan 1) Bangunan



Mayoritas bangunan adalah bangunan terbuat dari lantai tanah (5 rumah), bangunan semi-permanen terbuat dari tembok lantai masih plester dan belum keramik (19 Rumah). Permanen terbuat dari tembok dan lantai sudah memakai keramik (41 Rumah). 2) Arsitektur Hampir sama antara satu rumah dengan yang lain. Lantai tanah (5 rumah), bangunan semi-permanen terbuat dari tembok lantai masih plester dan belum keramik (19 Rumah). Permanen terbuat dari tembok dan lantai sudah memakai keramik (41 Rumah). . Rata-rata di setiap rumah terdapat jendela dengan pencahayaan yang baik. 3) Keunikan lingkungan Keunikan lingkungan di daerah Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 yaitu aksesnya kepelayanan umum sangat dekat, seperti jalan raya utama, pasar, pabrik dan pelayanan kesehatan. c.



Kondisi jalan Situasi jalan di Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 beraspal di jalan utama, jalan setiap gang masih memakai plester dan belum beraspal atau paving



d.



Suasana lingkungan 1) Luas Luas wilayah Kelurahan Langensari 1,67 Km2. 2) Kualitas Lingkungan di Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 padat penduduk, lingkungan bersih, kondisi lingkungannya bising karena dekat dengan jalan raya utama Semarang-Surakarta dan pasar.



e.



Kegiatan penduduk 1) Dewasa-tua Pada pagi dan sore hari sebagian warga bekerja. Dan pada malam hari warga mempunyai kegiatan rutin mengadakan pengajian di rumah secara bergilir (tiap minggu atau tiap bulan sekali). 2) Anak-anak



Pada pagi hari mayoritas pergi ke sekolah, siang hari bermain dengan teman sebaya dan sore hari bermain dengan teman sebaya. f.



Sarana umum 1) Kesehatan Sarana kesehatan terdekat yaitu PKD, Klinik, dan Bidan. 2) Sekolah Dekat dengan madrasah/sekolah 3) Agama Masjid



: 1, mushola : 1



4) Ekonomi Banyak terdapat bengkel dan warung, konveksi (konter HP). 5) Pelayanan umum Di Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 dekat dengan berbagai pelayanan umum. g.



Tempat berkumpul Warga Desa Langensari Timur RW 1 RT 4 & 5 memiliki tempat perkumpulan, yaitu di masjid dan di rumah warga.



B. Pengkajian komunitas kelompok pekerja 1. Distribusi Kelompok pekerja Jumlah kelompok pekerja di desa Langensari Timur RW 01 RT 4 & 5, Kelurahan Langensari, sejumlah 37 orang pekerja. Kegiatan yang sering di lakukan kelompok pekerja adalah bekerja menjadi buruh pabrik. 2. Riwayat masalah kesehatan yang dialami Tabel 2.1 NO 1. 2. 3. 4. 5. 6.



JENIS PENYAKIT Low Back Pain Hipertensi ISPA Gastritis Asma Tidak bermasalah JUMLAH



F 8 7 5 9 2 6 37



% 22% 19% 16% 24% 5% 16% 100 %



JENIS PENYAKIT Asma 5%



LBP 22%



Tidak Bermasalah 16%



Hipertensi 19%



Gastritis 24% ISPA 14%



LBP



Hipertensi



ISPA



Gastritis



Asma



Tidak Bermasalah



Berdasarkan gambar diagram 2.1 bahwa masalah kesehatan tertinggi yang terjadi pada kelompok pekerja adalah Hipertensi. 3. Upaya yang sering dilakukan lansia dalam mengatasi gejala yang sering muncul. Tabel 2.2 NO 1. 2. 3. 4. 5.



UPAYA YANG DILAKUKAN Dibiarkan saja Dikompres Pergi kelayanan kesehatan Dipijat Beli obat di warung JUMLAH



F 15 3 9 2 8 37



% 41% 8% 24% 5% 22% 100%



UPAYA YANG DILAKUKAN Beli Obat Di Warung Dibiarkan Saja Dipijat 22% 41% 5% Pergi Kelayanan Kesehatan 24% Dikompres 8%



Dibiarkan Saja



Dikompres



Pergi Kelayanan Kesehatan



Dipijat



Beli Obat Di Warung



Berdasarkan diagram 2.2 bahwa upaya yang sering dilakukan dalam mengatasi gejala yang sering muncul adalah dengan hanya membiarkan saja dalam mengatasi gejala yang sering muncul. 4. Pengetahuan Tentang K3 Tabel 2.3 No



Pengetahuan



Frekuensi



Persentase



1.



Mengetahui



11



30 %



2.



Tidak Mengetahui



26



70 %



Jumlah



37



100



PENGETAHUAN Mengetahui 30% Tidak Mengetahui 70%



Mengetahui



Tidak Mengetahui



Berdasarkan diagram 2.3 kelompok pekerja di desa Langensari Timur RW 01 RT 4 & 5 didapatkan hasil bahwa sebagian besar kelompok pekerja tidak mengetahui tentang K3. 5. Sikap Kelompok Kerja Tabel 2.4 No 1. 2. 3. 4. 5.



Sikap Mengenakan alat pelindung diri Bekerja sesuai dengan SOP Pernah mengalami kecelakaan kerja Tidak menggunakan alat pelindung diri Tidak bekerja sesuai dengan SOP JUMLAH



Frekuensi 4 7 5 10 11 37



Persentase 11% 19% 13% 27% 30% 100 %



SIKAP PEKERJA Alat Pelindung Tidak Sesuai Diri Sesuai SOP SOP 11% 19% 30% Kecelakaan Tidak Kerja Mengenakan 13% APD 27%



Alat Pelindung Diri



Sesuai SOP



Kecelakaan Kerja



Tidak Mengenakan APD



Tidak Sesuai SOP



Berdasarkan diagram 2.4 bahwa sebagian besar kelompok pekerja bekerja tidak sesuai SOP dan tidak mengenakan APD.



A. Analisa Data NO



DATA



MASALAH KEPERAWATAN



1.



Data Subjektif : Dari hasil wawancara dan pemberian



Defisiensi



kuesioner kepada kelompok pekerja di



pekerja



Desa Langensari Timur RW 01 RT 4



ketidakcukupan akses pada pemberi



& 5 Kelurahan Langensari ditemukan



layanan kesehatan.



bahwa kelompok pekerja mengatakan bahwa sering mengalami pusing, kaku leher, dan sakit maag. Data Objektif : 1. Berdasarkan disebarkan



instrument kepada



yang



kelompok



pekerja di RW 1 RT 4 dan 5 desa langensari



timur



kelurahan



langensari bahwa sebagaian besar kelompok pekerja tidak mengetahui tentang K3 yaitu sebanyak 70% 2. Berdasarkan disebarkan



instrument kepada



yang



kelompok



pekerja di RW 1 RT 4 dan 5 desa langensari langensari



timur



kelurahan



bahwa



masalah



kesehatan yang muncul adalah hipertensi



(19%)



dan



gastritis



(24%). 3. Berdasarkan disebarkan



instrument kepada



yang



kelompok



pekerja di RW 1 RT 4 dan 5 desa langensari langensari pekerja



timur



kelurahan



bahwa kelompok seringkali



tidak



memperhatikan kesehatan mereka



kesehatan berhubungan



kelompok dengan



karena mereka terlalu sibuk bekerja akhirnya mereka hanya membiarkan saja keluhan yang dirasakan yaitu sebanyak 52%. 2.



Data Subjektif :



Defisiensi pengetahuan berhubungan



Dari hasil wawancara dan pemberian



dengan kurang sumber pengetahuan



kuesioner kepada kelompok pekerja di Desa Langensari Timur RW 01 RT 4 & 5 Kelurahan Langensari ditemukan bahwa kelompok pekerja mengatakan kurang mengetahui tentang K3 dan mereka tidak menerapkan sistem manajemen K3 saat bekerja. Data Objektif : 1. Berdasarkan disebarkan



instrument kepada



yang



kelompok



pekerja di RW 1 RT 4 dan 5 desa langensari



timur



kelurahan



langensari bahwa sebagaian besar kelompok pekerja tidak mengetahui tentang K3 yaitu sebanyak 70% 2. Berdasarkan disebarkan



instrument kepada



yang



kelompok



pekerja di RW 1 RT 4 dan 5 desa langensari



timur



kelurahan



langensari bahwa sebagaian besar kelopmpok



pekerja



tidak



menggunakan alat pelindung diri yaitu sebanyak 27 %. 3. Berdasarkan disebarkan



instrument kepada



yang



kelompok



pekerja di RW 1 RT 4 dan 5 desa langensari langensari



timur



kelurahan



bahwa sebagian besar



kelompok pekerja tidak bekerja sesuai Standar prosedur yang ada yaitu sebanyak 30%. 4. Berdasarkan disebarkan



instrument kepada



yang



kelompok



pekerja di RW 1 RT 4 dan 5 desa langensari



timur



langensari



kelurahan



bahwa



masalah



kesehatan yang muncul adalah hipertensi



(27%)



dan



gastritis



(24%). 3.



Data Subjektif :



Perilaku kesehatan cenderung berisiko



Dari hasil wawancara dan pemberian



berhubungan



kuesioner kepada kelompok pekerja di



pengetahuan tentang posisi ergonomis



Desa Langensari Timur RW 01 RT 4 & 5 Kelurahan Langensari ditemukan bahwa kelompok pekerja mengatakan bahwa sering mengalami pegal-pegal dan sakit pinggang. Data Objektif : 1. Berdasarkan disebarkan



instrument kepada



yang



kelompok



pekerja di RW 1 RT 4 dan 5 desa langensari



timur



kelurahan



langensari bahwa sebagaian besar kelompok pekerja tidak mengetahui tentang K3 yaitu sebanyak 70%



dengan



kurang



2. Berdasarkan disebarkan



instrument kepada



yang



kelompok



pekerja di RW 1 RT 4 dan 5 desa langensari



timur



langensari



kelurahan



bahwa



masalah



kesehatan yang muncul adalah low back pain yaitu sebesar 22%. 3. Berdasarkan disebarkan



instrument kepada



yang



kelompok



pekerja di RW 1 RT 4 dan 5 desa langensari



timur



langensari pekerja



kelurahan



bahwa kelompok seringkali



tidak



memperhatikan kesehatan mereka karena mereka terlalu sibuk bekerja akhirnya mereka hanya membiarkan saja keluhan yang dirasakan yaitu sebanyak 52%.



B. Diagnosa Keperawatan 1. Defisiensi kesehatan kelompok pekerja di Desa Langensari Timur RW 01 RT 4 & 5 Kelurahan Langensari berhubungan dengan ketidakcukupan akses pada pemberi layanan kesehatan (Domain 1 Promosi Kesehatan. Kelas 2 Manajemen Kesehatan. 00215) 2. Defisiensi pengetahuan kelompok pekerja di Desa Langensari Timur RW 01 RT 4 & 5 Kelurahan Langensari berhubungan dengan kurangnya sumber pengetahuan (Domain 5 Persepsi/Kognisi. Kelas 4 Kognisi. 00126) 3. Perilaku kesehatan cenderung berisiko di Desa Langensari Timur RW 01 RT 4 & 5 Kelurahan Langensari berhubungan dengan kurang pemahaman posisi ergonomis (Domain 1 Promosi Kesehatan. Kelas 2 Manajemen Kesehatan. 00188)



PLAN OF ACTION Masalah Kesehatan



Kegiatan



Sasaran



1. Defisiensi



Pencegahan primer:



Kelompok



kesehatan komunitas



Proses kelompok



pekerja



lansia di RW



Proses



01Kelurahan



dilakukan



Langensari



memanfaatkan



berhubungan dengan



kelompok



ketidakcukupan akses



masyarakat



pada pemberi layanan



sudah ada seperti



kesehatan (Domain 1



PKK RT dengan



Kelas 2 (Manajemen



memberikan



Kesehatan) 00215)



penyuluhan tentang



Waktu



Tempat



Swadaya yang



mahasiswa



kelompok berada di RT



yang



gastritis



.



dan



pencegahan. Empowerment Dalam



upaya



menurukan



resiko



kambuhnya penyakit



gastritis



yang



dialami



kelompok pekerja. Patnership Kerjasama : a. Melakukan



kerja



sama dengan lintas sektoral kesehatan puskesmas)



(dana sendiri)



dengan 04 dan RT 05



penatalaksanaan



(dinas atau



Dana



penyuluhan



atau



konseling



dalam



upaya peningkatan informasi sumber



dan informasi



tentang penatalaksanaan gastritis. Pendidikan kesehatan a. Memberikan penyuluhan tentang penatalaksanaan gastritis. b. Anjurkan



pada



kelompok



pekerja



untuk memperbaiki pola makannya. c. Memberikan demonstrasi tentang cara membuat nuget singkong. 2. Defisiensi



Pencegahan primer : Kelompok



pengetahuan



Proses kelompok



pekerja



kelompok pekerja di



Proses



kelompok



RW 01Kelurahan



dilakukan



Langensari



memanfaatkan



berhubungan dengan



kelompok



kurangnya sumber



masyarakat



pengetahuan (Domain



sudah ada seperti



dengan



yang



PKK RT dengan



Swadaya mahasiswa (dana sendiri)



5 Kelas 4 (Kognisi)



memberikan



00126)



penyuluhan tentang pentingnya K3 dan masalah yang sering timbul



akibat



ketidakpatuhan pekerja



untuk



menerapkan sistem K3 yang sudah ada. Empowerment Dalam



upaya



meningkatkan informasi K3



dan



tentang masalah



yang sering timbul akibat ketidakpatuhan pekerja



untuk



menjalankan system K3 perusahaan



Patnership (Kerjasama) : Patnership Kerjasama : a. Melakukan



kerja



sama dengan lintas sektoral kesehatan



(dinas atau



puskesmas) penyuluhan



atau



konseling



dalam



upaya peningkatan informasi sumber



dan informasi



tentang pentingnya K3



dan



masalah



yang sering timbul akibat ketidakpatuhan pekerja sistem



dengan K3



yang



diterapkan



di



perusahaan. Pendidikan kesehatan a. Memberikan penyuluhan tentang pentingnya K3 dan masalah yang sering muncul



akibat



ketidakpatuhan terhadap system K3 perusahaan.



DAFTAR PUSTAKA Bulechek, Gloria M. Et all.2015.Nursing Interventions Classification (NIC) edition 6th.Singapore : Elsevier



Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru.2015.Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi 10.Jakarta : EGC.



Moorhead, Sue, et al.2015.Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurement of Health Outcomes edition 5th.Singapore : Elsevier. Potter, Patricia A. & Anne G. Perry. 2010. Fundamental Of Nursing, 7th Edition. Penerjemah oleh Adrina Ferderika. Singapore : Elsevier.