Akhlak Berdagang SMT 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AKHLAK BERDAGANG



Pengertian Berdagang Pada umumnya, orang memerlukan benda yang ada pada orang lain (pemiliknya) dapat dimiliki dengan mudah, akan tetapi terkadang pemiliknya tidak mau memberikannya. Adanya syari’at jual beli menjadi wasilah (jalan) untuk mendapatkan keinginan tersebut, tanpa berbuat salah. Jual beli (al-bai’) menurut bahasa artinya menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-bai’merupakan sebuah kata yang mencakup pengertian dari kebalikannya yakni al-syira’(membeli). Dengan demikian kata albai’disamping bermakna kata jual sekaligus kata beli. Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-bai’, al-tijarahdan al-mubadalah. Adapun pengertian jual beli menurut istilah (terminologi) yaitu tukar menukar barang atau barang dengan uang yang dilakukan dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan. Menurut Imam Zainuddin Al Malibari dalam kitabnya Fathul Mu’in: “Menukarkan sejumlah harta dengan harta yang lain dengan cara khusus”. Imam Taqiyuddin mendefinisikan jual beli adalah tukar menukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul, dengan carayang sesuai dengan syara’. Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa pengertian jual beli adalah kesepakatan tukar menukar barang atau barang dengan uang yang dapat ditasharrufkan, disertai pertukaran hak kepemilikan dari yang satu ke yang lain secara suka rela sesuai dengan ketentuan syara’.



ETIKA DALAM BERDAGANG 1. Jujur / Terbuka / Transparan. Dalam sebuah bisnis islam customer adalah raja, dan sebagaimana mestinya seorang raja harus diperlakukan secara khusus. Hal ini menyangkut bagaimana pelayanan kita kepada mereka, para customer akan merasa lebih nyaman jika kita dapat memberikan service yang memuaskan. Bahkan terkadang mereka tidak akan memperdulikan perbedaan harga melainkan service yang kita berikan. Dalam sebuah perdagangan, kejujuran adalah hal yang sangat penting. Islam mengajarkan kepada kita ilmu berdagang yang baik, etika atau adab berdagang yang benar. Seharusnya kita sebagai orang islam menjunjung tinggi bagaimana etika yang di ajarkan islam dalam urusan jual beli atau berdagang. Jujur memang hal yang terlihat sepele dan gampang untuk dilakukan, tapi jangan salah justru iman seseorang akan di ujia melalui kejujurannya saat berdagang.



2. Menjual Barang Dengan Kualitas Yang Baik Sebagai seorang pedagang kita harus tetap jujur dan memperhatikan kehalalan dari barang yang kita jual. Selain itu kita juga memperhatikan bagaimana kualitas barang yang kita jual, apakah mutunya sudah baik ataukah kurang layak untuk kita jual kepada customers. Kualitas suatu barang yang kita jual menjadi tanggung jawab kita sebagai pedagang. Oleh sebab itu kita harus memberikan penjelasan tentang bagaimana kualitas suatu barang yang kita jual dan berapa kuantitas barang yang kita jual pada customers. Memberikan keterangan kualitas barang merupakan hal yang wajib kita lakukan dalam perdagangan. Karena jika kita tidak jujur dengan kualitas barang yang kita jual, maka hal ini akan berdampak negative bagi diri kita sendiri sebagai pedagang. Seperti misalnya barang yang kita jual memiliki kualitas yang rendah, namun kita katakan pada customers jika barang tersebut memiliki barang yang luar biasa. Ketika customer mau membeli dagangan tersebut karena jaminan yang kita berikan, otomatis ketika si customer menggunakan barang tersebut merasa rugi dan kecewa dengan kita sebagai pedagang. Hal ini dapat di katakan cacat etis atau cacat moral karena apa yang sudah pedagang katakana tidak sesuai dengan kualitas barang yang ia jual.



3. Tidak Menyembunyikan Cacat Pada Barang Sebagai seorang pedagang sudah seharusnya kita menerangkan tentang bagaimana kualitas suatu barang. Tapi tidak hanya itu karena jika barang yang kita jual memiliki cacat, maka tugas kita sebagai penjual harus mampu memberi tahu pada customer tentang cacat barang tersebut. “Ibnu Majah menuturkan Watsilah bin Al-Asqa ra, dia mengatakan ‘Aku pernah mendengar Nabi saw berkata, “Barang siapa yang menjual suatu barang yang mempunyai cacat yang tidak diterangkannya, niscaya dirinya berada dalam murka Allah dan para malaikat pun mengutuknya.”



4. Tidak Memberikan Janji Atau Sumpah Palsu Jika kita pergi kesuatu pasar atau katakanlah kaki lima. Sering kali kita mendengarkan seorang pedagang mengucapkan janji atau sumpah tentang kualitas barang yang ia jual. Seperti misalnya “ barang dijamin tidak mudah rusak “ atau “ sumpah paling murah neng “ kata-kata yang seperti itu termasuk dalam janji atau sumpah yang akan menjadi tanggung jawab kita bahkan hingga di akhirat kelak.



5. Murah Hati Pada Customer Melayani customer dengan murah hati akan membuat mereka merasa dihargai dan merasa puas dengan pelayanan kita. Cukup dengan senyum dan memperlakukan mereka seolah seperti raja membuat mereka lebih senang dibandingkan dengan memberikan mereka potongan harga.



6. Menjual Barang yang Halal. Allah telah mengingatkan dengan tegas tentang prinsip halal dan haramnya sesuatu dalam perdagangan. Allah telah menetapkan prinsip halal dan haram dalam Qur’an. Oleh sebab itu sebagai umat muslim yang melakukan perdagangan kita wajib mengetahui asal muasal dari apa yang kita perjual belikan. Selain itu sebagai kehalalan hasil yang kita dapatkan juga harus terhindar dari macam-macam riba.



RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI Dalam ajaran islam, rukun dan syarat jual beli harus diperhatikan. Jual beli sendiri memiliki 3 (tiga) rukun yaitu: 1. 1.Al- ‘Aqid (orang yang melakukan transaksi/penjual dan pembeli), 2. Al-‘Aqd (transaksi), 3. Al-Ma’qud ‘Alaihi ( objek transaksi mencakup barang dan uang). Masing-masing rukun memiliki syarat; 1. Al- ‘Aqid (penjual dan pembeli) haruslah seorang yang merdeka, berakal (tidak gila), dan baligh atau mumayyiz (sudah dapat membedakan baik/buruk atau najis/suci, mengerti hitungan harga). 2. Penjual dan pembeli harus saling ridha dan tidak ada unsur keterpaksaan dari pihak manapun meskipun tidak diungkapkan. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”. (Q.S. An-Nisaa’: 29). Maka tidak sah jual-beli orang yang dipaksa. Akan tetapi di sana ada kondisi tertentu yang mana boleh seseorang dipaksa menjual harta miliknya, seperti bila seseorang memiliki hutang kepada pihak lain dan sengaja tidak mau membayarnya, maka pihak yang berwenang boleh memaksa orang tersebut untuk menjual hartanya, lalu membayarkan hutangnya, bila dia tetap tidak mau menjualnya maka dia boleh melaporkan kepada pihak yang berwenang agar menyelesaikan kasusnya atau memberikan hukuman kepadanya (bisa dengan penjara atau selainnya). Nabi bersabda: “Orang kaya yang sengaja menunda-nunda pembayaran hutangnya telah berbuat zhalim. Maka dia berhak diberikan sanksi.” (HR. Abu Daud).



3. Al-‘Aqdu (transaksi/ijab-qabul) dari penjual dan pembeli. Ijab (penawaran) yaitu si penjual mengatakan, “saya jual barang ini dengan harga sekian”. Dan Qabul (penerimaan) yaitu si pembeli mengatakan, “saya terima atau saya beli”. Namun hal tersebut tidak perlu diucapkan karena dalam surat An-Nisa’ Allah hanya mensyaratkan saling ridha antara penjual dan pembeli dan tidak mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul. Dan saling ridha antara penjual dan pembeli sebagaimana diketahui dengan lafaz ijab-qabul juga dapat diketahui dengan adanya qarinah (perbuatan seseorang dengan mengambil barang lalu membayarnya tanpa ada ucapan apa-apa dari kedua belah pihak). Dan tidak ada riwayat dari nabi atau para sahabat yang menjelaskan lafaz ijab-qabul, andaikan lafaz tersebut merupakan syarat tentulah akan diriwayatkan. (Kifayatul akhyar hal.283, Al Mumti’ 8/106).



4. Al-Ma’qud ‘Alaihi (objek transaksi mencakup barang dan uang). Al-Ma’qud ‘Alaihi memiliki beberapa syarat: 1. Barang yang diperjual-belikan memiliki manfaat yang dibenarkan syariat, bukan najis dan bukan benda yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. 2. Barang yang dijual harus barang yang telah dimilikinya. Dan kepemilikan sebuah barang dari hasil pembelian sebuah barang menjadi sempurna dengan terjadinya transaksi dan serah-terima. 3. Barang yang dijual bisa diserahkan kepada si pembeli 4. Barang yang diperjual-belikan dan harganya harus diketahui oleh pembeli dan penjual.



http://eprints.walisongo.ac.id/3759/3/102311004_Bab2.pdf https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/etika-jual-beli-dalam-ekonomi-islam https://abufawaz.wordpress.com/2011/04/22/memahami-rukun-dan-syarat-sahnya-jual-beli/