Ampul Simetidin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laboratorium Teknologi Sediaan Steril Program Studi S-1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Lestari



PERCOBAAN I Ampul Cimetidine Jurnal Praktikum



Disusun Oleh : Nama



:



NIM



:



Kelompok



:



PROGRAM STUDI S-1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI BANJARBARU 2018



A. PRAFORMULASI I. TINJAUAN FARMAKOLOGI BAHAN OBAT Cimetidine merupakan antagonis kompetitif histamin pada reseptor H2 dari sel parietal sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung. Cimetidine juga memblok sekresi asam lambung yang disebabkan oleh rangsangan makanan, asetilkolin, kafein, dan insulin. Cimetidin digunakan untuk pengobatan tukak lambung atau usus dan keadaan hipersekresi yang patologis, misal sindrom Zolinger – Ellison (Siswondono dan Soekardjo, 1995). Obat ini secara farmakologis hanya memblok reseptor histamine H2. Relative selektif, tidak memblok reseptor H1 atau reseptor otonomik. Efek klinisnya adalah menurunkan sekresi asam lambung. Selain itu juga mempunyai efek memblok kardiovaskuler dan mast cell H2 receptormediated, tetapi tidak digunakan untuk terapi. Simetidin digunakan untuk pengobatan tukak peptikum duodenum, tukak lambung, esofagitis erosif dan hipersekresi (Katzung, 2001). Cimetidin juga merupakan senyawa antagonis reseptor pertama yang ditemukan, yang mengandung cincin imidazol dari histamine (Feldman & Burton, 1990). Simetidin juga dapat menghambat sistem metabolisme



obat



oksidatif



sitokrom



P-450,dan



hal



inilah



yang



memungkinkan simetidin dapat berefek hepatoprotektor (Kalra,dkk., 2007). Selain menghambat aksi histamin pada reseptor histamin-2, simetidine juga menghambat pengeluaran dari enzyme pepsin pada lambung (J4). Farmakokinetik simetidin dapat dicerna secara cepat dalam saluran cerna, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 1 jam bila diberikan dalam keadaan lambung kosong dan 2 jam bila diberikan bersama – sama dengan makanan. (Siswondono dan Soekardjo, 1995). Secara umum, penggunaan obat simetidin juga memiliki efek samping sama seperti obat lainnya. Efek samping terutama berhubungan dengan sistem syaraf sentral, seperti nyeri kepala, letargi, bingung, halusinasi, depresi dan insomnia. Efek samping gastrointestinal yaitu konstipasi atau diare, mulut kering, mual, dan perasaan



tidak enak di perut (abdominal discomfort) (Katzung, 1992 & Peroutka, 1994). II. TINJAUAN SIFAT FISIKO-KIMIA BAHAN OBAT II.1 Cimetidine Sifat Fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : Nama



Kimia



:



2-Siano-1-metil-3-{2-{{(5-metilimidazol-4-il)



Metil}tio}etil) guanidin. Struktur kimia : Rumus molekul : C10H16N6S. Berat molekul : 252,34. Kandungan : Tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C10H16N6S,



dihitung



terhadap



zat



yang



telah



dikeringkan. Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih; praktis. tidak Berbau atau bau merkaptan lemah. Baku pembanding : Simetidin BPFI; lakukan pengeringan pada suhu 110° C selama 2 jam sebelum digunakan 2. Kelarutan : Larut (114%) dalam air pada suhu 37°C; larut dalam etanol;



sangat sedikit



larut dalam chloroform; tidak larut padadiethyl ether. Hydrochloride dengan bebas larut dalam air; larut dalam ethanol; sangat susah larut dalam chloroform; dan tidak larut dalam diethyl ether (Windholz (1983) dan Bavin, dkk. (1984). 3. Stabilitas Simetidine tablet, Simetidine HCl larutan oral dan injeksi stabil pada suhu 15-30°C, Stabil pada pH : 3,8 - 6,0 , tidak stabil terhadap cahaya matahari. Sediaan injeksi cimetidine tidak boleh disimpan dalam freezer karena dapat mengendap. Cimetidine hydrochloride stabil untuk 48 jam pada temperature ruangan yang normal ketika diencerkan dengan solutions yang digunakan pada pemberian secara intravena. 4. Titik Lebur



Titik lebur : Antara 139° dan 144°. 5. inkompatibilitas a. Cimetidin hidroklorida tidak kompatibel dengan sejumlah obat intravena, pada hasil pengujian yang dilakuakan di oxford academic menunjukkan bahwa cefamandole nafate dan cefazolin sodium yang menunjukkan ketidakcocokan (inkompatibilitas) ketika dicampur dengan cimetidine dalam larutan intravena volume kecil (Mallakh, 1979). b. Cimetidin 300 mg / 2 ml tidak kompatibel dengan natrium klorida 12,5 mEq / 5 ml (Mallakh, 1979). 2.2 Natrium Hidroksida Nama resmi



: Natrii hydroxydum



Nama lain



: Natrium hidroksida



Pemerian



: Bentuk batang, butiran, massa hablur atau kepng, kering, rapuh dan mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap C02.



Berat Molekul



: 40 g/mol (FI V hal 911, 2014 )



Kelarutan



: mudah larut dalam air dan dalam etanol ( FI 4 hal 589 )



Inkompatibilitas : Sodium hidroksida adalah basa kuat dan tidak kompatibel dengan senyawa apa pun yang siap mengalami hidrolisis atau oksidasi. Ini akan bereaksi dengan asam, ester, dan eter, terutama dalam larutan air. 2.2 Benzyl alcohol Sifat Fisikokimia ( FI edisi IV) Nama



lain



:



Alkohol



benzylicus;



benzenemethanol;



fenilkarbinol; phenylmethanol; a-tolueno Rumus molekul : C7H80 Berat molekul : 108,14 Struktur kimia :



a-hydroxytoluene;



Pemerian :tidak berwarna, hamper tidak berbau, rasa tajam dan membakar Titik didih : 205oC Tekanan uap: 0,04 mmHg Kelarutan : larut dalam 25 bagian air; dapat campur dengan etanol;(95%) P, dengan kloroform dan eter P. Stabilitas: Stabil pada tekanan dan suhu normal INKOMPATIBILITAS : a. Benzil alkohol tidak kompatibel dengan zat pengoksidasi dan asam kuat. b. Benzil alkohol tidak kompatibel dengan metil selulosa dan hanya diserap perlahan oleh penutupan yang terdiri dari karet alam, neoprena, dan karet butil, yang ketahanannya dapat ditingkatkan dengan melapisi dengan polimer terfluorinasi. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api. Pengunaan : sebagai pengawet bakteriostatik 2.5Water Pro Injection (Excipient, 2009; 337) Nama Resmi Nama Lain



: :



AQUA STERILE PRO INJECTIONEA Aqua pro injeksi



Rumus Molekul Berat Molekul



: :



H2O 18,02



:



Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,



:



tidak berasa (Depkes RI,1995) Stabil dalam semua keadaan baik minyak,



Struktur Kimia



Pemerian Stabilitas



Inkompabilitas



:



dingin, ataupun panas Dalam formulasi sediaan, air dapat bereaksi dengan obat dan bahan tambahan lainnya terurai atau terhidrolisis .air juga dapat bereaksi dengan logam alkali, kalsium dioxid dan magnesium oxid



Air untuk injeksi dimurnikan dengan cara penyulingan dan memenuhi standar yang sama dengan purified water (USP) dalam hal jumlah zat padat yang tidak lebih 1 mg per 100 ml. Dimaksudkan untuk pembuatan produk injeksi yang akan disterilisasi akhir dan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu dibawah atau diatas kisaran suhu tumbuh mikroba (Ansel dkk, 1989: 406-407). 3



BENTUK SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMBERIAN A. Bentuk sediaan :



B. Dosis : C. Cara Pemberian : B. FORMULASI I.



BENTUK DAN FORMULA YANG DIBUAT Bentuk : cairan (ampul) R/ Cimetidine Benzalkonium klorida



150 mg 0,1 mg



Natrium hydroxide for pH Adjustment Water for injection, USP II.



q.s q.s



PERMASALAHAN DAN PENCEGAHAN



a. Cimetidine tidak stabil dengan adanya cahaya Penyelesaian : digunakan ampul berwarna coklat, penyimpanannya disimpan dalam tempat yang gelap, dan terlindung dari cahaya matahari. b.



Sediaan ampul cimetidine harus bebas partikel melayang Penyelesaian : Dilakukan penyaringan menggunakan kertas whatman yang sudah disterilkan dengan autoklaf (121oC selama 15 menit).



III.



MACAM-MACAM FORMULASI Formula Cimetidine R/ Cimetidine



150 mg



Phenol



10 mg



Sodium hydroxide for pH Adjustment



q.s



Water for injection, USP



q.s



C. PELAKSANAAN 1. CARA KERJA 1. Lakukan sterilisasi peralatan yang akan digunakan sesuai dengan prosedur. 2. Siapkan API bebas O2 sebanyak 20 Ml. 3. Timbang cimetidine dan NaOH dengan kaca arloji, kemudian masukkan ke dalam beaker glass, zat aktif dilarutkan dengan API bebas O2, kemudian bilas kaca arloji dengan beberapa tetes API bebas O2. 4. Tambahkan larutan NaOH kedalam larutan cimetidine, aduk sampai larut (cek pH 5-6,5). 5. Tuang larutan tersebut kedalam gelas ukur, catat volume larutan. Adkan dengan API bebas O2 sampai tepat 10 Ml. 6. Tuangkan sedikit API bebas O2 untuk membasahi kertas saring yang akan digunakan untuk menyaring. 7. Saring larutan kedalam erlenmeyer bersih dan kering.



8. Bilas gelas ukur dengan sisa API bebas O2 (sisa 10 mL), kemudian masukkan larutan bilasan kedalam erlenmeyer. 9. Isikan larutan zat kedalam ampul (dengan spuit) sebanyak 1.1 mL. 2. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DAN CARA STERILISASINYA Nama alat/bahan



Metode sterilisasi



1. Gelas ukur



Disterilkan



Kutipan dengan Depkes RI, 1979



autoklaf dengan suhu 1151160c selama 30 menit



Disterilkan autoklaf



dengan suhu Depkes RI, 1995



dengan



1210c selama 15 menit 2. Pipet tetes



Direndam dalam alcohol Chairlan dkk, 2011 selama 30 menit



3. Gelas beker



Dibersihkan menggunakan Akess, 2010 air, kemudian di sterilisasi dan



dipirogenasi



menggunakan



panas



kering,



suhu



dapat



mencapai



3000c.



Gelas



beker



dicuci



menggunakan



tanpa detergen



kemudian diletakkan pada oven



panas



kering



padasuhu 3400c selama 8 menit 4. Corong gelas



Menggunakan



oven Depkes RI, 1979



dengan suhu 1500c selama 1 jam. Dibungkus dengan kertas



perkamen/aluminium foil



Menggunakan



oven Depkes RI, 1995



dengan suhu 2500c selama 15



menit.



Dibungkus



kertas perkamen/aluminium foil 5. Kertas saring



Dengan



menggunakan Ayuhastuti, 2016



autoklaf pada suhu 1210c selama 15 menit 6. Batang pengaduk



Oven dengan suhu 160- Misna, 2016 1700c selama 1 jam



7. Labu ukur



Dengan pemanasan kering Waluyo,L. 2005 pada



170-1800c



suhu



selama 2 jam 8. Sendok tanduk



Dengan autoklaf(sterilisasi Zahid, 2010 basah)



dgn



tekanan



penunjuk



dan



katub



pengaman pada dasarnya berfungsi



untuk



membuang uap panas dari alat



yangdisterilkan



yangdihasilkan dari bahan cair



yang



merupakan



pendukungnya dgtekanan 1210c 2 atm selama 25 menit 9. Ampul



Sterilisasi dilakukan dalam Permata, 2009 oven suhu 1700c selama 30 menit



10.



Elenmeyer



Autoklaf



dengan Adnan&Abdul, 2012



suhu1210c



dan



tekanan



antara 15-17,5 psi/selama 1 jam 11.



Buret



Direndam dengan larutan Kemenkes RI, 2016 fenol 5% selama 24 jam



12.



Karet



warna Penangas



merah



air



mempunyai



mendidih Ayuhastuti, 2016 kegunaan



yang sangat banyak dalam sterilisasi penutup karet. Bahan harus tertutup oleh air mendidih paling kurang 20meni. Kemudian bahan dipindah kan dari ai,untuk meningkatkan



efisiensi



pensterilan dari air, 5% fenol1-2% na-carbonat 23%



larutan



kresol



tersaponifikasi



yg



menghambatkondisi bahan logam 13.



Pipa kapiler



Direndam dalam alcohol Chairlan dkk, 2011 selama 30menit



3. KEMASAN DAN BROSUR (Masing-masing kelompok) D. EVALUASI 1. FISIKA a.



Penetapan pH.   (FI ed. IV, hal 1039-1040)  pH meter dimasukkan kedalam larutan injeksi dan dilihat pH yang terbaca.



 Hasil evaluasi : sediaan injeksi cimetidine stabil pada rentang pH 5,06,5 (Depkes,1978) b. Bahan Partikulat dalam Injeksi    ( FI ed IV, hal. 981-984).  Dilakukan penetapan alat dan alat perhitungan pada ukuran 10-15 mikro meter.  Dicampur larutan uji dengan membalikkan 25 kali dalam 10 detik.  Di ultrasonika siringan selama 30 detik atau dengan membiarkan selama 2 menit.  Kemudian lepaskan tutup.  Aduk isi wadah perlahan-lahan dengan menggoyang-goyangkan atau dengan alat mekanik.  Ambil contoh langsung dari wadah tiga kali berturut-turut setiap kali tidak kurang dari 5 mL.  Selesaikan penetapan dalam waktu 5 menit c. Penetapan Volume Injeksi DlamWadah  (FI ed. IV Hal 1044). 



Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung







Hasil evaluasi



d. Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume (FI ed III hal.   19)







Bobot per mL suatu cairan adalah bobot dalam gram per mL zat cair pada suhu 20 derajat C yang ditimbang diudara.







Bobot per mL zat cair dalam gram dihitung dengan membagi bobot zat cair kedalam gram yang mengisi spsikometer pada suhu 20 derajat C dengan kapasitas psikometer dalam mL pada suhu 20 derajat C.







Kapasitas psikometer ditetapkan dengan dasar bobot 1 L pada suhu 20 derajat C adalah 99,18 gram jika ditimbang diudara.







Hasil evaluasi : sediaan injeksi memiliki bobot jenis yang sama.



e. Uji Kejernihan Larutan  (FI ED. IV, hal 998) 



Pengujian dilakukan secara visual.







Ampul diputar 180 derajat berulang-ulang didepan suatu background hitam untuk melihat partikulat yang berwarna putih dan didepan suatu background yang berwarna putih untuk melihat partikulat yang berwarna hitam.







Hasil evaluasi : sediaan jernih dan tidak ada partikel-partikel kecil yang dapat terlihat oleh mata.



f. Uji Kebocoran   (Langile, 2015) 



Prosedur uji kebocoran yaitu dengan cara memasukkan ampul kedalam gelas kimia yang berisikan air



2. KIMIA 3. Uji identifikasi Pada sejumlah volume injeksi setaradg 40mg as.askorbat. ditambah 4 ml HCL 0,1 N, 4 tetes biru metilena LP. Hangatkan hingga suhu 400c. (FI IV, 1995) Hasil: warna biru tua berubah menjadi lebih muda/hilang dalam waktu 3 menit (FI IV,1995) 4. Uji penetapan kadar Volume injeksi setara dg kurang lebih 50mg as.askorbat, jika perlu sebelumnya encerkan dg air secukupnya,masukkan dalam labu ukur 100ml tambahkan 20ml as. Metafosfat asetat LP, encekan dg air secukupnya sampai tanda



Lalu ambil 2 mg as.askorbat masukkan dalam erlenmeyer 50 ml tambahkan 5 ml as. Metafosfat asetat LP. Titrasi dg larutan baku diklorofenol indofenol LV, hingga warna merah muda selama paling sedikit 5 detik. Lakukan penetapan blangko menggunakan campuran 5,5 ml as.metafosfat asetat LP dan 15 ml air. (FI IV, 1995) Hasil: hitung jumlah as.askorbat dalam mg/ml injeksi dari as.askorbat yg setara dg larutan baku diklorofenol indofenol LV. (FI IV,1995) 5. BIOLOGI 1. Uji Pirogen Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pemberiaan sediaan injeksi. Pengujian meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara intravena. Alat suntik, jarum dan alat kaca dibebas pirogenkan dengan pemanasan pada suhu 250



selama tidak kurang dari



30 menit atau dengan cara lain yang sesuai. (FI IV, 1995) Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk mennetukan kenaikan suhu. Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikkan 10 ml per kg bobot badan, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu 30 menit. Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5 yang menunjukkan kenaikan 0,5



atau lebih. Jika ada kleinci



atau lebih lanjutkan pengujian dengan



menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor menunjukkan suhu 0,5



atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum



8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3 bebas pirogen. (FI IV, 1995) 2. Uji Sterilisasi



sediaan dinyatakan memenuhi syarat



Dilakukan untuk menetapkan ada/tidaknya bakteri atau jamur yang hidup dalam sediaan yang dapat dilakukan dengan cara kultur sediaan dalam media. Media yang digunakan dapat media tioglikolat cair, media tioglikolat



alternatif,



media



soybean.



Penanaman



sediaan



kedlm



pembenihan dilakukan di ruangan steril (cawan petri sudah diisi media pembenihan ). Sediaan yang akan diperiksa dikeluarkan dari wadah, ditampung dengan batang pengaduk steril. Sediaan dioleskan kedalam media, kemudian diinkubasi selama 7 hr. Seandainya timbul atau pertentangan, jika tanda adanya kontaminasi mikroba diperoleh dengan menggunakan prosedur tersebut, maka hasil yang diperoleh menentukan bahwa bahan tersebut tidak memenuhi syarat. 1. Uji Endotoksin Bakteri Uji endoteksin untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada dalam sediaan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan LAL (limulus amubocyt lysate). Pada penyiapan dan pelaksanaan pengujian, perlakuan terhadap specimen harus diperhatikan untuk mencegah kontaminasi mikroba. Untuk menghitung jumlah endoktoksin dalam specimen, penentapan kadar dilakukan dengan seri penegnceran specimen dengankadarmenurun. Kemudianhitungendotoksin (dalam unit per ml atau unit per g atau mg) dalam atau pada bahan uji. Bahan memenuhi syarat uji jika kadar edotoksin tidak lebih dari yang ditetatapkan masing-masing monografi. (FI IV, 1995) 2. Uji Efektivitas Mikroba Pengawet anti mikroba adalah zat yang ditambahkan pada sediaan obat untuk melindungi sediaan terhadap kontaminasi mikroba. Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptic menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan. Jika wadah tidak dapat ditembus, pindahkan 20 ml sampel kedalam masing-masing 5 tabung. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung dengan salah satu suspense mikroba beku, menggunakan perbandingan 0,10 ml inokula



setara dengan 20 ml sediaan, dan campur. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20



sampai25



. Amati wadah pada



hari ke 7, 12, 21 dan ke 28 sesudah inokulasi. Suatu pengawet dinyatan efektif di dalam contoh yang di uji jika: a. Jumlah bakteri viable pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1 % dari jumlah awal b. Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah awal c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut a dan b. (FI IV, 1995)



DAFTAR PUSTAKA Akess. M.J. 2010. Sterile Drug Product Formulations, Packaging, Manufacturing and Quality. Informa Health Care. London Ansel, dkk. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. Ayuhastuti, Anggareni. 2016. Paktikum Teknologi Sediaan Steril. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Chairlan, Lestari.E, & Mahode, A.A.2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan Edisi2. Jakarta: EGC Charisma, Adnan, Manan, Abdul. 2012. Kelimpahan BakteriVibrio SP : Pada Air Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vanamei) sebagai Deteksi Dini Serangan Penyakit Vibriosis. Jurnal Ilmiah Perikanan dan K elautan. Vol. 4 No 2. Universitas Airlangga Depkes RI. 1979. Formularium Naisonal Edisi II. Jakarta :Direktorat Jendral Pengawasan Obat



dan Makanan.



Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta :Departemen Kesehatan Republik



Indonesia.



Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta :Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Feldman M, Burton ME. Histamine2-receptor antagonis standard therapy for acidpeptic disease (first of two parts). The New Engl of Med 1990; 323:1672-755. Kalra, Bhupinder S, Sarita A, Nita K and Usha G. 2007. Effect of Cimetidine on Hepatotoxicity Induced by Isoniazid- Rifampicin Combination in Rabbits: Departements of Pharmacology, Biochemistry and Pathology, Maulana Azad Medical College New Delhi.



Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J., 2012. Basic & Clinical Pharmacology, 12th Ed. New York: McGraw-Hill. Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. Edisi ke- 5. Norwalk: Appleton & Lange, 1992. h. 238-9 Kozier, B., Erb G, Berman A.J., Burke K. 2008. Fundamental of Nursing : Concepts Process and Practice, 8th ed. Prentice-Hall Health, New Jersey. Langile, Stephen. 2015. Particulate Matter In Injectable Drug Products. Journal Of Pharmaceutical Science and Technology. Vol. 67, No. 3 Misna, Diana Khusnul. 2016. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Bawang Merah(Allium



Cepa



L)



Terhadap



Bakteri



Staphylococus



aureus.



universitasTadulaho. Palu Permata Intan, 2009. Teknik Laborratorium. Jakarta :Erlangga Rif El-Mallakh. 1979. Incompatibilities with CImetidine Hydrochloride Injection. American Journal of Hospital Pharmacy Vol 36 : Oxford Academic. Rowe, Raymond C. and Sheskey, P. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipient Fifth Edition. Pharmaceutical Press and Amarican Pharmacist Assosiation, London. Siswandono dan bambang Soekardjo. 1995. kimia medisinal. Surabaya : Airlangga University Press. Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Windholz, M., ed. (1983) The Merck Index 10th ed., Rahway, NJ, Merck & Co., p. 323 Zahid, M. 2010.pemilihann bahan kimia yangtepatuntuk dekontaminasi didalam laboratorium . Ulasan ilmiah