Analisis Kasus Garuda [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Kronologi Kasus Garuda  Garuda Indonesia melaporkan kinerja keuangan tahun buku 2018 kepada Bursa Efek Indonesia dengan membukukan laba bersih US$809 ribu pada 2018, berbanding terbalik dari 2017 yang merugi US$216,58 juta. Kinerja ini cukup mengejutkan karena pada kuartal III 2018 perusahaan masih merugi sebesar US$114,08 juta.  Dua Komisaris Garuda Indonesia, Chairul Tanjung dan Dony Oskaria menolak menandatangani laporan keuangan Garuda karena ada kejanggalan dalam pengakuan pendapatan.  Dua komisaris menyampaikan keberatan mereka melalui surat keberatan dalam RUPST. Hal ini disebabkan karena Garuda melakukan kontak kerjasama dengan Mahata senilai US$239,94 juta yang berlaku untuk 15 tahun ke depan, namun sudah dibukukan di tahun pertama, dan masuk ke dalam pendapatan lain-lain.  Namun hasil rapat pemegang saham akhirnya menyetujui laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018.  Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan selaku auditor PT Garuda Indonesia memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). 2. Analisis Kasus Garuda a. Pelanggaran yang dilakukan oleh PT Garuda Indonesia. Akuntan Garuda terbukti telah melakukan praktik window dressing atau rekayasa guna membuat neraca perusahaan atau laporan laba rugi terlihat lebih baik dari yang sebenarnya. Pengakuan pendapatan dari transaksi dengan Mahata sebesar US$239,94 juta terlalu signifikan, sehingga mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia. Jika kerjasama belum diakui sebagai pendapatan, maka perusahaan sebenarnya masih merugi US$244,96 juta. Catatan tersebut membuat Pendapatan yang diakui lebih besar dan beban yang ditanggung Garuda Indonesia menjadi lebih besar untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Padahal, beban itu seharusnya belum menjadi kewajiban karena pembayaran dari kerja sama dengan Mahata belum masuk ke kantong perusahaan. Oleh karena itu PT Garuda Indonesia telah melanggar: Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PASK) No. 23 tentang Pendapatan, terutama paragraf 28 dan 29, karena:  



ada kemungkinan bahwa besar pendapatan tidak diperoleh perseroan seluruhnya. Selain itu, jumlah pendapatan juga belum bisa diukur dengan andal, dan tidak diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang relevan. b. Pelanggaran yang dilakukan oleh Auditor o AP bersangkutan belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk kegiatan perlakuan akuntansi pengakuan pendapatan piutang dan pendapatan lain-lain. Sebab, AP ini sudah mengakui pendapatan piutang meski secara nominal belum diterima oleh perusahaan. Sehingga, AP ini terbukti melanggar Standar Audit



(SA) 315 Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko Kesalahan Penyajian Material Melalui Pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya. o AP belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup untuk menilai perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi perjanjian transaksi tersebut. Hal ini melanggar SA 500 Bukti Audit. o AP juga tidak bisa mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan sebagai dasar perlakuan akuntansi, di mana hal ini melanggar SA 560 Peristiwa Kemudian. o KAP belum menerapkan Sistem Pengendalian Mutu secara optimal terkait konsultasi dengan pihak eksternal. 3. Analisis Kelalaian dan Pelanggaran Auditor berdasarkan Materi Strategi Audit Awal Berdasarkan Kasus Garuda, Auditor menetapkan tingkat risiko pengendalian direncanakan tinggi, yang berarti auditor menganggap bahwa struktur pengendalian intern klien adalah sangat efektif dan kemungkinan terjadinya salah saji rendah. Karena hal itu, AP belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk kegiatan perlakuan akuntansi terkait pengakuan piutang dan pendapatan lain-lain sekaligus di awal. Dan AP belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup dan tepat untuk menilai ketepatan perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi transaksi dari perjanjian yang melandasinya. Seharusnya penetapan tingkat risiko pengendalian direncanakan rendah. Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima dapat sebesar 3% sampai 1%, artinya tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 97% sampai 99%. Tingkat ini dinilai cukup memadai untuk beberapa entitas yang sangat sensitif atau berisiko tinggi. Jika audit menganggap bahwa struktur pengendalian intern klien kurang efektif dan kemungkian terjadi salah saji tinggi, auditor akan melakukan pengujian substantif untuk menguji apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh pengendalian intern klien tersebut, dapat terdeteksi oleh prosedur audit. Ketika prosedur analitis mengindentifikasikan fluktuasi yang tidak biasa pada pengakuan pendapatan dan piutang, auditor seharusnya melakukkan pengujian subtantif transaksi atau pengujian terperinci saldo untuk menentukan apakah salah saji benar-benar telah terjadi. Kemudian KAP harus melalukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu dan dilakukan reviu oleh BDO International Limited