8 0 65 KB
Analisis Segitiga Kebijakan Permenkes No. 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya
1. Agenda setting (Isu) a. Tingginya prevalensi penyakit menular yang di sebabkan oleh vektor dan binatang pembawa penyakit. Data yang di perboleh dari Riset Kesehatan Dasar 2013, angka insiden DBD sebesar 41,25 per 100.000 penduduk (
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI, 2013) Menurut penelitian UGM, saat ini banyak penyakit menular yang di sebabkan oleh vektor banyak terjadi di daerah tropis, termasuk Indonesia. Sekitar 70 % penyakit infeksius di sebabkan oleh nyamuk seperti malaria, DBD, Zika, Filaria dan lainya. 2. Aktor a. Pemerintah Pusat Yang bertanggung jawab menetapkan kebijakan terkait pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit. Melakukan pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit skala nasional. b. Pemerintah daerah Menyusun kebijakan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit di tingkat daerah. Melakukan pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit skala daerah
This study source was downloaded by 100000832232983 from CourseHero.com on 03-13-2022 03:32:57 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/43582091/Analisis-Segitiga-Kebijakan-1-1docx/
c. Tenaga Kesehatan Lingkungan Tugas kesehatan lingkungan di Puskemas untuk pengendalian vektor ialah melakukan survei vektor dan juga binatang penggagu, melakukan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit serta melakukan intervensi terhadap permasalahan vektor dan binatang pembawa penyakit. Hambatan pada aktor
Kurangnya jumlah tenaga kesehatan lingkungan di Indonesia. Rasio tenaga kesehatan lingkungan di Indonesia ialah 7,21 per 100.000 penduduk sedangkan target nasional ialah 20 per 100.000 penduduk.
Data (Referensi) No Sumber/ Jurnal Hasil 1 Data Kementrian Kesehatan Total
tenaga
RI Tahun 2018 Rasio Tenaga Kesehatan Kesehatan di Indonesia
Lingkungan
di
Indonesia 10.609 (2, 94 %) dengan rerata rasio 7,21 per 100.000 2
penduduk. Data Kementrian Kesehatan Berdasarkan RI
Tahun
Rancangan
2011
tentang rancangan
Pengembangan pengembangan tenaga
Tenaga Kesehatan Strategis kesehatan Tahun 2011-2025
strategis
tahun 2011-2025 di sebutkan
bahwa
standar rasio petugas kesehatan lingkungan di Indonesia ialah 20 per
This study source was downloaded by 100000832232983 from CourseHero.com on 03-13-2022 03:32:57 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/43582091/Analisis-Segitiga-Kebijakan-1-1docx/
100.000
penduduk. d. Kader Kesehatan (anggota masyarakat yang terlatih dalam pengendalian vektor) sebagaimana tugasnya sebagai pengamat vektor dan juga binatang pembawa penyakit seerta melakukan pengendalian secara fisik, pengendalian secara biologi dan kimia secara terbatas. Hambatan pada aktor Kurangnya jumlah kader yang ada ( contoh kader pemantau jentik). Serta masih banyaknya kader vektor belum aktif atau rutin melakukan pengamatan dan pengendalianvektor.
Data (Referensi) No
Jurnal / Sumber Hasil Penelitian Balai Besar Penelitian Permasalahan yang
1
dan Pengembangan Vektor dan di Reservoir
Penyakit
salatiga
temukan
: Sendang
di
Mulyo
Penelitian pelatihan kader dalam Semarang di adalah pengelolaan pemberantasan sarang terbatasnya jumlah nyamuk di kota Semarang Tahun kader 2016
jentik
pemantau dalam
mendampingi masyarakat dalam kegiatan PSN 3M Plus.
3. Proses
This study source was downloaded by 100000832232983 from CourseHero.com on 03-13-2022 03:32:57 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/43582091/Analisis-Segitiga-Kebijakan-1-1docx/
a. Perumusan kebijakan - Pemerintah pusat bertanggung jawab untuk membuat dan juga menetapkan kebijakan terkait pengendalian vektor dan juga binatang pembawa penyakit. - Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit di daerahnya berdasarkan kebijakan nasional. - Pemerintah kabupaten bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit di daerahnya berdasarkan kebijakan daerah dan nasional. b. Implementasi atau pelaksanaan kebijakan Pelaksanaan kebijakan tersebut di lakukan oleh puskesmas melalui petugas kesehatan lingkungan. petugas kesehatan lingkungan akan melakukan inspeksi (pengamatan dan juga penyelidikan) vektor penyakit ataupun binatang pembawa penyakit di wilayah kerja puskesmas tersebut. Selain itu pengendalian vektor untuk tingkat rumah tangga di lakukan oleh kader yang sudah di latih puskesmas. c. Evaluasi kebijakan Menurut beberapa literatur terdapat beberapa literatur terdapat beberapa kendala dalam penerapan kebijakan ini. seperti jumlah tenaga kesling yang terbatas untuk melakukan inspeksi serta kurangnya jumlah maupun peran serta kader dalam melakukan inspeksi di tingkat rumah tangga, selain itu juga dana yang di guanakan untuk melakukan inspeksi juga terbatas.
No 1
Sumber / Jurnal Hasil Jurnal Ilmiah Berdasarkan hasil penelitian di Mahasiswa Kesehatan kota
Kendari
Masyarakat : Evaluasi pengendalian
This study source was downloaded by 100000832232983 from CourseHero.com on 03-13-2022 03:32:57 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/43582091/Analisis-Segitiga-Kebijakan-1-1docx/
dana
untuk vektor
Program
(
Penaggulangan
pemberian
Penyakit Puskesmas
DBD
pemeriksaan
jentik,
abatesi
dan
di penyuluhan) yang di lakukan
Puuwatu oleh tim masih kurang hal ini
Kota Kendari Tahun di akibatkan karena adanya 2016
potongan
yakni
kegiatan
pemeriksaan jentik, pemberian abatesi dan penyuluhan ke masyarakat sebesar Rp.75.000 per orang dan juga dana yang di berikan untuk program ini seadanya dan berakibat pada lambatnya
program
dan
hasilnya pun tidak efektif. 4. Konten Kebijakan Pasal 6 Dalam melaksanakan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
harus
dilengkapi
dengan:
a. pengujian laboratorium; Hambatan: Untuk melakukan pengujian laboratorium sedikit sulit di lakukan karena tidak semua puskesmas memiliki laboratorium ataupun alat laboratorium yang terbatas. Pasal 15 (3)Bahan dan peralatan untuk kegiatan Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: b. peralatan aplikasi Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. Hambatan:
This study source was downloaded by 100000832232983 from CourseHero.com on 03-13-2022 03:32:57 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/43582091/Analisis-Segitiga-Kebijakan-1-1docx/
Tidak semua puskesmas mampu mengembangkan aplikasi tersebut karena selain karena masalah terbatasnya SDM Kesling terbatas pula penerapan siste informasi di setiap puskesmas. Pasal 17 (1) Dalam penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Penyelenggara dapat memanfaatkan teknologi tepat guna. (2) Teknologi tepat guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus: a. didukung dengan penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi; b. didukung dengan pengujian laboratorium; dan Hambatan: untuk pengguanaan TTG sulit di lakukan karena beberapa literatur menyebutkan bahwa untuk melakukan pengendalian vektor ataupun binatang pembawa penyakit tenaga kesling masih menggunakan metode seperti foging, penaburan bubuk abate, peasangan perangkap ataupun 3M. 5. Konteks •
Faktor perilaku
Kurang lebih 40 juta hektar dari wilayah Indonesia merupakan lahan basah, lahan basah merupakan tempat yang sangat kaya akan keanekaragaman fauna. Dengan luas yang sangat besar, masyarakat Indonesia banyak yang membuat pemukiman di atas lahan basah tersebut. Dalam hal ini memberikan beberapa dampak kepada alam dan manusia sendiri apabila tidak menjaga perilaku dengan benar. Misalnya, muncul nya penyakit menular yang disebabkan oleh perilaku membuang sampah sembarangan seperti DBD, Diare dan lainnya. Selain mencemari lingkungan yang bisa menjadi tempat penyebaran virus penyakit. Perilaku
This study source was downloaded by 100000832232983 from CourseHero.com on 03-13-2022 03:32:57 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/43582091/Analisis-Segitiga-Kebijakan-1-1docx/
tersebut juga akan mendatangkan banyak vektor, seperti lalat, kecoa, tikus dan lainnya. •
Faktor Ekonomi
Seperti yang kita ketahui mayoritas masyarakat Indonesia berada di bawah garis kemiskinan, dengan keadaan ekonomi demikian. Masyarakat kesulitan untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak, sehingga memanfaatkan lahan basah sebagai pemukiman. Sebernya tidak akan bermasalah apabila tidak mencemari lingkungan. Dengan keadaan ekonomi yang kurang baik, sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan lahan basah kesulitan untuk mendapatkan pendidikan/informasi mengenai hal apa saja yang dapat mencemari lingkungan do sekitar tempat tinggalnya. Kecenderungan perilaku yang muncul : Perilaku positif : 1. memodifikasi atau membenahi lingkungan, sehingga terbentuk lingkungan yang tidak cocok untuk perindukan dan perkembangan vektor 2. Melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat agar sadar akan pentingnya menjaga lingkungan sehat agar terbebas dari vektor penyebab penyakit. 3. Masyarakat dengan pemerintah dapat membuat aturan di daerah nya untuk mendukung kegiatan pengendalian vektor
Perilaku negatif : 1. Umumnya masyarakat belum memiliki pengetahuan tentang cara memberantas vektor 2. Kesadaran masyarakat masih rendah akan kebersihan lingkungan 3. Minimnya SDM dan dana yang di perlukan untuk melakukan penyelidikan Rekomendasi 1. Perekrutan tenaga kesehatan lingkungan. 2. Menciptakan TTG untuk mendukung progra pengendalian vektor.
This study source was downloaded by 100000832232983 from CourseHero.com on 03-13-2022 03:32:57 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/43582091/Analisis-Segitiga-Kebijakan-1-1docx/
3. Menerapkan ataupun optimalisasi pengguanaan aplikasi pengendalian vektor. 4. Optimalisasi peran kader kesehatan lingkungan dengan melakukan pelatihan dan evaluasi kader.
This study source was downloaded by 100000832232983 from CourseHero.com on 03-13-2022 03:32:57 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/43582091/Analisis-Segitiga-Kebijakan-1-1docx/ Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)