Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Patung Rudi Mantovani [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“INTERPRETASI ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES PADA PATUNG RUDI MANTOVANI” Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Karya Rudi Mantovani PENDAHULUAN Karya patung Rudi yang berjudul ”Nada yang Hilang” adalah karya patung yang ditandai oleh sebuah gitar elektrik. Pada karya ini, terlihat kemampuan Rudi dalam menat a tanda-tanda yang begitu kompleks. Pengkodean yang diterapkan Rudi pada karyany a bukanlah pengkodean yang telah disepakati secara konvensi, inilah daya tarik y ang luar biasa pada karya patung Rudi ”Nada yang Hilang”, sehingga penulis mengangga p penting untuk mengkaji tanda pada karya ini. Analisis tanda pada karya patung Rudi tersebut di atas, menggunakan analisis int erpretasi. Analisis interpretasi digunakan untuk mengetahui makna-makna yang mun gkin tersembunyi dibalik tanda-tanda yang ditampilkan oleh Rudi pada karyanya. P encarian makna melalui tanda-tanda, diperlukan suatu pendekatan cara baca tanda. Penulis menggunakan pendekatan semiotika semantik yang ditawarkan oleh Roland B arthes. Analisis tanda yang akan dilakukan melalui pembacaan tanda yang ditawarkan oleh Roland Barthes hanya dibatasi pada poin-poin seperti di bawah ini: 1. sistem dan sintagma pada karya Rudi “Nada yang Hilang”. 2. Konteks tanda dan relasi antar tanda; metafora dan metonimi pada karya Rudi “Na da yang Hilang”. 3. Tingkatan pertandaan; makna denotasi dan makna konotasi pada karya Rudi “Nada y ang Hilang”.



PEMBAHASAN Gambar 1. Rudi Mantovani, ”Nada yang Hilang”, 2006. Kayu, cat, logam. 70 x 45 x 75 cm.1 (photo: repro photo Rajudin 2011). Karya patung Rudi ”Nada yang Hilang” ini, adalah salah satu dari patung Rudi seri alat musik. Rudi mencoba mengeksplorasi sebuah Rudi telah banyak menghasilkan karya patung dengan acuan visual n wujud yang sangat beragam, sesuai dengan keinginana dan konsep ak disampaikan oleh Rudi.



sekian banyak karya gitar elektrik. yang sama denga karya yang hend



”Nada yang Hilang” adalah sebuah tanda oleh Rudi Mantovani untuk karya patungnya yan g terlihat pada gambar 1 di atas. Gitar elektrik sebagai penanda bagi Rudi untuk menyampaikan petanda sebuah nada yang hilang. Bentuk gitar elektrik di buat sam a persis dengan material gitar yang sesungguhnya. Begitu juga dengan organ dan k elengkapan elemen-elemen penghasil bunyinya. Namun wujud yang ditampilkan Rudi b erbeda dari wujud sebuah gitar elektrik yang sesungguhnya. Rudi melakukan deform asi bentuk dengan membengkokkan body sampai ujung neck menjadi melengkung hiperb ola dengan sempurna. Penanda yang demikian sangat unik, ada petanda yang khusus yang ingin dipersoalkan oleh Rudi. Gitar diberi warna merah mengkilap, sebuah ta nda yang disuguhkan untuk ditafsir dengan segenap perhatian. Sebelum masuk pada tahap analisis semiotika pada karya Rudi, terlebih dahulu kit a melihat anatomi dari sebuah gitar elektrik (dari segi organologinya), agar dap at diketahui nama bagian-bagian dari sebuah gitar elektrik. Hal ini sangat diper



lukan, karena dalam analisis akan menggunakan istilah-istilah tentang bagian-bag ian dari organ gitar elektrik. Untuk itu dapat dilihat gambar di bawah ini. Gambar 2. Nama bagian-bagian anatomi gitar elektrik.2 Gitar elektrik adalah sebuah instrumen kunci sejak ditemukannya pada awal tahun 1940-an. Gitar elektrik adalah sebuah hasil dari kemajuan teknologi modern barat yang telah mendunia. Suara-suara yang dihasilkannya jauh lebih kuat dan bervari asi dibandingkan dengan gitar akustik. Apalagi sekarang ditunjang oleh teknologi sound effect yang canggih, suara yang dihasilkan jauh lebih jernih dan variatif , dan warna suaranya dapat diatur sesuai dengan keinginan gitarisnya. Sejak kemu nculannya, gitar elektrik telah merambah ke seluruh dunia. Gitar elektrik telah menjadi sebuah fenomena dan menjadi ikon dari budaya populer yang dihasilkan ole h peradaban barat. Bagi masyarakat pengguna instrumen gitar elektrik (seniman musik), gitar elektri k berfungsi sebagai media ekspresinya. Melalui gitar elektrik, seniman musik men yampaikan gagasan, ide dan pemikirannya lewat nada-nada yang dimainkan. Gitar el ektrik merupakan bagian dari diri senimannya. Seperti ketika seseorang menyebut nama Yngwie Malmsteen, pikiran mengasosiasikannya pada sebuah gitar elektrik den gan permainan yang sangat progresif dan memukau. Begitu juga ketika orang menyeb ut nama Slash dari Gun’s n Roses ataupun Brian Jones dari The Rolling Stones. Arti nya, gitar elektrik tidak hanya menjadi penanda untuk suara, pikiran atau gagasa n, gitar elektrik juga sebagai penanda bagi senimannya. Cukup kiranya sekilas tentang organologi gitar elektrik dan sedikit sejarah dan penggunaannya oleh beberapa seniman terkenal, maka bahasan ini akan dilanjutkan pada analisis terhadap karya Rudi Mantovani yang berjudul “Nada yang Hilang”. 1. sistem dan sintagma. a. Sistem pada karya Rudi “Nada yang Hilang”. Sistem adalah perbendaharaan tanda (kata, visual, gambar, benda).3 Di dalam sist em yang dikembangkan oleh Barthes, ada semacam aturan main dimana dalam sebuah s istem hanya ada satu elemen setara yang mungkin hadir atau digunakan dalam waktu yang bersamaan. Sebagai contoh dalam sistem minuman (kopi, teh, susu, jus, dan seterusnya), tidak lazim diminum dalam waktu yang sama. Pilihan hanya mungkin ja tuh pada salah satu dari minuman tersebut. Pilihan ini berdasarkan pada kekuatan yang ada pada tanda dan untuk apa tanda itu dimaksudkan. Dari sekian banyak elemen dari sebuah sistem musik, baik modern atau tradisi, se perti gitar akustik atau yang lazim disebut folk guitar, gitar dari portugal (ca paqinho), atau instrumen petik lainnya dari daerah-daerah di Nusantara, seperti keroncong dari Maluku, kacapi dari Sunda atau sasando dari Sulawesi. Rudi hanya tertarik pada sebuah gitar elektrik, sebuah instrumen yang lahir dari kemajuan t eknologi peradaban modern. Pilihan Rudi pada salah satu dari instrumen musik ini disebut sebagai sebuah sistem di dalam pertandaan. Warna merah pada karya Rudi juga dapat dikatakan sebuah sistem dalam pertandaan. Mengapa pilihan jatuh kepada warna merah, mengapa tidak warna yang lain. Ada em osi yang kuat, kemarahan dan kegeraman yang dirasakan Rudi, ditandai oleh warna merah. Kemarahan dan kegeraman yang memuncak, ketegangan yang mencekam, bahaya y ang mengancam, masalah urgen yang harus mendapat perhatian. b. Sintagma pada karya Rudi “Nada yang Hilang”.



Sintagma adalah cara pengkombinasian tanda berdasarkan aturan main (rule) terten tu.4 Tanda-tanda di dalam struktur secara linier berinteraksi sehingga membentuk sebuah makna tertentu. Sintagma dalam sistem pertandaan tidak boleh diabaikan, karena sintagmalah yang memungkinkan pembaca memahami makna. Kalimat “saya pergi k e pasar” adalah sebuah struktur kalimat yang mempunyai aturan tertentu. Pembaca sa ngat memahami maksud dari kalimat tersebut, karena kalimat tersebut terstruktur menurut kode bahasa yang baku. Dapatkah pembaca memahami ketika saya mengatakan “p asar ke saya pergi”? Alih-alih memahami, akan tetapi yang timbul hanyalah kesalahp ahaman dan kekacauan, karena saya mengabaikan rule dalam struktur kalimat. Atura n-aturan inilah yang disebut dengan sintagma. Gitar elektrik sebagai sebuah instrumen mempunyai aturan-aturan tertentu dalam p embuatannya. Aturan-aturan ini dimaksudkan tidak lain untuk mengoptimalkan fungs inya sebagai sebuah instrumen. Seperti: panjang neck, fingerboard dan body. Jara k pemasangan fret pada fingerbord juga mempunyai aturan-aturan tertentu. Mulai d ari fret terjauh dari body sampai dengan fret yang terdekat dengan body tidak di pasang dengan jarak yang sama, ini sangat berhubungan dengan panjang pendeknya s tring dengan nada yang dihasilkan dan mengacu pada tangga nada yang telah disepa kati pada masyarakat barat. Selain itu, string yang direntang dari bridge sampai pada nut tidak boleh menyentuh fret. Dan ketika string ditekan antara fret pert ama dengan nut, string tidak boleh menyentuh fret kedua atau seterusnya. Begitu juga dengan bagian-bagian yang lain, semua disusun dan dibentuk menurut pengkode an dan fungsi dari masing-masing elemen, sehingga tercipta sebuah struktur gitar elektrik. Pengkodean ini disebut sintagma pada struktur gitar elektrik. Pada karya Rudi, aturan-aturan ini didobrak sedemikian rupa. Body sampai pada uj ung neck dibuat melengkung hiperbola dengan sempurna. Sehingga string menyentuh bridge pickup dan neck pickup, bahkan seluruh fret. Jika pada fingerboard terdap at 23 fret plus satu nut, maka 24 dikali dengan enam string, menjadi 144 nada ak an hilang, lenyap dan tidak berarti apa-apa lagi. Gitar elektrik menjadi kehilan gan fungsinya sebagai sebuah instrumen. Sintagma pada “Nada yang Hilang” adalah pend obrakan Rudi terhadap pengkodean yang telah disepakati secara konvensi. Pendobra kan ini adalah sebuah petanda yang dimaksudkan oleh Rudi sebagai perlawanan terh adap realitas. 2. Konteks Tanda Konteks tanda berkaitan dengan ruang dan waktu, antara penanda memiliki petanda yang berhubungan dengan situasi dan kondisi disaat tanda itu digunakan. Konteks tanda dianalisis dalam rangka melihat fenomena-fenomena yang ditandai seniman pa da waktu karya seni diciptakan. Karya “Nada yang Hilang” diciptakan Rudi pada tahun 2006. Pada saat itu sebuah grup band tengah mengadakan konser amal untuk kemanusiaan di Amerika Serikat. Sementa ra di belahan dunia yang lain, seperti di Irak dan Afganistan, orang Amerika yan g lain sedang melakukan “pembasmian” terhadap kemanusiaan itu sendiri. Ini adalah se buah paradoks dan ironi. Fenomena ini direspon oleh Rudi dengan cara kesenimanan nya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tanda yang dihadirkan oleh Rudi adalah tanda yang kontekstual. Kontekstual tanda dalam hal relasinya, tidak hanya dilihat dari relasi antara pe nanda dengan petanda, tetapi juga relasi antara tanda dengan tanda yang lain (in teraksi) dalam konteks yang sama. Ada dua model interaksi tanda yang banyak digu nakan yaitu metafora dan metonimi. a. Metafora pada karya Rudi “Nada yang Hilang”. Metafora adalah sebuah tanda dari sebuah sistem digunakan untuk menjelaskan makn a untuk sistem yang lain.5 Seperti penggunaan metafora panjang tangan menjelaska n makna untuk orang yang suka mencuri. Sama halnya dengan karya Rudi, “Nada yang H



ilang” dapat dikatakan sebuah metafora. Karena pada karya ini, Rudi tidak hendak m enyampaikan nada yang hilang dalam artian yang sesungguhnya, ada makna dari sist em yang lain yang hendak dijelaskan Rudi melalui “Nada yang Hilang”. “Nada yang Hilang” adalah sebuah metafora dari ketidak berdayaan sebuah peradaban. K arena yang digunakan adalah sebuah ikon dari peradaban budaya modern barat, maka sistem dari “Nada yang Hilang” memungkinkan untuk menjelaskan sebuah peradaban dari budaya modern barat tersebut. Metafora ini akan menjadi lain, seandainya Rudi m enggunakan capaqinho dari Portugal, pikiran orang akan tertuju pada peradaban at au budaya tradisi barat, setidaknya budaya tradisi Portugal. Apalagi yang diguna kan Rudi adalah kacapi atau sasando, pasti Rudi ingin mempersoalkan budaya tradi si Indonesia, setidaknya budaya-budaya daerah yang ada di Nusantara. b. Metonimi pada karya Rudi “Nada yang Hilang”. Metonimi adalah sebuah tanda diasosiasikan dengan tanda yang lain. Akan tetapi y ang menjadi prinsip dalam metonimi yaitu adanya hubungan bagian (part) dari suat u sistem yang dianggap mewakili sistem tersebut secara keseluruhan (whole).6 Sep erti bola kaki dipakai sebagai tanda untuk menjelaskan konsep sepakbola secara k eseluruhan atau rumah gadang dipakai sebagai tanda untuk menjelaskan konsep buda ya Minangkabau secara keseluruhan. Pada karya Rudi “Nada yang Hilang” dapat dikatakan sebagai metonimi, jika mengasosia sikan penandanya adalah bagian dari konsep musik barat atau malah konsep peradab an modern barat secara keseluruhan. Karena sejak awal penciptaan karyanya, Rudi tidak bermaksud hendak menunjuk pada satu individu, akan tetapi lebih kepada gag asan dan pemikiran masyarakat barat secara komunal.



2. Tingkatan pertandaan Petanda dengan penanda bukanlah terbentuk secara alamiah, melainkan hubungan yan g terbentuk berdasarkan konvensi, dengan demikian, sesungguhnya penanda membuka berbagai peluang petanda atau makna.7 Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan yaitu denotasi dan konotasi.



a. Makna denotasi pada karya Rudi “Nada yang Hilang”. Denotasi adalah tingkatan pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda da n petanda, atau antara tanda dan referensinya dengan realitas, menghasilkan makn a yang eksplisit, langsung dan pasti (makna pada apa yang tampak). Dalam tingkat denotasi, antara tanda dan penandanya mempunyai tingkat konvensi yang tinggi. 8 “Nada yang Hilang” adalah sebuah tanda, yang penandanya adalah sebuah gitar elektrik dimana neck dan body-nya dibuat melengkung hiperbola dengan sempurna. Makna den otasi pada karya Rudi, dapat dilihat dari relasi antara bentuk yang ditampilkan (penanda) dengan makna yang menjelaskan tentang nada yang hilang. Bentuk gitar y ang dibuat melengkung, jelas memberikan makna yang pasti tentang nada-nada yang hilang pada gitar tersebut. Oleh karena semua string menyentuh bridge pickup dan neck pickup, bahkan seluruh fret, akan mengakibatkan tidak adanya nada-nada yan g dapat dimainkan. Artinya, semua nada yang ada pada sebuah instrumen gitar elek trik akan menjadi hilang.



b. Makna konotasi pada karya Rudi “Nada yang Hilang”.



Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan antara penanda dan petanda m emiliki makna implisit, tidak langsung atau tidak pasti, sehingga terbuka peluan g terhadap berbagai kemungkinan makna. Kemungkinan-kemungkinan makna ini biasany a terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis seperti emosi , atau keyakinan.9 Melalui karya ini, tentu Rudi tidak hanya akan membicarakan persoalan nada yang hilang pada sebuah instrumen gitar. Namun lebih jauh, ada makna yang tersembunyi , yaitu makna lapis kedua. Pada makna konotatif inilah keistimewaan sebuah karya seni, karena penghayat/ penikmat akan menemukan kekayaan makna yang terkandung di dalamnya. Melalui interpretasinya, penghayat menemukan makna-makna yang berbe da, dan tidak mesti sama antara penghayat yang satu dengan yang lainnya. Pada karya Rudi “Nada yang Hilang”, dapat diinterpretasikan beberapa makna konotatif , antara lain seperti di bawah ini: 1) Makna kesedihan dan kejengkelan. Makna kesedihan dan kejengkelan ini dapat dilihat dari wujud visual berupa gitar yang dibuat melengkung. Wujud ini dapat diabstraksi lagi menjadi sebuah garis l engkung (Ç) hiperbola. Garis lengkung hiperbola adalah sebuah tanda yang dapat dim aknai sebagai kesedihan dan kejengkelan. Bentuk ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.



Gambar 3.10 Perbedaan ekspresi berbeda yang ditandai oleh garis hiperbola dan parabola. (Rajudin, 2011) Gambar di atas menunjukkan perbedaan makna yang timbul dari sebuah garis lengkun g yang hiperbola dengan garis lengkung yang parabola. Pada gambar pertama (1), a sosiasi yang muncul adalah tentang kesenangan dan keceriaan, sedangkan gambar ke dua (2), asosiasi yang muncul adalah kesedihan dan kejengkelan. Makna kesedihan dan kejengkelan bisa berupa keprihatinan dan kelirihan serta kej engkelan yang disampaikan oleh Rudi tentang fenomena kemanusiaan yang terjadi, s esuai dengan konteks tanda yang telah diuraikan di atas. “Pembantaian” terhadap raky at Irak dan Afganistan, dengan alasan penyerangan terhadap wilayah-wilayah yang dianggap lokasi teroris. Namun serangan-serangan itu lebih banyak menciderai rak yat sipil yang tak tahu apa-apa. 2) Makna pertentangan (paradoks). Jika melihat tanda yang dihadirkan oleh Rudi sebagai metonimi, tentu pikiran aka n mengasosiasikannya kepada kumpulan tanda-tanda yang lebih kompleks. Jika tanda itu dikonotasikan sebagai seorang individu, tentu tanda itu diasosiasikan pula sebagai kumpulan dari individu-individu dalam suatu komunitas yang lebih besar. Makna pertentangan itu dapat dilihat ketika sebagian dari komunitas itu tengah m enyuarakan tentang nilai-nilai kemanusiaan, tetapi sebagian yang lain malah mela kukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan itu sen diri. “Nada-nada yang indah” dan harmoni kehidupan jadi lenyap begitu saja. Penandaan ini dengan piawai ditunjukkan oleh Rudi. Gitar elektrik yang mampu men ghasilkan nada-nada yang melengking, menggelegar, dan menggetarkan itu, dibuat R udi menjadi tidak berdaya. Rudi melakukannya tidak dengan memotong string, memat ahkan neck ataupun menghancurkan bodynya. Tidak ada satupun dari organ gitar itu yang dibuang atau dihilangkan. Akan tetapi Rudi melakukannya dengan merubah pen



gkodean terhadap neck dan body, menjadi bentuk yang melengkung. Sehingga neck da n body menjadi anti terhadap sistem gitar elektrik secara keseluruhan. Inilah be ntuk dari pertentangan yang dimunculkan oleh Rudi pada karyanya. 3) Makna kegagalan sebuah peradaban modern. Interpretasi makna ini sepertinya agak berlebihan, namun interpretasi ini akan m enjadi mungkin apabila diajukan sebuah pertanyaan. Kenapa Rudi mengambil gitar e lektrik yang notabene adalah hasil dari sebuah peradaban modern barat sebagai pe nanda pada karyanya, mengapa tidak capaqinho, kacapi ataupun sasando yang bernua nsa tradisi. Dari pertanyaan di atas, menjadi jelas bahwa yang dipersoalkan Rudi adalah peradaban modern bukan yang lain. Peradaban utopis yang dicita-citakan oleh peradaban modern ternyata gagal total. Negeri impian itu hanya tinggal dalam diskursus-diskursus yang mereka wacanakan . Kemajuan teknologi modern ternyata diluar kendali. Ada yang terlupakan oleh pe mikir-pemikir modern. Mereka selalu membicarakan universalitas, tapi mereka lupa akan keunikan lokalitas yang berbeda. Mereka selalu menilai dengan logika, mere ka lupa tentang spiritual dan transendental. Mereka mencipta selalu melihat fung si, akan tetapi mereka lupa akan sesuatu yang hakiki. Mereka lupa akan nilai-nil ai yang lebih manusiawi, apalagi nilai-nilai yang bersifat ukhrawi. Sendi-sendi kehidupan inilah yang terlupakan oleh peradaban modern. Peradaban modern ternyat a hanya menciptakan “robot-robot” yang individualis dan materialistik, “robot-robot” yan g mempertuankan materi dan hawa nafsu belaka. Kegagalan ini ditandai oleh Rudi dengan penanda sebuah gitar elektrik yang hanya indah jika dipandang, namun tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Seper ti nilai-nilai yang disuarakan oleh peradaban modern, indah dalam wacana namun t idak dalam realitas. Apalah artinya sebuah gitar, jika tidak ada nada yang dapat dimainkan. PENUTUP A. Kesimpulan Pembacaan tanda-tanda yang dilakukan pada karya Rudi “Nada yang Hilang” di atas, dap at diberikan kesimpulan sebagai berikut: Gitar elektrik dapat dikatan sebagai sebuah sistem tanda seperti yang ditawarkan oleh Roland Barthes. Sistem tanda yang setara dengan gitar elektrik sebagai seb uah instrumen musik petik adalah seperti: capaqinho, Harpha, Kecapi, atau sasand o. Rudi hanya memilih satu dari sederetan sistem tanda yang setara. Pilihan pada salah satu tanda inilah yang disebut dengan Rule pada sistem pertandaan. Gitar elektrik sebagai sebuah instrumen mempunyai aturan-aturan tertentu dalam p embuatannya. Aturan-aturan ini dimaksudkan tidak lain untuk mengoptimalkan fungs inya sebagai sebuah instrumen. Aturan disusun dan dibentuk menurut pengkodean da n fungsi dari masing-masing elemen, sehingga tercipta sebuah sistem dari sebuah gitar elektrik. Pengkodean dan aturan-aturan main inilah yang disebut dengan sin tagma. Rudi melakukan pendobrakan terhadap sintagma. Pendobrakan ini terlihat pada bodi sampai ujung head gitar yang dibuat melengkung, sehingga gitar elektrik kehilan gan fungsinya. Pendobrakan terhadap sintagma dapat dikatakan juga sebagai pendob rakan terhadap fungsi dalam paradigma desain modern yaitu form follow function. “Nada yang Hilang” adalah sebuah metafora. “Nada yang Hilang” adalah sebuah tanda yang m enjelaskan sistem yang lain diluar dirinya. “Nada yang Hilang” adalah sebuah metafor a bagi orang perorangan/ individu, sebuah peradaban, atau sebuah negara tertentu



di dunia barat. “Nada yang Hilang” adalah metonimi, karena “Nada yang Hilang” tidak hanya menjelaskan di rinya sebagai sebuah bagian. “Nada yang Hilang” menjelaskan semua suara-suara dari s istem secara lebih luas, lebih besar, baik sebagai kelompok, komunitas, peradaba n maupun wilayah. Makna denotasi pada karya “Nada yang Hilang” adalah makna yang menjelaskan tentang k etiadaan nada pada sebuah gitar elektrik. Sedangkan makna konotasi adalah makna yang bertingkat, secara implisit yang tersembunyi dibalik tanda “Nada yang Hilang”. Makna konotasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Makna kesedihan dan kejengkelan. 2. Makna pertentangan (paradoks). 3. Makna kegagalan sebuah peradaban. B. Saran “Nada yang Hilang” adalah sebuah karya Rudi yang menarik baik dari segi bentuk, isi maupun sajian. Penulis menyarankan kepada pengkaji lain untuk menganalisis karya ini dalam bentuk interaksi analisis, khususnya analisis pada wilayah estetika, baik dari segi bentuk, isi maupun sajiannya. LAMPIRAN Daftar Pustaka. Eco, Umberto. Teori Semiotika, Signifikasi Komunikasi, teori Kode, Serta Teori P roduksi-Tanda. Terjemahan Inyiak Rizwan Muzir. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009. Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna . Yogyakarta: Jalasutra, 2003. Riwayanto, Doni. Gitar Elektrik, Teknik Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. Saidi, Acep Iwan. Narasi Simbolik Seni Rupa Kontemporer Indonesia. Yogyakarta: I SAACBOOK, 2008. Yangni, Stanislaus. “ Rudi Mantovani: Seni, Fantasi, dan Hidup Sebagai Seniman”, Vis ual Arts, Anniversary Edition vol.5, No.25. Jakarta: PT Media Visual Arts, 2008. catatan kaki: 1 Stanislaus Yangni, “ Rudi Mantovani: Seni, Fantasi, dan Hidup Sebagai Seniman”, Vi sual Arts, Anniversary Edition vol.5, No.25, Juni-Juli 2008 (Jakarta: PT Media V isual Arts), 97. 2 Doni Riwayanto, Gitar Elektrik, Teknik Dasar dan Aplikasinya (Jakarta: Gramedi a Pustaka Utama, 2005), xi. 3 Yasraf Amir Piliang, op. cit., 260. 4 Ibid.



5 Ibid., 262 6 Ibid. 7 Ibid.,261. 8 Ibid. 9 Ibid.. 10 Gambar ini dibuat oleh penulis sendiri untuk kepentingan analisis ini.