Anfis Sistem Persarafan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ANATOMI FISIOLOGI KIMIA FISIKA DAN BIOKIMIA SISTEM PERSARAFAN



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 KELAS B14-B



PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES WIRA MEDIKA BALI 2022



KATA PENGANTAR Puji syukur Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan asung kertha wara nugraha-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Anatomi Fisiologi Kimia Fisika dan Biokimia Sistem Persyarafan”. Adapun makalah ini berisi 3 Bab yakni Bab 1 berupa pendahuluan dari pembuatan makalah, Bab 2 berupa pembahasan dari Anatomi Fisiologi Kimia Fisika dan Biokimia Sistem Persyarafan, dan Bab 3 yang berisi kesimpulan berupa ringkasan dari makalah ini. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini. Akhir kata, semoga segala informasi yang terdapat di dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Denpasar, Pebruari 2022



Penyusun



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................................................i KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii DAFTAR ISI....................................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang..............................................................................................................1 B. Tujuan...........................................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian sistem saraf..................................................................................................2 B. Fungsi Sistem Saraf.......................................................................................................2 C. Struktur Sel Saraf..........................................................................................................3 D. Jenis Sel Saraf...............................................................................................................7 E. Neurotransmitter............................................................................................................8 F. Synaps...........................................................................................................................8 G. Impuls Saraf..................................................................................................................9 H. Pembagian Sistem Saraf................................................................................................10 I.



Saraf Pusat Manusia......................................................................................................10



J.



Saraf Tepi Manusia........................................................................................................20



K. Kelainan pada Sistem Saraf...........................................................................................22 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan....................................................................................................................24 B. Saran..............................................................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh manusia merupakan satu kesatuan dari berbagai sistem organ. Suatu sistem organ terdiri dari berbagai organ tubuh atau alat-alat tubuh. Dalam melaksanakan kegiatan fisiologisnya diperlukan adanya hubungan atau kerjasama antara alat-alat tubuh yang satu dengan yang lainnya. Agar kegiatan sistem-sistem organ yang tersusun atas banyak alat itu berjalan dengan harmonis (serasi), maka diperlukan adanya sistem pengendalian atau pengatur. Sistem pengendali itu disebut sebagai sitem koordinasi. Tubuh manusia dikendalikan oleh sistem saraf, sistem indera, dan sistem endokrin. Pengaruh sistem saraf yakni dapat mengambil sikap terhadap adanya perubahan keadaan lingkungan yang merangsangnya. Semua kegiatan tubuh manusia dikendalikan dan diatur oleh sistem saraf. Sebagai alat pengendali dan pengatur kegiatan alat-alat tubuh, susunan saraf mempunyai kemampuan menerima rangsang dan mengirimkan pesan-pesan rangsang atau impuls saraf ke pusat susunan saraf, dan selanjutnya memberikan tanggapan atau reaksi terhadap rangsang tersebut. Impuls saraf tersebut dibawa oleh serabut-serabut saraf. (Kus Irianto. 2004) B. Tujuan Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami sistem persyarafan manusia yang meliputi pengertian sistem saraf, fungsi saraf, struktur sel saraf, Neurotransmitter, Pembagian Sistem Saraf, Saraf Pusat Manusia dan Kelainan pada Sistem Saraf.



4



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Sistem Saraf Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas system-system tubuh lainnya, karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai system tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam system inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu. Jaringan saraf terdiri Neuroglia dan Sel schwan (sel-sel penyokong) serta Neuron (sel-sel saraf). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lainnya sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. B. Fungsi Sistem Saraf Sebagai alat pengatur dan pengendali alat-alat tubuh, maka sistem saraf mempunyai 3 fungsi utama yaitu : 1. Sebagai Alat Komunikasi Sebagai alat komunikasi antara tubuh dengan dunia luar, hal ini dilakukan oleh alat indera, yang meliputi : mata, hidung, telinga, kulit dan lidah. Dengan adanya alat-alat ini, maka kita akan dengan mudah mengetahui adanya perubahan yang terjadi disekitar tubuh kita. 2. Sebagai Alat Pengendali Sebagai pengendali atau pengatur kerja alat-alat tubuh, sehingga dapat bekerja serasi sesuai dengan fungsinya. Dengan pengaturan oleh saraf, semua organ tubuh akan bekerja dengan kecepatan dan ritme kerja yang akurat.



3. Sebagai Pusat Pengendali Tanggapan Saraf merupakan pusat pengendali atau reaksi tubuh terhadap perubahan atau reaksi tubuh terhadap perubahan keadaan sekitar. Karena saraf sebagai pengendali atau pengatur kerja seluruh alat tubuh, maka jaringan saraf terdapat pada seluruh pada seluruh alat-alat tubuh kita. C. Struktur Sel Saraf Sel saraf terdiri dari Neuron dan Sel Pendukung 1.



Neuron



Neuron adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan sitoplasma. a) Badan sel atau perikarion Suatu neuron mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron. Bagian ini tersusun dari komponen berikut : 



Satu nukleus tunggal, nucleolus yang menonjol dan organel lain seperti kompleks golgi dan mitochondria, tetapi nucleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi.







Badan nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-ribosom bebas serta berperan dalam sintesis protein.







Neurofibril yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat melalui mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak.



b) Dendrit Perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek serta berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh. c) Akson Suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrite. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke badan sel neuron yang menjadi asal akson.



Gambar 2.1 Stuktur Neuron



Berdasarkan Fungsi dan Arah transmisi Impulsnya, neuron diklasifikasi menjadi : 



Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari reseptor pada organ indera atau suatu organ internal ke SSP (Sistem Saraf Pusat).







Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP (Sistem Saraf Pusat) ke efektor /otot







Neuron konektor ditemukan seluruhnya dalam SSP (Sistem Saraf Pusat) Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron lain. Berdasarkan bentuknya, neuron dapat diklasifikasikan menjadi :







Neuron unipolar hanya mempunyai satu serabut yang dibagi menjadi satu cabang sentral yang berfungsi sebagai satu akson dan satu cabang perifer yang berguna sebagai satu dendrite. Jenis neuron ini merupakan neuron-neuron sensorik saraf perifer (misalnya sel-sel ganglion cerebrospinalis).







Neuron bipolar mempunya dua serabut, satu dendrite dan satu akson. Jenis ini banyak dijumpai pada epithel olfaktorius dalam retina mata dan dalam telinga dalam.







Neuron multipolar mempunyai banyak dendrite dan satu akson. Jenis neuron ini merupakan yang paling sering dijumpai pada sistem saraf sentral (sel saraf motoris pada cornu anterior dan lateralis medulla spinalis, sel-sel ganglion otonom).



Gambar Klasifikasi Neuron berdasarkan bentuknya



Gambar Klasifikasi Neuron berdasarkan fungsinya



2.



Sel Pendukung ( sel Neuroglia dan sel Schwann ) 



Neuroglia (berasal dari nerve glue) mengandung berbagai macam sel yang secara keseluruhan menyokong, melindungi, dan sumber nutrisi sel saraf pusat pada otak dan medulla spinalis.







Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron diluar sistem saraf pusat. Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron dengan perbandingan



sekitar sepuluh banding satu. Ada empat sel neuroglia yang berhasil diindentifikasi yaitu : a) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui pedikel atau “kaki vascular”. Berfungsi sebagai “sel pemberi makan” bagi neuron yang halus. Bagian ini juga membentuk dinding perintang antara



aliran



kapiler darah dengan neuron, sekaligus mengadakan pertukaran zat diantara keduanya. Dengan kata lain, membantu neuron mempertahankan potensial bioelektris yang sesuai untuk konduksi impuls dan transmisi sinaptik. b) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek. Merupakan sel glia yang bertanggung jawab menghasilkan myelin dalam susunan saraf pusat. Sel ini mempunyai lapisan dengan subtansi lemak mengelilingi penonjolan atau sepanjang sel saraf sehingga terbentuk selubung myelin. c) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya memiliki peran fagositik. Sel jenis ini ditemukan di seluruh sistem saraf pusat dan dianggap berperan penting dalam proses melawan infeksi. d) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga serebral dan ronggal medulla spinalis. Merupakan neuroglia yang membatasi system ventrikel sistem saraf pusat. Sel-sel inilah yang merupakan epithel dari Plexus Coroideus ventrikel otak.



Gambar 2.4. Sel Neuroglia dan Sel Schwann 3.



Selaput Myelin Merupakan suatu kompleks protein lemak berwarna putih yang menyelimuti akson. Selubung myelin tidak kontinu di sepanjang tonjolan saraf dan terdapat celahselah yang tidak memiliki myelin, dinamakan nodus ranvier. Myelin ini berfungsi dalam mempercepat penjalaran impuls dari transmisi di sepanjang serabut yang tak bermyelin karena impuls berjalan dengan cara “meloncat” dari nodus ke nodus lain di sepanjang selubung myelin. Cara transmisi seperti ini dinamakan konduksi saltatorik. Tanpa selubung mielin, impuls akan bergerak seperti gelombang. Namun, impuls akan bergerak melompat ketika melewati selubung mielin dengan kecepatan 120 meter/detik. Selubung mielin meningkatkan hambatan listrik. Dengan demikian, mielinasi membantu mencegah impuls yang merupakan gelombang elektromagnetik keluar meninggalkan akson. Hal terpenting dalam peran myelin pada proses transmisi di serabut saraf dapat terlihat dengan mengamati hal yang terjadi jika tidak lagi terdapat myelin disana. Pada orang-orang dengan Multiple Sclerosis, lapisan myelin yang mengelilingi serabut saraf menjadi hilang.



Sejalan dengan hal itu orang tersebut mulai kehilangan kemampuan untuk mengontrol otot-otonya dan akhirnya menjadi tidak mampu sama sekali.



Gambar 2.5 Struktur Myelin dan Nodus Ranvier D. Jenis Sel Saraf



Gambar jenis sel saraf Keterangan gambar : A. Unipolar Neuron B. Biopolar Neuron C. Interneuron D. Pyramidal Cell E. Motor Neuron



E. Neurotransmitter Merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson, Zat kimia ini dilepaskan dari ujung akson terminal dan juga direabsorpsi untuk daur ulang. Neurotransmitter merupakan cara komunikasi antar neuron, setiap neuron melepaskan satu transmitter. Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan permeabilitas sel neuron, sehingga neuron menjadi lebih kurang dapat menyalurkan impuls. Diketahui terdapat 30 macam neurotransmitter, diantaranya adalah Norephinephrin, Acetylcholin, Dopamin, Serotonin, Asam Gama-Aminobutirat (GABA) dan Glisin.



Synaps dan Neurotransmitter F. Synaps Synaps merupakan tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan neuron lain atau dengan organ-organ efektor, dan merupakan satu-satunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari suatu neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan neuron berikutnya dikenal dengan celah sinaptik (Synaptic cleft). Neuron yang menghantarkan impuls saraf menuju sinaps disebut neuron prasinaptik dan neuron yang membawa impuls dari sinaps disebut neuron postsinaptik.



Sinaps sangat rentan terhadap perubahan kondisi fisiologis : 1. Alkalosis Diatas PH normal 7,4 meningkatkan eksitabilitas neuronal. Pada PH 7,8 konvulsi dapat terjadi karena neuron sangat mudah tereksitasi sehingga memicu output secara spontan. 2. Asidosis Dibawah PH normal 7,4 mengakibatkan penurunan yang sangat besar pada output neuronal. Penurunan 7,0 akan mengakibatkan koma. 3. Anoksia Atau biasa yang disebut deprivasi oksigen, mengakibatkan penurunan eksitabilitas neuronal hanya dalam beberapa detik. 4. Obat-obatan Dapat meningkatkan atau menurunkan eksitabilitas neuronal. o Kafein menurunkan ambang untuk mentransmisi dan mempermudah aliran impuls. o Anestetik local (missal novokalin dan prokain) yang membekukan suatu area dapat meningkatkan ambang membrane untuk eksitasi ujung saraf. o Anastetik umum menurunkan aktivasi neuronal di seluruh tubuh. G. Impuls Saraf Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Gerak Sadar Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai berikut.



2. Gerak Refleks Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat dan tidak melewati otak.. Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut: o Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu. o Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing yang masuk ke mata. o Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk. o Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh. o Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi. 3. Perambatan Impuls Saraf a. Setelah inisiasi, potensial aksi menjalar di sepanjang serabut saraf dengan kecepatan dan amplitude yang tetap. b. Arus listrik local menyebar ke area membran yang berdekatan. Hal ini menyebabkan gerbang natrium membuka dan mengakibatkan gelombang depolarisasi menjalar di sepanjang saraf. c. Dengan cara ini, sinyal atau impuls saraf, ditransmisi dari satu sisi ke delam sistem saraf sisi yang lain.



H. Pembagian Sistem Saraf



Gambar 2.8 Pembagian Sistem Saraf Sistem saraf dibagi dua yakni : o Saraf Pusat berupa Otak dan Medulla Spinalis. o Saraf Tepi



I. Saraf Pusat Manusia Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi pada tubuh, baik gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama yang menjadi penggerak sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum tulang belakang. Otak manusia merupakan organ vital yang harus dilindungi oleh tulang tengkorak. Sementara itu, sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang sama-sama dilindungi oleh suatu membran yang melindungi keduanya. Membran pelindung tersebut dinamakan meninges. Membrane meninges terdiri atas tiga bagian, yaitu : a) Piamater. Merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem saraf pusat. Lapisan ini banyak sekali mengandung pembuluh darah.



b) Arakhnoid. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara piamater dan duramater. c) Duramater. Lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak. Daerah di antara piamater dan arakhnoid diisi oleh cairan yang disebut Cairan Serebrospinal. Dengan adanya lapisan ini, otak akan lebih tahan terhadap goncangan dan benturan dengan kranium. Kadangkala seseorang mengalami infeksi pada lapisan meninges, baik pada cairannya ataupun lapisannya yang disebut meningitis.



Gambar 2.9 Lapisan membran meninges pada otak Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat kompleks. Berat total otak dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya atau sekitar 1,4 kilogram dan mempunyai sekitar 12 miliar neuron. Pengolahan informasi di otak dilakukan pada bagian-bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan neuron sensorik. Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk sebagai pengembangan neuron yang berada di dalamnya. Semakin berkembang otak seseorang, semakin banyak lekukannya. Lekukan yang berarah ke dalam (lembah) disebut sulkus dan lekukan yang berarah ke atas (gunungan) dinamakan girus. Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus. Otak manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak



belakang. Para ahli mempercayai bahwa dalam perkembangannya, otak vertebrata terbagi menjadi tiga bagian yang mempunyai fungsi khas. Otak belakang berfungsi dalam menjaga tingkah laku, otak tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan berfungsi dalam penciuman (Campbell, et al, 2006: 578)



Gambar 2.10 Otak a) Otak depan Otak depan terdiri atas otak besar (cerebrum), talamus, dan hipotalamus. 



Otak besar Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup 85% dari volume seluruh bagian otak. Bagian tertentu merupakan bagian paling penting dalam penerjemahan informasi yang Anda terima dari mata, hidung, telinga, dan bagian tubuh lainnya. Bagian otak besar terdiri atas dua belahan (hemisfer), yaitu belahan otak kiri dan otak kanan. Setiap belahan tersebut akan mengatur kerja organ tubuh yang berbeda.besar terdiri atas dua belahan, yaitu hemisfer otak kiri dan hemisfer otak kanan. Otak kanan sangat berpengaruh terhadap kerja organ tubuh bagian kiri, serta bekerja lebih aktif untuk pengerjaan masalah yang berkaitan dengan seni atau kreativitas. Bagian otak kiri mempengaruhi kerja organ tubuh bagian kanan serta bekerja aktif pada saat Anda berpikir logika dan penguasaan bahasa



atau komunikasi. Di antara bagian kiri dan kanan hemisfer otak, terdapat jembatan jaringan saraf penghubung yang disebut dengan corpus callosum.







Talamus



Gambar 2.11 Belahan pada Otak Besar



Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi menuju otak besar. Talamus memilih data menjadi beberapa kategori, misalnya semua sinyal sentuhan dari tangan. Talamus juga dapat menekan suatu sinyal dan memperbesar sinyal lainnya. Setelah itu talamus menghantarkan informasi menuju bagian otak yang sesuai untuk diterjemahkan dan ditanggapi. 



Hipotalamus Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan berbagai macam hormon. Hipotalamus juga dapat mengontrol suhu tubuh, tekanan darah, rasa lapar, rasa haus, dan hasrat seksual. Hipotalamus juga dapat disebut sebagai pusat kecanduan karena dapat dipengaruhi oleh obatobatan yang menimbulkan kecanduan, seperti amphetamin dan kokain. Pada bagian lain hipotalamus, terdapat kumpulan sel neuron yang berfungsi sebagai jam biologis. Jam biologis ini menjaga ritme tubuh



harian, seperti siklus tidur dan bangun tidur. Di bagian permukaan otak besar terdapat bagian yang disebut telensefalon serta diensefalon. Pada bagian diensefalon, terdapat banyak sumber kelenjar yang menyekresikan hormon, seperti hipotalamus dan kelenjar pituitari (hipofisis). Bagian telensefalon merupakan bagian luar yang mudah kita amati dari model torso



Gambar 2.12 Pembagian Fungsi pada Otak Besar Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang berbeda terhadap informasi yang masuk. Bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut. a. Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara. b. Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls cahaya dari penglihatan. c. Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit serta berhubungan dengan pengenalan posisi tubuh. d. Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses ingatan dan perencanaan kegiatan manusia.



b) Otak tengah Otak



tengah merupakan



bagian terkecil



otak yang berfungsi



dalam sinkronisasi pergerakan kecil, pusat relaksasi dan motorik, serta pusat pengaturan refleks pupil pada mata. Otak tengah terletak di permukaan bawah otak besar (cerebrum). Pada otak tengah terdapat lobus opticus yang berfungsi sebagai pengatur gerak bola mata. Pada bagian otak tengah, banyak diproduksi neurotransmitter yang mengontrol pergerakan lembut. Jika terjadi kerusakan pada bagian ini, orang akan mengalami penyakit parkinson. Sebagai pusat relaksasi, bagian otak tengah banyak menghasilkan neurotransmitter dopamin. c) Otak belakang Otak belakang tersusun atas otak kecil (cerebellum), medula oblongata, dan pons varoli. Otak kecil berperan dalam keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan otot. Otak kecil akan mengintegrasikan impuls saraf yang diterima dari sistem gerak sehingga berperan penting dalam menjaga keseimbangan tubuh pada saat beraktivitas. Kerja otak kecil berhubungan dengan sistem keseimbangan lainnya, seperti proprioreseptor dan saluran keseimbangan di telinga yang menjaga keseimbangan posisi tubuh. Informasi dari otot bagian kiri dan bagian kanan tubuh yang diolah di bagian otak besar akan diterima oleh otak kecil melalui jaringan saraf yang disebut pons varoli. Di bagian otak kecil terdapat saluran yang menghubungkan antara otak dengan sumsum tulang belakang yang dinamakan medula oblongata. Medula oblongata berperan pula dalam mengatur pernapasan, denyut jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh darah, gerak menelan, dan batuk. Batas antara medula oblongata dan sumsum tulang belakang tidak jelas. Oleh karena itu, medula oblongata sering disebut sebagai sumsum lanjutan.



Gambar Otak kecil, pons varoli, dan medula oblongata Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan sebagai pengatur sistem sirkulasi, kecepatan detak jantung, dan pencernaan, juga berperan dalam pengaturan pernapasan. Bahkan, jika otak besar dan otak kecil seseorang rusak, ia masih dapat hidup karena detak jantung dan pernapasannya yang masih normal. Hal tersebut dikarenakan fungsi medula oblongata yang masih baik. Peristiwa ini umum terjadi pada seseorang yang mengalami koma yang berkepanjangan. Bersama otak tengah, pons varoli dan medula oblongata membentuk unit fungsional yang disebut batang otak (brainstem). Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi oleh tengkorak kepala yang keras, sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang memanjang dari pangkal leher, hingga ke selangkangan. Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki). Secara anatomis, sumsum tulang belakang merupakan kumpulan sistem saraf yang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang.



Sumsum tulang belakang atau biasa disebut medulla spinalis ini, merupakan kumpulan sistem saraf dari dan ke otak. Secara rinci, ruas-ruas tulang belakang yang melindungi sumsum tulang belakang ini adalah sebagai berikut: Sumsum tulang belakang terdiri dari 31 pasang saraf spinalis yang terdiri dari 7 pasang dari segmen servikal, 12 pasang dari segmen thorakal, 5 pasang dari segmen lumbalis, 5 pasang dari segmen sacralis dan 1 pasang dari koxigeus



Gambar 2.14 Medula Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)



segmen







Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 7 buah dan membentuk daerah tengkuk.







Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah 12 buah dan membentuk bagian belakang torax atau dada.







Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk daerah lumbal atau pinggang.







Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk os sakrum (tulang kelangkang).







Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 4 buah dan membentuk tulang koksigeus (tulang tungging)



J. Saraf Tepi Manusia Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf sumsum tulang belakang (spinal). Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan serabut saraf sumsum tulang belakang keluar dari sela-sela ruas tulang belakang. Tiap pasang serabut saraf otak akan menuju ke alat tubuh atau otot, misalnya ke hidung, mata, telinga, dan sebagainya. Sistem saraf tepi terdiri atas serabut saraf sensorik dan motorik yang membawa impuls saraf menuju ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua, berdasarkan cara kerjanya, yaitu sebagai berikut. 1) Sistem Saraf Sadar Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita. Ketika Anda makan, menulis, berbicara, maka saraf inilah yang mengkoordinirnya. Saraf ini mene-ruskan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke semua otot kerangka tubuh. Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang saraf kranial, yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang 31 pasang saraf spinal. Saraf- saraf spinal tersebut terdiri atas gabungan saraf sensorik dan motorik. Dua belas pasang saraf kranial tersebut, antara lain sebagai berikut.



a) Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakansaraf sensori. b) Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima saraf tersebut merupakan saraf motorik. c) Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat saraf tersebut merupakan saraf gabungan dari saraf sensorik dan motorik. Agar lebih memahami tentang jenis-jenis saraf kranial. 2) Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom) Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung, perubahan pupil mata, gerak alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain. Kerja saraf otonom ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh hipotalamus di otak. Coba Anda ingat kembali fungsi hipotalamus yang sudah dijelaskan di depan. Apabila hipotalamus dirangsang, maka akan berpengaruh terhadap gerak otonom seperti contoh yang telah diambil, antara lain mempercepat denyut jantung, melebarkan pupil mata, dan menghambat kerja saluran pencernaan.Sistem saraf otonom ini dibedakan menjadi dua. 



Saraf Simpatik Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini terutama



untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang malah menghambat kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain mempercepat detak jantung, memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat ereksi, dan menghambat kontraksi kantung seni. 



Sistem Saraf Parasimpatik Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan



saraf simpatik. Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat detak jantung, memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat



pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena cara kerja kedua saraf itu berlawanan, maka mengakibatkan keadaan yang normal.



Saraf Simpatik dan Parasimpatik K. Kelainan pada Sistem Saraf 1. Stroke Stroke adalah kematian sel-sel otak disertai fungsinya karena terganggunya aliran darah di otak. Penyakit ini seringkali disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak. Selain itu, atheroskeosis juga dapat menyebabkan penyumabatan pembuluh darah di otak. Gejala penyakit ini bervariasi bergantung pada hebatnya stoke dan daerah otak yang terkena, misalnya pusing-pusing, sulit bicara, tidak melihat, pingsan, lumpuh sebelah, bahkan kematian 2. Tumor Otak Penyakit ini disebabkan oleh adanya pertumbuhan liar dari sel-sel saraf, maupun jaringan penyokongnya. Adanya pertumbuhan tersebut



mengakibatkan berbagai gangguan, mulai dari pusing-pusing, kesulitan berjalan, kehilangan memori/ingatan, sampai kematian. 3. Ayan (Epilepsi) Penyakit ini ditandai dengan timbulnya kejang-kejang yang tidak terkendali. Penderita epilepsy tidak diperkenankan berada di dekat lokasi yang berbahaya, seperti tepian sungai, sumur, dan telaga. Bila berada di lokasi tersebut dan mengalami kekambuhan, dikawatirkan akan tenggelam karena tidak mampu mengendalikan gerakan tubuhnya. Belum ada sebab yang jelas mengapa penyakit ini bis timbul, namun melihat gejala kejang tersebut, diduga ada gangguan pada otak daerah motorik yang mengatur gerakan tubuh. 4. Multiple Sclerosis Pada orang-orang dengan Multiple Sclerosis, lapisan myelin yang mengelilingi serabut saraf menjadi hilang. Sejalan dengan hal itu orang tersebut mulai kehilangan kemampuan untuk mengontrol otot-otonya dan akhirnya tidak mampu sama sekali. 5. Meningitis Infeksi pada lapisan meninges, baik pada cairannya ataupun lapisannya.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya. Sel saraf terdiri atas milyaran sel neuron dan sel pendukung (neuroglia). Berdasarkan fungsinya, neuron dapat dibagi menjadi neuron sensorik, motorik dan konektor. Berdasarkan bentuknya, neuron dapat dibagi menjadi neuron unipolar, bipolar dan multipolar. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat dan saraf tepi. Lapisan pada sistem saraf yakni : a) Piamater. Merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem saraf pusat. Lapisan ini banyak sekali mengandung pembuluh darah. b) Arakhnoid. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara piamater dan duramater. c) Duramater. Lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak. Daerah di antara piamater dan arakhnoid diisi oleh cairan yang disebut cairan serebrospinal. Fungsi dari cairan ini yakni memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket pelindung dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit. Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi pada tubuh, baik gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama yang menjadi penggerak sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum tulang belakang. Saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf sumsum tulang belakang (spinal). Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan serabut saraf sumsum tulang belakang keluar dari sela-sela ruas tulang belakang. Tiap pasang serabut saraf otak akan menuju ke alat tubuh atau otot, misalnya ke hidung, mata, telinga, dan sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA Feriyawati, Lita. 2006. Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam Regulasi Kontraksi Otot Rangka. Medan : Fakultas Kedokteran USU Irianto, Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Bandung : Yrama Widya Nur, Iis. 2013. Sistem Saraf Pada Manusia. Bandung : Sekolah Tinggi Farmasi Sari, Mega. 2004. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Medan : Fakultas Kedokteran USU Sinaga, Erlintan dkk. 2011. Anatomi Fisiologi Manusia. Medan : FMIPA Unimed



ASUHAN KEPERAWATAN INTEGUMENT DENGAN DIKUBITUS



OLEH: KELOMPOK I B12 C A.A Ari Wirastuti



193223162



A.A Dewi Untari



193223163



I Dewa Nyoman Alit Yudi Permana Putra



193223168



Ni Nyoman Anggraeni



193223193



Ni Putu Lestarina



193223196



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI 2019



KATA PENGANTAR Om Swastyastu Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Asuhan keperawatan Integument dengan dikubitus” ini tepat pada waktunya. Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang. Om Santih, Santih, Santih Om



Denpasar, April 2020 Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..........................................................................................1 DAFTAR ISI.........................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…..............................................................................................4 BAB II ASKEP……………………………………………………………………….,…13 BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan….......................................................................................................23 3.2 Saran…............................................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sistem Imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit.Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Kulit merupakan organ tubuh terluar yang terpenting yang berfungsi sebagai sawar (barrier), karena kulit merupakan organ pemisah antara bagian di dalam tubuh dengan lingkungan di luar tubuh. Kulit secara terus-menerus terpajan terhadap faktor lingkungan, berupa faktor fisik, kimiawi, maupun biologik. Bagian terpenting kulit untuk menjalankan fungsinya sebagai sawar adalah lapisan paling luar, disebut sebagai stratum korneum atau kulit ari.Meskipun ketebalan kulit hanya 15 milimikro, namun sangat berfungsi sebagai penyaring benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Apabila terjadi kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan melampaui kapasitas toleransi serta daya penyembuhan kulit, maka akan terjadi penyakit. Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan, pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP, 2014). Sedangkan menurut Perry et al, (2012) dekubitus adalah luka pada kulit dan atau jaringan dibawahnya, biasanya disebabkan oleh adanya penonjolan tulang, sebagai akibat dari tekanan atau kombinasi tekanan dengan gaya geser dan atau gesekan. A. ANATOMI FISIOLOGI Kulit merupakan barier protektif yang memiliki fungsi vital seperti perlindungan terhadap kondisi luar lingkungan baik dari pengaruh fisik maupun pengaruh kimia, serta mencegah kelebihan kehilangan air dari tubuh dan berperan sebagai termoregulasi. Kulit bersifat lentur dan elastis yang menutupi seluruh permukaan tubuh dan merupakan 15% dari total berat badan orang dewasa (Paul et al., 2011). Fungsi proteksi kulit adalah melindungi tubuh dari kehilangan cairan elektrolit, trauma mekanik dan radiasi ultraviolet, sebagai barier dari invasi



mikroorganisme patogen, merespon rangsangan sentuhan, rasa sakit dan panas karena terdapat banyak ujung saraf, tempat penyimpanan nutrisi dan air yang dapat digunakan apabila terjadi penurunan volume darah dan tempat terjadinya metabolisme vitamin D. Kulit terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel dan lapisan dalam yaitu dermis yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. 1.Epidermis Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari epitel berlapis bertanduk, mengandung sel malonosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal terdapat pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale (stratum Germinatum) (Paul et al., 2011). 1)Dermis Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan, dermis terutama terdiri dari serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan serabut elastin terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen akan saling bersilang dalam jumlah yang besar dan serabut elastin akan berkurang mengakibatkan kulit terjadi kehilangan kelenturanannya dan tampak berkeriput. Di dalam dermis terdapat folikel rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf dan sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Paul et al., 2011). 1. Lapisan Subkutan Lapisan subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi (Paul et al., 2011).



B.ETIOLOGI 1. Faktor Tekanan a. Mobilitas dan Aktivitas Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktifitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien dengan berbaring terusmenerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena dekubitus. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian dekubitus. Sedangkan imobilitas pada lansia merupakan ketidakmampuan untuk merubah posisi tubuh tanpa bantuan yang disebabkan oleh depresi CNS (Jaul. 2010). Ada beberapa penelitian prospektif maupun retrospektif yang mengidentifikasi faktor spesifik penyebab imobilitas dan inaktifitas, diantaranya Spinal Cord Injury (SCI), stroke, multiple sclerosis, trauma (misalnya patah tulang), obesitas, diabetes, kerusakan kognitif, penggunaan obat (seperti sedative, hipnotik, dan analgesik), serta tindakan pembedahan (AWMA,2012). b. Penurunan Persepsi Sensori Pasien dengan gangguan persepsi sensorik terdapat nyeri dan tekanan lebih beresiko mengalami gangguan integritas kulit daripada pasien dengan sensasi normal. Pasien dengan gangguan persepsi sensorik terdapat nyeri dan tekanan adalah pasien yang tidak mampu merasakan kapan sensasi pada bagian tubuh mereka meningkat, adanya tekanan yang lama, atau nyeri dan oleh karena itu pasien



tanpa kemampuan untuk merasakan bahwa terdapat nyeri atau tekanan akan menyebabkan resiko berkembangnya dekubitus (Potter & Perry, 2010). 1. Faktor Toleransi Jaringan : a. Faktor Intrinsik : 1) Nutrisi Hipoalbumin, kehilangan berat badan dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi terhadap terjadinya dekubitus, terutama pada lansia. Derajat III dan IV dari dekubitus pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi. Menurut Jaul (2010), ada korelasi yang kuat antara status nutrisi yang buruk dengan peningkatan resiko dekubitus. Keller, (2002) juga menyebutkan bahwa 75% dari pasien dengan serum albumin dibawah 35 g/l beresiko terjadinya dekubitus dibandingkan dengan 16 % pasien dengan level serum albumin yang lebih tinggi. Pasien yang level serum albuminnya di bawah 3 g/100 ml lebih beresiko tinggi mengalami luka daripada pasien yang level albumin tinggi (Potter & Perry, 2010). 2) Umur / Usia Pasien yang sudah tua memiliki resiko tinggi untuk terkena dekubitus karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan proses penuaan. 70% dekubitus terjadi pada orang yang berusia lebih dari 70 tahun. Seiring dengan meningkatnya usia akan berdampak pada perubahan kulit yang di indikasikan dengan penghubung dermis-epidermis yang rata (flat), penurunan jumlah sel, kehilangan elastisitas kulit, lapisan subkutan yang menipis, pengurangan massa otot, dan penurunan perfusi dan oksigenasi vaskular intradermal (Jaul, 2010) sedangkan menurut Potter & Perry, (2005) 60% - 90% dekubitus dialami oleh pasien dengan usia 65 tahun keatas. 3) Tekanan arteriolar Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. b. Faktor ekstrinsik : 1) Kelembaban Adanya kelembaban dan durasi kelembaban pada kulit meningkatkan resiko pembentukan kejadian dekubitus. Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase



luka, perspirasi yang berlebihan, serta inkontinensia fekal dan urine (Potter & Perry, 2010). Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu, kelembaban juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan pergeseran (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka daripada inkontinensia urine karena adanya bakteri dan enzim pada feses yang dapat meningkatkan PH kulit sehingga dapat merusak permukaan kulit (AWMA, 2012). 2) Gesekan Gaya gesek (Friction) adalah tekanan pada dua permukaan bergerak melintasi satu dan yang lainnya seperti tekanan mekanik yang digunakan saat kulit ditarik melintasi permukaan kasar seperti seprei atau linen tempat tidur (WOCNS, 2003). Cidera akibat gesekan memengaruhi epidermis atau lapisan kulit yang paling atas. Kulit akan merah, nyeri dan terkadang disebut sebagai bagian yang terbakar. Cidera akibat gaya gesek terjadi pada pasien yang gelisah, yang memiliki pergerakan yang tidak terkontrol seperti keadaan spasme dan pada pasien yang kulitnya ditarik bukan diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubahan posisi (Potter & Perry, 2010). Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bias terjadi pada saat pergantian seprei pasien yang tidak berhati-hati. 3) Pergeseran Gaya geser adalah peningkatan tekanan yang sejajar pada kulit yang berasal dari gaya gravitasi, yang menekan tubuh dan tahanan (gesekan) diantara pasien dan permukaan (Potter & Perry, 2010). Contoh yang paling sering adalah ketika pasien diposisikan pada posisi semi fowler yang melebihi 30°. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari Jaul (2010) bahwa pada lansia akan cenderung merosot kebawah ketika duduk pada kursi atau posisi berbaring dengan kepala tempat tidur dinaikkan lebih dari 30°. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Hal ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.



C. MANIFESTASI KLINIS Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegi, spina bifida, multiple skerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Menurut Perry et al, (2012) Luka dekubitus dibagi menjadi 4 stadium, yaitu: 1. Stadium I: ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari. Tanda dan gejala: adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Perubahan temperature kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), perubahan sensasi (gatal atau nyeri), pada orang yang berkulit putih luka mungkin luka terlihat sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit berwarna gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. 2. Stadium II: Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adipose terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lumpuh. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari. Tanda dan gejala: hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya duperficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal. 3. Stadium III: Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu. Tanda dan gejala: hilangnya lapsan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan attau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam. 4. Stadium IV: Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan. Tanda dan gejala: Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusaka luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta



saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV.



D.PATOFISIOLOGI Tekanan imobilisasi yang lama akan mengabibatkan terjadinya dekubitus, bila salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan). Jaringan yang lebih dalam dekat tulang, terutama jaringan otot dengan suplai darah yang baik akan bergeser kearah gradient yang lebih rendah, sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh fisik yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban, keadaan ini menyebabkan peregangan dan anggulasi pembuluh darah (mikrosirkulasi) darah yang dalam serta mengalami gaya geser jaringan yang dalam, ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit. PATWAY Faktor tekanan, toleransi jaringan (elastisitas kulit akibat menua) durasi dan besar tekanan Gesekan



Tekanan eksterna > tekanan dasar



abrasi



Mobilitas dan aktifitas menurun



Aliran darah ke jaringan sekitar menurun



Lap. Kulit bergeser



Jaringan hiposia Cidera iskemik Nyeri akut



Pem. Darah Kolaps Iskemia otot



Nyeri



Kerusakan integritas kulit



Dekubitus Perubahan temperature kulit



E. PEMLEaRp.IKKuSlAit



Risiko infeksi AhiNlanPgENUNJANG Hilang sebagian lap. secara lengkap dan Kulit dan terjadi luka 1. Kluulktua rd: aplaemrtumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel-sel jaringan



2. Albumin serum: protein dalam plasma dan cairan serosa lain. 3. PLeamp.erKikusliat ahniladnagrah secara lengkap dan meluas



Gangguan citra tubuh



Tingkat kesakitan



Koping tidak efektif



Pemeriksaan meliputi: GDS >200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial >200 mg/dl 4. Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melaluiperubahan warna pada urine: hijau, kuning, merah, dan merah bata. 5. Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic yang sesuai dengan jenis kuman Perry et al, (2012) F. PENATALAKSANAAN 1. Perawatan luka dekubitus 2. Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk 3. Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit setiap 2 jam. 4. Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit dijaga jangan sampai kotor karena urine dan feses 5. Terapi obat: -



Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri



-



Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi



6. Terapi diet Agar terjadi proses penyembuhan luka cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air. 7. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menhambat pembentukan jaringan granuasi dan epitelisasi. Olrh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain: a. Sharp dbridement (dengan pisau, gunting, dan lain-lain) b. Enzymatic debridement (dengan enzim protolitik, kolagen-litik,



dan



fibrinolitik) c. Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)



8. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III an IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous flap. Perry et al, (2012) BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas Umur/usia perlu ditanyakan karena ada hubungannya dengan proses penyembuhan luka atau regenerasi sel. Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain. Pekerjaan dan hobby klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit aktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel-sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa metabolism tertumpuk. Akhirnya sel-sel kulit mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan. 2. Keluhan Utama Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah-daerah tonjolan tulang, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus dekubitus. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Hal-hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, factor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan-keluhan lain yang menyertai dan upaya-upaya yag telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati. 4. Riwayat Personal Keluarga



Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena luka dapat dipengaruhi oleh penyakit-penyakit yang diturunkan seperti: DM, alergi, hipertensi. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. 5. Riwayat Kesehatan, seperti: -



Bed-rest yang lama



-



Immobilisasi



-



Inkontinensia



-



Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat



6. Pengkajian Psikososial Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu: perasaan depresi, frustasi, ansietas, keputusasaan. 7. Aktifitas Sehari-Hari Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karea berat badan bertumpu pada daerah kecil yang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengankat berat badan. 8. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umun Umumnya penderita dating dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami b. Tanda-Tanda Vital Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate miningkat. c. Pemeriksaan Kepala dan Leher 1) Kepala dan rambut Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran rambut dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit 2) Mata Meliputi kesimetrisa, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan pengelihatan 3) Hidung



Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada secret 4) Mulut Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering 5) Telinga Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serum. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka, emungkinan akan terjai ulkus didaeah daun telinga. 6) Leher Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe. d. Pemeriksaan Dada dan Thorax Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vocal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung dan buyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax. e. Abdomen Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena immobilits, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispense abdomen atau tegang. f. Urogenital Inspeksi adanya kelainan pada perineum. Buasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil. g. Muskuloskeletal Adanya fraktur oada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama sehingga terjafi penuruna kekuatan otot. h. Pemeriksaan Neurologis Tingkat kesadaan dikaji dengan system GCS. Nilainya bias menurun bila terjadi nyeri berat (syok neurogenik) dan panas atau deman tinggi, mual muntah dan kaku kuduk. 9. Pemeriksaan Fisik Kulit



a. Inspeksi kulit Penkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembapan, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas. Yang harus diperhatikan yaitu: -



Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigen, suhu dan produksi pigmen



-



Edema, selama inspeksi kulit, perawa mencatat lokas, distribusi dan warna dari daerah edema.



-



Kelembapan, normalnta kelembapan meningkat karena peninkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan beberapa factor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.



-



Integritas, yang harus diperhatikan yaitu lokasi, entuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau infeksi



-



Kebersihan kulit



-



Vaskularisasi, perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechi dan achimosis.



-



Palpasi kuliy, yang peril diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembapan, suhu, tekstrur atau elastisitas, turgor kulit.



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan. 2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit, dan perawatan luka. 3. Risiko infeksi berhubungan dengan pemajanan ulkus dikubitus terhapap feses/drainase urine 4. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image. 5. Gangguan citra tubuh C. Intervensi INTERVENSI DAN RASIONA No 1



Diagnosa Kerusakan integritas



Tujuan Dan Kriteria Hasil NOC :



kulit Setelah



Intervensi NIC :



dilakukan Pressure Management



berhubungan



asuhan keperawatan



dengan edema



diharapkan:



menggunakan pakaian



1. Tissue



longgar



Integrity : Skin



a. Anjurkan



pasien



b. Jaga kebersihan kulit



and mucous



agar tetap bersih &



membrane



kering



Kriteria Hasil :



c. Mobilisasi



pasien



a) Integritas



(ubah



pasien)



kulit



yang



baik



setiap 2 jam sekali



bisa d. Monitor



dipertahanka n



posisi kulit



akan



adanya kemerehan



(sensasi, e. Monitor aktivitas dan



plastisitas,



mobilisasi pasien



temperature, hidrasi, pigmentasi) b) Tidak



ada



luka atau lesi pada kulit c) Perfusi jaringan baik



2



Nyeri



akut NOC :



berhubungan dengan



Setelah



NIC : dilakukan Manajemen nyeri



agen asuhan keperawatan a. Lakukan



cidera biologis



pengkajian



diharapkan:



nyeri



1. Tingkat nyeri



komperhensif



secara



berkurang



termasuk



lokasi,



Kriteria Hasil :



karakteristik,



durasi,



a. Tidak



ada



nyeri



yang



dilaporkan b. Tidak ada



frekuensi, kualitas dan factor persipitasi b. Observasi



reaksi



nonverbal dari ketidak



mengerang dan



nyamanan c. gunakan



menangis



teknik



komunikasi terapiutik



c. Tidak ada



untuk



menyeringit d. Tidak ada



mengetahui



pengalaman



nyeri



pasien.



ketegangan otot



d. Evaluasi



pengalaman



nyeri masa lampau



e. Tidak ada



e. Evaluasi



bersama



kehilangan



pasien



nafsu makan



kesehatan lain tentang



f. Tidak



ada



ketidak



ekspresi



control



wajah nyeri



lampau.



2. Kontrol



nyeri



dan



tim



efektifan nyeri



f. Control



masa



lingkungan



teratasi



yang



dapat



Kriteria Hasil :



mempengaruhi



nyeri



a. Sering



seperti suhu ruangan,



menunjukan



pencahayaan,



mengenali



kebisingan



kapan nyeri terjadi



dan



g. Kurangi



factor



presipitasi nyeri



b. Secara



h. Pilih



dan



lakukan



konsisten



penanganan nyeri



menunjukan



(farmakologi, non



menggambar



farmakologi



kan



interpersonal )



factor



nyeri c. Sering menunjukan menggunaka n



dan



i. Kaji tipe dan sumber nyeri



untuk



menentukan intervensi j. Berikan



tindakan



untuk



pengurangan



nyeri



(nyeri tanpa



k. Evaluasi



analgetik mengurangi keefektifan



analgetik) d. Sering



control nyeri l. Dukung



menunjukan



istirahat



melaporkan



yang



perubahan



membantu



terhadap



nyeri



gejala nyeri



tingkatan atau



tidur



adekuat



untuk



penurunan



m. Kolaborasi



dengan



pada



dokter jika ada keluhan



professional



dan



kesehata



yang tidak berhasil



3. Status kenyamanan meningkat Kriteria Hasil : a. Tidak terganggu kesejahteraa n fisik b. Tidak terganggu control terhadap



tindakan



nyeri



Pemberian Analgetik a. Tentukan



lokasi,



karakteristik, dan



kualitas,



derajat



sebelum



nyeri



pemberian



obat. b. Cek



intruksi



dokter



tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi c. Cek riwayat alergi d. Pilih



analgesic



yang



gejala



diperlukan



atau



c. Tidak



kombinasi



dari



terganggu



analgesic



kesejahteraa



pemberian



n fisikologis



satu



d. Tidak terganggu lingkungan fisik e. Tidak terganggu



ketika lebih



dari



e. Tentukan



pilihan



analgesic



tergantung



tipe dan beratnya nyeri f. Pilih



rute



pemberian



secara IV , IM untuk



suhu ruangan



mengobati nyeri secara



f. Tidak



teratur



terganggu dukungan social



dari



keluarga



g.



Monitor



vital



sign



sebelum dan sesudah pemberian



analgesic



pertama kali h. Berikan analgesik tepat waktu



terutama



saat



nyeri hebal 3



Resiko



Infeksi NOC :



berhubungan dengan



Setelah



NIC : dilakukan Perawatan luka



imunitas asuhan keperawatan



yang menurun.



diharapkan



pasien



dapat terhindar dari resiko



infeksi,



dengan kreteria hasil : 1. Integritas kulit klien normal



a. Monitor



karakteristik,



warna, ukuran, cairan dan bau luka b. Bersihin luka dengan normal salin c. Rawat



luka



dengan



konsep steril d. Berikan



penjelasan



2. Temperatur kulit



kepada



klien



dan



klien normal



keluarga



3. Tidak adanya lesi



tanda dan gejala dari



pada kulit



infeksi



mengenai



e. Kolaborasi pemberian antibiotic Kontrol Infeksi a. Bersihkan



lingkungan



setelah dipakai klien lain b. Instruksikan pengunjung



untuk



mencuci tangan saat



berkunjung dan setelah berkunjung c. Gunakan



sabun



anti



mikroba



untuk



cuci



d. Gunakan



sabun



anti



mikroba



untuk



cuci



tangan



tangan e. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan f. Gunakan universal precaution



dan



gunakan sarung tangan selama kontak dengan kulit yang tidak utuh g. Observasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi seperti



kemerahan,



panas, nyeri, tumor h. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci tangan dengan hati-hati i. Ajarkan bagaimana 4



Gangguan



citra Setelah



dilakukan



keluarga mencegah



infeksi 1. Tentukan harapan citra



tubuh



asuhan keperawatan



diri klien yang



berhubungan



selama



berdasarkan tahap



dengan perubahan



diharapkan



penampilan tubuh



tidak



x



jam klien



merasakan



gangguan tubuh, kriteria hasil :



citra dengan



perkembangan. 2. Bantu klien untuk mendiskusikan penyebab perubahan karena penyakitnya.



1. Klien



3. Identifikasi strategi



mengatakan bisa



koping yang



menerima



digunakan klien dalam



kondisi fisiknya



merespon perubahan



dipertahankan



penampilan.



pada



skala 1



4. Monitor pernyataan



ditingkatkan ke



pasien mengenai harga



skala 5.



diri.



2. Klien



5. Tentukan kepercayaan



mengungkapkan



diri pasien dalam hal



kesesuaian antara



penilaian diri.



body



reality,



6. Monitor karakteristik



body ideal, dan



luka, termasuk



body



drainase, warna,



presentation



ukuran, dan bau.



dipertahankan pada



skala 1



ditingkatkan skala 5.



7. Ukur luas luka, yang ke



sesuai. 8. Dukung pasien untuk mengenal dan mendiskusikan pikiran dan perasaannya. 9. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dampak dari penyakit pada konsep diri. 10. Pertimbangkan usia pasien ketika meningkatkan aktivitas perawatan diri.



C. IMPLEMENTASI Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh



perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan. D. EVALUASI Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, 2008). a. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasidilakukan sampai dengan tujuan tercapai. b. Evaluasi somatif merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sistem Imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit.Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan, pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP, 2014). Sedangkan menurut Perry et al, (2012) dekubitus adalah luka pada kulit dan atau jaringan dibawahnya, biasanya disebabkan oleh adanya penonjolan tulang, sebagai akibat dari tekanan atau kombinasi tekanan dengan gaya geser dan atau gesekan. B.Saran Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik dari sekarang dan kami juga berharap pengetahuan tentang laporan pendahuluan dan



asuhan keperawatan pada pasien dengan Dicubitus dapat terus di kembangkan dan diterapkan dalam bidang keperawatan bedah



DAFTAR PUSTAKA Doenges, M. E. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC Herdman, T. Heather. 2015. NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi&Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. Jakarta: EGC Moorhead et al. 2016. Nursing Outcomes Classification, Ed. 5. Yogyakarta: ELSEVIER National Pressue Ulcer Advisory Panel (NUAP). 2014. Prevention and treatment of pressure ulcer: quick reference guide.