Aplikasi Interprofessional Education Di Layanan Kesehatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH APLIKASI INTERPROFESSIONAL EDUCATION DI LAYANAN KESEHATAN



Disusun oleh :



MIRA INDIRA GITA KELIANI ( Nim: 200110022)



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN INSTITUT TEGNOLOGI KESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA 2020/2021



KATA PENGANTAR Alhamdulillahi robbil 'alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah menganugerahkan keimanan, kesehatan, dan kesempatan sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul "APLIKASI INTERPROFESSIONAL EDUCATION DI LAYANAN KESEHATAN" ini disusun dalam rangka menyediakan bahan materi seminar keagamaan. Penyusunan makalah ini tak lepas dari campur tangan berbagai pihak yang telah berkontribusi secara maksimal. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya. Demikian, besar harapan saya agar makalah ini dapat menjadi bacaan menarik bagi pembaca.



DAFTAR ISI Kata Pengantar………………………………………………………………….. Daftar Isi………………………………………………………………………... Latar Belakang………………………………………………………………….. Tujuan…………………………………………………………………………… Bab I. Penerapan Interprofesional Colaboration Dengan Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit……… A. Peningkatan Interprofessional Collaboration Dalam Menjalankan Program Keselamatan Pasien… B. Pentingnya Kolaborasi Antarprofesi Dalam Peningkatan Keselamatan Pasien……………………. C. Penerapan Interprofesional Collaboration Dengan Keselamatan Pasien…………………………… D. Interprofessional Education (IPE): Luaran Masyarakat terhadap Pelayanan Kesehatan dalam Praktik Kolaborasi………………………………………………………………………………… Bab II. Interprofessional Education, Kesehatan Balita, Sikap Ibu Balita Ibu Hamil dan Kesehatan Anak... A. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Malnutrisi…………………………………………………….. B. Tingkat Kepuasan Ibu Yang Mengikuti Kelas Ibu Hamil Di Puskesmas…………………………... C. Efektifitas Penerapan Interprofessional Educationcollaborative Practice (Ipe–Cp) Tentang Gizi Seimbang Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil…………………………………………… D. Pengaruh Persepsi Ibu Hamil Terhadap Tingkat Kepuasan Ibu Hamil…………………………….. Kesimpulan………………………………………………………………………… Daftar Pustaka………………………………………………………………………



Latar Belakang Di era kemajuan ilmu kesehatan saat ini, pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan, berdasarkan hal tersebut maka untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakan perlunya sistem pendidikan yang bermutu dan mempunyai orientasi pada ilmu pengetahuan yang berkembang pesat seperti saat iniyang (Febriyani, 2014). Peningkatan permasalahan pasien yang kompleks membutuhkan keterampilan dan pengetahuan dari beberapa tenaga profesional (Keshtkaran et al., 2014). Oleh karena itu kerja sama dan kolaborasi yang baik antar profesi kesehatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kepuasan pasien dalam melakukan pelayanan kesehatan. Pendekatan kolaborasi yang masih berkembang saat ini yaitu interprofessional collaboration (IPC) sebagai wadah dalam upaya mewujudkan praktik kolaborasi yang efektif antar profesi. Terkait hal itu maka perlu diadakannya praktik kolaborasi sejak dini dengan melalui proses pembelajaran yaitu dengan melatih mahasiswa pendidikan kesehatan. Sebuah grand design tentang pembentukan karakter kolaborasi dalam praktik sebuah bentuk pendidikan yaitu interprofessional education (IPE) (WHO, 2010, Department of Human Resources for Health). IPC merupakan wadah kolaborasi efektif untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada pasien yang didalamnya terdapat profesi tenaga kesehatan meliputi dokter, perawat, farmasi, ahli gizi, dan fisioterapi (Health Professional Education Quality (HPEQ), 2011). Sedangkan IPE merupakan proses satu kelompok mahasiswa yang berhubungan dengan kes ehatan yang memiliki latar belakang jurusan pendidikan yang berbeda melakukan pembelajaran bersama dalam masa pendidikan dengan berinteraksi untuk mencapai tujuan yang penting dengan berkolaborasi dalam upaya promotif, preventif, kuratif, rehablitatif (WHO, 2010, Department of Human Resources for Health). Perkembangan praktek interprofesional dan fungsional yang terbaik dapat dicapai melalui pembelajaran antar professional (Williams et al., 2013). Menurut Luecth et al. (1990) didalam IEPS (Interdisciplinary Education Perception Scale) diterangkan terdapat empat komponen persepsi tentang Interprofessional Education yaitu kompetensi dan otonomi, persepsi kebutuhan untuk bekerja sama, bukti kerjasama yang sesungguhnya, dan pemahaman terhadap profesi lain. Interprofessional Education penting diimplementasikan untuk pencapaian Patient safety, lemahnya kolaborasi yang pada tenaga kesehatan antarprofesi secara tidak langsung membuat pasien dalam sebuah resiko kesalahan dalam perawatan yang akan mempengaruhi keselamatan nyawa pasien. Sudah dapat dibuktikan bahawa Interprofessional Education (IPE) dapat meningkatkan upaya Interprofessional Collaboration karena apabila peningkatan hanya dialami oleh satu profesi belum tentu akan berpengaruh terhadap profesi lain. Interprofessional Education yang dilakukan sejak dini akan meningkatkan fokus pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh antar profesi tenaga kesehatan (Health Professional Education Quality [HPEQ], 2011). Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Bennet et al. (2011) bahwa IPE akan meningkatkan kolaborasi diseluruh hambatan antara tenaga kesehatan dan meningkatkan peran utama dalam melayani konsumen pada pelayan kesehatan yang berkulitas. Interprofessional Education mempunyai kekurangan, bahwa dalam proses IPE berfluktuasi pada sekolah kedokteran dan kolaborasi tingkat budaya terancam ketika kelompok berinteraksi dengan buruk. Hambatan IPE yang bersifat individual yaitu tingkat perasaan terintimidasi oleh sekolah



kedokteran. Pada proses IPE terdapat kurangnya penilaian formal pada tingkat budaya yang dikecualikan mahasiswa kedokteran berinteraksi dengan perawat. Fasilitator dalam IPE berada pada tingkat krisis afektif (Visse et al., 2017). Menurut Sabres et al. (2016) menyatakan bahwa IPE mempunyai kelebihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa memenuhi atau melampaui kompetensi minimum selama enam hari dari perilaku yang dievaluasi. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa acara IPE yang diadakan secara ekstrakurikuler setengah hari ini dipandang baik oleh professional siswa kesehatan dan menciptakan tempat untuk siswa 4 memiliki profesi kesehatan yang berbeda program jurusan dapat masuk kedalam diskusi belajar tentang masing-masing peran dan tanggung jawab terhadap pelayanan ke pasien . Menurut penelitian Fallatah et al. (2016) menyatakan terdapat 11,4% dari 105 peserta mengetahui arti IPE, peserta tersebut adalah mahasiswa medis. 77 dari 105 (75%) merupakan siswa keperawatan menanggapi bahwa IPE itu penting. Penelitian juga menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran berpikir penerapan IPE dalam pendidikan mereka akan dilakukan untuk memperbaiki kepuasan pasien dan perawatan kesehatan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2016), Israbiyah dan Dewi (2016) menunjukkan bahawa persepsi mahasiswa baik terhadap IPE. Berdasarkan keterangan coordinator IPE UMS 2018 menyatakan bahwa pelaksanaan IPE di Universitas Muhammadiyah Surakarta menggunakan model kuliah klasikal Problem based solving yang berupa mahasiswa kedokteran umum, farmasi dan keperawatan dikelompokkan. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok berupa Small Group Discussion (SGD) dan didalam kelompok tersebut harus terdapat mahasiswa dari kedokteran umum, farmasi dan keperawatan. Hasil studi pendahuluan peneliti melakukan wawancara pada lima mahasiswa keperawatan, empat mahasiswa kedokteran dan empat mahasiswa farmasi menyatakan hal yang sama yaitu tidak mengerti dengan IPE dan tujuannya. Untuk mengetahui lebih khusus tentang 5 persepsi mahasiswa tentang IPE, menurut peneliti perlu dilakukan penelitian tentang persepsi mahasiswa terhadap proses IPE di Universitas Mummadiyah Surakarta. Penelitian persepsi mahasiswa terhadap IPE merupakan bentuk kajian awal yang sangat diperlukan dan sangat penting untuk dilakukan oleh Universitas dibeberapa negara yang telah melaksanakan dan proses mengambangkan IPE karena mahasiswa berperan penting dalam upaya pengembangan dan peningkatan program IPE yang dilaksanakan sejak tingkat universitas. Dalam upaya pengembangan IPE perlunya persepsi mahasiswa yang menjadi modal utama (Sedyowinarso, 2011). Tujuan Tujuan IPE adalah untuk melatih mahasiswa untuk lebih mengenal peran profesi kesehatan yang lain, sehingga diharapkan mahasiswa akan mampu untuk berkolaborasi dengan baik saat proses perawatan pasien. Menurut The Canadian InterprofessionalHealth Collaborative (2009), praktek kolaborasi terjadi ketika penyelenggara pelayanan kesehatan bekerja dengan orang yang berasal dari profesinya sendiri, luar profesinya sendiri, dan dengan pasien atau klien serta keluarganya. Tujuan pelaksanaan IPE antara lain meningkatkan pemahaman interdisipliner dan meningkatkan kerjasama, membina kerjasama yang kompeten, membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien, meningkatkan kualitas perawatan pasien yang komprehensif.



BAB I. PENERAPAN IPC DENGAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT Inter Professional Collaboration (IPC) merupakan kondisi dimana berbagai profesi kesehatan bekerjasama dengan pasien, keluarga pasien, masyarakat, dan profesi kesehatan lain untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas yang terbaik (Hinde et al, 2016). Menurut Hardin et al (2018) IPC dalam pelayanan perawatan kesehatan adalah ketika terjadinya interaksi dari tenaga kesehatan dengan latar belakang professional yang berbeda dengan tujuan memberikan layanan komprehensif dengan bekerjasama memberikan pelayanan efektif yang berpusat pada pasien. Hal ini dapat mendukung PPA dalam bermitra atau partnership agar terciptanya tim yang berkolaborasi yang efektif. ketika mahasiswa antar profesi belajar bersama mereka akan mentransfer pengetahuan dan ketrampilan yang mereka peroleh dalam memecahkan berbagai macam kasus penyakit sehingga akan menjadi bahan referensi bagi mahasiswa profesi lain. Ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa pendidikan kesehatan dalam pelaksanaan IPE agar mahasiswa mampu membekali dirinya dalam mengembangkan kemampuan berkolaborasi, yaitu: pengetahuan, ketrampilan komunikasi, sikap & kemampuan tim. Manfaat atau kompetensi yang didapat ketika seseorang mengikuti program IPE yaitu : 1. Mengetahui peran/kompetensi masing-masing profesi, 2. Mengetahui tugas dan wewenang tiap profesi, 3. Memiliki keahlian masing-masing, 4. Meningkatkan keterampilan komunikasi yang efektif, 5. Mengetahui dinamika kelompok antar profesi, 6. Meningkatkan skills organisasi/leadership, 7. Mampu bersosialisasi, 8. Meningkatkan sikap menghargai dan menjunjung tinggi etika, 9. Menghilangkan sifat atau perasaan superior terhadap profesi tertentu, 10. Percaya diri akan profesinya masing-masing, 11. Meningkatkan kemampuan teamwork, 12. Kolabo rasi antar profesi, 13. Rasa saling membutuhkan, 14. Mendapatkan kemampuan negosiasi, 15. Mendapatkan kemampuan kepemimpinan, 16. Dapat bertukar pengetahuan dan informasi, 17. Dapat berbagi cara mengambil keputusan, 18. Dapat mengatur/ menyelesaikan konflik, 19. Dapat memberikan pelayanan kepada pasien dengan pasien sebagai pusatnya, 20. Meningkatkan kualitas pelayanan, 21. Membuat tim tenaga kesehatan kohesif/ berbaur karena menghilangnya stereotipe, 22. Kolaboratif dalam praktik. IPE merupakan hal yang potensial sebagai media kolaborasi antar profesional kesehatan dengan menanamkan pengetahuan dan keterampilan dasar antar profesional dalam masa pendidikan. Ketika bekerja di dalam tim, kepribadian seseorang akan terekspresikan dalam kecenderungan untuk mengambil atau menghindari peran tertentu. Salah satu aspek kepribadian yang mempengaruhi peran tersebut adalah efikasi diri. Hal tersebut juga berhubungan dengan “Pengaruh efikasi diri terhadap peran dan cara pengambilan keputusan dalam teamwork”, dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang memilikiefikasi diri yang baik akan



menetapkan tujuan yang tinggi dan berpegang teguh pada tujuannya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi diri yang lemah akan berkomitmen lemah pada tujuannya, sehingga terjadi ketidak patuhan terhadap pemenuhan kualitas pekerjaan yang dilakukan. Berdasarkan teori-teori tersebut, maka individu dengan efikasi diri yang baik memiliki ciri-ciri yang dapat mendukung untuk pelaksanaan teamwork yang efektif. Kolaborasi dalam bekerja harus di terapkan dalam bekerja di rumah sakit untuk menciptakan seorang perawat profesional. A. Peningkatan Interprofessional Collaboration Dalam Menjalankan Program Keselamatan Pasien Interprofessional Collaboration (IPC) merupakan wadah kolaborasi efektif untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada pasien yang didalamnya terdapat profesi tenaga kesehatan meliputi dokter, perawat, farmasi, ahli gizi, dan fisioterapi. Kolaborasi Interprofesi atau Interprofessional Collaboration (IPC) adalah kemitraan antara orang dengan latar belakang profesi yang berbeda dan bekerja sama untuk memecahkan masalah kesehatan dan menyediakan pelayanan kesehatan. Menurut WHO, IPC terjadi saat berbagai profesi kesehatan bekerja sama dengan pasien, keluarg dan komunitas untuk menyediakan pelayanan komprehensif dan berkualitas tinggi. Dalam melakukan peningkatan IPC untuk menjalankan program keselamatan pasien diperlukan hal utama yaitu peningkatan komunikasi yang efektif. Sehingga para tenaga kesehatan dapat melakukan tindakan pelayanan kesehatan yang aman dan efektif. IPC ini menjadi hal yang penting bagi setiap tenaga kesehatan dikarenakan melalui metode ini semua tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit dapat menjalin komunikasi yang baik dalam menyelesaikan setiap permasalahan pasien dan dapat menunjang penyembuhan kesehatan pasien. Beberapa program keselamatan pasien sebagai berikut: 1. Membangun Budaya Keselamatan di Rumah Sakit yang terdiri dari: o Safe culture (perawatan budaya yang aman). o Safe care (perawatan yang aman) o Safe support system (sistem pendukung yang aman) o Safe place (tempat yang aman). 2. Adapun beberapa program kesehatan berdasarkan permenkes Nomor 11 Tahun 2017 yang terdiri dari: o Menjalankan standar keselamatan pasien. o Melaksanakan sasaran keselamatan pasien. o Menjalankan tujuh langkah keselamatan pasien. 3. Melakukan sistem pelaporan insiden yang terjadi di rumah sakit. 4. Membuat organisasi untuk melakukan pelatihan tentang keselamatan pasien.



B. Pentingnya Kolaborasi Antarprofesi Dalam Peningkatan Keselamatan Pasien Tindakan baik proses interprofesional collaboration di jalankan 77 responden (79,4%) dan tindakan baik interprofesional collaboration tidak berjalan 20 responden (20,6%) sedangkan responden tindakan tidak baik dan kemungkinan interprofesional collaboration berjalan 0 (0%), tindakan tidak baik dan interprofesional tidak berjalan 12 responden (100%). Hasil analisis chisquare antara sikap dengan interprofesional collaboration diperoleh Pearson Chy-Square 32,447a Asymp. Sig (2-sided) 0,026 < 0,05 = P value < α(0,05) artinya pada penelitian ini menunjukan tindakan mempunyai pengaruh signifikan terhadap interprofesional collaboration di wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Sumba Timur -NTT. Hasil analisis odds ratio = 0,204 artinya responden yang tindakan tidak baik akan memiliki resiko 0,2 kali lebih tidak menjalankan interprofesional collaboration dibandingkan dengan yang tindakan baik. Pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila tata kelola pelayanan dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak terjadi tumpang tindi peran dan fungsi sebagai pemberi pelayanan dengan latar belakang profesi yang berbeda (Susilaningsih, 2011). Pelayanan yang tumpang tindi antar profesi terjadi karena kurangnya komunikasi antar tenaga kesehatan dalam kerja sama tim. Artinya bahwa petugas kesehatan yang mempunyai tindakan kurang baik dan tidak adanya kerja sama tim yang baik maka pelayanan kesehatan akan terganggu sehingga diperlukan interprofesional collaboration agar dapat memaksimalkan pelayanan yang memberikan kepuasan kepada pengguna jasa kesehatan. C. Penerapan Interprofesional Collaboration Dengan Keselamatan Pasien Di zaman ini sudah menempatkan kemajuab ilmu kesehatan saat ini, pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan, berdasarkan hal tersebut maka untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakan perlunya sistem pendidikan yang bermutu dan mempunyai orientasi pada ilmu pengetahuan yang berkembang pesat seperti saat ini. Kolaborasi yang masih berkembang saat ini yaitu interprofessional collaboration (IPC) sebagai Tempat dalam upaya mewujudkan praktik kolaborasi yang efektif antar profesi. Dalam hal itu maka ada perlu diadakannya praktik kolaborasi sejak sekarang ini dengan melalui proses pembelajaran yaitu dengan melatih mahasiswa pendidikan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai kelompok profesi. Yang sudah bersifat profesionalyang memberikan asuhan keperawatan kepada pasien di rumah sakit adalah staf medis baik dokter maupun dokter spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis yang rajin dan baik dan pasti selalu berkontak ataujuga berkomunikasi dan berinteraksi dengan pasien, akan tetapi tidak kalah pentingnya profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis laboratorium, penata rontgen, fisioterapis Kolaborasi merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam menangani masalah kesehatan tanpa adanya kolaborasi dari tim kesehatan,pengobatan tidak dapat berjalan secara optimal. Dalam kolaborasi tim kesehatan koma,masing-masing tenaga kesehatan mempunyai peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Peran dan tanggung jawab tersebut tidak hanya untuk satu individu saja,tapi juga keluarga dan masyarakat.



D. Interprofessional Education (IPE): Luaran Masyarakat terhadap Pelayanan Kesehatan dalam Praktik Kolaborasi Penelitian Baker dalam stimulation in interprofessional education for patient-centred collaborative care menyatakan hal yang utama dalam IPE adalah praktek kolaborasi. Sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan pembelajaran praktik kolaborasi dalam pelayanan kesehatan menghasilkan kolaborasi tim yang baik. Kepuasan pasien dan kinerja tim yang dirasa baik oleh pasien dan keluarga pasien melalui komunikasi antara tim kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien. Proses perawatan pasien dengan IPE akan meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien. Menurut hasil penelitian, pelayanan kesehatan dengan pembelajaran IPE memperbaiki kondisi kesehatan dan meningkatkan wawasan kesehatan pasien dan keluarga pasien lebih baik. Penelitian Reeves dalam Interprofessional education: effects on professional practice and health care outcomes mendapatkan 4 dari 6 studinya mengindikasikan perawatan pasien dengan IPE memberikan dampak positif pada kepuasan pasien, kolaborasi tim mengurangi medical errors pada departemen gawat darurat, dan manajemen pelayanan kesehatan dalam perawatan pasien. Pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan dengan IPE mengindikasikan partisipasi dari pasien yang lebih baik dalam membuat keputusan bersama untuk perawatan mereka, tingkat kepuasan yang lebih baik, dan mempersiapkan keluarga serta persiapan rumah yang lebih baik untuk kepulangan pasien, pasien juga merasa mendapatkan wawasan lebih dari hasil terapi yang mereka jalani dibandingkan dengan perawat pada umumnya.



BAB II. Interprofessional Education, Kesehatan Balita, Sikap Ibu Balita Ibu Hamil dan Kesehatan Anak Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Pemantauan tumbuh kembang dan pencegahan penyakit pada balita merupakan aspek penting dalam meningkatkan kesehatan balita. Pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini masih dilakukan oleh profesi tunggal, sedangkan World Health Organization (WHO) merekomendasikan pelayanan kesehatan dengan praktik kolaborasi. Bekal tentang kolaborasi dapat diterapkan sejak tahap pendidikan melalui Interprofessional Education (IPE). IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi belajar dengan, dari dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kerjasama dan hasil kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan sikap ibu tentang kesehatan balita setelah penerapan IPE pada Kelas Ibu Balita. Desain penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode observasional menggunakan rancangan one group pre-post test design. Sampel penelitian adalah ibu rumah tangga sebanyak 120 orang yang memiliki Balita usia 24-59 bulan, dan mahasiswa dari Program Studi Kebidanan, Keperawatan, Gizi, dan Kesehatan Lingkungan yang berjumlah 48 orang. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2016-Januari 2017 selama 7 minggu di RW 04, 11, 13 dan 15 wilayah kerja Puskesmas Leuwigajah. Analisis dalam penelitian ini menggunakan Paired t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan sikap ibu terhadap kesehatan balita sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan, dengan nilai rata-rata pretest -0,02 menjadi 2,46 nilai rata-rata posttest. Simpulan pada penelitian ini adalah pembelajaran IPE dalam bentuk kuliah umum, diskusi, dan praktik lapangan di komunitas pada Kelas Ibu Balita oleh mahasiswa tenaga kesehatan dapat meningkatkan sikap ibu terhadap kesehatan balita. A. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Malnutrisi Sistem pendidikan sebagai salah satu penentu utama dari praktik kolaboratif interprofessional antara profesional perawatan kesehatan masa depan terutama keperawatan anak. Anak merupakan estafet penerus bangsa, dimana masa-masa golden period pada anak sebagai pertimbangan pentingnya pemenuhan kebutuhan akan asah, asih dan asuhnya. Kolaborasi interprofesi diperlukan pada penyelesaian permasalahan anak yang sangat komplek. B. Tingkat Kepuasan Ibu Yang Mengikuti Kelas Ibu Hamil Di Puskesmas Salah satu upaya pembangunan kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kementerian Kesehatan RI tahun 2015-2019 adalah peningkatan kesehatan pada kelompok ibu hamil, bersalin, nifas dan masa perinatal. Sesuai dengan amanat UU. No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya kesehatan ibu bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu agar ibu mampu melahirkan generasi sehat dan berkualitas serta dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI). 1 Upaya tersebut meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Bentuk upaya preventif dan promotif berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 tahun 2014 yang salah satunya adalah melalui kelas ibu hamil. Penerapan Interprofesional Education (IPE) pada kelas ibu balita oleh mahasiswa tenaga kesehatan membuktikan bahwa pelaksanaan IPE dapat meningkatkan sikap ibu hamil tentang kesehatan balita.



C. Efektifitas Penerapan Interprofessional Educationcollaborative Practice (Ipe–Cp) Tentang Gizi Seimbang Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Kekurangan gizi hingga kini masih menjadi masalah besar bagi dunia, termasuk Indonesia. Masalah gizi menjadi serius sebab berdampak pada melemahnya daya saing suatu bangsa akibat tingginya angka kesakitan dan kematian serta timbulnya gangguan kecerdasan dan kognitif anak. Kekurangan energi kronis pada ibu hamil mempunyai resiko kematian ibu mendadak pada masa perinatal atau resiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Kondisi tersebut berdampak pada kematian ibu akibat perdarahan, sehingga akan meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Gizi ibu hamil merupakan nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk pemenuhan gizi ibu sendiri dan perkembangan janin yang dikandungnya. Status gizi ibu hamil merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil, yang berperan langsung dalam kondisi kehamilan dan bayi yang akan dilahirkan. Ibu dalam kondisi hamil akan terjadi peningkatan metabolisme energi, sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan janin tidak sempurna. Langkah awal mengatasi masalah gizi ibu hamil diantaranya dengan memberikan edukasi tentang pentingnya gizi seimbang. Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi. Pentingnya penerapan gizi seimbang bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan energi dan zat gizi selama hamil yang berupa asupan makanan ibu hamil saja, tetapi diharapkan juga ibu untuk dapat menata pola makan dan menjaga gizi seimbang sejak awal persalinan. Edukasi gizi pada ibu hamil yang di lakukan selama ini hanya secara perseorangan berupa konsultasi pada ahli gizi, tanpa melibatkan profesi lainya. Edukasi melalui konseling kurang efektif untuk cepat meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu terhadap penerapan gizi seimbang. Strategi yang paling efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu agar berperilaku sehat, diantaranya dengan cara penerapan Interprofessional Educatif Calaboration Practice (IPECP). Implementasi IPE-CP dalam pendidikan kesehatan memiliki tiga fokus, yaitu : o Peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam praktik kolaborasi antar profesi kesehatan. o Berfokus pada pembelajaran tentang bagaimana menciptakan kolaborasi yang efektif dalam sebuah tim. o Menciptakan kerjasama yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien Edukasi dan pendampingan dengan penerapan Interprofessional Educatif Calaboration Practice (IPE-CP) tentang gizi seimbang diduga akan lebih efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam berperilaku untuk menjaga kehamilannya.



D. Pengaruh Persepsi Ibu Hamil Terhadap Tingkat Kepuasan Ibu Hamil Pelaksanaan pendampingan ibu hamil melalui IPE yang dilakukan oleh mahasiswa dari 3 disiplin ilmu kesehatan yaitu kedokteran, keperawatan dan ilmu gizi, kegiatan ini akan membentuk sebuah pengalaman baru bagi mahasiswa kesehatan untuk bekerjasama interprofesi untuk meningkatkan persepsi Ibu hamil terhadap program IPE. Pendampingan dilaksanakan dengan metode diskusi dan bertukar pengalaman antar Ibu hamil dengan menggunakan media cetak maupun elektronik. Konsep promosi kesehatan bahwa dalam proses pendidikan selain dipengaruhi oleh bahan belajar dan fasilitas belajar, penggunaan metode dan alat bantu pendidikan kesehatan akan memengaruhi hasil yang dicapai. Penggunaan alat bantu media akan lebih menarik perhatian dan memberikan pengertian baru yang merupakan faktor pendorong untuk melakukan sesuatu. Sebagian besar responden merasa puas dengan pelaksanaan pendampingan ibu hamil secara interprofesi dibandingkan dengan yang uniprofesi. Kelebihan pendidikan interprofesi yang dirasakan ibu hamil adalah kejelasan informasi yang diberikan oleh mahasiswa ketika pelaksanaan penyuluhan, penguasaan materi yang diberikan sesuai dengan kompetensi profesinya, keramahan dan kesiapan dalam pelaksanaan pendampingan.



Kesimpulan 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan adanya peningkatan kemampuan kolaboratif (komunikasi, kolaborasi, peran dan tanggung jawab, pendekatan kolaboratif berpusat pada pasien, berfungsinya tim, serta manajemen konflik) pada mahasiswa kedokteran dan kebidanan. 2. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memiliki dampak yang kuat pada pencapaian berfungsinya tim dan berdampak sedang pada kompetensi pendekatan kolaboratif berpusat pada pasien. 3. Proses pembelajaran IPE berbasis komunitas pada mahasiswa kedokteran dan kebidanan telah berjalan sesuai dengan panduan IPE terdokumentasikan dengan baik oleh mahasiswa. 4. Aspek evaluasi dan refleksi mahasiswa berdasarkan laporan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran IPE berbasis komunitas masih belum berjalan sesuai dengan panduan IPE sehingga mahasiswa perlu dibekali keterampilan refleksi dan self assessment.  Kolaborasi merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam menangani masalah kesehatan tanpa adanya kolaborasi dari tim kesehatan,pengobatan tidak dapat berjalan secara optimal. Penelitian Baker dalam stimulation in interprofessional education for patient-centred collaborative care menyatakan hal yang utama dalam IPE adalah praktek kolaborasi. Sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan pembelajaran praktik kolaborasi dalam pelayanan kesehatan menghasilkan kolaborasi tim yang baik. Kepuasan pasien dan kinerja tim yang dirasa baik oleh pasien dan keluarga pasien melalui komunikasi antara tim kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien.



Daftar Pustaka D'amour, D., & Oandasan, I. (2005). Interprofessionality as the field of interprofessional practice and interprofessional education: An emerging concept. Journal of interprofessional care, 19(sup1), 8-20. Bridges, D., Davidson, R. A., Soule Odegard, P., Maki, I. V., & Tomkowiak, J. (2011). Interprofessional collaboration: three best practice models of interprofessional education. Medical education online, 16(1), 6035. World Health Organization. (2010). Framework for action on interprofessional education and collaborative practice (No. WHO/HRH/HPN/10.3). World Health Organization. Thistlethwaite, J. (2012). Interprofessional education: a review of context, learning and the research agenda. Medical education, 46(1), 58-70. Gilbert, J. H., Yan, J., & Hoffman, S. J. (2010). A WHO report: framework for action on interprofessional education and collaborative practice. Journal of Allied Health, 39(3), 196-197. Barnsteiner, J. H., Disch, J. M., Hall, L., Mayer, D., & Moore, S. M. (2007). Promoting interprofessional education. Nursing outlook, 55(3), 144-150. Thannhauser, J., Russell-Mayhew, S., & Scott, C. (2010). Measures of interprofessional education and collaboration. Journal of interprofessional care, 24(4), 336-349. Freeth, D. S., Hammick, M., Reeves, S., Koppel, I., & Barr, H. (2008). Effective interprofessional education: development, delivery, and evaluation. John Wiley & Sons. Baker, L., Egan-Lee, E., Martimianakis, M. A., & Reeves, S. (2011). Relationships of power: implications for interprofessional education. Journal of interprofessional care, 25(2), 98-104. Oandasan, I., & Reeves, S. (2005). Key elements of interprofessional education. Part 2: factors, processes and outcomes. Journal of Interprofessional care, 19(sup1), 39-48. Remington, T. L., Foulk, M. A., & Williams, B. C. (2006). Evaluation of evidence for interprofessional education. American journal of pharmaceutical education, 70(3). Reeves, S., Perrier, L., Goldman, J., Freeth, D., & Zwarenstein, M. (2013). Interprofessional education: effects on professional practice and healthcare outcomes. Cochrane Database of systematic reviews, (3). Rafter, M. E., Pesun, I. J., Herren, M., Linfante, J. C., Mina, M., Wu, C. D., & Casada, J. P. (2006). A preliminary survey of interprofessional education. Journal of Dental Education, 70(4), 417-427. Reeves, S., Zwarenstein, M., Goldman, J., Barr, H., Freeth, D., Koppel, I., & Hammick, M. (2010). The effectiveness of interprofessional education: Key findings from a new systematic review. Journal of interprofessional care, 24(3), 230-241.