April Selesai Aamiin Penyu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL PENGARUH PEMASANGAN PAVING BLOCK TIPE PERSEGI TERHADAP LIMPASAN PERMUKAAN PADA TANAH PASIR DAN LEMPUNG BERPASIR



Oleh BAIQ YUANA HIDAYATUR RAHMI F1A 016 028



JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MATARAM 2020



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di perkotaan memicu bertambahnya kebutuhan infrastruktur. Banyaknya infrastruktur yang digunakan mengakibatkan lahan hijau untuk resapan air hujan berkurang, sehingga hujan yang jatuh ke permukaan tanah tidak terserap secara maksimal. Limpasan aliran permukaan yang



dihasilkan



lebih



banyak



dibandingkan



jumlah



air



yang



terserap,menyebabkan genangan air dan banjir. Mengatasi masalah tersebut, maka perlu upaya mengurangi penggunaan tutupan lahan kedap air (perkerasan beton) dan menggantinya dengan tutupan lahan yang tepat guna dan berwawasan lingkungan. Tutupan lahan yang digunakan berpengaruh terhadap banyaknya limpasan aliran permukaan dan air yang tertahan pada permukaan. Salah satu jenis tutupan lahan yang banyak digunakan adalah paving block. Paving block telah dikenal luas



sebagai teknologi alternatif untuk



mengurangi volume limpasan dan memperkecil nilai koefisien limpasan karena kinerja infiltrasi dan kemampuan memperlambat aliran. Kontruksi perkerasan dengan paving block merupakan kontruksi yang ramah lingkungan dimana paving block sangat baik dalam membantu konservasi air tanah, pelaksanaannya yang lebih cepat, mudah dalam pemasangan dan pemeliharaan, memiliki aneka ragam bentuk yang menambah nilai estetika, serta harganya yang cukup terjangkau. Setiap jenis paving block memiliki kinerja yang berbeda dalam mengurangi limpasan permukaan. Area bukaan antar paving block merupakan peran penting dalam mengurangi limpasan permukaan. Untuk meningkatkan kinerja paving block dalam mengurangi limpasan permukaan dan meningkatkan laju infiltrasi pada penelitian ini dilakukan variasi jenis tanah yaitu menggunakan tanah pasir dan lempung berpasir dalam kondisi tidak jenuh



(kering). Pada lapisan atas masing-masing jenis tanah akan dipasang paving block tipe persegi. Berdasarkan uraian diatas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemasangan Paving Block Tipe Persegi Terhadap Limpasan Permukaan Pada Tanah Pasir dan Lempung Berpasir”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan jenis tutupan lahan berwawasan lingkungan yang memiliki kemampuan terbesar dalam mengurangi debit aliran permukaan. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian diatas, rumusan masalah dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut : 1.



Berapakah volume limpasan yang dihasilkan dari uji pengaruh pemasangan paving block tipe persegi pada jenis tanah pasir dan lempung berpasir terhadap limpasan permukaan ?



2.



Berapakah nilai koefisien limpasan (C)



yang dihasilkan dari uji



pengaruh pemasangan paving block tipe persegi pada jenis tanah pasir dan lempung berpasir terhadap limpasan permukaan ? 3.



Bagaimana pengaruh pemasangan paving block tipe persegi pada jenis tanah pasir dan lempung berpasir terhadap limpasan permukaan ?



1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui volume limpasan yang dihasilkan dari uji pengaruh pemasangan paving block tipe persegi pada jenis tanah pasir dan lempung berpasir terhadap limpasan permukaan. 2. Untuk mengetahui nilai koefisien limpasan yang dihasilkan dari uji pengaruh pemasangan paving block tipe persegi pada jenis tanah pasir dan lempung berpasir terhadap limpasan permukaan. 3. Untuk mengetahui pengaruh pemasangan paving block tipe persegi pada jenis tanah pasir dan lempung berpasir terhadap limpasan permukaan.



1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah 1. Dapat mengurangi terjadinya banjir dan genangan pada area perkotaan dengan tutupan lahan paving block. 2. Dapat digunakan sebagai acuan dalam memilih tipe paving block dan jenis tanah yang memiliki kinerja terbaik dalam mengurangi limpasan permukaan. 3. Diharapkan mampu memberikan wawasan dan pengetahuan baru bagi mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil maupun masyarakat luas sebagai pengembangan ilmu berkaitan dengan tata guna lahan perkotaan yang berwawasan lingkungan (eco drainage). 1.5 Batasan Penelitian Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hidrolika dan Teknik Pantai Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram. 2. Pengujian tanah dilakukan di Laboratorium Geoteknik dan Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram. 3. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah tak jenuh. 4. Sampel tanah diambil dari halaman Fakultas Teknik Universitas Mataram. 5. Tidak dilakukan uji pemadatan pada tanah dasar paving block. 6. Digunakan paving block berbentuk persegi. 7. Tidak dilakukan uji kekuatan pada paving block yang akan digunakan. 8. Tidak memperhitungan tekanan air dalam pipa. 9. Evapotranspirasi dan evaporasi diabaikan.



BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Limpasan permukaan atau aliran permukaan adalah aliran air yang mengalir diatas permukaan tanah, karena penuhnya kapasitas infiltrasi tanah. Banyaknya pembangunan infrastruktur yang mengakibatkan lahan hijau untuk resapan air hujan berkurang, sehingga aliran permukaan yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan jumlah air yang terserap, menyebabkan genangan air dan banjir. Untuk mengurangi permukaaan yang kedap air (tidak tembus air) seperti permukaan jalan trotoar (sidewalk), driveways, tempat parkir, dan tempat – tempat lain digunakan previous paving dengan tujuan mengurangi run off dan memperbesar infiltrasi.



Hasil penelitian menunjukkan kapasitas infiltrasi



dengan kepadatan 90% tanpa tutupan terjadi pada menit ke 20 sebesar 3,36 cm/jam, dengan tutupan 50% paving block pada menit ke 15 sebesar 0,24 cm/jam dan tutupan 100% paving block pada menit ke 10 sebesar 0,75 cm/jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan paving block dapat memperbesar infiltrasi dan mengurangi run off (Nanda, 2015). Sumberdaya air mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan. Keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup, pemanfaatan serta keberadaan sumber daya air perlu diperhatikan. Meskipun jumlah air tidak berubah, tetapi ketersediaan air di dalam tanah dapat berubah jika siklus air terganggu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan bentuk penanganan lingkungan yang dapat dilakukan dengan mudah. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan teknologi yang telah ada seperti Lubang Resapan Biopori (LRB). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh biopori terhadap infiltrasi dan limpasan pada tanah pasir berlanau dengan peubah intensitas hujan, jumlah biopori, dan kemiringan lahan. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental di laboratorium dengan menggunakan alat rainfall simulator. Peubah yang digunakan adalah intensitas hujan (deras merata, deras



di hulu, deras di hilir), jumlah biopori (tanpa biopori, 6, 12), dan kemiringan lahan (0º, 3º). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan volume infiltrasi terbanyak pada jumlah biopori 12, kemiringan lahan 0º, dan intensitas hujan deras di hulu sebesar 1.67 liter. Volume limpasan terbanyak pada jumlah biopori 0, kemiringan 3º, dan intensitas hujan deras di hilir sebesar 51.29 liter. Variasi jumlah biopori berpengaruh lebih dominan daripada variasi kemiringan dan intensitas hujan. (Rica Purnomo Sari, dkk 2014). Karakteristik masing - masing material penutup lahan yang digunakan berpengaruh terhadap debit aliran permukaan yang terjadi. Penelitian dengan variasi intensitas hujan sebesar 50 mm/jam, 55 mm/jam dan 60 mm/jam. Kemiringan lahan yang digunakan sebesar 5%, 10% dan 15% dengan jenis tutupan lahan paving persegi dan paving segi enam (hexagon). Hasil penelitian menunjukkan



bahwa



penggunaan



paving



block



memiliki



kemampuan



mengurangi limpasan permukaan 40% hingga 67% . Untuk setiap jenis paving memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengurangi aliran permukaan dan besarnya infiltrasi dipengaruhi oleh besarnya spasi yang dihasilkan dari pemasangan paving (Sedyowati, dkk. 2017). Penelitian pengaruh bentuk paving block pada kapasitas infiltrasi lapisan permeable dengan bentuk paving block persegi yang digunakan berupa paving dengan variasi lubang pada sisi paving block. Untuk intensitas hujan yang digunakan sebesar 50 mm/jam dan variasi kemiringan sebesar 0%, 2%, 5% dan 10%. Meskipun daerah infiltrasi dari semua paving block setara, namun paving block dengan panjang dan lubang yang lebih besar memiliki tingkat infiltrasi yang lebih besar (Castro, dkk. 2007). Faktor utama yang mempengaruhi nilai koefisen aliran permukaan (C) adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Arsyad, 2006). Penilitian dengan kemiringan saluran yang digunakan adalah 0°, 2° dan 4°. Permukaan lahan menggunakan tanah, paving, rumput, dan permukaan campuran tanah dan batu dengan perbandingan campuran 75% : 25%. Dengan nilai koefisien yang dihasilkan yaitu tata guna lahan tanah 0,26 - 0,40, paving 0,25 - 0,39 , rumput 0,11 - 0,31, dan tanah berbatu 0,26 - 0,43. Hasil penelitian



menunjukan bahwa ketinggiaan nilai kemiringan berpengaruh terhadap nilai koefisien aliran (C), jika semakin tinggi kemiringannya semakin tinggi pula nilai koefisien alirannya (Saputro, dkk. 2018). Jenis permukaan lahan yang berbeda berpengaruh terhadap nilai koefisien aliran (C) . Untuk nilai koefisen aliran permukaan (C) untuk variasi tutupan lahan dan intensitas hujan 40 mm/jam, 50 mm/jam ,60 mm/jam dan 70 mm/jam, dengan kemiringan lahan 3%. Paving block dengan pola susun bata sebesar 0,857 – 0,891, sedangkan pola anyam tikar 0,825 – 0,856. Grass block nilai koefisien aliran permukaan (C) sebesar 0,677 – 0,765. Rumput gajah mini memiliki nilai koefisien aliran permukaan (C) sebesar 0,483 – 0,538. Media pasir memiliki nilai koefisien aliran permukaan (C) sebesar 0,559 – 0,639. Perkerasan beton (cor) memiliki nilai koefisien aliran permukaan (C) sebesar 0,961 – 0,997. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien aliran permukaan (C) terendah didapatkan dengan penggunaan penutup rumput gajah mini dan pekerasan beton (cor) sebagai nilai tertinggi. Namun untuk mengurangi penggunaan perkerasan beton dapat menggunakan perkerasan paving block dan grass block sebagai penutup lahan pada lokasi tempat parkir atau trotoar jalan. (Akara,dkk. 2016). 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Limpasan Permukaan Limpasan permukaan (surface runoff) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau, dan lautan. Limpasan permukaan terjadi ketika kapasitas infiltrasi tanah tidak dapat menyeimbangkan intensitas curah hujan di permukaan tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dapat dikelompokkan menjadi faktorfaktor yang berhubungan dengan iklim, terutama curah hujan dan yang berhubungan dengan karakteristik daerah aliran sungai. Lama waktu hujan, intensitas, dan penyebaran hujan mempengaruhi laju dan volume limpasan permukaan (Asdak,2014).



Faktor - faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dapat dikelompokkan ke dalam faktor-faktor yang berhubungan dengan curah hujan dan yang berhubungan dengan karakteristik daerah aliran sungai. Lama waktu hujan, intesitas dan penyebaran hujan mempengaruhi laju dan volume limpasan permukaan. Aliran permukaan total untuk suatu hujan secara langsung berhubungan dengan lama waktu hujan untuk intensitas tertentu. Oleh karenanya, hujan dengan waktu yang singkat tidak banyak menghasilkan aliran permukaan. Pada hujan dengan intensitas yang sama dan waktu yang lebih lama, akan menghasilkan aliran permukaan yang lebih besar Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan. Pada hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif. Dengan demikian, total volume aliran permukaan akan lebih besar pada hujan intensif dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif meskipun curah hujan total untuk kedua hujan tersebut sama besarnya. Namun demikian, hujan dengan intensitas tinggi dapat menurunkan infiltrasi akibat kerusakan struktur permukaan tanah yang ditimbulkan oleh tenaga kinetis hujan dan aliran permukaan yang dihasilkannya Pengaruh vegetasi dan cara bercocok tanam terhadap aliran permukaan dapat diterangkan bahwa vegetasi memperlambat jalannya aliran permukaan dan memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah dan dengan demikian, menurunkan laju aliran permukaan (Faisal, 2008). Pada umumnya limpasan permukaan tidak terjadi segera setelah hujan jatuh di permukaan tanah, tetapi perlu waktu untuk memenuhi kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah dalam menyerap (menginfiltrasikan) air yang terdapat di permukaan atau aliran air permukaan tanah. Semakin besar kapasitas infiltrasi maka aliran air di permukaan tanah makin berkurang. Laju



infiltrasi dan kapasitas infiltrasi di pengaruhi oleh



tekstur tanah, struktur tanah, tipe vegetasi, tata guna lahan, suhu tanah dan intensitas hujan. Selain itu laju infiltrasi sangat bergantung pada karakteristik tanah dan air. Biasanya kondisi tanah yang jenuh air (tanah dengan kadar air



yang tinggi) menunjukkan laju infiltrasi yang lebih rendah dibandingkan tanah yang tidak jenuh air (Harisuseno,dkk. 2017). 2.2.2



Alat Ukur Curah Hujan Alat pengukur hujan secara umum dinamakan penakar hujan. Pada



penempatan yang baik, jumlah air hujan yang masuk ke dalam sebuah penakar hujan merupakan nilai yang mewakili untuk daerah di sekitarnya. Hingga saat ini terdapat beberapa cara untuk mengukur curah hujan, mulai dari cara yang sederhana hingga cara yang kompleks. Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan sesuai dengan tingkat kesulitan dan ketelitian yang dihasilkan cara tersebut. Berdasarkan mekanismenya, alat pengukur curah hujan terbagi menjadi dua jenis yaitu tipe manual dan tipe otomatis. 1. Alat pengukur curah hujan manual Menggunakan prinsip pembagian antara volume air hujan yang ditampung lalu dibagi luas penampang/mulut penakar. Pengukuran curah hujan harian (dalam satuan milimeter) biasanya dilakukan 1 kali pada pagi hari. Alat yang digunakan yaitu observatorium / ombrometer. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi luas mulut penakar.



Gambar 2.1 Alat ukur curah hujan manual Ombrometer



2. Alat pengukur curah hujan otomatis Menggunakan prinsip pelampung, timbangan dan jungkitan. Contoh alat pengukur yang terdapat saat ini yaitu Hellman dan Tipping-bucket gauge. Alat



ukur otomatis memiliki beberapa keuntungan diantaranya hasil yang didapat memiliki tingkat ketelitian yang cukup tinggi, juga dapat mengetahui waktu kejadian dan integritas hujan dengan periode pencatatan dapat lebih dari sehari karena menggunakan kertas pias (Haryoko, Urip. 2011).



Gambar 2. 2 Alat ukur curah hujan otomatis Pada penelitian ini menggunakan alat ukur curah hujan manual ombrometer dengan diameter mulut penakar 16 cm. 2.2.3 Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan pada jangka waktu tertentu. Intensitas hujan menunjukkan tingginya curah hujan per satuan waktu, yang dinyatakan dalam mm/menit, mm/jam atau mm/hari. Jumlah hujan akan menunjukkan banyaknya air hujan selama terjadi hujan dalam kurun waktu tertentu. Pengaruh intensitas hujan terhadap limpasan permukaan sangat tergantung pada laju infiltrasi. Jika intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi limpasan pemukaan. Peningkatan limpasan permukaan tidak selalu sebanding dengan peningkatan intensitas hujan karena adanya penggenangan di permukaan tanah (Suripin, 2004). Berikut klasifikasi intensitas hujan yang disajikan dalam Tabel 2.1 Tabel 2. 1 Klasifikasi Intensitas Hujan No 1 2 3 4



Intensitas Hujan (mm/jam) 0-5 6-10 11-25 26-50



Klasifikasi Sangat kecil Kecil Sedang Agak besar



5 6



51-75 > 75



Besar Sangat besar



(Sumber : Martono, 2004)



Intensitas hujan yang didapat pada alat ukur curah hujan dapat diperoleh dengan persamaan berikut ini : Intensitas hujan (I) =



d (mm) t (jam)



.............................................................



( 2.1) Tinggi hujan (d)



V (m m 3 ) = A ( m m 2)



.........................................................



( 2.2 ) dengan : I



= intensitas hujan (mm/jam)



d = tinggi hujan (mm) t



= waktu (jam)



V = volume air yang tertampung (mm3) A = luas penampang alat curah hujan (mm²) 2.2.3



Koefisien Aliran Permukaan (C) Koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah antara laju



puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Arsyad, 2006). Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutupan tanah dan intensitas hujan. Koefisien limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Faktor lain yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah air tanah, derajat kepadatan tanah, dan porositas tanah (Suripin, 2004). Adapun nilai koefisien aliran permukaan (C) dapat dihitung rumus sebagai berikut :



Rumus rasional : Q = C x I x A .................................................................................(2.3) C=



Q ( mm3 /jam) ..................................................................... I ( mm/jam ) x A (mm ² )



(2.4) dengan : Q = debit aliran permukaan (m³/jam) I = intensitas hujan (mm/jam) A = luas area uji (mm²) C = koefisien limpasan Koefisien aliran permukaan (C) merupakan salah satu komponen hidrologi yang berpengaruh terhadap daerah aliran sungai (DAS). Nilai C yang kecil menunjukkan suatu DAS masih dalam kondisi yang baik, sebaliknya nilai C yang besar menunjukkan DAS yang sudah rusak. Nilai C dikatakan besar apabila C = 1 (Suripin, 2004).



Tabel 2. 2 Nilai Koefisien Limpasan No



Deskripsi lahan / karakter



1



permukaan Bisnis



2



Koefisien C



Perkotaan



0,70 – 0,95



Pinggiran Perumahan



0,50 – 0,70



Rumah tinggal



0,30 – 0,50



Multiunit terpisah, terpisah



0,40 – 0,60



Multiunit, tergabung



0,60 – 0,70



Perkampungan



0,25 – 0,40



Apartemen Industry



0,50 – 0,70



Ringan



0,50 – 0,60



Berat Perkerasan



0,60 – 0,90



Aspal dan beton



0,70 – 0,95



5



Batu bata, paving Atap



0,50 – 0,70 0,75 – 0,95



6



Halaman, tanah berpasir



3



4



7



8 9 10 11



Datar 2%



0,005 – 0,10



Rata – rata 2 – 7 %



0,10 – 0,15



Curam 7% Halaman, tanah berat



0,15 – 0,20



Datar 2%



0,13 – 0,17



Rata – rata 2 – 7 %



0,18 – 0,22



Curam 7% Halaman kereta api Taman tempat bermain Taman, perkuburan Hutan



0,25 – 0,35 0,10 – 0,35 0,20 – 0,35 0,10 – 0,25



Datar 2%



0,10 – 0,40



Rata – rata 2 – 7 %



0,25 – 0,50



Curam 7%



0,30 – 0,60



Sumber : Mc Gueen (1989) dalam suripin (2004)



2.2.4



Paving Block Paving block merupakan produk bahan bangunan yang digunakan



sebagai alternatif



pengerasan permukaan jalan yang dibuat dari campuran



semen, air dan agregat dengan atau tanpa campuran bahan lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton tersebut (Sebayang, dkk. 2011). Paving block sendiri mempunyai beberapa variasi bentuk untuk memenuhi kebutuhan, misalnya saja digunakan sebagai tempat parkir, terminal, jalan setapak, untuk halaman restoran atau perkantoran, jalan pada taman, dan juga perkerasan jalan di kompleks-kompleks perumahan serta keperluan lainnya. Untuk pengaruh bentuk paving block pada kapasitas infiltrasi lapisan permeable dengan bentuk paving block persegi yang digunakan berupa paving dengan variasi lubang pada sisi paving block. Untuk intensitas hujan yang digunakan sebesar 50 mm/jam dan variasi kemiringan sebesar 0%, 2%, 5% dan 10%. Hasil yang didapat pada penelitian bahwa meski daerah infiltrasi dari semua paving block setara, namun paving block dengan panjang dan lubang yang lebih besar memiliki tingkat infiltrasi yang lebih besar (Castro, 2007). Warna paving block yang tersedia di pasaran antara lain abu-abu, merah dan hitam (Artiyani, 2010). Paving block yang berwarna selain untuk menambah keindahan juga dapat digunakan untuk memberi batas pada perkerasan seperti tempat parkir, taman dan trotoar. Bentuk paving block secara garis besar terbagi atas dua macam yaitu paving block bentuk segi empat dan paving block segi banyak.



Gambar 2. 1 Bentuk paving block



Gambar 2. 2 Variasi warna paving (Artiyani, 2010) Dalam pemasangan paving block memiliki banyak variasi dalam pemasangannya. Pola pemasangan paving block yang umum digunakan adalah susun bata (stretcher), anyaman tikar (basket weave) dan tulang ikan (herringbone). Dalam proses pemasangannya, paving block harus berpinggul dan pada tepi susunan paving block biasanya ditutup dengan pasak. 2.2.5 Tanah Laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi di pengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, tipe vegetasi, tata guna lahan, suhu tanah dan intensitas hujan. Selain itu laju infiltrasi sangat bergantung pada karakteristik tanah dan air. Biasanya kondisi tanah yang jenuh air (tanah dengan kadar air yang tinggi)



menunjukkan laju infiltrasi yang lebih rendah dibandingkan tanah yang tidak jenuh air (Harisuseno, dkk. 2017). Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah. Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapat perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir (sand = diameter 2 – 0,22 mm), debu (silt = diameter 0,2 – 0,002 mm) dan liat (clay = diameter lebih kecil dari 0,002 mm) . partikel berukuran diatas 2 mm seperti kerikil dan batuan kecil tidak digolongkan sebagai fraksi tanah. Tanah dengan berbagai perbandingan pasir, debu, dan liat dikelompokkan atas berbagai kelas tekstur seperti digambarkan pada segitiga tekstur.



Gambar 2. 3 Segitiga tekstur tanah (Agus, 2005) Tabel 2. 3 Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah Kelas Tekstur Tanah 1.      Pasir (Sandy) 2.      Pasir Berlempung (Loam Sandy) 3.      Lempung Berpasir (Sandy Loam) 4.      Lempung (Loam) 5.      Lempung Liat Berpasir  (Sandy-Clay-



Proporsi (%) fraksi tanah Pasir Debu Liat 85 15 10 70-90 30 15 40-87,5 50 20 22,5-52,5 30-50 10-30 45-80 30 20-37,5



Loam) 6.      Lempung Liat berdebu (Sandy-silt loam) 7.      Lempung Berliat (Clay Loam) 8.      Lempung Berdebu (Silty Loam) 9.      Debu (Silt) 10.    Liat Berpasir (Sandy-Clay) 11.    Liat Berdebu (Silty-Clay) 12.    Liat (Clay)



20



40-70



27,5-40



20-45 47,5 20 45-62,5 20 45



15-52,5 50-87,5 80 20 40-60 40



27,5-40 27,5 12,5 37,5-57,5 40-60 40



(Sumber : Hardjowigeno, 1992)



Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Pada dasarnya partikel pembentuk tanah mempunyai ukuran dan bentuk yang beraneka ragam. Sifat suatu tanah banyak ditentukan oleh ukuran butir dan distribusinya, sehingga analisa saringan dipakai sebagai acuan untuk mengklasifikasikan tanah. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian saringan dan hydrometer. 2.2.7



Alat Rainfall Simulator Rainfall Simulator merupakan alat yang memungkinkan kita melihat



siklus hidrologi dalam skala kecil. Prinsip kerja alat rainfall simulator adalah pembuat hujan buatan dengan bermacam-macam intensitas yang sudah ditetapkan dalam percobaan. Hujan buatan kemudian menyiram suatu petak tanah dengan luasan tertentu yang sebanding dengan ukuran dari perangkat alat ini (Oktarani, 2015). Dalam alat ini ada faktor yang tidak berpengaruh yaitu faktor evapotranspirasi dan evaporasi yang kedua hal tersebut disebabkan oleh matahari dan tanaman. Rainfall simulator didisain untuk mengalirkan air dengan mengontrol menggunakan parameter volume hujan, intensitas dan durasi hujan. Pada penelitian ini akan di buat petak berukuran 2m x 1m , yang merupakan lahan yang akan dipasangi dengan paving block dan rumput. Sedangkan untuk simulasi hujan air akan dialirkan dari tandon yang kemudian disalurkan melalui jarigan pipa.



A



D



B E F



C



G Gambar 2. 4 Alat rainfall simulator



Keterangan : A. Kran air Untuk mengatur jumlah air dari tandon yang akan dialirkan menuju jaringan pipa B. Tandon air Tampungan awal air yang kemudian disalurkan menuju rangakaian pipa sebagai output hujan. C. Tampungan aliran permukaan Terdiri dari selang yang disalurkan dari lahan uji dengan ember sebagai tampungan,



sehingga



mempermudah



perhitungan



volume



aliran



permukaan. D. Jaringan pipa Terdiri dari 5 buah pipa ukuran 5/8”, jarak antar pipa 20 cm yang dilubangi sebagai output hujan. Pipa dilubangi pada sisi bawah, samping kiri dan samping kanan. E. Lahan uji



Ukuran lahan uji yang digunakan yaitu 200 cm x 100 cm x 35 cm, yang dilengkapi dengan saluran pembuangan air limpasan permukaan berupa ½ pipa dengan ukuran 2” dan lubang pada dasar lahan uji dengan jarak antar lubang 5 cm sebagai output resapan (infiltrasi) air hujan. F. Tampungan infiltrasi Air infiltrasi dari lahan uji ditampung pada tampungan berukuran 200 cm x 100 cm x 10 cm yang terletak di bawah lahan uji. G. Ember tampungan infiltrasi Terdiri dari selang dengan ember untuk mempermudah perhitungan volume infiltrasi.



BAB III METODE PENELITIAN



3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hidrolika dan Pantai Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram, dan Laboratorium Geoteknik dan Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram. 3.2 Persiapan Penelitian 3.2.1 Bahan Penelitian Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Paving block Paving block yang digunakan berbentuk persegi berdimensi 20 cm x 20 cm x 8 cm. Dengan perbandingan komposisi semen : pasir adalah 1 : 3.



Gambar 3. 1 Paving block persegi 2. Tanah a. Tanah Lempung Berpasir Tanah yang digunakan adalah tanah disekitar Laboratorium Hidrolika dan Teknik Pantai Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram.



Gambar 3. 2 Pengambilan tanah b. Tanah Pasir Pasir yang digunakan adalah pasir daerah Sekarbela Kota Mataram.



Gambar 3. 3 Tanah Pasir 3.2.2 Peralatan Penelitian 3.2.2.1 Peralatan Uji Pendahuluan 1. Bak perendam 2. Botol pipet berisi air suling 3. Cawan porselin (mortar) dengan pastel (penumbuk berkepala karet) untuk menghancurkan gumpalan tanah menjadi butir – butir tanpa merusak butir – butirnya sendiri 4. Cawan kedap air dan tidak berkarat, dengan ukuran yang cukup. Cawan dapat terbuat dari gelas atau logam misalnya aluminium 5. Desikator, yang berisi silica gel untuk mendinginkan benda uji setelah di oven 6. Gelas ukur 1000 ml 7. Gelas ukur 100 ml 8. Glas beaker 9. Hydrometer 10. Kuas, sikat, sendok, dan masker. 11. Mixer 12. Mesin pengguncang saringan 13. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu 14. Piknometer dengan kapasitas minimum 50 ml atau 100 ml 15. Palu karet 16. Kompor 17. Sodium hexamethaphospat 18. Stopwatch 19. Spatula



20. Satu set saringan 21. Talam – talam 22. Thermometer 23. Timbangan 3.2.2.2 Peralatan Pengujian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Alat simulasi hujan yang terdiri dari bak uji yang berukuran 2 m x 1 m dengan tandon penampungan air yang dihubungkan dengan jaringan pipa sebagai output hujan. 2. Rainfall Simulator



Gambar 3. 4 Alat rainfall simulator



3. Alat ukur hujan untuk mengukur intensitas hujan.



Gambar 3. 5 Alat Ukur Hujan 4. Stopwatch digunakan untuk mengukur waktu. 5. Ember digunakan untuk menampung air limpasan permukaan dan infiltrasi. 6. Selang digunakan sebagai penghubung dari bak uji ke ember penampung air limpasan dan infiltrasi. 7. Cangkul dan sekop digunakan untuk mengambil tanah uji. 8. Troli digunakan untuk mengangkut tanah. 9. Mistar dan meteran untuk mengukur. 3.3 Posedur Pelaksanaan Pengujian Pendahuluan 3.3.1 Prosedur Pengujian Analisa Saringan dan Hidrometer 1. Memasukkan tanah kedalam talam. Tebarkan dan biarkan contoh tanah yang akan diperiksa dalam ruangan, sehingga tanah manjadi kering udara atau bila di perlukan keringkan dalam oven dengan suhu 100±5°C sampai berat tetap (±24 jam). 2. Memisahkan butiran tanah yang menggumpal dengan cara dipukulpukul dengan palu karet. 3. Pengambilan contoh tanah diambil dengan menggunakan “sampler splitter” atau dengan cara perempat (quartering) agar masing- masing bagian mewakili keadaan aslinya, kemudian timbang dan catat massanya.



4. Menyaring benda uji dengan saringan no 10, bila perlu gumpalangumpalan yang tertahan saringan dapat digerus lagi dan disaring lagi. 5. Memisahkan benda uji yang tertahan diatas saringan no 10 dan bahan uji yang lolos saringan no 10. 6. Memasukan benda uji yg tertahan diatas saringan no 10 ke talam dan beri air secukupnya, sehinnga benda uji terendam biarkan beberapa saat. 7. Mengambil saringan no 10, tuangkan benda uji yang terendam kedalam saringan no 10 sambil di remas-remas cuci dengan air. 8. Membilas benda uji, ulangi pekerjaan no 7 sampai air cucian menjadi jernih. 9. Mengambil talam dan timbang beratnya. Semua bahan yang tertahan di saringan no 10 dimasukkan ke dalam talam kemudian keringkan dengan oven sampai berat tetap. 10. Mengeluarkan benda uji dari oven, dinginkan, timbang dan catat beratnya. 11. Membersihkan saringan. Susun rangkain ayakan yang diperlukan berdasarkan ukuran nomornya, dari seringan terbesar. Timbang berat masing-masing ukuran ayakan. 12. Memasukkan tanah yang tertahan di saringan no 10, hasil dari langkah 11 kedalam susunan ayakan. 13. Menutup ayakan yang telah diisi. 14. Meletakkan susunan ayakan diatas mesin pengguncang/pengayak. Ayak selama 10 sampai dengan 15 menit. 15. Hentikan mesin ambil susunan ayakan. 16. Menimbang masing-masing ayakan + tanah tertahan didalamnya. Melakukan pengujian hidrometer. 17. Mengambil benda uji lolos saringan no 10. Pengambilan contoh dengan menggunkan “sampler splitter”. 18. Mengambil benda uji sebanyak WC = 1,5 X 50 atau apabila kondisi benda uji sudah kering oven, menimbang WC = 50 gram.



19. Membuat campuran antara sodium hexamethapospat dengan air suling dengan komposisi 5 gram : 125 ml. 20. Menuangkan larutan difloculating agent dalam gelas beaker dan masukkan benda uji tanah, aduk sampai merata dengan pengaduk gelas dan biarkan terendam selama 24 jam. 21. Buatlah larutan pembanding, mengambil 125 ml larutan difloculating agent dengan komposisi seperti diatas masukkan kedalam gelas ukur 1000 ml, tambahkan air uling sampai 1000 ml, aduk campuran larutan tersebut sampai betul – betul merata. 22. Setelah direndam bahan uji pada langkah 20 pindahkan semua campuran kedalam mangkok mixer serta tambahkan air suling dari pencucian gelas beaker dan aduk selama 2 menit. 23. Pindahkan semua campuran kedalam gelas ukur 1000 ml. 24. Menutup rapat – rapat mulut tabung tersebut dengan telapak tangan dan kocoklah berulang – ulang sampai 1 menit. 25. Segera setelah dikocok, memasukkan dengan hati – hati hidrometer. Biarkan hidrometer terapung bebas dan tekanlah stopwacth. 26. Melakukan bacaan hidrometer (Ra) 2”, 5”, 15”, 30”, 60”, 240”, 1440”. 27. Setelah bacaan hidrometer pada benda uji untuk waktu 1440 menit, mengambil saringan no 200. Tuangkan larutan dalam gelas ukur kedalam saringan tersebut. 28. Mencuci material didalam saringan dengan hati – hati dibawah air kran yang menglir. 29. Menimbang cawan kaca. 30. Memindahkan semua bahan yang tertahan di saringan no 200 ke dalam cawan kaca dan keringkan sampai berat tetap. 31. Mengeluarkan bahan pada langkah 30, dinginkan. Menimbang dan mencatat beratnya. 32. Menyusun ayakan dari no 10 s/d 200. Menimbang masing – masing ayakan.



33. Memasukkan tanah kedalam susunan ayakan. Menutup dan meletakkan susunan ayakan di atas mesin pengguncang. Mengayak selama 10 hingga 15 menit. 34. Menimbang berat masing – masing ukuran ayakan + tanah yang tertahan didalamnya. 35. Membersihkan



lokasi pengujian dan mengembalikan



alat



pada



tempatnya. 3.3.2 Pengujian Intensitas Hujan Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui intensitas hujan buatan pada alat simulator hujan. Uji coba dilakukan dengan mengalirkan hujan dengan interval waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit dan 60 menit. Luas lahan uji 200 cm x 100 cm. Meletakkan alat ukur hujan pada lahan uji. Air hujan yang tertampung kemudian di ukur volumenya untuk mengetahui intensitas hujan. Setelah melakukan pengujian intensitas hujan dilakukan pengujian keseragaman intensitas hujan yang dihasilkan alat rainfall simulator. Pengujian dilakukan dengan meletakkan alat ukur hujan pada 5 titik yaitu disetiap sudut lahan uji dan ditengah lahan uji. Dengan durasi waktu hujan 10 menit.



Gambar 3.6 Skema penempatan alat ukur hujan 3.3.2.1 Prosedur Pengujian Intensitas Hujan 1. Menyiapkan alat simulasi hujan dan alat bantu lainnya.



2. Menempatkan ember pada saluran output. 3. Mengisi tandon penampungan air dan menyiapkan stopwatch. 4. Meletakkan alat ukur hujan di lahan uji. 5. Setelah semua komponen diatur, maka pengujian dapat dilaksanakan, dengan interval 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit dan 60 menit. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali setiap interval waktu untuk mendapatkan hasil yang akurat. 6. Luas lahan uji yang dihujani yaitu berukuran 200 cm x 100 cm. 7. Memulai pengujian intensitas hujan, pengujian pertama dengan durasi 10 menit. Setelah 10 menit hujan dihentikan dan mengukur volume air pada alat ukur hujan. Pengujian dilanjutkan untuk interval waktu yang direncanakan. 8. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengujian keseragaman intensitas hujan. Dengan prosedur yang sama dengan pengujian intensitas hujan. Tabel 3. 1 Data uji intensitas hujan



3.4 Prosedur Pengujian 1. Menyiapkan alat simulasi hujan dan alat bantu lainnya. 2. Menempatkan ember pada saluran output aliran limpasan. 3. Mengisi tandon penampungan air.



4. Masukkan tanah pasir ke dalam bak uji pada alat simulator hujan yang berukuran 200 cm x 100 cm x 35 cm. Pasir yang dimasukkan kedalam bak uji yaitu sebanyak 595,5 kg dalam kondisi tak jenuh. 5. Menyiapkan stopwatch. 6. Setelah semua komponen diatur, maka alat simulasi dapat dijalankan untuk uji pertama yaitu lahan tanah tanpa tutupan paving block.



Gambar 3. 7 Lahan tanpa tutupan paving block 7. Interval waktu pengujian yaitu 10 menit, 20 menit, 30 menit 40 menit, 50 menit dan 60 menit. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali setiap variasi waktu untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. 8. Mengukur volume limpasan permukaan. 9. Setelah proses uji lahan tanpa tutupan lahan untuk jenis tanah pasir selesai dilakukan, menganti jenis tanah menggunakan jenis tanah lempung berpasir dengan kondisi tanah tak jenuh juga. Langkah selajutnya sama dengan proses uji jenis tanah pasir.



Gambar 3. 8 Contoh pemasangan paving block persegi



10. Pengujian pertama yaitu paving block dipasang di lahan tanah pasir dengan interval 10 menit, 20 menit, 30 menit 40 menit, 50 menit dan 60 menit. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali setiap interval waktu untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. 11. Mengukur volume limpasan permukaan. Kemudian dilanjutkan dengan mengganti jenis tanah yaitu lempung berpasir. Pengujian dilakukan dengan langkah dan interval waktu yang sama dengan jenis tanah pasir. 12. Menghitung nilai koefisien limpasan yang dihasilkan dengan rumus rasional Q = C x I x A, dimana koefisien limpasan C =



Tabel 3. 2 Data uji limpasan permukaan



Q IXA



3.5 Data Yang Diperoleh



Data yang diperoleh dari hasil pengujian, sebagai berikut : 1. Volume Limpasan 2. Intensitas Hujan 3. Volume Infiltrasi



3.6



Bagan Alir Penelitian Mulai Studi Liter Persiapan Bahan : 1. Paving block persegi 2. Tanah pasir dan lempung berpasir



Pembuatan Alat Penelitian



Uji Pendahulu



Pengujian tanah (analisa saringan dan hidrometer)



Uji Cob



Running



Tidak



Cek Keseragama n Intensitas Ya



Running alat simulator hujan dan Pengumpulan data



Analisa data dan pembahasan 1. 2.



Menghitung besar volume limpasan



Menghitung besar koefisien limpasan permukaan C =



Q IxA



Kesimpulan dan Saran



Selesai Gambar 3. 9 Bagan Alir Penelitian



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1.1



Hasil Pengujian Pendahuluan Hasil Pengujian Karakteristik Tanah Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui jenis tanah yang dipergunakan



dalam penelitian. Pengujian ini berupa analisis saringan dan hydrometer dilakukan



untuk



mendapatkan



pembagian



ukuran



butiran



yang



akan



dipergunakan untuk menentukan jenis tanah yang di pergunakan dalam penelitian. Untuk mengetahui jenis tanah pada penelitian digunakan segitiga tektur tanah dengan menggunkan persentase butiran dari hasil analisis saringan dan hydrometer. Analisis uji saringan dan hydrometer adalah sebagai berikut :



1. Analisis saringan Berat kering benda uji = 500 gram Tabel 4. 1 Data pengujian saringan



No. Ayakan



Ukuran Ayakan (mm)



Berat ayakan (gr)



Berat tanah tertanah di ayakan + ayakan (gr)



1" 3/4" 5/8" 1/2"



25.00 19.00 15.80 12.50



452.84 468.84 456.72 450.96



452.84 468.84 456.72 450.96



3/8" 1/4" 4 6 8 10 Pan



9.50 6.30 4.75 3.35 2.36 2.00  



442.86 440.78 429.23 411.64 394.11 395.19 318.29



442.86 446 436.22 423.35 407.19 399.47 320.97



Perhitungan untuk nomor ayakan 1” 



Berat tanah tertahan nomor (X 1) X 1 = (berat tanah tertahan + ayakan) – berat ayakan X 1 = 452.84 - 452.84 X 1 = 0 gram







Berat tanah komulatif lolos ayakan ( Y1) Y1 = Y O - X 1 Y1 = 500 - 0 Y1 = 500 gram







Persen lolos ayakan %



=



Berat tanah komulatif lolos ayakan Berat kering benda uji



=



500 x 100% 500



= 100% Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4. 2 Hasil analisis saringan



No. Ayakan



Ukuran Ayakan (mm)



Berat saringan (gr)



Berat tanah tertanah + ayakan (gr)



Berat tanah tertahan (gr)



Berat tanah komulatif lolos ayakan (gr)



Persen lolos saringan (%)



1"



25.00



452.84



452.84



0



500



100



3/4"



19.00



468.84



468.84



0



500



100



5/8"



15.80



456.72



456.72



0



500



100



1/2"



12.50



450.96



450.96



0



500



100



3/8"



9.50



442.86



442.86



0



500



100



1/4"



6.30



440.78



446



5.22



494.78



98.956



4



4.75



429.23



436.22



6.99



487.79



97.558



6



3.35



411.64



423.35



11.71



476.08



95.216



8



2.36



394.11



407.19



13.08



463



92.600



10



2.00



395.19



399.47



4.28



458.72



91.744



pan



 



318.29



320.97



2.68



456.04



91.208



2. Analisis hydrometer 



Nomor hydrometer



= 151 H







Koreksi minikus



= 0,001







Berat jenis tanah (Gs) = 2,55







Berat benda uji awal = 50 gr Tabel 4. 3 Data hasil pengujian hydrometer Nomor Ayaka n



Ukuran Ayakan (mm)



Berat Saringan (gr)



Berat tanah tertanah + ayakan (gr)



10 20 40



2.000 0.850 0.425



355.2 355.39 326.15



355.2 365.24 333.92



60 80 100 140 200



0.250 0.180 0.150 0.106 0.075



286.3 280.75 276.11 269.06 268.96



291.09 282.51 277.31 269.66 269.02



Perhitungan untuk nomor ayakan 10 



Berat tanah tertahan



= (berat tanah tertahan + ayakan) – berat ayakan = 355,2 – 355,2 = 0 gram







Berat komulatif lolos ayakan = berat benda uji – berat tanah tertahan = 50 – 0 = 50 gram







Persen tanah lolos ayakan %



=



berat tanah komulatif lolos ayakan berat benda uji awal



=



50 x 100% 50



= 100 % Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4. 4 Hasil analisis saringan untuk uji hidrometer Nomo r Ayaka n



Ukura n Ayaka n (mm)



Berat Saringa n (gr)



10



2.000



355.2



20



0.850



355.39



40



0.425



326.15



60



0.250



286.3



80



0.180



280.75



100



0.150



276.11



Berat tanah tertana h+ ayaka n (gr)



355.2 365.2 4 333.9 2 291.0 9 282.5 1 277.3 1



Berat tanah tertaha n (gr)



Berat tanah komulat if lolos ayakan (gr)



0



50



9.85



40.15



7.77



32.38



4.79



27.59



1.76



25.83



1.2



24.63



Persen lolos saringa n (%)



100 80.30 0 64.76 0 55.18 0 51.66 0 49.26 0



140



0.106



269.06



200



0.075



268.96



269.6 6 269.0 2



0.6



24.03



0.06



23.97



48.06 0 47.94 0



Perhitungan hydrometer untuk t = 2 menit. Tabel 4. 5 Data uji hydrometer











Elapsed Time



Temp ˚C



Actual Hydrometer Reading



T (min)



 



Ra



0 2 5 15 30 60 240 1440



28 28 28 28 28 28 28 28



  1.003 1.002 1.001 1 1 1 0.999



Menghitung nilai koreksi oleh minikus (R) Ra



= 1,003



Mc



= 0,001



R



= Ra + Mc



R



= 1,003 + 0,001



R



= 1,004



Menghitung L/T L/T



=



15,20 2



= 7,600 



Menghitung diameter butiran (D) Untuk nilai k dapat dilihat pada Lampran 1 Tabel dengan menggunakan nilai berat jenis. Berat jenis (Gs) = 2,55, maka k = 0.0128 D







=k x



L T



= 0.0128 x √ 7,600 = 0,0353 



Persen kelolosan (P) Untuk nilai a dapat dilihat pada Lampran 1 Tabel dengan menggunakan nilai berat jenis. Berat jenis (Gs) = 2,55, maka a = 1,02 P



=



1606 x a x (R' – 1) x 100% W



=



1606 x 1,02 x (1,004 – 1) x 100% 50



= 13,105 % Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.



Tabel 4. 6 Hasil analisis hydrometer Elapsed Time



Temp ˚C



Actual Hydrometer Reading



T (min)



 



R1



R2



Hdrometer Reading With Composite Correction Apllied, f' R'



0



28



 



 



2



28



1.003



5



28



15



L/T



Value of k from table



Diameter of soil particle



Soil in Suspension P of soil finer



L



 



K



D (mm)



P (%)



 



 



 



 



 



0.001



1.004



15.20



7.600



0.0353



13.105



1.002



0.001



1.003



15.50



3.100



0.0225



9.829



28



1.001



0.001



1.002



15.80



1.053



0.0131



6.552



30



28



1



0.001



1.001



16.00



0.533



0.0093



3.276



60



28



1



0.001



1.001



16.00



0.267



0.0066



3.276



240



28



1



0.001



1.001



16.00



0.067



0.0033



3.276



1440



28



0.999



0.001



1.000



16.30



0.011



  0.012 8 0.012 8 0.012 8 0.012 8 0.012 8 0.012 8 0.012 8



0.0014



0.000



Composite Correction



Effective Depth of Hydrometer from table



Clay



Silt



Fine no.40



no.200



Medium



no.10



no.4



3/4"



3"



Sand Coarse



Fine



100



0,002



Gravel Coarse



90 80



Persen lolos (%)



70 60 50 40 30 20 10 0 10.000



1.000



0.100



0.010



0.001



Ukuran butiran (mm)



Gambar 4. 1 Grafik hasil analisis saringan sampel tanah Dengan melihat Gambar 4.1 Dari hasil pengujian yang dilakukan di Laboratorium Geoteknik dan Geodesi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram gradasi butiran tanah yang dujikan mengandung presentase butiran sebagai berikut : Tabel 4. 7 Persentase gradasi butiran Kerikil



3.8 %



Pasir



50.4 %



Debu



44 %



Liat



1.8 %



Pada Tabel 4.7 hasil analisis saringan sampel tanah, yaitu persentase butiran. Setelah didapat hasil tersebut, maka dilanjutkan ploting persentase butiran di segitiga tekstur tanah untuk mengetahui jenis tanah.



Gambar 4. 2 Segitiga tekstur tanah Hasil dari ploting segitiga tekstur tanah yang dipergunakan termasuk kedalam jenis tanah lempung berpasir. Adanya perbedaan sifat fisik tanah akan menentukan kemampuan tanah meresapkan air. Sehingga mempengaruhi nilai koefisien limpasan permukaan (C). 4.1.2



Pengujian Intensitas Hujan



4.1.2.1 Intensitas hujan yang dihasilkan alat rainfall simulator Untuk mengetahui intensitas hujan yang dihasilkan alat Rainfall Simulator, dilakukan pengujian intensitas hujan dengan alat ukur curah hujan. Simulasi hujan akan dilakukan menghujani lahan uji berukuran 2 m x 1 m dengan alat ukur hujan diletakkan ditengah lahan uji. Saat hujan dihidupkan, maka stopwatch akan mulai mencatat waktu. Saat mencapai waktu yang direncanakan, maka hujan dihentikan.



Gambar 4. 3 Pengujian intensitas hujan Air yang tertampung pada tampungan alat ukur curah hujan kemudian diukur dengan mengunakan gelas ukur dan dilakukan perhitungan intensitas hujan. Pengujian untuk menentukan intensitas hujan dilakukan sebanyak 3 kali kemudian di ambil nilai rata-rata nya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.



T = 11,5 cm



D = 16,5 cm cm Gambar 4. 4 Gelas ukur dan tampungan alat ukur hujan Berikut perhitungan untuk menentukan intensitas hujan. Perhitungan untuk waktu (t) = 15 menit :



 Menghitung tinggi hujan (d) V ( mm3 ) = A ( mm2 )



Tinggi hujan (d)



=



1,58 x 106 ( mm 3 ) 3,14 x 82,52 ( m m2 )



= 73,93 mm



 Menentukan intensitas hujan (I) Intensitas hujan (I)



=



d ( mm ) t ( jam )



73,93 ( mm ) = 15 ( jam ) 60



( )



= 295.72 mm/jam Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4. 8 Hasil pengujian intensitas hujan Waktu Luas Area Volume Jari - jari Luas Tinggi Intensitas Running hujan Uji (A) Tampungan Tampungan Tampungan Hujan Hujan (I) Tes (menit) (m²) (liter) (r) (mm) (mm²) (d) (mm) (mm/jam)



15



25



40



65



80



100



1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3



2



2



2



2



2



2



1.58 1.61 1.63 2.61 2.7 2.73 4.26 4.29 4.31 7.04 6.88 6.92 8.57 8.6 8.55 10.72 10.7 10.69



82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5



21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63



73.93 75.33 76.27 122.12 126.34 127.74 199.33 200.73 201.67 329.41 321.92 323.79 401.00 402.40 400.06 501.60 500.66 500.20



295.72 301.33 305.08 293.10 303.21 306.57 298.99 301.10 302.50 304.07 297.16 298.89 300.75 301.80 300.05 300.96 300.40 300.12



Intensitas Hujan (I) (mm/jam) 300.71



300.96



300.87



300.04



300.87



300.49



(



Sumber : Hasil Perhitungan) Dari hasil pengujian intensitas hujan dipergunakan intensitas 300 mm/jam. Pengujian dilakukan untuk semua interval waktu yaitu 15, 25, 40, 65,



80, dan 100 menit untuk memastikan intensitas yang dihasilkan alat uji simulator hujan tidak berubah. 4.1.2.2 Hasil pengujian keseragaman intensitas hujan alat rainfall simulator Untuk mengetahui keseragaman intensitas hujan yang dihasilkan alat Rainfall Simulator, dilakukan pengujian intensitas hujan dengan alat ukur curah hujan pada lima titik lahan uji yaitu disetiap sudut lahan uji dan ditengah – tengah lahan uji.



Gambar 4. 5 Perletakan alat ukur hujan Pengujian pada lima titik lahan uji dilakukan dengan durasi 15 menit. Simulasi hujan akan dilakukan menghujani lahan uji berukuran 2 m x 1 m dengan alat ukur hujan diletakkan pada titik yang telah ditentukan. Saat hujan dihidupkan, maka stopwatch akan mulai mencatat waktu. Saat mencapai waktu yang direncanakan, maka hujan dihentikan.



Gambar 4. 6 Skema penempatan alat ukur hujan



Tabel 4. 9 Hasil perhitungan pengujian keseragaman intensitas hujan No



Waktu Luas Area Volume Jari - jari Luas Tinggi Running hujan Uji (A) Tampungan Tampungan Tampungan Hujan Tes (menit) (m²) (liter) (r) (mm) (mm²) (d) (mm)



1



15



2



15



3



15



4



15



5



15



1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3



2



2



2



2



2



1.58 1.61 1.63 1.64 1.625 1.63 1.627 1.632 1.638 1.615 1.605 1.595 1.592 1.61 1.615



82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5 82.5



21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63 21371.63



73.93 75.33 76.27 76.74 76.04 76.27 76.13 76.36 76.64 75.57 75.10 74.63 74.49 75.33 75.57



Intensitas Hujan (I) (mm/jam)



295.72 301.33 305.08 306.95 304.14 305.08 304.52 305.45 306.57 302.27 300.40 298.53 297.97 301.33 302.27



Intensitas Hujan (I) (mm/jam) 300.71



305.39



305.51



300.40



300.52



(Sumber : Hasil Perhitungan) Dari hasil pengujian keseragaman intensitas hujan untuk durasi hujan 15 menit. Hasil pengujian menunjukkan intensitas yang dihasilkan alat rainfall simulator adalah seragam, dimana intensitas yang dihasilkan di lima titik penempatan alat ukur hujan yaitu 300 mm/jam. 4.2



Hasil Pengujian Pengaruh Tutupan Lahan Terhadap Limpasan Permukaan Dalam penelitian ini tutupan lahan yang digunakan berupa paving block



berbentuk bata dengan ukuran 20 x 10 x 8 cm dengan pola pemasaangan susun bata dan anyaman tikar, paving block berbentuk bata dengan pola pemasaangan susun bata dan anyaman tikar yang divariasikan dengan rumput gajah mini perbandingan persentase paving dan rumput yaitu 75% dan 25%, dan tanpa tutupan lahan menggunakan media uji tanah. Dengan luas lahan pengujian 2 x 1 m. Intensitas hujan yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 300 mm/jam. Pengujian simulasi hujan dilakukan dengan durasi hujan 15, 25, 40, 65, 80, dan 100 menit. Simulasi hujan dilakukan pada kondisi ekstrim dimana tanah dan paving block yang dipergunakan dalam kondisi jenuh air. Data yang didapatkan dari pengujian simulasi hujan ini berupa data volume limpasan permukaan.



Tampungan yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 28 cm dan untuk mempermudah dalam menghitung limpasan permukaan pada tampungan ditambahkan ukuran dengan satuan liter.



Gambar 4. 7 Tampungan limpasan permukaan 4.2.1



Hasil Pengujian Pengaruh Tutupan Lahan Terhadap Volume Limpasan Permukaan



4.2.1.1 Hasil Pengujian Pengaruh Tanah Tanpa Tutupan Terhadap Volume Limpasan Permukaan Dalam penelitian ini pertama dilakukan pengujian dengan menghujani tanah tanpa tutupan lahan dengan ukuran lahan yang dipergunakan 2 x 1 m. Berat tanah yang dipergunakan yaitu 595,5 kg dengan durasi pengujian 15, 25, 40, 65, 80, dan 100 menit setiap durasi waktu dilakukan pengulamgan pengujian sebnayak 3 kali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.



Gambar 4. 8 Pengujian dengan lahan tanah Dengan lahan berupa tanah, didapatkan volume limpasan permukaan sebagai berikut: Tabel 4. 10 Hasil volume limpasan permukaan pada tanah lempung berpasir Waktu Luas Area Running Tinggi Tanah Hujan Uji (A) tes (mm) (menit) (m²) 15



25



40



65



80



100



1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3



2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2



Tutupan Lahan



Volume Awal Tandon (Liter)



250



Tanpa tutupan (tanah)



50



250



Tanpa tutupan (tanah)



50



250



Tanpa tutupan (tanah)



50



250



Tanpa tutupan (tanah)



50



250



Tanpa tutupan (tanah)



50



250



Tanpa tutupan (tanah)



50



Volume Limpasan Permukaan (Liter) 59 59.2 59.35 97.5 97.8 97.4 158 159 157.5 270 274 275 346 344 345.5 442 441.5 442.2



Rata - rata Volume Limpasan Permukaan (Liter) 59.2



97.6



158.2



273.0



345.2



441.9



Volume limpasan (liter)



(Sumber : Hasil Perhitungan) 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 15



Waktu (menit)



25



40



65



80



100



Gambar 4. 9 Grafik volume limpasan permukaan (C) tanah lempung berpasir



Gambar 4.10



menunjukkan tanah memiliki volume limpasan



permukaan yang terus meningkat dikarenakan pada penelitian ini simulasi hujan dilakukan pada kondisi ekstrim, dimana tanah yang dipergunakan dalam kondisi jenuh air dimana kapasitas infltrasi pada tanah sudah terpenuhi mengakibatkan laju infiltrasi tanah kecil sehingga tanah sulit untuk meresapkan air hujan dan terjadi limpasan permukaan. Selain itu, jenis tanah juga berpengaruh terhadap besar volume limpasan. Tekstur dan struktur tanah memiliki kaitan dengan pergerakan dan penahanan air dalam tanah. Pada penelitian ini menggunakan tanah lempung berpasir yanag dimana tanah jenis ini memiliki daya serap air yang tergolong lambat atau sulit meresapkan air. 4.2.1.2 Hasil Pengujian Pengaruh Tutupan Lahan Paving Block Terhadap Volume Limpasan Permukaan Setelah melakukan pengujian pada lahan tanah, dilanjutkan dengan tutupan lahan paving block berbentuk bata dengan ukuran 20 x 10 x 8 cm dengan



variasi pola pemasangan susun bata dan anyaman tikar. Durasi waktu



yang dipergunakan sama dengan pengujian sebelumnya yaitu 15, 25, 40, 65, 80, dan 100 menit.



Gambar 4. 10 Pemasangan paving block pola susun bata



Gambar 4. 11 Pemasangan paving block pola anyaman tikar Dengan tutupan lahan berupa paving block dengan pola pemasangan susun bata dan anyaman tikar, didapatkan volume limpasan permukaan sebagai berikut: Tabel 4. 11 Volume limpasan permukaan pada lahan uji dengan tutupan paving block Waktu Luas Running Hujan Area Uji Te s (me nit) (A) (m²)



15



25



40



65



80



100



1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3



2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2



Tinggi Tanah (mm)



Volume Awal Tandon (Liter)



250



50



250



50



250



50



250



50



250



50



250



50



(Sumber : Hasil Perhitungan)



Intensitas Hujan (mm/jam) 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300



Volume Limpasan Tutupan Lahan Paving Block (Liter) Pola Susun Bata



Pola Anyaman Tikar



63 62 64 108 111 107 177 176 179 289 289.5 290 363.5 364 365 455 457 456



60 62 60.5 106 105.5 104 171 172 170.5 281 290 279 358 355 359 445 447 444



Rata - rata Volume Limpasan Tutupan Lahan Paving Block (Lite r) Pola Susun Bata



Pola Anyaman Tikar



63.0



60.8



108.7



105.2



177.3



171.2



289.5



283.3



364.2



357.3



456.0



445.3



500



Waktu (menit)



Volume limpasan (liter)



450 400



Pola Susun Bata



350 300 250 200



Pola Anyama n Tikar



150 100 50 0 15



25



40



65



80



100



Gambar 4. 12 Grafik volume limpasan permukaan (C) paving block pola susun bata dan anyaman tikar Gambar 4.13 menunjukkan volume limpasan permukaan yang dihasilkan paving block pola susun bata dan anyaman tikar. Dengan adanya pola pemasangan pada paving block yang berbeda dapat menghambat laju air limpasan permukaan menuju saluran drainase sehingga air dapat terinfiltrasi lebih banayak. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan volume limpasan yang dihasilkan pada pengujian paving block dengan variasi pemasangan pola yang berbeda, dimana pola pemasangan anyaman tikar memiliki volume limpasan yang lebih kecil dari pada pola pemasangan susun bata. 4.2.1.3 Hasil Pengujian Pengaruh Tutupan Lahan Paving Block dengan Penambahan Rumput Gajah Mini Terhadap Volume Limpasan Permukaan Untuk memperkecil volume limpasan pada tutupan lahan paving block dapat dikombinasikan dengan menanami rumput pada spasi antar paving block. dengan memperbesar spasi antar paving block yang kemudian ditanami rumput hal ini dapat meningkatkan area resapan air hujan.



Mempertimbangkan daya



ikat antar paving dan pola pemasangan yang berbeda untuk pengujian paving block dengan penambahan rumput gajah mini pada kedua pola pemasangan



paving block susun bata dan anyaman tikar pada pengujian ini spasi paving block untuk menanami rumput sebesar 10 cm, dengan persentase luas paving block dan rumput yaitu 75% : 25%.



Gambar 4. 13 Pemasangan paving block pola susun bata dengan penambahan rumput gajah mini



Gambar 4. 14 Pemasangan paving block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini Dengan tutupan lahan berupa paving block dengan pola pemasangan susun bata dan anyaman tikar dengan penambahan rumput durasi waktu yang dipergunakan sama dengan pengujian sebelumnya yaitu 15, 25, 40, 65, 80, dan 100 menit. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali untuk setiap durasi waktu. Volume limpasan yang dihasilkan sebagai berikut:



Tabel 4. 12 Volume limpasan permukaan pada lahan uji dengan tutupan paving block dengan penambahan rumput gajah mini



Waktu Luas Running Hujan Area Uji Tes (menit) (A) (m²)



15



25



40



65



80



100



1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3



2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2



Tinggi Tanah (mm)



Volume Awal Tandon (Liter)



250



50



250



50



250



50



250



50



250



50



250



50



Volume Limpasan Paving Block + Rumput Gajah Mini (Liter)



Intensitas Hujan (mm/jam)



Rata - rata Volume Limpasan Paving Block + Rumput Gajah Mini (Liter)



Pola Susun Pola Anyaman Bata + rumput Tikar + rumput



300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300



61 60 59.5 103 105 104 172 174 175 284 287 286 348 347 349 447 446 444



51.5 54 56.5 95 92 93 153 152.5 154 257 256 258.5 325 328 324 406 405 405.5



Pola Susun Bata



Pola Anyaman Tikar



60.2



54.0



104.0



93.3



173.7



153.2



285.7



257.2



348.0



325.7



445.7



405.5



(Sumber : Hasil Perhitungan)



Waktu (menit)



Volume limpasan (liter)



500 450 400 350



Pola Susun Bata + rumput



300 250



Pola Anyaman Tikar + rumput



200 150 100 50 0 15



25



40



65



80



100



Gambar 4. 15 Grafik volume limpasan permukaan (C) paving block pola susun bata dan anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini Berdasarkan hasil pengujian paving block dengan penambahan rumput gajah mini, hasil volume limpasan menunjukkan adanya penurunan besar volume limpasan dimana paving block pola anyaman tikar dengan penambahan



rumput gajah mini memiliki volume limpasan paling kecil dibandingkan dengan lahan tanah paving block pola susun bata dengan penambahan rumput, lahan dengan tutupan paving block pola pemasangan susun bata maupun anyaman tikar. Dengan adanya penambahan rumput pada area spasi antar paving yang meningkatkan area resapan air hujan Pengamatan pada saat penelitian terlihat bahwa air hujan menggenang disekitar rumput gajah mini yang terdapat diantara paving block dan menghambat laju limpasan permukaan sehingga air hujan dapat terserap lebih banyak. Hal ini yang menyababkan lahan tanah memiliki volume limpasan yang lebih besar dari pada paving block dengan penambahan rumput gajah mini. 4.3



Nilai Koefisien Aliran Permukaan Dengan mengetahui volume limpasan maka didapat debit limpasan yang



kemudian dicari koefisien limpasan menggunakan rumus rasional. Dalam penelitian ini menggunakan intensitas hujan 300 mm/jam. Pengujian dilakukan dengan durasi hujan 15, 25, 40, 65, 80, dan 100 menit.



Tabel 4. 13 Rekapitulasi volume limpasan permukaan Waktu Luas Intensitas Running Hujan Area Uji hujan tes (menit) (A) (m²) (mm/jam) 15



25



40



65



80



100



1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3



2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2



(Sumber : Hasil Perhitungan)



300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300



Tanah 59 59.2 59.35 97.5 97.8 97.4 158 159 157.5 270 274 275 346 344 345.5 442 441.5 442.2



Volume Limpasan Permukaan (liter) Paving Block Paving Block Pola Paving Block Pola Anyaman Susun Bata + Pola Susun Bata Tikar Rumput Gajah mini 63 60 61 62 62 60 64 60.5 59.5 108 106 103 111 105.5 105 107 104 104 177 171 172 176 172 174 179 170.5 175 289 281 284 289.5 290 287 290 279 286 363.5 358 348 364 355 347 365 359 349 455 445 447 457 447 446 456 444 444



Paving Block Pola Anyaman Tikar + Rumput Gajah mini 51.5 54 56.5 95 92 93 153 152.5 154 257 256 258.5 325 328 324 406 405 405.5



Perhitungan koefisien limpasan permukaan lahan tanah waktu 15 menit :  Rumus rasional: Q=CxIxA C=



Q ( mm³ / jam ) I ( mm/jam ) x A (mm²)



 Debit limpasan permukaan (Q) Volume limpasan dapat dilihat pada tabel 4.13 Volume limpasan permukaan (m m 3 ) Q (mm³/jam) = Waktu (jam) Q (mm³/jam) =



59 x 10 6 (m m 3 ) (15/60) (jam)



Q (mm³/jam) = 236 x 106  Koefisien limpasan permukaan (C) C=



Q ( mm³ / jam ) I ( mm/jam ) x A (mm²)



C=



236 x 10 6 ( mm³ / jam ) 6 300 ( mm/jam ) x 2 x 10 (mm²)



C = 0,39 Adapun hasil perhitungan nilai koefisien limpasan menggunakan rumus rasional dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut :



Tabel 4. 14 Nilai koefisien limpasan permukaan (C) Waktu Luas Intensitas Running Hujan Area Uji hujan tes (menit) (A) (m²) (mm/jam) 15



25



40



65



80



100



1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3



2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2



(Sumber : Hasil Perhitungan)



300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300



Tanah 0.39 0.39 0.40 0.39 0.39 0.39 0.40 0.40 0.39 0.42 0.42 0.42 0.43 0.43 0.43 0.44 0.44 0.44



Koefisien Limpasan Permukaan Paving Block Paving Block Pola Paving Block Pola Anyaman Susun Bata + Pola Susun Bata Tikar Rumput Gajah mini 0.42 0.40 0.41 0.41 0.41 0.40 0.43 0.40 0.40 0.43 0.42 0.41 0.44 0.42 0.42 0.43 0.42 0.42 0.44 0.43 0.43 0.44 0.43 0.44 0.45 0.43 0.44 0.44 0.43 0.44 0.45 0.45 0.44 0.45 0.43 0.44 0.45 0.45 0.44 0.46 0.44 0.43 0.46 0.45 0.44 0.46 0.45 0.45 0.46 0.45 0.45 0.46 0.44 0.44



Paving Block Pola Anyaman Tikar + Rumput Gajah mini 0.34 0.36 0.38 0.38 0.37 0.37 0.38 0.38 0.39 0.40 0.39 0.40 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41



Tabel 4. 15 Rekapitulasi rata – rata koefisien limpasan permukaan Waktu Luas Area Intensitas Hujan Uji (A) Hujan Tanah ²) (menit) (m (mm/jam) 15 25 40 65 80 100



2 2 2 2 2 2



300 300 300 300 300 300



0.39 0.39 0.40 0.42 0.43 0.44



Nilai Koefisien Limpasan Permukaan Paving Block Paving Block Susun Bata + Paving Block Pola Anyaman Rumput Gajah Susun Bata Tikar mini 0.42 0.43 0.44 0.45 0.46 0.46



0.41 0.42 0.43 0.44 0.45 0.45



0.4 0.42 0.43 0.44 0.44 0.45



Paving Block Anyaman Tikar + Rumput Gajah mini 0.36 0.37 0.38 0.40 0.41 0.41



(Sumber : Hasil Perhitungan) Dilihat pada tabel 4.15 koefisien limpasan setiap tutupan lahan memiliki koefisien limpasan yang berbeda. Pertama yaitu tanah dimana koefisien limpasan terus meningkat seiring dengan interval waktu pengujian. Berbeda dengan tutupan lahan menggunakan paving block dimana koefisien limpasan terus meningkat dari pengujian dengan durasi waktu 15 hingga 65 menit kemudian pada pengujian dengan durasi waktu yang lebih lama yaitu 80 hingga 100 menit nilai koefisien limpasan yang dihasilkan konstan. Hal ini terjadi pada kedua variasi pola pemasangan paving block yaitu pola anyaman tikar dan pola susun bata. Perbedaan koefisien limpasan pada kedua pola yaitu pola pemasangan anyaman tikar memiliki koefisien limpasan lebih kecil daripada pola susun bata. Untuk pengujian dengan penambahan rumput pada paving block memiliki nilai koefisien yang lebih rendah dari pada hanya menggunakan paving block. Hal ini berlaku untuk ke dua variasi pola pemasangan paving block yaitu pola susun bata dan anyaman tikar. Namun, pola pemasangan susun bata dengan penambahan rumput memiliki nilai koefisien limpasan yang lebih tinggi dari pada lahan tanah. Sedangkan paving block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini memiliki nilai koefisien limpasan (C) paling kecil untuk semua variasi tutupan lahan. Nilai koefisien yang dihasilkan untuk setiap tutupan lahan berturut dari nilai tertinggi yaitu Paving block susun bata memiliki koefisien limpsan tertinggi dengan nilai berkisar 0,42 – 0,46 , paving block anyam tikar berkisar 0,41 – 0,45, paving block pola susun bata dengan penambahan rumput gajah mini Nilai koefisien limpasan permukaan yang dihasilkan berkisar 0,40 –



0,45, lahan tanah nilai koefisien limpasan permukaan yang dihasilkan berkisar 0,39 – 0,44, dan paving block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini nilai koefisien limpasan permukaan yang dihasilkan berkisar 0,36 – 0,41. 4.4



Pengaruh Penambahan Rumput dan Variasi Pola Pemasangan Paving Block



4.4.1 Hubungan nilai koefisien limpasan permukaan dan waktu untuk setiap jenis tutupan lahan Hasil penelitian dengan durasi hujan 15, 25, 40, 65, 80, dan 100 menit didapatkan grafik hubungan nilai koefisien limpasan dengan waktu sebagai : 1. Grafik hubungan nilai koefisien limpasan permukaan dan waktu dengan lahan uji tanah 0.45 0.44 0.43 0.42 0.41 0.4 0.39 0.38 15



25



40



65



80



100



Waktu (menit) Gambar 4. 16 Grafik hubungan nilai koefisien aliran permukaan dan waktu pada tanah lempung berpasir Jenis tanah mempengaruhi milai koefisien limpasan permukaan, pada penelitian ini digunakan jenis tanah lempung berpasir dimana tanah jenis ini memilki daya serap air yang tergolong lambat. Gambar 4.17 menunjukkan nilai koefisien limpasan permukaan pada waktu 15 dan 25 menit memiliki nilai koefisien yang sama yaitu 0,39. Hal ini dikarenakan pada pengujian ini tanah yang dipergunakan dalam kondisi jenuh air sehingga tanah lebih sulit untuk meresapkan air dikarenakan kapasitas infiltrasi telah terpenuhi. Kemudian nilai



koefisien limpasan terus meningkat seiring dengan durasi waktu penelitian dengan nilai koefisien tertinggi didapatkan pada pengujian 100 menit dengan nilai koefisien limpasan sbesar 0,44. Dari semua waktu pengujian, durasi waktu 40 dan 65 memiliki peningkatan nilai koefisien limpasan terbesar. Peningkatan nilai koefisien limpasan ini menandakan lahan tanah saja tidak cocok dipergunakan untuk wilayah dengan durasi hujan yang cukup lama. Sehingga perlu diupayakan kombinasi tutupan lahan yang dapat menghambat laju air limpasan permukaan sehingga memberikan kesempatan untuk tanah dapat meresapkan air lebih banyak. 2. Grafik hubungan nilai koefisien limpasan permukaan dan waktu dengan lahan uji paving block pola susun bata 0.47 0.46 0.45 0.44 0.43 0.42 0.41 15



25



40



65



80



100



Gambar 4. 17 Grafik hubungan nilai koefisien aliran permukaan dan waktu pada paving block pola susun bata Dari Gambar 4.18 Dapat dilihat bahwa pada lahan paving block dengan pola pemasangan susun bata koefisien aliran permukaan terus meningkat dari waktu 15, hingga 80 menit dengan nilai berturut – turut 0,42, 0,43, 0,44, 0,45 dan 0,46. Nilai koefisien pada wakktu 80 menit dengan nilai koefisien sebesar 0,46 merupakan nilai tertinggi. Kemudian nilai koefisien yang dihasilkan pada menit ke 100 memiliki nilai yang sama dengan pengujian 80 menit yaitu sebesar 0.46. Walaupun paving block bukan merupakan tutupan lahan yang memiliki kinerja yang baik dalam meresapkan air hujan, namun dengan adanyan pola pemasangan



paving sehingga menghambat laju limpasan permukaan dan spasi antar paving sebagai jalan air meresap ke dalam tanah. Hal ini dapat dikatakan paving block dengan pola pemasangan susun bata cocok dipergunakan pada daerah dengan durasi hujan yang cukup lama dibandingkan dengan lahan tanah dikarenakan setelah melewati nilai koefiien tertinggi, nilai koefisien yang dihasilkan akan tetap kosntan. 3. Grafik hubungan nilai koefisien limpasan permukaan dan waktu dengan lahan uji paving block anyaman tikar 0.46 0.45 0.44 0.43 0.42 0.41 0.40 15



25



40



65



80



100



Gambar 4. 18 Grafik hubungan nilai koefisien aliran permukaan dan waktu pada paving block pola anyaman tikar Dari Gambar 4.19 Dapat dilihat bahwa pada lahan paving block dengan pola pemasangan susun bata koefisien aliran permukaan terus meningkat dari waktu 15, hingga 80 menit dengan nilai berturut – turut 0,41, 0,42, 0,43, 0,44, dan 0,45. Nilai koefisien pada wakktu 80 menit dengan nilai koefisien sebesar 0,45 merupakan nilai tertinggi. Kemudian nilai koefisien yang dihasilkan pada menit ke 100 memiliki nilai yang sama dengan pengujian 80 menit yaitu sebesar 0.45. Walaupun paving block bukan merupakan tutupan lahan yang memiliki kinerja yang baik dalam meresapkan air hujan, namun dengan adanyan pola pemasangan paving sehingga menghambat laju limpasan permukaan dan spasi antar paving sebagai jalan air meresap ke dalam tanah. Dengan memperbandingkan grafik



hubungan antar kedua pola pemasngan paving block, paving dengan pola anyaman tikar memiliki nilai koefisien yang lebih kecil dari pada pola susun bata. 4. Grafik nilai koefisien limpasan permukaan dengan lahan uji paving block susun bata dengan penambahan rumput gajah mini 0.46 0.45 0.44 0.43 0.42 0.41 0.40 0.39 15



25



40



65



80



100



Gambar 4. 19 Grafik hubungan nilai koefisien aliran permukaan dan waktu pada paving block pola susun bata + rumput gajah mini Dari Gambar 4.20 dapat dilihat bahawa pada lahan paving block dengan pola pemasangan susun bata dengan penambahan rumput gajah mini memiliki nilai koefisien yang terus meningkat untuk waktu pengujian 15 hingga 65 menit dengan nilai koefisien limpasan berturut – turut 0,40, 0,42, 0,43, 0,44. Untuk waktu 80 menit memiliki nilai koefisien yang sama dengan waktu 65 menit dengan nilai koefisien aliran permukaan 0.44 kemudian mengalami peningkatan pada waktu 100 menit yaitu sebesar 0.45. Paving block pola susun bata dengan penambahn rumput memiliki nilai koefisien yang lebih kecil dari pada pola susun bata tanpa penambahan rumput gajah mini untuk semua waktu pengujian. Dengan mengkombinasikan tutupan lahan paving block dan tanaman rumput gajah mini dengan memamfaatkan daerah spasi antar paving maka tercipta ruang - ruang sebagai tempat meresapnya air limpasan permukaan. Selain itu, pengamatan saat penelitian terlihat bahwa air tanaman rumput gajah mini berfungsi menghambat laju air limpasan permukaan, sehingga memberikan kesempatan pada tanah untuk meresapkan air limpasan permukaan. Hal ini dapat



dikatakan bahwa dengan adanya penambahan tanaman rumput gajah mini pada spasi paving block dapat menambah daya resap air sehingga memperkecil nilai koefisien limpaasan permukaan. 4. Grafik nilai koefisien limpasan permukaan dengan lahan uji paving block anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini Koefisien limpasan (C)



0.42 0.41 0.40 0.39 0.38 0.37 0.36 0.35



15



25



40



65



80



100



Waktu (menit) Gambar 4. 20 Grafik hubungan nilai koefisien aliran permukaan dan waktu pada paving block pola anyaman tikar + rumput gajah mini Dari Gambar 4.21 dapat dilihat nilai koefisien yang dihasilkan pada menit 15, 25, 40, 65 dan 80 menit terus menigkat berturut – turut sebesar 0.36, 0,37, 0,38, 0.40 dan 0,41. Nilai koefisien pada waktu pengujian 80 dan 100 memiliki nilai yang sama yaitu 0,41 yang merupakan nilai koefisien puncak. Lahan paving block dengan pola pemasangan anyaman tikar memiliki nilai koefisien yang paling kecil dari semua pengujian baik dengan lahan tanah, paving block tanpa rumput untuk kedua pola susun bata maupun anyaman tikar dan paving block pola susun bata dengan penambahan rumput gajah mini. Dengan mengkombinasikan pola pemasangan tutupan lahan paving block dan tanaman rumput gajah mini dengan memamfaatkan daerah spasi antar paving maka tercipta ruang - ruang sebagai tempat meresapnya air limpasan permukaan. Selain itu, pengamatan saat penelitian terlihat bahwa air tanaman rumput gajah mini berfungsi menghambat laju air limpasan permukaan, sehingga memberikan kesempatan pada tanah untuk meresapkan air limpasan permukaan. Hal ini dapat



dikatakan bahwa dengan adanya penambahan tanaman rumput gajah mini pada spasi paving block dapat menambah daya resap air sehingga memperkecil nilai koefisien limpaasan permukaan. 4.4.2



Hubungan antara Variasi Tutupan Lahan, Nilai Koefisien Limpasan (C), dan Waktu Berdasarkan hasil nilai koefisien limpasan (C) yang dihasilkan dari



pengujian dibuat grafik hubungan antara variasi tutupan lahan, nilai koefisien (C), dan waktu pengujian pada Gambar 4.22. 0.47 0.46



Koefisien limpasan (C)



0.45



Tanah



0.44 PB Susun Bata



0.43 0.42



PB Anyaman Tikar



0.41 0.40



PB Susun Bata + Rumput



0.39 0.38



PB Anyaman Tikar + Rumput



0.37 0.36 0.35 15



25



40



65



80



100



Waktu (menit)



Gambar 4. 21 Hubungan koefisien limpasan (C) dan waktu pada masing – masing tutupan lahan Dari Gambar 4.22 dapat dilihat nilai koefisien yang dihasilkan pada pengujian untuk semua variasi tutupan lahan. Untuk lahan tanah nilai koefisien limpasan (C) yang dihasilkan berkisar antara 0,39 – 0,44.



Nilai koefisien



limpasan (C) tertinggi yaitu tutupan lahan dengan paving block dengan pola pemasangan susun bata dengan nilai kofisien limpasan (C) berkisar antara 0,42 – 0,46, sedangkan untuk tutupan lahan paving block dengan pola pemasangan anyman tikar memiliki nilai koefisien limpasan yang lebih kecil yaitu berkisar antara 0,41 – 0,44. Dengan adanya kombinasi antara pola pemasangan paving block dan rumput gajah mini memperkecil nilai koefisien limpasan. Nilai koefisien limpasan (C) untuk tutupan paving block pola susun bata dengan penambahan rumput nilai koefisien limpasan (C) berkisar antara 0,40 – 0,45.



Sedangkan untuk tutupan paving block dengan pola anyaman tikar nilai koefisien limpasan (C) berkisar antara 0,36 – 0,41 dan merupakan tutupan lahan yang memiliki nilai koefiisien (C) terkecil dari semua variasi pengujian tutupan lahan, baik dengan lahan tanah, paving block tanpa rumput untuk kedua pola pemasangan paving block yaitu pola susun bata maupun anyaman tikar dan paving block pola susun bata dengan penambahan rumput gajah mini. Dari hasil koefisien limpasan (C) menunjukkan bahwa nilai koefisien aliran permukaan (C) terendah didapatkan dengan penggunaan penutup lahan paving block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini dan tutupan lahan paving block pola susun bata sebagai nilai tertinggi. Nilai koefisien aliran permukaan (C) semakin besar dengan tutupan lahan yang memiliki celah lebih sedikit. Karakteristik masing masing material penutup lahan yang digunakan berpengaruh terhadap nilai koefisien limpasan permukaan (C). Hasil penelitian didapatkan bahwa dengan mengkombinasikan pola pemasangan paving block dan penambahan penutup lahan vegetasi yaitu rumput gajah mini dengan memamfaatkan daerah spasi antar paving maka tercipta ruang - ruang sebagai tempat meresapnya air limpasan permukaan. penambahan rumput



Selain itu dengan adanya



gajah mini berfungsi menghambat laju air limpasan



permukaan, sehingga memberikan kesempatan pada tanah untuk meresapkan air limpasan permukaan. Hal ini dapat dikatakan bahwa dengan adanya penambahan tanaman rumput gajah mini pada spasi paving block dapat menambah daya resap air sehingga memperkecil nilai koefisien limpaasan permukaan (C). Tabel 4. 16 Nilai koefisien limpasan hasil pengujian No 1 2 3 4



Deskripsi lahan / karakter permukaan Tanah lempung berpasir Paving block pola susun bata Paving block pola anyaman tikar Paving block pola susun bata dan rumput gajah mini (75% : 25%) 5 Paving block pola anyaman tikar dan rumput gajah mini (75% : 25%) 4.4.3 Perbandingan Hasil Penelitian



Koefisien C 0,39 – 0,44 0,42 – 0,46 0,41 – 0,44 0,40 – 0,45 0,36 – 0,41



Perbandingan antara hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penyusun di tampilkan pada Tabel 4.18 sebagai berikut. Tabel 4. 17 Hasil perbandingan koefisien aliran (C)



1



Hasil Penelitian Hasil Penelitian Terdahulu Deskripsi lahan / karakter Koefisien C Deskripsi lahan / karakter permukaan Koefisien C permukaan Tanah lempung berpasir 0,39 – 0,44 Tanah (U.S Forest Service (1980) ) 0,30 - 0,60



2



Paving block pola susun bata



No



3 4



5



0,42 – 0,46 Paving (Mc Gueen (1989) dalam Paving block pola anyaman tikar 0,41 – 0,44 suripin (2004))



0,50 - 0,70



Paving block pola susun bata dan rumput gajah mini (75% : 0,40 – 0,45 25%) Paving block pola anyaman tikar 0,36 – 0,41 dan rumput gajah mini (75% :



Berdasarkan Tabel 4.17 dapat diketahui bahwa nilai koefisien C pada



permukaan tanah datar berada dalam rentang hasil penelitian yang diteliti oleh U.S. Forest Service (1980). Jenis tanah yang dipergunkan akan mempengaruhi besarnya nilai koefisien aliran (C). Sedangkan untuk permukaan paving block nilai koefisien limpasan (C) hasil penelitian lebih rendah dari hasil penelitian yang diteliti oleh Mc Gueen (1989). Hal ini terjadi pada kedua pola pemasangan paving block yaitu pola susun bata dan anyaman tikar. Perbedaan jenis, bentuk, komposisi, ketebalan, dan tanah dasar paving block dapat mempengaruhi penyerapan air sehingga menghasilkan perbedaan hasil koefisien limpasan (C).



BAB V



KESIMPULAN DAN SARAN 5.1



Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan



sebagai berikut: 1. Volume limpasan yang dihasilkan dari pengujian mengalami peningkatan besar volume limpasan tiap durasi waktu yang dipergunakan. Dengan volume limpasan yang dihasilkan yaitu lahan tanah tanpa tutupan lahan volume terkecil 59 liter dan terbesarnya 441,5 liter, tutupan lahan paving block dengan pola pemasangan susun bata volume terkecil 62 liter dan terbesarnya 457 liter, kemudian paving block dengan pola anyaman tikar volume terkecil 60 liter dan terbesarnya 447 liter, paving block pola susun bata dengan penambahan rumput gajah mini volume terkecil 60 liter dan terbesarnya 444 liter, dan terakhir paving block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini volume terkecil 51,5 liter dan terbesarnya 405.5 liter. 2. Adapun nilai koefisien limpasan yang didapatkan dengan variasi waktu 15, 25, 40, 65, 80, dan 100 menunjukkan: a) Lahan tanah



nilai koefisien limpasan permukaan (C) yang



dihasilkan berkisar 0,39 – 0,44. b) Penggunaan pekerasan paving block susun bata memiliki koefisien limpasan permukaan (C) dengan nilai berkisar 0,42 – 0,46 . c) Paving block anyam tikar nilai koefisien limpasan permukaan (C) yang dihasilkan berkisar 0,41 – 0,45. d) Paving block pola susun bata dengan penambahan rumput gajah mini nilai koefisien limpasan permukaan (C)



yang dihasilkan



berkisar 0,40 – 0,45. e) Dan paving block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini. Nilai koefisien limpasan permukaan (C) yang dihasilkan berkisar 0,36 – 0,41.



3. Dari hasil koefisien limpasan (C) menunjukkan bahwa nilai koefisien aliran permukaan (C) terendah didapatkan dengan penggunaan penutup lahan paving block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini dan tutupan lahan paving block pola susun bata sebagai nilai tertinggi. Hasil penelitian didapatkan bahwa dengan mengkombinasikan pola pemasangan paving block dan penambahan penutup lahan vegetasi yaitu rumput gajah mini dengan memamfaatkan daerah spasi antar paving maka tercipta ruang - ruang sebagai tempat meresapnya air limpasan permukaan, dan dengan adanya penambahan rumput gajah mini berfungsi menghambat laju air limpasan permukaan sehingga menambah daya resap air dan memperkecil nilai koefisien limpaasan permukaan (C).



5.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat saran-saran yang bisa digunakan sebagai pertimbangan penelitian-penelitian selanjutnya: 1. Perlu adanya penambahan variasi perbandingan luas antara paving block dan rumput untuk melihat pengaruhnya terhadap nilai koefisien aliran permukaan (C) . 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan penambahan variasi jenis rumput lain dan kemiringan lahan untuk melihat pengaruhnya terhadap nilai koefisien aliran permukaan (C) . .



DAFTAR PUSTAKA Agus,



F., Yusrial, dan Sutono. 2005. Penetapan Tekstur Tanah. . Diakses pada tanggal 18 juli 2019



Akara, Rado, dkk. 2016. Pengaruh Intensitas Hujan Dan Penutup Lahan (Land Cover) Terhadap Nilai Koefisien Aliran Permukaan (C) Menggunakan Rainfall Simulator. Jurusan Teknik Sipil Ft Unsri. Arfan, Halidin., Pratama, Abraham., 2012. Model Eksprerimen Pengaruh Kepadatan, Intensitas Curah Hujan dan Kemiringan Lahan terhadap Resapan pada Tanah Organik. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unhas. Artiyani, Anis., 2010. Pemanfaatan Abu Pembakaran Sampah sebagai Bahan Alternatif Pembuatan Paving Block. Jurnal Spectra Institut Teknologi Nasional, Malang. Arsyad Sitanala, 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: Penerbit IPB (IPB Press) Asdak, C. 2014. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Castro, D., Angullo, G., Rodriuez, J., and Calzada, M, A., 2007. The Influence of Paving-Block Shape on the Infiltration Capacity of Permeable Paving. Departemento de Transportes,Universidad de Cantabria Spain. Faisal, Zulvyah. 2008. Studi Limpasan Permukaan Pada Tanah Lempung Plastisitas Rendah Dengan Percobaan Laboratorium. Program Studi Teknik Sipil Keairan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar Hanafiah, K. A. 2005. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 hlm. Hardjowigeno, S., 1992, Ilmu Tanah, Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Harisuseno, donny., dkk. 2017. Studi Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Karakteristik Laju Infiltrasi. Universitas Brawijaya Haryoko, Urip. Identifikasi kekuatan dan kelemahan komponen system informasi iklim. BMKG Jakarta Selatan. Khairunnisa Audrey Vinny, dkk. 2017. Pengaruh Variasi Kemiringan Dan Penutup Lahan (Land Cover) Terhadap Debit Aliran Permukaan



Menggunakan Rainfall Simulator. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Martono, 2004. Pengaruh Intensitas Hujan Dan Kemiringan Lereng Terhadap Laju Kehilangan Tanah Pada Tanah Regosol Kelabu. Master Thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Nanda, Rakhim, Abd., Nurnawaty., 2015. Kapasitas Infiltrasi Tanah Timbunan dengan Tutupan Paving Blok. Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah, Makasar. Oktarina, Rizky, Nur., 2015. Analisis Hidrograf Limpasan Akibat Variasi Intensitas Hujan dan Kemiringan Lahan (Kajian Laboratorium dengan Simulator Hujan). Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Sriwijaya. Saputro, Cahyo Indro., dkk. 2018. Pengaruh Jenis Permukaan Terhadap Besarnya Limpasan Air. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tidar. Sebayang, S., Diana, W., et al., 2011. Perbandingan Mutu Paving Block Produksi Manual dengan Produksi Masinal. Jurnal Rekayasa, Fakultas Teknik Universitas Lampung. Sedyowati, L., Suhardjono, S., et al., 2017. Runoff Velocity Behaviour on Smooth Pavement and Paving Blocks Surface Measured by A Tilted Plot. Faculty of Engineering, Unversity of Merdeka Malang. Sedyowati, L., Susanti, Eko I., 2017. Effect of Concrete Block Pavement on Flow Retardation Factor. Faculty of Engineering, Unversity of Merdeka Malang. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakarta.