Askep 7 Kenanga - Ismail Aji [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA RISIKO PERFUSI CEREBRAL TIDAK EFEKTIF DENGAN POST KRANIOTOMI DI RUANG KENANGA RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO



Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) Profesi Ners



Disusun Oleh : ISMAIL AJI 2021030035



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS A FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG 2021



BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A. Pengertian Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif merupakan suatu keadaan dimana pasien berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak. (SDKI, 2016). Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif yaitu berisiko mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan (Herdman, T. H., & Kamisuru, S, 2017). Jadi risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif merupakan suatu keadaan dimana pasien berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak yang dapat mengganggu kesehatan.



B. Faktor Risiko 1. Keabnormalan masa protombin dan atau masa tromboplastin parsial. 2. Penurunan kinerja ventrikel kiri. 3. Aterosklerosis aorta. 4. Diseksi arteri. 5. Fibrilasi atrium. 6. Tumor otak. 7. Stenosis karotis. 8. Miksoma atrium. 9. Aneurisma serebri. 10. Koagulopati (mis. Anemia sel sabit). 11. Dilatasi kardiomiopati. 12. Koagulasi intravaskuler diseminata. 13. Embolisme. 14. Cedera kepala. 15. Hiperkolesteromia. 16. Hipertensi. 17. Endocarditis infektif. 18. Katup prostektik mekanis. 19. Stenosis mitral. 20. Neoplasma otak. 21. Infark miokard akut.



22. Sindrom sick sinus. 23. Penyalahgunaan zat. 24. Terapi tombolotik. 25. Efek samping tindakan (mis. Tindakan operasi bypass). (SDKI, 2016).



C. Kondisi Klinis Terkait 1. Stroke 2. Cedera kepala 3. Aterosklerotik aortik 4. Infark miokard akut 5. Diseksi arteri 6. Embolisme 7. Endokarditis infektif 8. Fibrilasi atrium 9. Hiperkolesterolemia 10. Hipertensi 11. Dilatasi kardiomiopati 12. Koagulasi intravaskular diseminata 13. Miksoma atrium 14. Neoplasma otak 15. Segmen ventrikel kiri akinetik 16. Sidnrom sick sinus 17. Stenosis karotid 18. Stenosis mitral 19. Hidrosefalus 20. Infeksi otak (mis : meningitis, ensefalitis, abses serebri) (SDKI, 2016)



D. Fokus Pengkajian Fokus pengkajian keperawatan dalam Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia (2016) 1. Riwayat a. Berbagai gambaran klinis, bergantung pada arteri yang terkena, tingkat kerusakan, atau luasnya sirkulasi kolateral b. Satu atau lebih factor risiko yang ada c. Awitan tiba-tiba hemiparesis atau hemiplegia d. Awitan bertahap rasa pening, gangguan mental, atau kejang e. Penurunan kesadaran atau afasia tiba-tiba 2. Pemeriksaan Fisik a. Pada stroke di hemisfer kiri, tanda dan gejalnya di sisi kanan b. Pada stroke di hemisfer kanan tanda dan gejalnya disisi kiri c. Pada stroke yang menyebabkan kerusakan saraf kranial, tanda gejalnya disisi yang sama d. Perubahan tingkat kesadaran e. Dengan pasien yang sadar , kecemasan menyertai kesulitan komunikasi dan mobilisasi f. Inkontinensia urine g. Hemiparesis atau hemiplegia disalah satu sisi tubuh h. Penurunan refleks tendon profunda i.



Pada hemiplegia sisi kiri, mengalami masalah uang berhubungan dengan visuospasi



j.



Kemunduran fungsi sensorik



3. Pemeriksaan Diagnostik a. Laboratorium Pemeriksaan



laboratorium



termask



antibody



anti-kardiolipin,



antifosfolipid, factor V (Leiden) yang mengalami mutase, antithrombin III, protein S, dan protein C dapat menunjukan peningkatan resiko thrombosis. b. Pencitraan 1) MRI dan angiografi resonansi magnetic (MRA) memungkinkan evaluasi lokasi dan ukuran lesi 2) Angiogragi serebral memperjelas gangguan atau kerusakan pada diskulasi serebral dan merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk



mengetahui aliran darah serebral secara keselurahan 3) CT-Scan mendeteksi abnormalitas struktur 4) Tomografi emisi-positron memberi data tentang metabolism serebral dan perubahan pada aliran darah serebral c. Prosedur Diagnostik 1) Pemeriksaan dopler transcranial mengevaluasi velositad atau kecepatan aliran darah 2) Dopler karotis mengukur aliran yang melalui arteri karotis 3) Ekokardiogram dua dimensi mengevaluasi ada tidaknya disfugsi jantung 4) Pemeriksaan aliran darah serebral 5) Elektrokardiografi mengevaluasi aktivitas elektrik di area infrak korteks



E. Patofisiologi dan Pathway Keperawatan 1. Patofisiologi Pneumocephalus didefinisikan sebagai adanya gas di dalam kompartemen intrakranial. Penumpukan udara pada intrakranial dapat ditemukan segera (< 72 jam ) ataupun lambat (>72 jam) pada trauma kepala beberapa hari sebelum timbulnya gejala klinis. Apabila udara di intrakranial ini menyebabkan hipertensi intrakranial dan terjadi efek massa dengan gejala neurologis, disebut dengan tension pneumocephalus. Pada CT scan tension pneumocephalus akan tampak sebagai gambaran “Mount Fuji Sign”. Beberapa etiologi yang menyebabkan pneumocephalus diklasifikasi dan disimpulkan bahwa trauma adalah faktor etiologi yang predominan berhubungan dengan pneumocephalus, sekitar 67-74% dari semua kasus peneumocephalus pada suatu kelompok besar. Trauma krainio-fasialis adalah factor etiologi yang paling umum, sebanyak 7-9% pasien menggambarkan adanya udara intracranial pada CT. Meskipun insidens



pasti



dari



tension



pneumocephalus



kranio-fasial tidak dikethui, gambarannya sekitar