Askep Dan Contoh Kasus Fiktif Pada Pasien Dengan Herpes Simplex [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Askep Dan Contoh Kasus Fiktif Pada Pasien dengan Herpes Simplex BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Kulit adalah organ yang sangat penting untuk mengetahui tingkat kesehatan seseorang. Kecantikan seseorang secara fisik dapat dilihat dari kesehatan kulitnya. Kulit yang sehat mencerminkan kebersihan, status gizi, status emosi/psikologis, juga kepribadian seseorang. Oleh karena itu, kesehatan kulit/integumen perlu mendapat perhatian yang cukup besar. Apabila kulit mengalami kelainan atau gangguan akan membawa dampak baik fisik maupun psikologis pada penderita. Oleh karena itu, pemberian asuhan keperawatan yang tepat sangat diperlukan. Dalam makalah ini kami akan memaparkan beberapa contoh kelainan kulit yaitu Herpes Simplex serta bagaimana penatalaksanaan kita sebagai perawat dalam merawat pasien dengan kelainan kulit tersebut.







      



1.2 Tujuan Tujuan Umum : Agar mahasiswa-mahasiswi memahami asuhan keperawatan pada klien dengan herpes simplex. Tujuan Khusus : Agar mahasiswa-mahasiswi mengerti, mengetahui, dan memahami isi tentang: Pengertian dari Herpes Simplex Penyebab dari Herpes Simplex. Patofisiologi dari Herpes Simplex. Manifestasi klinis dari Herpes Simplex Komplikasi dari Herpes Simplex Pencegahan dari Herpes Simplex Tatalaksana yang tepat pada Herpes Simplex.



1.3 Metode Penulisan



Adapun metode penulisan yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini yakni melalui studi literature, browsing internet, dan diskusi kelompok. 1.4 Sistematika Penulisan  Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN meliputi latar belakang, tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS meliputi pengertian dari, penyebab, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pencegahan, tatalaksana yang tepat pada herpes simplex. BAB III KONSEP KEPERAWATAN meliputi pengkajian, diagnosa, dan perencanaan keperawatan. BAB IV KASUS FIKTIF meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dan BAB V PENUTUP meliputi kesimpulan dan saran.



BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Herpes adalah radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembung-gelembung berkelompok. Gelembung-gelembung ini berisi air pada dasar peradangan. Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. (Adhi DJuanda, Ilmu penyakit kulit dan kelamin,2000:355) 2.2 Etiologi



Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:  Virus herpes simpleks tipe I (HSV I). Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lain herpes labialis, herpes febrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanakkanak melalui udara dan sebagian kecil melalui kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas. Termasuk mata dengan rongga mulut, hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia, yang penularannya lewat koitus orogenital (oral sex).  Virus herpes simpleks tipe II (HSV II, “virus of love”). Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual. Tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter/dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksual orogenital. 2.3 Patofisiologi HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. HSV memiliki kemmpuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati. Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah in feksi awal timbul fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia.







2.4 Manifestasi Klinis Infeksi ini berlangsung dalam 3 tingkat yaitu : Infeksi primer Tempat predileksi VHS tipe I didaerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak – anak. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan misalnya kontak langsung dengan kulit . Infeksi primer oleh VHS tipe











II mempunyai tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus . Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira – kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional . Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dan kadang – kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatric. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang – kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberikan gambaran yang tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibody VHS. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80 % infeksi VHS pada genetalia eksterna disertai infeksi serviks Fase Laten Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHS ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis Infeksi rekurens Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu ini dapat berupa trauma fisik ( demam, infrksi, kurang tidur, hubungan seksual, dll ), trauma psikis ( ganguan emosional, menstruasi dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang . Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kira – kira 7 – 10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal local sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama ( loco ) atau tempat lain / disekitarnya ( non loco ) 2.5 Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada penyakit herpes simpleks biasanya tidak menimbulkan masalah kesehatan yang serius pada orang dewasa. Namun dengan orang yang dengan system imun yang tidak bisa bekerja dengan baik, maka bisa saja mengalami outbreaks herpes simpleks genital yang parah dalam waktu yang lama. Orang dengan system imun normal, bisa terjadi infeksi herpes pada mata yang disebut dengan istilah herpes okuler. Herpes okuler biasanya disebabkan karena HSV-1, namun kadang juga disebabkan karena HSV-. Herpes simpleks bisa menyebabkan penyakit mata yang lebih serius bahkan menyebabkan kebutaan.



Komplikasi lainnya yang terjadi adalah wanita hamil yang biasanya mengalami herpes akan menularkan penyakit herpesnya pada bayinya. Bayi yang terlahir dengan herpes maka biasanya mereka akan meninggal atau juga mengalami gangguan yang terjadi pada otak, kulit, atau juga mata. Dan jika herpes genital muncul pada ibu hamil, maka ini haruslah mendapatkan perhatian khusus dan serius karena virus herpes bisa melalui plasenta, sampai menuju ke sirkulasi fetal serta bisa menimbulkan terjadinya suatu kerusakan atau bahkan kematian pada janinnya.



   



2.6 Pencegahan Herpes simpleks bisa dicegah dengan : Jalani pola hidup yang bersih dan higienis Hindari penularan melalui ciuman, penggunaan handuk atau pisau cukur bersama Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual Evaluasi, konsultasi, dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi 2.7 Penatalaksanaan Untuk mengobati herpes simpleks, dokter dapat memberikan pengobatan antivirus dalam bentuk krim atau pil. Pengobatan ini tidak dapat menyembuhkan herpes simpleks, namun dapat mengurangi durasi terjadinya penyakit dan mengurangi beratnya penyakit. Antivirus yang diakui oleh FDA (badan pengawas obat-obatan Amerika Serikat) antara lain: Acyclovir, Valacyclovir dan Famcyclovir. Jika seseorang sedang mendapat pengobatan untuk herpes simpleks, maka pasangan seksualnya disarankan untuk diperiksa, dan bila perlu, diobati juga walaupun tidak ada gejala. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya komplikasi yang serius pada infeksi herpes simpleks yang tidak terdiagnosis atau mencegah penyebaran infeksi ini ke orang lain. Mereka juga disarankan untuk tidak berhubungan seksual sampai selesai pengobatan



BAB III KONSEP KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian a) Biodata. Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita. Pekerjaan; beresiko tinggi pada penjaja seks komersial. b)



Keluhan utama Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat palayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul. c)



Riwayat penyakit sekarang Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien. pada beberapa kasus, timbul lesi/vesikel perkelompok pada penderita yang mengalami demam atau penyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau pada penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis. Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat. d)



Riwayat penyakit dahulu Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini. e) Riwayat penyakit kelarga Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini. f)



Kebutuhan psikososial



Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran, atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah: 1. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh. 2. Menarik diri dari kontak social. 3. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang. g)



Kebiasaan sehari-hari. Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami gangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi gangguan BAB dan BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit ini sering diderita oleh klien yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan bergantiganti pasangan. h)



Pemeriksaan fisik Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh klien. pada kondisi awal/saat proses peradangan , dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional. Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah. Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan. 3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien herpes simpleks adalah : 1. Nyeri b/d inflamasi jaringan



2. Resiko infeksi b/d pemajanan melalui kontak ( kontak langsung & tidak langsung) 3. Kerusakan Integritas Kulit b/d penurunan imunologis 4. Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes simpleks 4.3 Rencana Keperawatan No NDX NOC NIC Nyeri b/d Pain level Pain Management 1 inflamasi  Pain control  Lakukan pengkajian nyeri jaringan secara komprehensif (  Comfort level lokasi, karakteristik,  Kriteria Hasil :  Mampu mengontrol durasi, frekuensi,kualitas nyeri (tahu penyebab dan faktor pesipitasi) nyeri, mampu menggunakan teknik  Observasi reaksi non verbal dari nonfarmakologi untuk mengurangi ketidaknyamanan teknik nyeri, mencari  Ginakan komunikasi teraipetik  bantuan) untuk mengetahui  Melaporkan bahwa nyeri berkurang pengalaman nyeri klien  Kontrol lingkungan yang dengan dapat mempengaruhi nyeri menggunakan seperti suhu ruangan, manajemen nyeri  Mampu mengenali pencahayaan, kebisingan nyeri ( skala tentang intensitas, frekuensi,  Ajarkan teknik pernafasan / dan tanda nyeri)  Menyatakan rasa relaksasi nyaman setelah nyeri berkurang  Berikan analgetik untuk menguranggi nyeri  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri  Anjurkan klien untuk beristirahat 



Rasional



Nyeri selalu ada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan / kerusakan Perubahan lokasi/ karakter/ intensitas nyeri dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi Menetapkan dasar untuk mengkaji perbaikan / perubahan - perubahan Dapat menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan klien Menurunkan stimulasi yang berlebihan dapat mengurangi nyeri. Beberapa orang mungkin sensitif terhadap cahaya yang dapat meningkatkan nyeri Memfokuskan kebali perhatian, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan rasa control, yang dapat menurunkan ketergantunggan farmakologis Menurunkan / mengontrol nyeri dan menurunkan rangsangan system saraf simpatis Untuk mengetahui intervensi selanjutnya Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri / kemampuan koping menurun Untuk mengetahui intervensi



2



 Kolaborasi dengan dokter selanjutnya jika keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Resiko  Immune Status Infection Control  Mencegah kontaminasi infeksi b/d Knowledge : Bersihkan lingkungan silang, menurunkan resiko pemajanan infection control setelah dipakai pasien lain melalui  Risk control  Pertahankan teknik infeksi kontak (  Menurunkan resiko isolasi Kriteria Hasil : kontak terkontaminasi silang/terpajan langsung & Klien bebas dari pada flora bakteri multiple tanda dan gejala tidak  Batasi pengunjung bila  Mencegah kontaminasi silang infeksi langsung) perlu dari pengunjung  Mendeskripsikan  Instruksikan pengunjung  Mencegah kontaminasi proses penularan untuk mencuci tangan saat silang, menurunkan resiko penyakit, faktor berkunjung dan setelah infeksi yang mempengaruhi berkunjung meninggalkan penularan serta pasien pelaksanaannya  Gunakan sabun anti  Menunjukkan  Menurunkan resiko mikroba untuk cuci tangan kemampuan untuk terkontaminasi silang/terpajan mencegah timbulnya  Cuci tangan sebelum dan pada flora bakteri multiple infeksi  Menurunkan resiko sesudah tindakan  Jumlah leukosit keperawatan terkontaminasi dalam batas normal  Gunakan baju, sarug Menunjukkan tangan sebagai pelindung Mencegah terpajan pada perilaku hidup sehat Berikan terapi antibiotic organism infeksis bila perlu  Antibiotik local dan sistemik diberikan untuk mengontrol pathogen yang teridentifikasi oleh kultur/sensitivitas. Infection Protection  Monitor tanda dan gejala infeksi iskemik dan local  Untuk mengetahui tingkat  Monitor kerentanan keparahan terhadap infeksi  Untuk mengetahui resiko  Berikan perawatan kulit penyebaran pada area epidema  Untuk mengurangi gejala  Inspeksi kulit dan membrane mukosa yang muncul terhadap kemerahan,  Untuk mengetahui proses panas, drainase  Instruksikan pasien untuk inflamasi minum antibiotic sesuai resep  Antibiotik local dan sistemik



diberikan untuk mengontrol pathogen yang teridentifikasi oleh kultur/sensitivitas. 3



4



Kerusakan  Tissue Integrity : integritas Skin and Mocous kulit b/d Membranes perubahan  Hemodyalisis akses imunologis Kriteria Hasil :  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,  pigmentasi)  Tidak ada luka / lesi pada kulit  Perfusi jaringan baik  Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami 



Pressure Management Anjurkan pasien Tekanan baju / balutan menggunakan pakaian meminimalkan jaringan parut dengan mempertahankannya yang longgar datar, lembut, dan lunak.  Menghindari tekanan lama Hindari kerutan pada pada jaringan, menurunkan tempat tidur potensial iskemia jaringan/ nekrosis dan pembentukan dekubitus  Klien yang mengalami Jaga kebersihan kulit agar kelainan kulit itu harus selalu tetap bersih dan tetap dibersihkan. Jika tidak, kulit kering bisa menjadi media sehingga bakteri bisa masuk  Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan Mobilisasi pasien parut dan kontraktur meningkatkan pemeliharaan fungsi otot / sendi dan mencegah menurunkan kehilangan kalsium dari tulang  Menunjukkan proses Monitor kulit akan inflamasi adanya kemerahan  Jika tidak dibersihkan, kulit Mandikan pasien dengan bisa menjadi media sehingga sabun dan air hangat bakteri bisa masuk Disarankan menggunakan sabun antiseptic. Gangguan  Body image Body image citra tubuh Self esteem enchancement  Episode traumatic b/d  Kaji secara verbal dan mengakibatkan perubahan Kriteria Hasil : perubahan non verbal respon klien tiba – tiba, tak diantisipasi penampilan,  Body image positif terhadap tubuhnya membuat perasaan kehilangan sekunder  Mampu pada kehilangan actual yang mengidentifikasi akibat dirasakan. Ini memerlukan kekuatan personal penyakit dukungan dalam perbaikan  Mendeskripsikan herpes optimal. secara factual simpleks frekuensi perubahan fungsi  Monitor  Penerimaan perasaan sebagai mengkritik dirinya tubuh respon normal terhadap yang  Mempertahankan terjadi membantu perbaikan



interaksi sosial



  Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan, dan prognosis penyakit  Dorong mengungkapkan perasaannya



 klien 



 Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil



Ini tidak membantu atau kemungkinan mendorong pasien sebelum siap untuk menerima situasi Penyangkalan mungkin mekanisme adaptif, karena pasien tidak siap mengatasi masalah pribadi. Mempertahankan / membuka garis komunikasi dan meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara klien dan perawat Meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang lebih membantu pasien Kata – kata penguatan dapat mendukung terjadinya koping positif. Memungkinkan klien / orang terdekat menjadi realistis dalam harapan.



BAB IV KASUS FIKTIF Ny. R umur 30 tahun, beralamatkan di Tenggela, Telaga, Gorontalo. Pada tanggal 10 Mei pukul 09.00 pagi pasien datang kerumah sakit dengan diantar oleh suaminya. Ny. R mengeluh adanya rasa tidak nyaman dan adanya lepuhan yang bergerombol dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah genetalia. Sebelumnya Ny. R mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Ny. R mengeluh nyeri di daerah genetalia dan kulitnya. Ibu mengatakan pekerjaan beliau dan suaminya sebagai guru di sebuah sekolah dasar. Dari hasil observasi keadaan umum ibu lemas, kesadaran Compos Mentis, status emosional stabil, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 kali/menit, pernafasan 24 kali/menit, suhu 38,6 0 C, terdapat vesikel yang multipel di daerah mulut dan kulitnya. Leukosit < 4000/mmk ASUHAN KEPERAWATAN 4.1 Pengkajian Tanggal MRS : 10-05-15 Sumber informasi dan Keluarga Ruang / kelas : Cendrawasih / I Tgl Pengkajian 15 Dx Medis : Herpes Simplex 1. Identitas Nama : Ny. R Usia : 30 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Suku/Bangsa : Gorontalo/Indonesia Agama : Islam Pekerjaan : PNS Alamat : Desa Tenggela, Telaga, Gorontalo Keluhan Utama : Gatal dan nyeri pada daerah kemaluan



: Klien : 10-05-



2. Riwayat Penyakit Sekarang Sebelumnya Ny. R mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Ny. R mengeluh nyeri di daerah genetalia berwarna kemerahan pada kulit kemudian di ikuti gelembung gelembung berisi cairan



3. Riwayat Penyakit Dahulu Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini, pasien juga tidak memiliki alergi. Jika merasa gatal biasanya diolesi minyak kayu putih bisa hilang dengan sendirinya. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Suami pernah terkena herpes simpleks sebelumnya, tapi herpes menyerang daerah genetalia dan sekitarnya. Dua minggu yang lalu penyakitnya kambuh tapi sekarang sudah sembuh. 5. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan TTV Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi : 82 kali/menit, RR : 24 kali/menit, Suhu : 38,6 0 C b. Pemeriksaan B1 – B6 B1 ( Breathing ) Paru – paru Ø Inspeksi : Simetris, statis, dinamis Ø Palpasi : Sterm fremitus kanan = kiri Ø Perkusi : Sonor seluruh lapang paru Ø Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ( - ) B2 ( Blood ) Jantung Ø Inspeksi : Simetris, statis, dinamis Ø Palpasi : Teraba normal Ø Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal Ø Auskultasi : Normal (S1 S2 tunggal) B3 ( Brain ) Kesadaran composmentis (GCS : 4-5-6) B4 ( Bladder ) BAK tidak menentu, tidak ada nyeri tekan di area bladder. adanya lepuhan yang bergerombol dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah kemaluan. B5 ( Bowel ) Nafsu makan agak menurun, tetapi porsi makanan tetap habis. Ø Inspeksi : Datar Ø Palpasi : Supel, tidak ada massa Ø Perkusi : Timpani Ø Auskultasi : Bising usus ( + )



6. a.



b.



c.



d.



e.



f.



g.



h.



i.



j.



B6 ( Bone ) Tidak ditemukan lesi atau odem pada ekstrimitas atas maupun bawah. Kulit lembab, turgor baik, tidak terdapat pitting edema, warna kulit sawo matang, tidak ada hiperpigmentasi. Pola Aktivitas Sehari-hari Pola Manajemen Kesehatan Pasien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa tempat pelayanan kesehatan terdekat baik itu poliklinik maupun dokter. Pola Nutrisi Sebelum sakit pasien makan dengan porsi sedang 3 x sehari (porsi makan +/- 7-8 sendok makan) ditambah makanan ringan serta minum 8 gelas/ hari (1500ml/hari). Namun saat sakit nafsu makan pasien berkurang, tetapi tidak sampai kehilangan nafsu makan. Di rumah sakit pasien masih dapat menghabiskan porsi makannya. Pola Eliminasi Untuk BAK pasien mengalami gangguan selama sakitnya, walaupun pasien tetap kencing dengan frekuensi seperti biasanya, tetapi pasien merasa nyeri saat berkemih. Pola Tidur dan Istirahat Sebelum sakit pasien tidak ada keluhan dengan kebiasaan tidurnya yaitu 6- 8 jam/ hari. Ketika sakit pasien kadang mengeluh kesulitan untuk tidur karena merasakan nyeri dan gatal pada daerah tubuh teutama kulit Pola Persepsi Dan Kognitif Pasien tidak mengalami disorientasi tempat dan waktu. Semua alat indera pasien masih berfungsi dalam batas normal. Pola Aktivitas Pasien mampu beraktivitas seperti biasanya, tapi agak mengurangi aktivitasnya karena pasien merasakan nyeri saat berjalan. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri Pasien kurang tahu kondisi penyakitnya saat ini tetapi akan berusaha menerima segala kondisinya saat ini. Pola Peran Dan Hubungan Pasien agak risih dengan keadaannya saat ini. Terutama hubungan dengan sang suami. Pola Seksualitas dan Reproduksi Pasien berjenis kelamin perempuan, sudah menikah dan mempunyai seorang anak. Selama sakit pola seksualitas terganggu. Pola Koping dan Toleransi Stress



Pasien merasa yakin bahwa suatu saat penyakitnya akan sembuh, tetapi harus memerlukan suatu usaha dan tak lupa untuk terus berdoa. k. Pola Nilai dan Kepercayaan/ Agama Pasien masih menjalankan ibadah rutin.



4.2 1. 2. 3.



Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d agent cedera biologis Hipertermi b.d proses penyakit Kerusakan Integritas Kulit b.d faktor mekanik



4.3 Rencana Keperawatan No Hari/tgl NDX NOC 10.05.15 Nyeri akut b.d agent Setelah 1 cedera biologis diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri dapat terkontrol dengan Kriteria Hasil :  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari



NIC  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,kualitas dan faktor pesipitasi)  Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan  Gunakan teknik komunikasi



Rasional  Nyeri selalu ada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan / kerusakan. Perubahan lokasi/ karakter/ intensitas nyeri dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi  Menetapkan dasar untuk mengkaji perbaikan / perubahan perubahan  Dapat menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan klien  Menurunkan stimulasi yang berlebihan dapat mengurangi nyeri. Beberapa orang mungkin sensitif terhadap cahaya yang dapat meningkatkan nyeri  Memfokuskan kebali perhatian, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan rasa control, yang dapat menurunkan ketergantunggan farmakologis  Menurunkan / mengontrol nyeri dan menurunkan rangsangan system saraf simpatis  Untuk mengetahui intervensi selanjutnya  Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri / kemampuan koping menurun



bantuan)  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri  Mampu mengenali nyeri ( skala intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang



teraipetik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan  Ajarkan tentang teknik pernafasan / relaksasi  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri



 Untuk mengetahui intervensi selanjutnya



 Anjurkan klien untuk beristirahat



2



 Kolaborasi dengan dokter jika keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 10.05.15 Hipertermib.d proses Setelah  Monitor suhu penyakit diberikan sesering mungkin tindakan  Monitor keperawatan warna dan suhu selama 3x24 kulit jam,pasien  Monitor TD, menunjukkan nadi, dan RR suhu tubuh dalam batas normal dengan  Monitor Kriteria Hasil: penurunan tingkat  Suhu tubuh kesadaran dalam rentang normal  Nadi dan RR dalam rentang  Berikan normal  Tidak ada antipiretik



 Untuk mengetahui intervensi selanjutnya  Untuk mengetahui perubahan yang terjadi  Tanda – tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien  Penurunan tingkat kesadaran menunjukkan tanda bahwa pasien tersebut semakin parah bahkan bisa syok  Antipiretik dapat menurunkan panas  Merangsang penurunan suhu tubuh pada hipotalamus sebagai pusat pengaturan tubuh



 Untuk menjaga agar klien tetap nyaman  Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan dan nutrisi yang cukup



perubahan warna  Kompres kulit dan tidak pada lipatan paha pusing dan aksila



3



 Tingkatkan sirkulasi udara  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 10.05.15 Kerusakan Integritas Setelah  Anjurkan Kulit b.d faktor diberikan pasien mekanik tindakan menggunakan keperawatan pakaian yang selama 3x24 longgar jam, diharapkan kerusakan integritas kulit  Hindari pada pasien teratasi kerutan tempat tidur dengan Kriteria Hasil :  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan  Jaga (sensasi, kebersihan kulit elastisitas, agar tetap bersih temperature, dan tetap kering hidrasi,



 Tekanan baju / balutan meminimalkan jaringan parut dengan mempertahankannya datar, lembut, dan lunak.  Menghindari tekanan lama pada jaringan, menurunkan potensial iskemia jaringan/ nekrosis dan pembentukan dekubitus  Klien yang mengalami kelainan kulit itu harus selalu dibersihkan. Jika tidak, kulit bisa menjadi media sehingga bakteri bisa masuk  Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan parut dan kontraktur, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot / sendi dan mencegah menurunkan kehilangan kalsium dari tulang  Menunjukkan proses inflamasi  Jika tidak dibersihkan, kulit bisa menjadi media yang baik sehingga bakteri bisa masuk. Disarankan menggunakan sabun antiseptic.



pigmentasi)  Tidak ada luka / lesi pada kulit  Perfusi jaringan baik  Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami



 Mobilisasi pasien  Monitor kulit akan adanya kemerahan  Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat



4.4 Implementasi dan Evaluasi No 1



2



Hari/ Jam Implementasi Tgl 10.05.15 09.05  Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif  Mengobservasi reaksi non verbal 09.10 dari ketidaknyamanan  Menggunakan teknik komunikasi 09.15  teraipetik untuk mengetahui  pengalaman nyeri klien  09.20  Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan 09.25  Mengajarkan tentang teknik pernafasan / relaksasi 12.00  Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri 09.30  Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri 09.40  Menganjurkan klien untuk beristirahat suhu sesering 10.05.15 10.30  Memonitor mungkin 10.35  Memonitor warna dan suhu kulit 09.35  Memonitor TD, nadi, dan RR 



Evaluasi Jam : 09.35 S : Klien mengatakan masih merasakan nyeri pada daerah sekitar kemaluan O: Klien tampak meringis Nyeri berada pada skala 6 (1-10) TTV : TD =120/80 mmHg N = 80x/mnt SB = 38,60 C RR = 22x/mnt A : Masalah nyeri belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



Jam : 13.50 S : Klien mengeluh masih demam O: Akral teraba hangat



3



10.30  Memonitor penurunan tingkat  kesadaran 12.00  Memberikan antipiretik 10.40  Mengompres pada lipatan paha dan aksila 10.45  Meningkatkan sirkulasi udara 10.50  Meningkatkan intake cairan dan nutrisi 10.05.15 11.00  Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar 09.10  Hindari kerutan pada tempat tidur  Monitor kulit akan adanya 11.05 kemerahan



TTV : TD =120/80 N = 80x/menit SB = 38,4 0 C RR = 22x/menit A : Masalah Hipertermi belum teratasi P : Lanjutkan intervensi Jam : 11.10 S : Klien mengeluh adanya gelembung-gelembung diarea kemaluan dan sekitarnya O : adanya gelembung-gelembung kemerahan diarea genetalia A : Masalah Kerusakan integritas kulit belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



BAB V PENUTUP 







     



5.1 Kesimpulan Herpes adalah radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembunggelembung berkelompok. Gelembung-gelembung ini berisi air pada dasar peradangan. Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:virus herpes simpleks tipe I (HSV I) dan virus herpes simpleks tipe II (HSV II, “virus of love”). Infeksi ini berlangsung dalam 3 tingkat yaitu : Infeksi prime, Fase Laten, dan Infeksi rekurens Herpes simpleks bisa dicegah dengan : Jalani pola hidup yang bersih dan higienis Hindari penularan melalui ciuman, penggunaan handuk atau pisau cukur bersama Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual Evaluasi, konsultasi, dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi 5.2 Saran Demikian materi yang kami paparkan,tentunya masih banyak kekurangan dankelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga parapembaca pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA Kusuma Hardi dan Nurain Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (jilid 1). Yogyakarta : Media Action Publishing Kusuma Hardi dan Nurain Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (jilid 2). Yogyakarta : Media Action Publishing Doengoes E. Marilyn, Geissler C. Alice, and Moorhouse F. Mary. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC