Askep Edema Paru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EDEMA PARU Dosen Pembimbing : Supriliyah P. , S.Kep,Ns.,M.Kes



Oleh Kelompok 2 tingkat 2A 1. Adinda Vici Pandulum



(151001002)



2. Beni Wibowo



(151001006)



3. Desi Anjarsari



(151001008)



4. Dia Fitriana



(151001009)



5. Faradelah Sendi



(151001013)



6. Faridatul Umroh



(151001014)



7. Hasri Provitasari



(151001019)



8. Irma Maulinda Damayanti



(151001021)



9. Makfiatul Abadyah



(151001023)



10. Mita Febryantrisna



(151001024)



11. Mufarikha Tri Wahyuni



(151001026)



12. Nelam Anggraini



(151001029)



13. Okvita Tri Susanti



(151001035)



14. Tita Heni Febriyanti



(151001041)



15. Verra Shintya Putri



(151001043)



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG S1 KEPERAWATAN / 2A TAHUN AJARAN 2016 / 2017 i



KATA PENGANTAR



Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Tugas ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya. Saya menyadari bahwaTugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaanTugas ini. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunanTugas ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Jombang, 26 Oktober 2016



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



COVER .......................................................................................................



i



KATA PENGANTAR ...............................................................................



ii



DAFTAR ISI ..............................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................



1



A. Latar Belakang ..............................................................................



1



B. Rumusan Masalah .........................................................................



1



C. Tujuan ...........................................................................................



1



BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... A. Definisi..........................................................................................



3



B. Etiologi..........................................................................................



3



C. Klasifikasi .....................................................................................



5



D. Patofisiologi ..................................................................................



7



E. Manifestasi Klinis .........................................................................



8



F. Pemeriksaan Penunjang ................................................................



9



G. Penatalaksanaan Medis .................................................................



10



H. Komplikasi ...................................................................................



11



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN EDEMA PARU ........................



12



BAB IV PENUTUP....................................................................................



17



A. Kesimpulan ...................................................................................



17



B. Saran .............................................................................................



17



DAFTAR PUSTAKA ................................................................................



18



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali kedarah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan Non Kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut.Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri kronik. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita edema paru dan setiap tahunnyabertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita akan bertambah setiap tahunnya.



1.2 Rumusan Masalah 1.



Apakah definisi Edema paru?



2.



Apa sajakah etiologi Edema paru?



3.



Bagaimanakah perjalanan penyaki t(patofisiologi) Edema paru?



4.



Apa sajakah manifestasi klinis Edema paru?



5.



Apa saja pemeriksaan penunjang Edema paru?



6.



Bagaimanakah penatalaksanaan medis Edemaparu?



7.



Apa saja komplikasi pada edema paru?



8.



Bagaimana proses pengkajian pada Edema paru?



9.



Apa sajakah diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada Edema paru?



10. Bagaimanakah perencanaan keperawatan pada Edema paru?



1.3 Tujuan 1.



Mengetahui definisi Edema paru



2.



Mengetahui etiologi Edema paru



3.



Menjelaskan patofisiologi Edema paru 1



4.



Mengidentifikasi tanda dan gejala Edema paru



5.



Mengetahui pemeriksaan penunjang Edema paru



6.



Mengetahui penatalaksanaan Edema paru



7.



Mengetahui komplikasi pada Edema paru



8.



Mengindetifikasi proses pengkajian pada Edema paru



9.



Mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul pada Edema paru



10. Mengetahui perencanaan keperawatan pada Edema paru



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Definisi Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler dalam paru.( Arief Muttaqin, 2008 ) Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik rongga interstitial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tindak lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar menimbulkan dispneu sangat berat. (Smeltzer,C.Suzanne.2008.hal 798). Kongesti paru terjadi bila dasar vaskuler paru penerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan, yang tidak



mampu



diakomodasi



dan



diambil



oleh



jantung kiri.



Sedikit



ketidakseimbangan antara aliran masuk dari sisi kanan dan aliran keluar pada sisi kiri jantung tersebu mengaibatakan konsekuensi yang berat. Edema paru adalah akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru seperti ketika aliran darah berlangsung sangat cepat dan tidak normal sehingga terlalu membebani sistem sirkulasi tubuh yang kemudian menyebabkan terakumulasinya cairan dalam paru. ( KMB Joko Setyono hal: 55 ) Edema paru adalah terkumpulnya cairan extravaskuler yang patologis di dalam paru.( Ilmu Penyakit Dalam Jilid II hal : 767 ) Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paruparu. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Edema paru adalah penimbunan cairan serosa atau satosanguinaso secara berlebihan dalam ruang interstitial dan alveolus paru – paru. ( Patofisiologi Sylvia A. Prirce hal: 722 )m



2.2 Etiologi Menurut Arif Muttaqin.2008. Edema paru disebapkan karena 4 hal yaitu



:



1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal ; dengan 3



demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma ); makanan yang kurang mengandung protein ; atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .



2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori–pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi . Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein dicairan interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera ( misalnya , lepuh ) dan respon alergi (misalnya , biduran) . 3. Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. Peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena besar yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah. 4. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe.(http://ajangbekarya.wordpress.com/2008/08/07/edemaparu/)



Secara umum terjadinya edema disebabkan oleh beberapa hal antara lain : 1. Edema yang Disebabkan oleh Dinamika Kapiler yang Abnormal 4



Bahwa beberapa kelainan dalam dinamika ini dapat meningkatkan tekanan jaringan dan sebaliknya edema cairan ekstrasel. Berbagai penyebab edema cairan ekstrasel tersebit adalah : a. Peningkatan tekanan kapiler, yang menuebabkan filtrasi cairan berlebihan melalui kapiler-kapiler. b. Penurunan protein plasma, yang menyebabkann pengurangan tekanan osmotis koloid plasma sehingga gagal menahan cairan di dalam kapiler-kapiler. c. Obstruksi limfe, yang menyebabkan protein berkumpul di dalam ruangan jaringan sehingga menyebabkan cairan berosmosis ke luar dari kapiler-kapiler. d. Peningkatan permeabilitas kapiler, yang memungkinkan protein dan cairan secara berlebihan merembes ke ruang-ruang jaringan. 2. Edema Karena Retensi Cairan oleh Ginjal Bila ginjal gagal mengekskresikan urina dalam jumlah memadai, dan orang tersebut terus minum air dalam jumlah normal dan menelan elektrolit dalam jumlah normal, jumlah total cairan ekstrasel dalam tubuh meningkat secara progresif. Cairan ini diadsorpsi dari usus ke dalam darah dan meningkatkan tekanan kapiler. Ini sebaliknya menyebabkan sebagian terbesar cairan tersebut masuk ke dalam ruang cairan interstisial, sehingga juga meningkatkan tekanan interstisial itu. Oleh karena itu, retensi cairan oleh ginjal saja dapat menyebabkan edema ekstensif. 3. Edema yang Disebabkan oleh Payah Jantung Payah jantung merupakan salah satu penyebab edema yang paling sering, karena bila jantung tak lagi memompakan darah keluar dari vena, dengan mudah, maka darah akan terbendung dalam system vena. Tekanan kapiler meningkat, dan timbul “edema jantung” yang serius. Tambahan lagi, sering ginjal berfungsi buruk pada payah jantung, dan ini semakin memperhebat edema. 2.3 Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan nonkardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik. 1. Cardiogenic pulmonary edema 5



Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar. 2. Non-cardiogenic pulmonary edema Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut: a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah. b. Kondisi yang berpotensi serius Disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru. c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh Menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh. d. High altitude pulmonary edema, Yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet. e. Trauma otak,



6



Perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema. f.



Paru yang mengembang secara cepat Dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).



g. Penyebab yang jarang terjadi, Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksiinfeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.



2.4 Patofisiologi Pemahaman



mengenai



mekanisme



ini



memerlukan



tinjauan



mengenai



pembentukkan dan reabsorbsi cairan paru serta struktur ultra paru.Ruang alveolar dipisahkan dari interstisium paru terutama oleh sel epitel alveoli Tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barier relatif nonpermiabel terhadap aliran cairan dari interstitium ke rongga – rongga udara (spaces). Faktor penentu yang paling penting dalam pembentukkan cairan ekstravaskuler adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstitial, serta permeabilitas sel endotelium terhadap air, zat terlarut (solut) dan molekul besar seperti protein plasma. (Aryanto,1994) Ciri perubahan dini pada edema paru adalah terjadinya peningkatan aliran limfatik. Perubahan ini terjadi karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat 7



longgar yang mengelilingi arteriola paru dan saluran pernafasan yang kecil pembekaan saluran limfatik ini akan berdampak pada struktur sekitarnya dan mengakibatkan terjadinya prubahan hubungan tekanan pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah adanya obstruksi pada saluran kecil yang telah dibuktikan sebagai perubahan fisiologis dini pada klien dengan gagal jantung kiri mengingat lesi ini tidak merata disaluran paru, maka timbul perubahan dalam distribusi, ventilasi, dan perfusi yang kemidian menyebabkan terjadinya hipoksemia ringan terkenanya arteriola kecil juga menyebabkan gambaran radiologis dini pada gagal jantung kiri, yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada klien dengan posisi tegak. Jika terbentuknya cairan intersisial melebihi kapasitas sistem limfatik, maka terjadi edema dinding alveolar.Pada fase ini komplan paru berkurang hal ini menyebabkan terjadinya takipneu yang mungkin tanda klinis awal pada klien dengan edema paru.Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan hipoksenia memburuk. Meskipun demikian, ekskresi karbondioksida tidak terganggu dan klien akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik. Selain hal yang telah disebutkan diatas gangguan difusi juga berperan, dan pada fase ini mungkin terjadi peningkatan pintas kanan ke kiri melalui alveoli yang tidak mengalami ventilasi. Pada fase alveolar penuh dengan cairan, semua gambaran menjadi lebih berat dan komplain akan menurun dengan nyata ( Nowak, 2004). Alveoli terisi cairan dan pada saat yang sama aliran darah kedaerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas kanan ke kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksia yang rentan terhadap peningkatan konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratorik akan tetap berlangsung. Secara radiologis akan tampak gambaran infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru, terutama daerah parahilar dan basal. Ketika klien dalam keadaan sadar dia akan tampak mengalami sesak nafas hebat dan ditandai dengan takipnea, takikardi, serta sianosis bila pernafasannya tidak dibantu. Keadaan ini disebut sebagai adult respiratory sindrom (ARDS).



8



2.5 Pathway/WOC



2.6 Manifestasi Klinis Serangan mendadak yang khas pada edema paru terjadi setelah pasien berbaring selama beberapa jam. Posisi baring akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung 9



dan memudahkan penyerapan kembali edema dari tungkai. Darah yang beredar menjadi lebih encer dan volumenya bertambah. Tekanan vena meningkat dan atrium kanan terisi lebih cepat. Akibatnya terjadi peningkatan curah ventrikel kanan yang ternyata melebihi curah ventrikel kiri. Pembuluh darah paru membesar oleh darah dan mulai mengalami kebocoran. Sementara pasien mulai merasa gelisah dan cemas. Terjadi awitan kesulitan bernapas mendadak dan perasaan tercekik. Tangan pasien menjadi dingin dan basah, kuku sianosis, dan warna kulit menjadi abu-abu sampai pucat. Selain itu denyut nadi juga melemah, dan cepat, vena leher menegang. Pasien mulai batuk, dengan mengeluarkan sputum yang banyak. Dengan berkembangnya edema paru, kecemasan berubah menjadi panik. Napas berbunyi dan basah, pasien yang mulai tercekik oleh darah, mengeluarakan cairan berbusa ke bronchi dan trakhea. Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan. Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasienpasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas). Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium: 1. Stadium I Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.



2. Stadium II 10



Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea.Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat.Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja. 3. Stadium III Pada stadium ini terjadi edema alveolar.Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia.Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988). Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung. 2.7 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ditegakkan dengan mengevaluasi manifestai klinis sehubungan dengan kongesti paru. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan antara lain berupa



:



1. EKG Untuk melihat apakah terdapat sinus takikardi dengan hipertropi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebap gagal jantung, gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia 2. Laboratorium



11



a.



Analisa Gas Darah



: pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah kemudian



hiperkapnea b.



Enzim jantung



: meningkat jika penyebap gagal jantung adalah



infark miokard 



Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalis, Enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner







Foto thorak



Gambaran radiologisnya berupa



:



1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskuler di hilus) 2. Corakan paru meningkat ( > 1/3 lateral) 3. Kranialisasi vaskuler 4. Hilus suram (batas tidak jelas) a.



Echokardiography



: gambaran penyebap gagal jantung : kelainan katup,



hipertopi ventrikel (hipertensi), segemental wall motion abnormally (PJK) umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri/atrium kiri b.



Pulmonary Artery Catheter



: Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah



tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).



2.8 Penatalaksanaan Medis Tujuan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Edema Paru akut adalah mengurangi volume sirkulasi total untuk memperbaiki pertukaran gas pernapasan. Tujuan ini dapat dicapai dengan kombinasi terapi oksigen dan terapi medis.



12



Oksigenasi. Oksigen diberikan dengan konsetrasi yang adekuat untuk mengurangi hipoksia dan dispnea. Bila tanda-tanda hipoksia menetap, oksigen harus diberikan dengan tekanan positif intermiten atau kontinu. Bila terjadi gagal napas, meskipun penatalaksanaan telah optimal, perlu diberikan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanis. Penggunaan tekanan positif akhir ekspirasi sangat efektif mengurangi aliran balik vena, menurunkan tekanan kapiler paru, dan memeperbaiki oksigenasi. Oksigenasi dipantau melalui pulse oksimetri dan pengukuran AGD. Farmakologi. Dilakukan pemberian Morfin secara intravena dalam dosis kecil untuk mengurangi kecemasan dan dispnea serta menurunkan tekanan perifer sehingga darah dapat didistribusikan dari paru ke bagaian tubuh lain. Hal tersebut akan menurunkan tekanan dalam kapiler paru dan mengurangi perembesan cairan ke jaringan paru. Morfin juga bermanfaan dalam menurunkan kecepatan napas. Morfin tidak boleh diberikan bila edema paru disebapkan oleh cedera vaskuer otak, penyakit paru kronis, atau syok kardiogenik. Pasien harus diawasi bila terjadi depresi pernapasan berat. Diuretik. Furosemide diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik yang cepat. Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah di pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung, bahkan sebelum terjadi efek diuretik. Digitalis. Diberikan untuk meningkatkan kontrakitilitas jantung dan curah ventrikel kiri. Perbaikan kotrakitilitas jantung akan meningkatakan curah jantung, memeperbaiki diuresis dan menurunkan tekanan diastole. Jadi tekanan kapiler paru dan trasnudasi atau perembesan cairan ke alveoli akan berkuarang. Aminofilin. Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang berarti, maka perlu diberikan aminofilin untuk merelaksasi bronkospasme. Aminofilin diberikan melalui intravena secara terus menerus dengan dosis sesuai berat badan.



2.9 Komplikasi Pada pasien dengan Edema paru kemungkina untuk terjadi Gagal napas sangat tinggi jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan tepat. Hal ini dikarenakan terjadinya akumulasi cairan pada alveoli yang menyebapkan ketidakmampuan paru untuk melakukan pertukaran gas O2 dan CO2 secara adekuat, sehingga mengakibatkan



pasokan



Oksigen



ke 13



jaringan



paru



menjadi



sedikit.



BAB III ASKEP TEORI



3.1 Pengkajian IDENTITAS KLIEN Nama



: …………………



No. Reg



: ……



Umur



: …..Tahun



Tgl. MRS : ………(Jam…..)



Jenis Kelamin : L/P



Diagnosis medis : …………



Suku/Bangsa : …………………………



Tgl Pengkajian:……(Jam…)



Agama



: …………………………….



Pekerjaan



: …………………………….



Pendidikan



: …………………………….



Alamat



: …………………………….



3.2 RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY) 1. Keluhan utama : Singkat dan jelas, 2 atau 3 kata yang merupakan keluhan yang membuat pasien meminta bantuan kesehatan. Jika pengkajian dilakukan setelah beberapa hari pasien MRS maka keluhan utama diisi dengan keluhan yang dirasakan saat pengkajian. Misalnya: keluhan utama pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan: sesak nafas, batuk. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Provokatif Qualitas Regio Skala Time ( analisis gejala keluhan utama yang meliputi awitan, waktu, durasi, karakteristik, tingkat keparahan, lokasi, faktor pencetus, gejala yang berhubungan dengan keluhan utama, dan faktor yang menurunkan keparahan). 14



Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai di bawa ke pelayanan kesehatan. Jika pengkajian dilakukan beberapa hari setelah pasien rawat inap, maka riwayat penyakit sekarang ditulis dari permulaan pasien merasakan keluhan sampai kita melakukan pengkajian. Upaya yang telah dilakukan : Upaya pasien yang dilakukan untuk mengatasi masalah sebelum dilakukan pengkajian. Terapi/operasi yang pernah dilakukan : Pengobatan/ operasi yang pernah di dapatkan berhubungan dengan kasus sekarang sebelum Rawat inap di pelayanan kesehatan. 3. Riwayat Kesehatan Terdahulu Penyakit berat yang pernah diderita



: akut, kronis atau fraktur ( semua riwayat



penyakit yang pernah di derita, operasi ). Obat-obat yang biasa dikonsumsi



: obat dengan resep atau dengan bebas atau



herbal ( sebutkan jenis dan kegunaannya) Kebiasaan berobat



: pelayanan kesehatan dan non tenaga



kesehatan. Alergi ( makanan, minuman, obat, udara, debu, hewan) sebutkan : Kebiasaan



merokok,



minuman



(



penambah



energy,



suplemen



makanan/minuman,alkohol), makanan siap saji. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Penyakit yang dialami satu anggota keluarga, bila merupakan penyakit keturunan, mengkaji 3 generasi ke atas. Mencangkup setiap kelainan genetic keluarga ( HT, DM )/ penyakit dengan kecenderungan keluarga ( cancer), penyakit menular ( TBC,Hepatitis, HIV/AIDS ), gangguan psikiatrik ( skizofrenia ) dan penyalah gunaan obat. Genogram :



15



Genogram dituliskan dalam 3 generasi keatas. Ket : …………………………. 5. Riwayat Kesehatan Lingkungan Khusus untuk penyakit infeksi/ penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan. Identifikasi lingkungan rumah/ keluarga, pekerjaan atau hobi klien ( yang berhubungan dengan penyakit klien ), fokuskan pada adanya paparan yang menyebabkan penyakit tersebut (debu, asbestosis, silica atau zat racun lainnya) tanyakan keadaan lingkungan klien, lingkungan yang penuh (crowded) resiko peningkatan infeksi pada saluran pernafasan seperti TBC, Virus dll.



3.3 PEMERIKSAAN FISIK Tanda-tanda Vital, TB dan BB : S : ……°C (SUHU. axial, rectal, oral) N : …. x/menit ( NADI. teratur, tidak teratur, kuat, lemah)



TD : …../…..mmHg (lengan kiri, lengan kanan, berbaring, duduk)



RR : ….x/menit (regular/ irregular) TB : … cm



BB : …. Kg ( cara menghitung berat badan ideal : TB -100 ( ± 10% dari



hasil ).



3.4 PEMERIKSAAN PER SISTEM 1. Sistem Pernafasan Anamnese : pasien mengeluh sesak nafas a. Hidung Inspeksi: ada pernafasan cuping hidung, adanya spuntum yang banyak b.



Mulut Inspeksi: mukosa bibir sianosis



c.



Leher Inspeksi: Tidak ada bendungan vena jugularis, trakheostomi Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.



d.



Dada Inspeksi: Dada tidak simetris, adanya odem 16



Palpasi : Ada nyeri tekan Perkusi : Adanya pembesaran paru Auskultasi: Suara ronkhi (+) 2. Sistem kardiovaskuler Anamnesa : sesak nafas a.



Wajah Inspeksi: sianosis, tampak oedem dan gelisah



b.



Leher Inspeksi: Tidak ada bendungan vena jugularis, trakheostomi



c.



Dada Inspeksi : Dada tampak oedema Palpasi :Ada nyeri tekan, ictus cordis ICS 5 midklavikula sinistra. Perkusi



: Ada pembesaran jantung



Auskultasi: Adanya suara ronkhi d.



Ekstremitas atas Inspeksi : Ada edema, ada kelemahan otot. Palpasi : CRT kurang dari 2 detik



e.



Ekstremitas bawah Inspeksi : Ada edema, ada kelemahan otot, tidak ada clubbing finger Palpasi : CRT kurang dari 2 detik



3. Sistem persyarafan Anamnesa : pasien mengeluh nyeri pada area dada a.



Uji nervus I olfaktorius ( pembau) : Pasien dapat membedakan bau bauan



b.



Uji nervus II opticus ( penglihatan) : Tidak ada katarak, infeksi konjungtiva atau infeksi lainya, pasien dapat melihat dengan jelas tanpa menggunakan kaca mata



c.



Uji nervus III oculomotorius



:



Tidak ada edema kelopak mata, hipermi



konjungtiva, hipermi sklera kelopak mata jatuh (ptosis), celah mata sempit (endophthalmus), dan bola mata menonjol (exophthalmus) d.



Nervus IV toklearis : Ukuran pupil normal



e.



Nervus V trigeminus ( sensasi kulit wajah) : Pasien dapat membuka dan menutup mulut



f.



Nervus VI abdusen : Tidak ada strabismus (juling), gerakan mata normal 17



g.



Uji nervus VII facialis : Pasien dapat menggembungkan pipi, dan menaikkan dan menurunkan alis mata



h.



Nervus VIII auditorius/AKUSTIKUS : Pasien dapat mendengar kata kata dengan baik



i.



Nervus IX glosoparingeal : Terdapat reflek muntah



j.



Nervus X vagus : Dapat menggerakan lidah



k.



Nervus XI aksesorius : Dapat menggeleng dan menoleh kekiri kanan, dan mengangkat bahu



l. m.



Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum : Dapat menjulurkan lidah. Tingkat kesadaran pasien : GCS menurun



4. Perkemihan eliminasi uri Anamnesa : Pasien tidak mengeluh susah BAK. BAK: jumlah yang keluar1000 cc/8jam, warna kuning, frekuensi 3x sehari. 5. Sistem pencernaan Anamnese: pasien mengeluh nafsu makan menurun,mual dan muntah a.



Mulut Inspeksi : Mulut simetris, mukosa bibir kering, ada alat bantu nafas



b.



Lidah Inspeksi : Lidah tidak tremor, tidak ada lesi, warna putih.



c.



Abdomen Inspeksi : Tidak ada pembesaran abdomen Perkusi : Timpani Palpasi : kuadran I hepar tidak teraba, kuadran II nyeri tek an, kuadran III tidak ada skibala, kuadran IV tidak ada nyeri tekan pada titik mc burneyBAB : tidak ada masalah, sudah BAB 1x sehari, warna kuning, padat.



6. Sistem Muskuluskeletal dan Integumen Anamnese: pasien mengatakan merasa lelah dan pegal-pegal di seluruh anggota tubuhnya



a.



Warna kulit Inspeksi : Kulit kering, turgor menurun Palpasi : Kulit terasa panas, ada kelemahan otot, akral dingin



18



b.



Ekstremitas atas Inspeksi : Ada edema, ada kelemahan otot, tangan kanan dipasang infus. Palpasi



: Ada edema,ada nyeri tekan, suhu akral dingin, CRT