Askep Gagal Jantung Stadium Akhir [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN END-STAGE HEART FAILURE (Gagal jantung stadium akhir)



Disusun Oleh: Kelompok I 1. Obianus Kanata 2. Lahendra Uly Hia 3. Maria A.P. Laman 4. Mega L. Ito 5. Indra T.M. Nomleni 6. Burhan Kawali 7. Yetris Pinis



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG 2021



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu jenis penyakit yang saat ini banyak diteliti dan dihubungkan dengan gaya hidup seseorang. Salah satu penyakit kardiovaskuler yang banyak di derita di Indonesia adalah penyakit gagal jantung (WHO, 2013). Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan patologis di mana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (McPhee & Ganong, 2010). Gagal jantung dikenal dalam beberapa istilah yaitu gagal jantung kiri, kanan, dan kombinasi atau kongestif. Pada gagal jantung kiri terdapat bendungan paru, hipotensi, dan vasokontriksi perifer yang mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Gagal jantung kanan ditandai dengan adanya edema perifer, asites dan peningkatan tekanan vena jugularis. Gagal jantung kongestif adalah gabungan dari kedua gambaran tersebut. Namun demikian, kelainan fungsi jantung kiri maupun kanan sering terjadi secara bersamaan (McPhee & Ganong, 2010). Data WHO tahun 2013 dilaporkan bahwa lebih dari 6 juta jiwa penduduk di Amerika teridentifikasi penyakit gagal jantung kongestif dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya diseluruh dunia. Insiden penyakit ini meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari 1% pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 tahun dan 10% pada usia 70 tahun ke atas. Penyakit gagal jantung sangatlah buruk jika penyebab yang mendasarinya tidak segera ditangani dikarenakan hampir 50% klien gagal jantung meninggal dalam kurun waktu 4 tahun dan 50% klien stadium akhir meninggal dalam kurun waktu 1 tahun. Presentase penyebab gagal jantung terbanyak adalah ischemic heart disease (65%), penyakit jantung hipertensif (10%), penyakit katup jantung dan murmur (10%), kardiomiopati (10%), miokarditis (2%), serta efusi/kontriksi perikard (1%).



Di Indonesia berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi gagal jantung pada umur ≥ 15 tahun sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang. Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah klien penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang. Data dari rekam medik RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya periode Januari 2018 – Desember 2018 di dapatkan 10 besar penyakit. Urutan pertama adalah Congestive Heart Failure dengan jumlah 875 kasus (18,0%), Diare dengan jumlah 797 kasus (16,4%), Soft Tissue Tumor dengan jumlah 613 kasus (12,6%), Chronic Kidney Desease jumlah 507 kasus (10,4%), Anemia dengan jumlah 415 kasus (8,5%), Stroke Infark dengan jumlah 389 kasus (8,0%), Pneumonia dengan jumlah 353 kasus (7,2%), Tuberculosis dengan jumlah 326 kasus (6,7%), Stroke dengan jumlah 290 kasus (5,9%), Hernia Inguinal Lateral dengan jumlah 283 kasus (5,8%). Dari data diatas didapatkan hasil bahwa pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbesar dengan jumlah pasien sebanyak 875 orang dengan persentase 18,0%. Pada pasien CHF masalah keperawatan yang muncul adalah sesak napas, penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas, gangguan personal hygiene, kelebihan volume cairan, gangguan integritas kulit, defisit perawatan diri, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Dari masalah keperawatan tersebut diatas tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF antara lain dyspnea, fatiguedan gelisah. Dyspnea merupakan gejala yang paling sering dirasakan oleh penderita CHF. Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi dengan maksimal dalam memompa darah. Dampak lain yang muncul adalah perubahan yang terjadi pada otot-otot respiratori. Hal-hal tersebut mengakibatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh terganggu sehingga terjadi dyspnea (Wendy, 2010). Ketika gagal jantung kongestif memburuk, bisa terjadi penumpukan cairan di dalam paru-paru dan mengganggu oksigen untuk masuk ke dalam darah, menyebabkan dyspnea pada saat istirahat dan pada malam hari (ortopnea). Jika seseorang memiliki gagal jantung kongestif, ia bisa terbangun di malam hari akibat sesak nafas dan harus duduk atau berdiri untuk bisa meringankan sesak. Kondisi ini dikenal sebagai paroxysmal nocturnal dyspnea. Hal ini karena dyspnea berpengaruh pada penurunan oksigenasi



jaringan dan produksi energi sehingga kemampuan aktifitas pasien sehari-hari juga akan menurun yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien (Sepdianto, 2013). Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan melalui tindakan mandiri dan kolaboratif memfasilitasi pasien untuk menyelesaikan masalah keperawatan. Diagnosa keperawatan klien yang muncul pada pasien dengan dyspnea yaitu perubahan pola napas dapat diberikan intervensi seperti latihan napas dalam, pemberian posisi semifowler dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen (Doenges, 2014). Dari fenomena diatas penulis tertarik untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan secara komprehensif dengan menggunakan proses keperawatan dalam karya tulis dengan “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR: CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN



POLA



NAPAS



DI



RUANG



MAWAR



RSUD



dr.



SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA.”



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi perumusan masalah adalah “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) dengan ketidakefektifan pola napas di ruang MAWAR RSUD dr SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA?”. C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif baik biologi, psikologi, sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) 2. Tujuan khusus Dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah penulis dapat melakukan asuhan keperawatan yang meliputi :



a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) dengan ketidakefektifan pola napas diRuang Mawar RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya. b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) dengan ketidakefektifan pola napas diRuang Mawar RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya. c. Membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) dengan ketidakefektifan pola napas di Ruang Mawar RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya. d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) dengan ketidakefektifan pola napas diRuang Mawar RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya. e. Mengevaluasi hasil keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) dengan ketidakefektifan pola napas



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori Definisi Penyakit Congestive Heart Failure(CHF) merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (McPhee & Ganong, 2010). Gagal jantung yaitu suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau peningkatan tekanan pengisian diastolik dari ventrikel kiri atau keduanya, sehingga tekanan kapiler paru meningkat (Asikin, 2018). Gagal jantung (dekompensasi kordis) dapat pula dikatakan sebagai sekumpulan tanda dan gejala yang ditandai dengan sesak napas dan kelelahan (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (Sudoyo, 2011). Berdasarkan sejumlah definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure merupakan suatu keadaan dimana jantung gagal memompakan darah ke seluruh tubuh, sehingga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh atau terjadinya defisit penyaluran oksigen ke organ tubuh.



Gambar 2.1 Perbedaan jantung normal dengan gagal jantung (Asikin, 2018)



B. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, pembuluh darah, dan darah. Secara sederhana, fungsi utama system kardiovaskular adalah: 1. Transportasi oksigen, nutrisi, hormon, dan sisa metabolisme Fungsi utama sistem kardiovaskular adalah memenuhi kebutuhan sistem kapiler dan mikrosirkulasi. Komponen darah akan membawa oksigen, glukosa, asam amino, asam lemak, hormon, dan elektrolit ke sel. Dan selanjutnya mengangkut karbon dioksida, urea asam laktat, dan sisa metabolisme lainnya dari sel tersebut. 2. Transportasi dan distribusi panas tubuh Sistem kardiovaskular membantu meregulasi panas tubuh melalui serangkaian pengiriman panas oleh komponen darah dari jaringan yang aktif seperti pengiriman panas dari jaringan otot menuju ke kulit dan disebarkan ke lingkungan luar. Aliran darah jaringan yang aktif diregulasi oleh pengatur suhu tubuh medula spinalis setelah menerima pesan dari hipotalamus kemudian meregulasi aliran darah ke jaringan perifer, sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah di kulit. Dengan demikian, panas tubuh akan keluar melalui kulit.



3. Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit Sistem kardiovaskular berfungsi sebagai media penyimpanan serta transpor cairan tubuh dan elektrolit. Kedua substansi ini dikirim ke sel-sel tubuh melalui cairan intertestial dengan proses filtrasi, difusi, dan reabsorpsi. Sistem kardiovaskular memompa 1700 liter darah menuju ginjal setiap harinya agar sel - sel tubuh memiliki cairan dan elektrolit akan disesuaikan dan dipelihara melalui mekanisme penyangga (buffer mechanism) dengan mempertahankan pH yang optimal sekitar 7,35 - 7,45. Hemoglobin dan protein plasma menjadi komponen utama dalam mekanisme penyangga ini (Abdul Majid, 2018). a.



Anatomi Jantung Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri atas jaringan fibrosa, otot-otot jantung dan jaringan konduksi listrik. Jantung mempunyai fungsi utama untuk memompakan darah. Hal ini dapat dilakukan dengan baik bila kemampuan otot jantung untuk memompa cukup baik, sistem katup, serta irama pemompaan yang baik. Bila ditemukan ketidaknormalan pada salah satu di atas, maka akan mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat menyebabkan kegagalan memompa (Muttaqin, 2014). 1)Kedudukan Jantung Jantung berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru di belakang sternum dan lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan. Kedudukannya yang tepat dapat digambarkan pada kulit dada kita. Sebuah garis yang ditarik dari tulang rawan iga ketiga kanan, 2 cm dari sternum, ke atas tulang rawan iga kedua kiri, 1 cm dari sternum, menunjuk kedudukan basis jantung, tempat pembuluh darah masuk dan keluar. Titik di sebelah kiri antara iga kelima dan keenam, atau di dalam ruang interkostal kelima kiri, 4 cm dari garis medial, menunjuk kedudukan apeks jantung, yang merupakan ujung tajam ventrikel. Dengan menarik garis antara dua tanda itu maka dalam diagram berikut, kedudukan jantung dapat ditunjukan.



Gambar 2.2 Kedudukan Jantung (Pearce, 2009) 2)Struktur Jantung Jantung terdiri dari empat ruang, yaitu atrium kanan (atrium dextra), atrium kiri (atrium sinistra), ventrikel kanan (ventrikel dextra), dan ventrikel kiri (ventrikel sinistra). Jantung juga memiliki sejumlah katup untuk memisahkan atrium dan ventrikel, yang terdiri dari katup atrioventrikularis (valve atrioventricularis), katup aorta (valva aorta), dan katup semilunaris (valve semilunaris) (Asikin, 2018).



Gambar 2.3 Katup Pada Jantung (Asikin, 2018)



Tabel 2.1 Katup Jantung (Asikin, 2018) Jenis Katup Katup Trikuspid



Katup bikuspid atau katup mitral







Ciri-ciri Memiliki 3 daun katup.







Terletak antara atrium kanan dan







ventrikel kanan. Memiliki dua daun katup.







Terletak antara atrium kiri dan ventrikel



Katup aorta



kiri Terletak antara ventrikel kiri dan



Katup pulmonalis



aorta Terletak antara ventrikel dan arteri



pulmonalis Jantung merupakan ruangan yang terpisah dan berfungsi sebagai suatu pompa ganda yang berkontraksi 100.000 kali setiap harinya dan memompa darah lebih dari 7.200 liter. Anulus fibrosus merupakan jaringan penyambung padat yang membentuk suatu cincin fibrosa yang mengelilingi muara dari aorta dan arteri pulmonalis, serta katup atrioventrikular. Cincin ini merupakan tempat perlekatan yang kuat untuk katup dan otot jantung (Asikin,2018). b. Pembuluh Darah Vena kava superior dan inverior menuangkan darahnya ke dalam atrium kanan. Lubang vena kava inverior dijaga katup semilunarEustakhius. Arteri pulmonalis membawa darah keluar dari ventrikel kanan. Empat vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru ke atrium kiri. Aorta membawa darah keluar dari ventrikel kiri. Lubang aorta dan arteri pulmonalis dijaga katup semilunar. Katup antara ventrikel kiri dan aorta disebut katup aortik, yang menghindar darah mengalir kembali dari aorta ke ventrikel kiri. Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katup pulmonalis yang menghindarkan darah mengalir kembali ke dalam ventrikel kanan.



Gambar 2.4 Jantung dan Pembuluh Darah dari Depan (Pearce, 2009) c. Sirkulasi Darah Aliran darah dari ventrikel kiri melalui arteri, arteriola dan kapiler kembali ke atrium kanan melalui vena disebut peredaran darah besar atau sirkulasi sistemik. Aliran dari ventrikel kanan, melalui paru-paru, ke atrium kiri adalah peredaran darah kecil atau sirkulasi pulmonal. 1) Peredaran Darah Besar Dimulai saat dipompanya darah oleh ventrikel kiri menuju arteri terbesar, yaitu aorta. Aorta ini berjalan naik ke bagian atas jantung, melengkung ke bawah pada arkus aorta dan menurun tepat di anterior kolumna spinalis. Aorta bercabang menjadi arteri iliaka kiri dan kanan, dan menyuplai darah ke daerah pelvis dan tungkai. Arteri besar yang menyuplai kepala, lengan, jantung, berasal dari arkus aorta dan arteri utama menyuplai organ visera, berasal dari percabangan aorta desendens. Oleh sebab itu, semua organ mayor, kecuali hati mendapat suplai darah dari arteri-arteri yang muncul dari aorta. Aorta dan cabang utamanya (arteri brakiosfalika, karotis komunis, subklavia, dann iliaka komunis) disebut arteri elastika. Selain mengalirkan darah dari jantung, arteri-arteri ini melebar



selama sistol dan kembali ke ukuran awal saat diastole, menekan gelombang nadi dan menyesuaikan aliran darah yang terputus-putus yang dihasilkan oleh kerja pompa jantung yang intermiten. 2) Peredaran Darah Kecil (Sirkulasi Pulmonal) Dimulai saat darah dipompa oleh ventrikel kanan ke arteri pulmonalis utama, yang kemudian langsung bercabang menjadi dua arteri pulmonalis kanan dan kiri yang menyuplai masing-masing paru. Darah “vena” ini mengalami oksigenasi saat alirannya melalui kapiler pulmona. Selanjutnya darah kembali ke jantung melalui vena-vena pulmonalis ke atrium kiri yang memompanya ke ventrikel kiri. Kebutuhan metabolik paru tidak dipenuhi oleh sirkulasi pulmonal, namun oleh sirkulasi bronkial. Sirkulasi ini muncul dari arteri interkostalis, yang merupakan percabangan dari aorta. Sebagian besar vena dari sirkulasi bronkial berakhir di dalam atrium kanan namun beberapa bermuara ke dalam vena pulmonalis. C. Etiologi Congestive Heart Failure (CHF) Mekanisme fisiologi yang dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung yaitu kondisi yang meningkatkan preload, afterload, atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Kondisi yang meningkatkan preload, misalnya regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Afterload meningkat pada kondisi di mana terjadi stenosis aorta atau dilatasi ventrikel. Pada infark miokard dan kariomiopati, kontraktilitis miokardium dapat menurun. Gagal jantung dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1.



Gagal jantung kiri (gagal jantung kongestif), dibagi menjadi dua jenis yang dapat terjadi sendiri atau bersamaan, di antaranya: a)



Gagal jantung sistolik yaitu ketidakmampuan jantung untuk menghasilkan output jantung yang cukup untuk perfusi organ vital.



b)



Gagal jantung diastolic yaitu kongesti paru meskipun curah jantung dan output jantung normal.



2.



Gagal jantung kanan, merupakan ketidakmampuan ventrikel kanan untuk memberikan aliran darah yang cukup ke sirkulasi paru pada tekanan vena sentral normal (Asikin, 2018).



D. Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF) Bila cadangan jantung untuk berespons terhadap stres tidak adekuat dalammemenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan gagal jantung. Jika cadangan jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi: a.



Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis



b.



Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon



c.



Hipertrofi ventrikel



d.



Volume cairan berlebih (overload volume). Keempat respon ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme – mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan semakin kurang efektif (Muttaqin, 2012).



Bagan 2.1 Patofisiologi Gagal Jantung yang Mengarah pada Terjadinya Keperawatan (Muttaqin, 2009)



Masalah



E. Klasifikasi Congestive Heart Failure (CHF) Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4 kelainan fungsional : Kelas 1 : timbul gejala sesak pada aktifitas fisik yang berat, aktivitas sehari-hari tidak terganggu Kelas 2 : timbul gejala sesak pada aktivitas sedang, aktivitas sehari-hari sedikit terganggu Kelas 3 : timbul gejala sesak pada aktivitas ringan, aktivitas sehari-hari terganggu Kelas 4 : timbul gejala sesak pada aktivitas sangat ringan atau istirahat F. Manifestasi Klinis Congestive Heart Failure (CHF) Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan terhadap derajat latihan fisik yang dapat menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat melakukan aktivitas fisik. Namun, semakin berat kondisi gagal jantung, semakin menurun toleransi terhadap latihan, dan gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Dampak dari curah jantung dan kongesti yang terjadi pada sistem vena atau sistem pulmonal antara lain: 1. Sesak saat beraktivitas 2. Sesak saat berbaring dan membaik dengan melakukan elevasi kepala menggunakan bantal (ortopnea) 3. Sesak di malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnea) 4. Nyeri dada dan palpitasi 5. Anoreksia 6. Mual, kembung. 7. Penurunan berat badan 8. Letih, lemas 9. Oliguria/ nokturia 10. Gejala otak bervariasi mulai dari ansietas hingga gangguan memori dan konfusi (M. Asikin 2018).



Sementara manifestasi klinis yang khusus berdasarkan ruang jantung yang terganggu menurut (Padila, 2012) adalah : a. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru, sehingga peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi pada gagal jantung kiri : 1)



Dispnea



2)



Batuk



3)



Mudah lelah



4)



Insomnia



5)



Kegelisahan dan kecemasan



b. Gagal jantung kanan Kongestif jaringan perifer dan visceral menonjol. Karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifetasi klinis yang terjadi yaitu : 1)



Edema ektremitas bawah (edema dependen) Biasanya edema pitting, penambahan berat badan.



2)



Distensi vena leher dan ascites



3)



Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran atas abdomen Terjadi aibat pemberasan vena di hepar



4)



Anoreksia dan mual Terjadi akibat pembesaran vena da statis vena dalam rongga abdomen.



5)



Nokturia Curah jantung membaik sehingga perfusi renal meningkat dan terjadi diuresis.



6)



Kelemahan Kelemahan terjadi karenan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat.



G. Komplikasi Congestive Heart Failure (CHF) Terdapat beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantungyaitu meliputi : a.



Syok Kardiogenik Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium.



b.



Edema paru Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah:



1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli. 2) Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida. Masing - masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan secara cepat keluar dari kapiler (Padila, 2012). H. Penatalaksanaan Congestive Heart Failure (CHF) Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk menurunkan beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secara sendiri maupun secara gabungan dari: 1.



Penurunan beban awal Pembatasan asupan garam dalam makanan mengurangi beban awal dengan menurunkan retensi cairan. Jika gejala menetap dengan pembatasan garam yang sedang, maka diperlukan diuretik oral untuk mengatasi retensi natrium dan air. Regimen diuretic maksimum biasanya diberikan sebelum dilakukan pembatasan asupan natrium yang ketat.



2.



Peningkatan kontraktilitas



Obat initropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Mekanisme kerja dalam gagal jantung masih belum jelas. 3.



Pengurangan beban akhir Dua respon kompensatorik terhadap gagal jantung (aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron) menyebabkan terjadinya vasokontriksi dan selanjutnya meningkatkan tahanan terhadap injeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan meningkatnya beban akhir, maka kerja jantung meningkat dan curah jantung menurun. Obat vasodilator akan menekan efek negatif tersebut (Asikin 2018).



Sementara menurut (Nurarif, 2015) penatalaksanaan pada pasien dengan gagal jantung dibagi menjadi penatalaksanaan farmakologis dan nonfarmakologis. a) Medis Terapi farmakologis : 1) Glikosida jantung. Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan: peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, peningkatan diuresis, dan mengurangi edema. 2) Terapi diuretik. Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. 3) Terapi Vasodilator. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan. b) Keperawatan Terapi nonfarmakologis : 1) Diit rendah garam Pembatasan natrium untuk mencegah, megontrol, atau mehilangkan edema. 2) Membatasi cairan Mengurangi beban jantung dan menghindari kelebihan volume cairan dalam tubuh. 3) Manajemen stres Respon psikologis daat mempengaruhi peningkatan kerja jantung.



4) Menguragi aktivitas fisik Kelebihan aktivitas fisik mengakibatkan peningkatan kerja jantung sehingga perlu dibatasi (Oktavianus & Sari, 2014). 5) Tarik napas dalam Pasien dengan masalah dyspnea pada relaksasi otot, menghilangkan kecemasan, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna dan tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan dan mengurangi kerja pernafasan. Pernafasan yang lambat, rileks dan berirama membantu dalam mengontrol klien saat mengalami dyspnea (Westerdahl, 2014; Muttaqin, 2012). I. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan



penunjang



atau



pemeriksaan



diagnostik dari Congestive



Heart Failure yaitu meliputi : a. Elektrokardiogram (EKG) Mencatat aktivitas listrik jantung. EKG abnormal dapat menunjukkan penyebab dasar gagal jantung, seperti hipertrofi ventrikel, disfungsi katup, iskemia, dan pola kerusakan miokardium (Doenges, 2018). b. Kateterisasi jantung Mengkaji kepatenan arteri koroner, mengungkapkan ukuran atau bentuk jantung dan katup jantung yang tidak normal, serta mengevaluasi kontraktilitas ventrikel. Tekanan dapat diukur dalam setiap bilik jantung dan melintasi katup. Tekanan abnormal mengindikasikan masalah fungsi ventrikel, membantu mengidentifikasi stenosis atau insufisiensi katup dan diferensiasi gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri (Doenges, 2018). c. Foto rontgen dada Dapat menunjukkan klasifikasi di area katup atau aorta, menyebabkan obstruksi aliran darah, atau pembesaran jantung, mengindikasikan gagal jantung (Doenges, 2018). d. Elektrolit



Elektrolit dapat berubah karena perpindahan cairan dan penurunan fungsi ginjal yang dikaitkan dengan gagal jantung dan medikasi diuretic, inhibitor ACE yang digunakan dalam terapi gagal jantung (Doenges, 2018). e. Oksimetri nadi Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis. f. Analisa gas darah (AGD) Kegagalan ventrikel kiri ditandai oleh alkalosis respiratori ringan (dini), asidosis respiratori, dengan hipoksemia,dan peningkatan PCO2, dengan kegagalan kompensasi gagal jantung (Dongoes,2018). g. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal sebagaimana yang dapat terjadi pada gagal jantung atau sebagai efek samping medikasi yang diresepkan (diuretik dan inhibitor ACE). Peningkatan BUN dan kreatinin lazim terjadi pada gagal jantung (Doenges, 2018). h. Pemeriksaan tiroid Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai presipitator gagal jantung (Doenges, 2018).



BAB III Konsep Asuhan Keperawatan Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasikan massalah kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun yang potensial kemudian merencanakan tindakan untuk menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah terjadinya masalah baru dan melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang dikerjakan. (Nikmatur & Saiful, 2012). A. Pengkajian Pengkajian keperawatan secara menyeluruh perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis keperawatan yang bertujuan untuk menentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Pengkajian dilakukan sesuai tanda dan gejala yang dialami oleh klien (Asikin 2018). a.Pengumpulan Data 1)



Identitas a) Identitas klien Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, suku/bangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor medrec, diagnosis medis dan alamat. b) Identitas penanggung jawab Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, hubungan dengan klien dan alamat.



2)



Riwayat Kesehatan a) Keluhan utama Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan meliputi :



(1) Dispnea : Keluhan dispnea atau sesak napas merupakan manifestasi kongesti pulmonalis sekunder dan kegagalan ventrikel kiri dalam melakukan kontraktilitas sehingga akan mengurangi curah sekuncup. (2) Kelemahan fisik : Manifestasi utama dari penurunan curah jantung adalah kelemahan dan kelelahan dalam melakukan aktivitas. (3) Edema sistematik : Tekanan arteri paru dapat meningkatkan respons terhadap peningkatan kronis terhadap vena paru. Hipertensi pulmonar meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Mekanisme kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema sistemik (Muttaqin, 2009). b)Riwayat penyakit sekarang Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu : Provoking Incident : Kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung. Quality of Pain : Seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu pernapasan). Region : radiation, relief : Apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan. Severity (Scale)mof Pain : Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari – hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.



Time: Sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik istirahat maupun saat beraktivitas (Muttaqin, 2009). c)



Riwayat penyakit dahulu Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, DM dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat – obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan (Muttaqin, 2009).



d)



Riwayat keluarga Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnyapada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya (Muttaqin, 2009).



3)



Riwayat pekerjaan dan kebiasaan Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial : menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum alkohol, atau obat tertentu. Kebiasaan merokok : menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari dan jenis rokok. Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan kondisi klien (Muttaqin, 2009).



4)



Pemeriksaan kesehatan pada congestive heart failure meliputi pemeriksaan fisik umum secara persistem berdasarkan hasil observasi keadaan umum, pemeriksaan persistem meliputi : Sistem Pernafasan, Sistem Kardiovaskular, Sistem Persyarafan, Sistem Urinaria, Sistem Pencernaan, Sistem Muskuloskeletal, Sistem Integumen, Sistem



Endokrin, Sistem Pendengaran, Sistem Pengelihatan dan Pengkajian Sistem Psikososial. Biasanya pemeriksaan berfokus menyeluruh pada sistem Kardiovaskular (Muttaqin, 2009). 5)



Keadaan Umum Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan kesadaran yang baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat. TTV normal : TD : 120/80 mmHg, N : 80-100 x/menit, R : 1620x/menit, S : 36,5-37,0 oC (Muttaqin, 2009).



c)



Pemeriksaan fisik persistem 1) Sistem pernapasan Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Crakles atau ronki basah halus terdengar pada dasar posterior paru (Muttaqin, 2009). 2) Sistem Kardiovaskular Inspeksi: Adanya parut pada dada, kelemahan fisik, dan adanya edema ekstermitas (Muttaqin, 2009). Palpasi: Oleh karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respons awal jantung terhadap stres, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung (Muttaqin, 2009). Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan bunyi gallop dan murmur akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila pada penyebab gagal jantung adalah kelainan katup (Muttaqin, 2009). Perkusi: Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukan adanya hipertrofi jantung (Kardiomegali) (Muttaqin, 2009). 3) Sistem Persyarafan



Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien : wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat (Muttaqin, 2009). (1)



Test Nervus Cranial (a) Nervus Olfaktorius (N.I) Nervus Olfaktorius merupakan saraf sensorik yang fungsinya hanya satu, yaitu mencium bau, menghirup (penciuman, pembauan). (b) Nervus Optikus (N.II) Penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di retina. (c) Nervus



Okulomotorius,



Trochearis,



Abdusen



(N,III,IV,VI) Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut otonom nervus III mengatur otot pupil. (d) Nervus Trigeminus (N.V) Terdiri dari dua bagian yaitu bagian sensorik (porsio mayor) dan bagian motorik (porsio minor). (e) Nervus Facialis (N. VII) Nervus Fasialis merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah.. (f) Nervus Auditorius (N.VIII)



Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengaran yang membawa rangsangan dari telinga ke otak. (g) Nervus Glasofaringeus Sifatnya majemuk (sensorik + motorik), yang mensarafi faring, tonsil dan lidah. (h) Nervus Vagus Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. (i) Nervus Assesorius Saraf XI menginervasi sternocleidomastoideus dan trapezius menyebabkan gerakan menoleh (rotasi) pada kepala. (j) Nervus Hipoglosus Saraf ini mengandung serabut somato sensorik yang menginervasi otot intrinsik dan otot ekstrinsik lidah. d) Sistem Pencernaan Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan (Muttaqin, 2009). e) Sistem Genitourinaria Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstermitas menandakan adanya retensi cairan yang parah (Muttaqin, 2009). f) Sistem Endokrin



Melalui auskultasi, pemeriksa dapat mendengar bising. Bising kelenjar tiroid menunjukkan peningkatan vaskularisasi akibat hiperfungsi tiroid (Malignance) (Muttaqin, 2009). g) Sistem Integumen Pemeriksaan wajah pada klien bertujuan menemukan tanda-tanda yang menggambarkan kondisi klien terkait dengan penyakit jantung yang dialaminya. Tanda-tanda yang dapat ditemukan pada wajah antara lain : (Udjianti, 2011). (1) Pucat di bibir dan kulit wajah (2) Kebiruan pada mukosa mulut, bibir dan lidah (3) Edema periorbital. (4) Grimace (tanda kesakitan dan tanda kelelahan). h) Sistem Muskuloskeletal Kebanyakan klien yang mengalami congestive heart failure juga mengalami penyakit vaskuler atau edema perifer. Pengkajian sistem muskuloskeletal pada gangguan Kardiovaskular congestive heart failure, mungkin ditemukan : kelemahan fisik, kesulitan tidur, aktifitas terbatas dan personal hygine (Muttaqin, 2009).



i) Wicara dan THT Kebanyakan klien dengan congestive heart failure tidak mengalami gangguan wicara dan THT. j) Sistem Pengelihatan Pada mata biasanya terdapat : (1) Konjungtiva pucat merupakan manifestasi anemia. (2) Konjungtiva kebiruan adalah manifestasi sianosis sentral.



(3) Sklera berwarna putih yang merupakan gangguan faal hati pada pasien gagal jantung. (4) Gangguan visus mengindikasikan kerusakan pembuluh darah retina yang terjadi akibat komplikasi hipertensi (Udjianti, 2011). 7)



Aktifitas Sehari-hari a) Nutrisi Perlu dikaji keadaan makanan dan minuman klien meliputi : porsi yang dihabiskan, susunan menu, keluhan mual dan muntah, kehilangan nafsu makan, nyeri ulu hati sebelum atau pada waktu masuk rumah sakit, yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit. b) Eliminasi Pada klien dengan congestive heart failure biasanya terjadi retensi urine akibat reabsorbsi natrium di tubulus distal meningkat. c) Pola Istirahat Pola istirahat tidak teratur karena klien sering mengalami sesak nafas. d) Personal Hygine Kebersihan tubuh klien kurang karena klien lebih sering bedrest. e) Aktifitas Aktifitas terbatas karena terjadi kelemahan otot.



8)



Data Psikologi Jika klien mempunyai penyakit pada jantungnya baik akut maupun kronis, maka akan dirasakan seperti krisis kehidupan utama. Klien dan keluarga menghadapi situasi yang menghadirkan kemungkinan kematian atau rasa takut terhadap nyeri,



ketidakmampuan, gangguan harga diri, ketergantungan fisik, serta perubahan pada dinamika peran keluarga (Udjianti, 2011). 9)



Data Spiritual Pengkajian spiritual klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan prilaku klien. Perawat mengumpulkan pemeriksaan awal pada klien tentang kapasitas fisik dan intelektualnya saat ini. (Muttaqin, 2009)



10) Data Sosial Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenisasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dan curah jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan (Muttaqin, 2009). 11) Data penunjang a) Hb / Ht : untuk mengkaji sel darah yang lengkap dan kemungkinan anemia serta viskositas atau kekentalan. b) Leukosit : untuk melihat apakah adanya kemungkinan infeksi atau tidak. c) Analisa Gas Darah : menilai keseimbangan asam basa baik metabolik maupun respiratorik. d) Fraksi Lemak : peningkatan kadar kolesterol, trigliserida. e) Tes fungsi ginjal dan hati (BUN, Kreatinin) : menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hati atau ginjal. f) Tiroid : menilai aktifitas tiroid. g) Echocardiogram : menilai adanya hipertropi jantung. h) Scan jantung : menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang kemampuan kontraksi. i) Rontgen thoraks : untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru. j) EKG : menilai hipertrofi atrium, ventrikel, iskemia, infark dan distritmia.



B. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan SDKI,SLKI dan SIKI diagnosa keperawatan utama sebagai berikut : a) Penurunan curah jantung b.d gangguan kontraktilitas jantung, perubahan afterload, perubahan frekuensi



jantung, perubahan irama jantung, perubahan preload d.d



palpitasi,lelah dan dipsnea b) Bersihan



jalan



tidak



efektif



b.d



spasme



jalan



napas,hipersekresi



jalan



napas,disfungsi neuromuskuler,benda asing dalam jalan napas,adanya jalan napas buatan,sekresi yang tertahan,hyperplasia diniding jalan napas,proses infeksi,respon alergi,efek agen farmakologis d.d dipsnea,sulit bicara,ortopnea c) Resiko ketidakseimbangan cairan dengan kelebihan asupan cairan, natrium d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen



C. Intervensi Keperawatan kode



Diagnosa



Kode



SDKI D.0008



Penurunan curah jantung



L.02008



Tujuan SLKI Setelah dilakukan tindakan



Kode



I.02076



Intervensi SIKI Perawatan jantung akut 1.



Observasi 



keperawatan



Identifikasi karakteristik  nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan dan pereda, kualitas, lokasi, radiasi,



setelah 1x24



skala, durasi dan frekuensi)



jamdibuktikan 



dengan



Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T



ekspetasi hasil : meningkat







Monitor Aritmia( kelainan irama dan frekuensi)







Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan resiko aritmia( mis. kalium, magnesium serum)







Monitor enzim jantung (mis. CK, CK-MB, Troponin T, Troponin I)







Monitor saturasi oksigen







Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut(mis. Skor TIMI, Killip, Crusade)



2.



Terapiutik







Pertahankan tirah baring minimal 12 jam







Pasang akses intravena







Puasakan hingga bebas nyeri







Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan stres







Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan pemulihan







Siapkan menjalani intervensi koroner perkutan, jika perlu



 3.



Berikan dukungan spiritual dan emosional Edukasi







Anjurkan segera melaporkan nyeri dada







Anjurkan menghindari manuver Valsava (mis. Mengedan sat BAB atau batuk)







Jelaskan tindakan yang dijalani pasien







Ajarkan teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan



4.



Kolbaorasi 



Kolaborasi pemberian antiplatelat, jika perlu







Kolaborasi pemberian antiangina(mis. Nitrogliserin, beta blocker, calcium channel bloker)







Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu







Kolaborasi pemberian inotropik, jika perlu







Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah manuver Valsava (mis., pelunak, tinja, antiemetik)







Kolaborasi pemberian trombus dengan antikoagulan, jika perlu







D.0001



Bersihan jalan napas tidak efektif



L.01001



Setelah dilakukan tindakan keperawatan



(I.01014)



Pemantauan Respirasi 1. Observasi  



hasil : meningkat



Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)



dengan ekspetasi



Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas



setelah 1x24 jamdibuktikan



Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada , jika perlu







Monitor kemampuan batuk efektif







Monitor adanya produksi sputum







Monitor adanya sumbatan jalan napas







Palpasi kesimetrisan ekspansi paru







Auskultasi bunyi napas







Monitor saturasi oksigen







Monitor nilai AGD







Monitor hasil x-ray toraks



2.



Terapeutik 



Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien



 3.



D.0036



Resiko ketidakseimb angan cairan



L.03021



Setelah dilakukan tindakan



I.03098



Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi







Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan







Informasikan hasil pemantauan, jika perlu



MANAJEMEN CAIRAN  1.



Observasi 



keperawatan



Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa,



setelah 1x24



turgor kulit, tekanan darah)



jamdibuktikan dengan Keseimbangan







Monitor berat badan harian







Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN)



cairan  : 



meningkat



Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika tersedia)



2.



Terapeutik 



Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam







Berikan  asupan cairan sesuai kebutuhan







Berikan cairan intravena bila perlu



3.



Kolaborasi 



D.0056



Intoleransi aktivitas



L.05047



Setelah dilakukan tindakan



I. 05178



Kolaborasi pemberian diuretik,  jika perlu



MANAJEMEN ENERGI 1.



keperawatan



Observasi 



setelah 1x24



Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan



jamdibuktikan







Monitor kelelahan fisik dan emosional



dengan







Monitor pola dan jam tidur



toleransi







Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama



aktivitas  : meningkat



melakukan aktivitas 2.



Terapeutik 



Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)







Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif







Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan







Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan



3.



Edukasi







Anjurkan tirah baring







Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap







Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang







Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan



4.



Kolaborasi 



Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



D. Implementasi Keperawatan Pelaksanaan merupakan tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual, teknik yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien (Rohmah,2009).



E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Hasil yang diharapkan (Muttaqin, 2009) pada proses perawatan klien dengan gangguan sistem Kardiovaskular Congestive Heart Failure adalah : a.



Bebas dari nyeri.



b.



Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.



c.



Menunjukkan peningkatan curah jantung.



d.



Tidak ada dypsneu.



e.



Menunjukan penurunan kecemasan.



f.



Memahami penyakit dan tujuan keperawatannya.



DAFTAR PUSTAKA Agistina, AY, Afiyanti, & Ilmi, B 2017, ‘Pengalaman Pasien Gagal Gantung Kongestif Dalam Melaksananakan Perawatan Mandiri’, Healthy-Mu Journal, Vol 1, No.1, pp.614, diakses 07 Agustus 2018. Http://journal.umbjm.ac.id/indeks.php/healthy/article/view/63 Akin, I, Christoph, N 2015, ‘Obesity Paradox In Coronary Artery Didease’, World Journal Of Cardiology, Vol.7, No.10, Oktober 2015, diakses pada 2012 April 2018. Http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC4620071/pdf/WJC-7-603.pdf.