ASKEP GG - Pendengaran (TULI) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PENDENGARAN (TULI) Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II Dosen Pengampu : Sumardino, SST., M.Kes



Disusun Oleh: ADELA HENRI PUTRI



(P27220019096)



AZIZAH NUR LATIFAH (P27220019101) KELAS 2A D-IV KEPERAWATAN



PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2021



A.



Pengertian Pendengaran merupakan salah satu sistem indra pada manusia yang



berfungsi untuk mendengarkan bunyi, menangkap dan merubah bunyi atau energi mekanis menjadi energi elektris secara efisien dan diteruskan ke otak sehingga dapat didengar, disadari serta dimengerti (Sherwood, 2014). Pada lansia tentunya akan mengalami beberapa perubahan dalam tubuhnya, terutama perubahan fisik yang salah satunya adalah sistem pendengaran. Perubahan atrofi pada organ telinga dan degenerasi dari sel rambut telinga akan menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran. Gangguan



pendengaran



adalah



gangguan



paling



serius



pada



ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga yang menyebabkan ketulian. Gangguan pendengaran dibagi menjadi 3 yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural dan tuli campuran. Gangguan pendengaran disebabkan oleh beberapa factor diantaranya: umur, intensitas bising, masa kerja, lama kerja dan penggunaan Advanced Package Tool (APT). Gangguan pendengaran sampai menimbulkan ketulian yang bersifat sementara atau menetap. Gangguan pendengaran yang disebabkan karena umur, contohnya pada lansia biasanya mengalami gangguan pendengaran yaitu tuli sensorineural, yang membuat lansia sulit mengerti pembicaraan di tempat ramai sehingga akan membesarkan suaranya agar terdengar oleh lawan bicaranya. Sedangkan gangguan pendengaran yang disebabkan karena intensitas kebisingan, masa kerja dan lama kerja, contohnya seperti pada pekerja indsutri, bekerja di PT KAI yang mendengar suara bising mesin Kereta API. Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya akibat bising pada lingkungan kerja, tuli ini merupakan tuli sensorineural. Sedangkan kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan pada tingkat dan waktu tertentu dengan kebisiangan yang sangat kuat lebih besar dari 90 dB dapat menyebabkan gangguan fisik pada organ telingan. Dampaknya dalam beberapa aspek yaitu aspek fungsional, sosial dan emosional,



serta aspek ekonomi. Untuk mengendalikan kebisingan ada beberapa cara yaitu pengurangan kebisingan dengan pengawasan kebisingan, pemeriksaan kebisingan secara berkala, penempatan penghalang pada jalan transmisi dan proteksi dengan alat pelindung diri (tutup telinga). B.



Patofisiologi/Pathway Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau



total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Tanda utama adalah terjadinya penurunan sensitivitas ambang batas pendengaran pada suara frekuensi tinggi. Penentuan frekuensi pada gangguan pendengaran menurut International Standard Organization, yaitu : 1. 0-25 dB



: Normal



2. 26-40 dB : Tuli Ringan 3. 41-55 dB : Tuli Sedang 4. 56-70 dB : Tuli Sedang Berat 5. 71-90 dB : Tuli Berat 6. >90 dB



: Tuli Sangat Berat (WHO,2014)



Gangguan pendengaran atau tuli biasanya terjadi pada lansia usia diatas 60 tahun atau orang yang bekerja di tempat yang menimbulkan kebisingan lebih kuat dari 90dB yang keduanya masuk dalam tuli sensorineural. Terdapat faktor umum yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran : 1. Genetik 2. Usia 3. Presbiakusis 4. Tuli akibat obat ototoksik, serta 5. Tuli akibat paparan bising. Vestibulocochlearis (VIII) Pada koklea perubahan paling mencolok adalah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ korti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskuler juga terjadi pada stria vaskularis. Selain itu, terdapat perubahan berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel ganglion dan saraf. Hal terjadi juga pada myelin akson saraf.



Pathway Tuli Sensorineural (sumber: Resa Anggaresta,2017)



Pathway Tuli Kondusif (sumber: Resa Anggaresta,2017)



C.



Manifestasi Klinis Gangguan pendengaran memiliki 3 jenis, yaitu : 1. Gangguan pendengaran jenis Konduktif Manifestasi klinis pada gangguan pendengaran jenis ini adalah, sebagai berikut: a. Ada riwayat keluarnya cairan dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya. b. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan posisi kepala. c. Disertai tinnitus (suara nada rendah atau mendengung). d. Bila keduanya terkena, biasanya penderita bersuara lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis. e. Kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai. 2. Gangguan pendengaran jenis Sensorineural Manifestasi klinis pada gangguan pendengaran jenis ini adalah, sebagai berikut: a. Pada gangguan pendengaran bilateral dan sudah lama diderita, suara percakapan penderita akan lebih keras dari orang normal dan penderita otosklerosis yang bersuara lembut, membuatnya terkesan dalam suasana tegang. b. Penderita lebih suka mengartikan dan mendengar pada suasana ramai disbanding sunyi. c. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, pemakaian obat ototoksik, atau penyakit sistemik sebelumnya. 3. Gangguan pendengaran jenis Campuran Manifestasi klinis pada gangguan pendengaran jenis ini adalah, sebagai berikut: Gejala yang timbul merupakan kombinasi kedua komponen gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pemeriksaan fisik atau otoskopi dijumpai seperti pada gangguan jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima



meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun tinggi, sedangkan di tes garputala Rinne negative. Weber lateralisasi kea rah sehat dan Schwabach memendek. D.



Pemeriksaan Diagnostic Pemeriksaan diagnostic meliputi: 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik atau otoskopi telinga, hidung, dan tenggorokan 3. Tes pendengaran, yaitu : a. Tes bisik merupakan suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa kata-kata kepada telinga pendengar. b. Tes garputala merupakan tes kualitatif menggunakan Garputala 512 Hz dengan penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. c. Tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai garputala diletakkan di garis tengah kepala (vertex, dahi, pangkal hidung dan dagu) d. Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat elektronik.



E.



Penatalaksanaan Medis 1. Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dengan dipasang alat bantu dengar, namun harus dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading), latihan mendengar (auditory training) dan prosedur pelatihan dengan ahli terapi wicara (speech therapist) dengan tujuan memperbaiki efektifitas pasien dalam komunikasi sehari-hari. 2. Kurangi paparan terhadap bising. 3. Pelindung telinga untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. 4. Latihan untuk meningkatkan keterampilan membaca gerak bibir dan mendengar. 5. Berbicara menggunakan nada rendah dan jelas dengan memahami kondisi lansia dan memberi terapi yang tepat.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1.



Pengkajian a. Data Subjektif 1) Anamnesa a) Identitas Klien; Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b) Keluhan Utama; Nyeri/sakit pada telinga, keluar cairan kuning dari telinga, bisa juga mengalami gatal pada telinga dan merasa telinga penuh dengan serumen. Dengan keterangan dari keluarga bahwa pasien tidak bisa mengikuti perintah yang diberikan c) Riwayat Penyakit Sekarang d) Riwayat Penyakit Masa Lalu e) Riwayat Penyakit Keluarga 2) Pola Kesehatan Fungsional a) Pola Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan b) Pola Nutrisi dan Metabolisme c) Pola Eliminasi d) Pola Tidur dan Istirahat e) Pola Aktivitas dan Latihan f) Pola Hubungan dan Peran g) Pola Persepsi Konsep Diri h) Pola Persepsi Kognitif Pada pasien dikaji apakah masih bisa menerima informasi dari luar dan memahami apa yang terjadi disekitar, serta mampu menjawab pertanyaan orang lain. Pada gangguan pendengaran, kemungkinan besar akan terjadi kesulitan dalam memahami perintah orang sekitar.



i) Pola Reproduksi Seksual j) Pola Toleransi Menghadapi Stress k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan b. Data obyektif 1) Keadaan Umum a.



TTV (Tekanan darah, Suhu tubuh, Pernapasan, Denyut nadi)



b.



Antropometri (Lingkar lengan atas, Tinggi badan, Berat badan, dan Indeks Massa Tubuh)



c.



Kesadaran : i.



Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.



ii. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya. iii. Delirium, yaitu penurunan tingkat kesadaran seseorang yang disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien akan tampak gelisah, kacau, disorientasi, dan meronta-ronta. iv. Somnolen (letargi, obtundasi, dan hipersomnia), yaitu kondisi ini ditandai dengan mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi rangsangan. Namun, saat rangsangan dihentikan, orang tersebut akan tertidur lagi. v.



Soporous atau stupor, yaitu keadaan mengantuk yang dalam. Pengidapnya masih bisa dibangunkan dengan rangsangan kuat. Namun, mereka tidak terbangun sepenuhnya dan tidak dapat memberi jawaban verbal yang baik. Pada soporous/stupor, refleks kornea dan pupil baik, tetapi BAB dan BAK tidak terkontrol.



Stupor disebabkan oleh disfungsi serebral organic difus. vi. Semi koma, yaitu terjadi ketika seseorang tidak bisa memberi respons terhadap rangsangan verbal dan tidak dapat dibangunkan sama sekali. Namun, refleks kornea dan pupilnya masih baik. vii. Koma, yaitu penurunan kesadaran yang terjadi sangat dalam. Pada tubuh pasien tidak ada gerakan spontan dan tak ada respon terhadap nyeri yang dirasakan. 2) Pemeriksaan fisik : a) Sistem Integumen Eritema



£ ya £ tidak



Bengkak/udema/lesi



£ ya £ tidak



Nyeri tekan



£ ya £ tidak



Turgor cepat kembali



£ ya £ tidak



Warna kulit



£ cyanosis



£



£ ya



£ tidak



jaundice



£dll..... Nyeri tekan b) Kepala Simetris



£ ya



£ tidak



Udema/bengkak£ ya



£ tidak



Nyeri tekan



£ tidak



£ ya



c) Leher Simetris



£ ya



£ tidak



Bengkak/udema



£ ya



£ tidak



Nyeri tekan



£ ya



Reflek menelan ROM baik



£ ya



£ tidak £ ya



£ tidak £ tidak



d) Wajah Simetris



£ ya



£ tidak



Bengkak/udema



£ ya



£ tidak



Wajah terlihat menahan sakit £ ya



£ tidak



Perubahan bentuk/fungsi



£ ya



£ tidak



Simetris



£ ya



£ tidak



Refleks pupil baik



£ ya



£ tidak



Konjungtiva anemis



£ ya



£ tidak



Pupil simetris



£ ya



£ tidak



Kornea bening



£ ya



£ tidak



Sklera ikterik



£ ya



£ tidak



e) Mata



f) Telinga Pada penderita gangguan pendengaran, bisa diperiksa apakah ada nyeri di bagian telinga, dan adapakah ada serumen atau cairan yang keluar dari dalam telinga. g) Hidung Simetris



£ ya



£ tidak



Lesi



£ ya



£ tidak



Nyeri tekan



£ ya



£ tidak



Berfungsi dengan baik £ ya



£ tidak



h) Mulut dan Faring Pembesaran/bengkak/tonsil



£ ya



£ tidak



Mukosa pucat



£ ya



£ tidak



Berfungsi dengan baik



£ ya



£ tidak



i) Paru -



Inspeksi; pada dinding dada; dilihat kesimetrisan, bentuk dinding dada, periksa adanya lesi atau bekas luka.



-



Palpasi; pergerakan dinding dada atau kesimetrisan, periksa taktil fremitus.



-



Perkusi; suara ketok sonor, tidak ada redup atau suara tambahan lainnya.



-



Auskultasi;



suara



nafas,



periksa



apakah



normal,



wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. j) Jantung -



Inspeksi; pada dinding dada, periksa adanya lesi atau bekas luka, periksa adanya pembengkakan.



-



Palpasi; raba adanya ictus cordis.



-



Perkusi; periksa apakah ada pembesaran pada jantung atau penumpukan cairan pada jantung



-



Auskultasi; dengarkan bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, adakah bunyi tambahan seperti mur-mur.



k) Abdomen -



Inspeksi; bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.



-



Palpasi; periksa turgor baik, nyeri tekan, dan pembesaran organ.



-



Perkusi; suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.



-



Auskultasi; Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.



l) Ekstremitas Udema



£ ya



£ tidak



Pembatasan gerak



£ ya



£ tidak



Nyeri tekan



£ ya



£ tidak



Varises/tromboplebitis £ ya



£ tidak



Luka insisi



£ tidak



£ ya



m) Inguinal-Genetalia-Anus, periksa adakah hernia, pembesaran lymphe, dan kesulitan BAB Peradangan



£ ya



£ tidak



Lesi



£ ya



£ tidak



Siklus menstruasi (P)



£ ya



£ tidak



Keluar cairan



£ ya



£ tidak



3) Pemeriksaan Penunjang



Diagnostik



dan



Laboratorium/Pemeriksaan



a.



Dalam uji rinne garputala garputala ditempatkan pada mastoid, dan orang yang di uji diminta untuk mengatakan ketika



tidak



terdengar



lagi.



Pemeriksa



kemudian



mengangkat garpu segera dengan memegang garpu ke dekat saluran telinga terbuka. Telinga normal terus mendengarnya selama 45 detik. Dan hasil “positif” ini terjadi juga dengan gangguan pendengaran sensorineural yang tidak lengkap. Jika hasilnya “negatif” dan garputala terdengar lebih lama oleh konduksi tulang dari pada dengan konduksi udara, maka bisa disimpulkan bahwa pasien telah menderita jenis tuli konduktif. b.



Dalam tes schwabach, adanya gangguan sensorineural diindikasikan ketika individu yang di uji tidak dapat mendengar suara yang diujikan selama pemeriksaan. Ketika



seharusnya



melakukannya.



Namun,



pendengaran individu



normal dengan



dapat



gangguan



pendengaran konduktif dapat mendengar garpu untuk priode waktu yang lebih lama. Daripada pemeriksa karena lesi konduktif tidak termasuk suara masker udara di sekitarnya. Audiometer konduksi tulang akan memberikan hasil yang serupa. c.



Untuk tes weber, garputala hanya diletakan di dahi orang tersebut, dan pemeriksa bertanya di telinga sebelah mana orang itu mendengarnya. Saat lesi sensorineural hadir di satu telinga, orang akan melokalisasi suara di telinga yang lebih baik. Namun jika terdapat cacat konduktif, orang tersebut akan menolaknya di telinga yang lebih buruk. Yaitu yang dilindungi dari gangguan oleh suara asing.



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Nyeri akut berhubungan agen pencedera fisik 2) Ansietas berhubungan dengan terpapar bahaya lingkungan



3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran 4) Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan C. INTERVENSI N



Tujuan



o.



dan



Dx



Kriteria



Intervensi



Hasil 1 Setelah diberikan O: tindakan Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, keperawatan frekuensi, kualitas, intensitas, dan skala selama 3x24 jam nyeri diharapkan N: tingkat nyeri 1. Berikan teknik non farmakologis untuk menurun, dengan mengurangi rasa nyeri kriteria hasil : 2. kontrol lingkungan yang memperberat nyeri 1. Keluhan nyeri E: 1. Ajarkan teknik non farmakologis untuk menurun mengurangi rasa nyeri 2. Gelisah 2. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri C: menurun Kolaborasi pemberian analgetik 2 Setelah diberikan O: tindakan Monitor tanda-tanda ansietas keperawatan N: selama 3x24 jam Ciptakan suasana terapeutik untuk diharapkan menumbuhkan kepercayaan tingkat ansietas E: menurun, dengan Latih teknik relaksasi kriteria hasil : C: 1. Verbalisasi Kolaborasi pemberian obat antiansietas, khawatir akibat jika perlu kondisi yang dihadapi menurun 2. Keluhan pusing menurun 3 Setelah diberikan O: tindakan Periksa kemampuan mendengar keperawatan N:



selama 3x24 jam 1. Gunakan bahasa sederhana/isyarat, jika perlu diharapkan 2. Fasilitasi penggunaan alat bantu dengar komunikasi E: verbal meningkat, Anjurkan penyampaian pesan lewat isyarat dengan kriteria C:hasil : 1. Kemampuan mendengar meningkat 2. Pemahaman komunikasi membaik 4 Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan keterlibatan sosial meningkat, dengan kriteria hasil : 1. Minat interaksi meningkat



O: Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain N: Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain E: Latih bermain peran untuk meningkatkan keterampilan komunikasi C: Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu



2. Verbalisasi tujuan yang jelas meningkat D. EVALUASI Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur



keberhasilan



dari



rencana



dan



pelaksanaan



tindakan



keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai (Dinarti dan Yuli Mulyanti, 2017)



Untuk memudahkan melakukan evaluasi kepada klien, terdapat format SOAP/SOAPIER, yaitu :



a) Subjective (Subjektif) atau data subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan.



b)



Objective (Objektif) atau data objektif adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.



c)



Assesment (Penilaian/analisis) merupakan adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi



d)



Planning (Perencanaan) merupakan adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa, apakah perencanaan akan dihentikan (apabila hasil yang didapat sudah sesuai tujuan), dilanjutkan (apabila masalah masih ada), atau ada modifikasi/tambahan dari tindakan keperawatan sebelumnya



e) Implementation (Implementasi) adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai perencanaan yang sudah dibuat



f) Evaluation (evaluasi) merupakan respon klien setelah dilakukan tindakan g)



Re-assessment (penilaian ulang) merupakan pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi



ANALISIS JURNAL PICO



“STUDI LITERATUR PENERAPAN AUDITORY VERBAL THERAPY (AVT) TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK TUNARUNGU” A. Problem, Population Population : Penelitian ini menggunakan metode studi literatur, dengan mengumpulkan data dari beberapa jurnal sebagai sumber yang menjadi referensi terkait AVT terhadap perkembangan bahasa anak tunarungu. Berikut kriteria dalam pemilihan literatur yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Diterbitkan antara tahun 2000 hingga 2020 2. Literatur dengan topik AVT sebagai pembahasan 3. Subjek



penelitian



anak



tunarungu



yang



menggunakan



teknologi



pendengaran B. Intervention Penggunaan AVT pada orang yang memiliki ketidakmampuan dalam mendengar dan berbicara. Intervensi AVT tidak dapat dibimbing oleh seseorang yang belum mendapatkan sertifikasi khusus. Bowers (2017) menjelaskan bahwa proses sertifikasi menjadi Listening and Spoken Language Specialist yang bersertifikat dalam menyediakan terapi AVT sangat ketat, hal ini dikarenakan dalam terapi AVT terdapat 10 prinsip yang diadaptasi dari AG Bell Academy yang benar-benar harus diterapkan saat melaksanakan AVT. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1. Mempromosikan diagnosis dini gangguan pendengaran diikuti oleh manajemen audiologis langsung dan terapi auditori-verbal 2. Merekomendasikan



sesegera



mungkin



assesmen



dan



penggunaan



teknologi pendengaran yang disesuaikan dengan kebutuhan anak dengan tepat agar dapat memanfaatkan stimulasi pendengaran dengan maksimal



3. Memandu dan melatih orang tua membantu anak mereka dalam menggunakan pendengaran sebagai modalitas sensorik primer (indera yang utama) dalam mengembangkan bahasa yang mencakup mendengar dan berbicara 4. Memandu dan melatih orang tua untuk menjadi fasilitator utama dalam perkembangan bahasa mendengar dan berbicara anak 5. Memandu dan melatih orang tua untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pendengaran sebagai akuisisi bahasa melalui seluruh kegiatan sehari-hari anak 6. Memandu dan melatih orang tua untuk membantu anak mereka mengintegrasikan bahasa yang mencakup pendengaran dan bicara dalam semua aspek kehidupan anak 7. Memandu dan melatih orang tua untuk menggunakan pola perkembangan yang alami dalam pendengaran, bicara, bahasa, kognisi dan komunikasi 8. Memandu dan melatih orang tua untuk membantu anak mereka dalam memantau secara mandiri bahasa lisan melalui kegiatan mendengar, 9. Memberikan penilaian diagnostik formal maupun informal yang dilakukan secara berlanjut guna mengembangkan terapi AVT untuk memantau kemajuan perkembangan dan evaluasi keefektivitasan terapi 10.



Mempromosikan pendidikan di sekolah reguler dengan teman



sebaya yang memiliki pendengaran pada umumnya disertai layanan yang sesuai sejak usia dini. C. Comparation 1.



Dornan et al. (2009) meneliti di Australia dengan 25 subjek anak tunarungu yang mengikuti AVT. Hasil yang diperoleh berupa adanya kemajuan



yang



signifikan



dalam



persepsi



bicara,



pengartian



pendengaran, ekspresi oral, keterampilan berbicara serta adanya peningkatan dalam jumlah bahasa yang dimiliki. Dengan kata lain, AVT efektif dalam mempercepat pengembangan bahasa lisan pada anak tunarungu.



2.



Wagino dan Rafikayati (2013) meneliti di Indonesia dengan 1 subjek anak tunarungu. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa anak belum mampu



beradaptasi



dengan



teknologi



pendengaran



yang



usia



pemasangannya belum lama, keberhasilan AVT dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : (1) usia pemakaian cohlear implant, (2) kecerdasan anak, (3) kesehatan anak secara umum, (4) ketunaan lain yang dimiliki anak, (5) partisipasi orang tua, (6) karakteristik anak. D. Outcome AVT memberikan hasil yang cukup signifikan serta efektif dalam mempercepat



perkembangan



bahasa



pada



memperhatikan beberapa faktor.



DAFTAR PUSTAKA



anak



tunarungu



dengan



Dinarti, dan Yuli Mulyanti. 2017. Bahan Ajar Keperawatan “Dokumentasi Keperawatan”. PPSDM Kemenkes RI Fatmawati, Annisa. 2020. STUDI LITERATUR PENERAPAN AUDITORY VERBAL THERAPY (AVT) TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK TUNARUNGU. Jurnal Pendidikan Khusus, Universitas Negeri Surabaya Istiqomah, Sarah Nabila dan Imanto Mukhlis. 2019. “Hubungan Gangguan Pendengaran dengan Kualitas Hidup Lansia”. Medical Journal of Lampung University, Vol. 8 No. 2. Jaya, Aldy Andryan Indra. 2020. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN KOMUNIKASI PADA LANSIA DENGANPENURUNAN PENDENGARAN DI WILAYAH KERJA UPTD PSLU TRESNA WERDHA NATAR LAMPUNG SELATAN TAHUN 2020. Diploma thesis, Poltekkes Tanjungkarang Lukito, Alamsyah. 2019. “Hubungan Antara Gangguan Pendengaran dengan Serumen pada Lansia Di Puskesmas Medan Johor”. Jurnal Penelitian KESMAY, Vol. 1 No. 2