8 0 159 KB
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA
Disusun Oleh: Kelompok 2: Bintara Sinulingga Hari Syahputra Yurdiana Yudianto Kiki Rahayu
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNISBAR TAHUN 2022
DAFTAR ISI DAFTAR ISI........................................................................................................................ BAB I LAPORAN PENDAHULUAN................................................................................ BAB II TINJAUAN TEORITIS......................................................................................... A. KONSEP PENYAKIT 1. Pengertian ......................................................................................................................... 2. Etiologi.............................................................................................................................. 3. Menifestasi klinik.............................................................................................................. 4. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit............................................................. 5. Komplikasi ....................................................................................................................... 6. Patofisiologi dan Pathway................................................................................................. 7. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................... 8. Penatalaksanaan ............................................................................................................... B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian ........................................................................................................................ 2. Diagnosa ........................................................................................................................... 3. Perencanaan Keperawatan ................................................................................................ 4. Evaluasi ............................................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Hiperbilirubin merupakan salah satu dari beberapa penyebab kematian bayi baru lahir di berbagai Negara terutama di Indonesia yang menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian neonatal. Keadaan ini disebabkan oleh penimbunan bilirubin dalam jaringan tubuh sehingga kulit, mukosa dan sklera berubah menjadi warna kuning. Hal ini dapat menjadi salah satu akibat masih banyak kejadian Hiperbilirubin dan angka kematian bayi baru lahir setiap tahunnya di Indonesia (Kemenkes RI. 2019). Angka hiperbilirubin pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar 51,47% dengan faktor penyebabnya antara lain Asfiksia, BBLR, Sectio Cesaria, prematur dan kelainan kongenital (Riskesdas, 2018). Data dari WHO (World Health Organizaton) (2015) menjelaskan bahwa sebanyak 4,5 juta (75%) dari semua kematian bayi dan balita terjadi pada tahun pertama kehidupan. Data kematian bayi terbanyak dalam tahun pertama kehidupan ditemukan di wilayah Afrika, yaitu sebanyak 55/1000 kelahiran. Sedangkan di wilayah eropa ditemukan ada 10/1000 dari kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah afrika merupakan kejadian tertinggi pada tahun 2015. Hiperbilirubinemia di Indonesia merupakan masalah yang sering ditemukan pada bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan, hiperbilirubinemia terjadi sekitar 25- 50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada bayi kurang bulan (Depkes 2017). Berdasarkan
data
Riset
kesehatan
dasar
menunjukan
angka
kejadian
hiperbilirubin/ikterus neonatorum pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar 51,47% dengan factor penyebabnya yaitu: Asfiksia 51%, BBLR 42,9%, Sectio Cesarea 18,9%, Prematur 33,3%, Kelainan Congenital 2,8%, Sepsis 12%. Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) sebesar 34/1000 kelahiran. Sebagian besar bayi baru lahir, terutama bayi yang kecil (bayi yang berat lahir < 2.500 gr atau usia gestasi /25 tahun
Bayi macrosomia dari ibu DM
Saudara sekandung sebelumnya ikterus
Usia kehamilan 37-38 minggu
Kadar TSB/TCB pada “area high intermediate risk”
c. Faktor Resiko yang Rendah
Kadar TSB/TCB pada tingkat area zona low risk
Kehamilan >= 41 minggu
PASI / formula
Ras kulit hitam
Pulang dari RS setelah 3 hari
(Waluyo, 2015) 5.
Komplikasi
a.
Bilirubin Encephalopathy ( komplikasi serius)
b.
Kernicterus ; kerusakan neurologis; serebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
c.
Gangguan pendengaran dan penglihatan
d.
Asfiksia
e.
Hipotermi
f.
Hipoglikemi
g.
Kematian
6.
Patofisiologi dan Pathway Bilirubin di produksi dalam dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir
dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkojugasi di angkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut kedalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah diekskresikan kedalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali kedalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas, dkk, 2013). Bilirubun mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar, yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, dan atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah & jaya, 2015). Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa kehepar dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian di ekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi yang memiliki usus yang belum sempurna, karena belum terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah & jaya, 2016).
Pathway
Hemoglobin Globin Feco
Biliverdian
Peningkatan destruksi eritrosit (gangguang konjugasi bilirubun/ ganggunan transpot bilirubin/ peningkatan siklus enteropetik) Hb dan eritrosit abnormal
Pemecahan bilirubin berlebih
Suplai bilirubin melebihi tampungan hepar
Ikterik neonatus
Peningkatan bilirubin unjongned dlm darah menyebabkan pengeluaranmekonium terlambat/ obstruksi usus shg tinja bewarna pucat
Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik
Ikterus pada sklera leher dan badan, peningkatan bilirubin indirek 12 mg/dl
Resiko kerusakan integritas kulit
Indikasi fototerapi
Gangguan suhu tubuh
Sinar dengan intensitas tinggi
Ketidakefektifan termogulasi
Resiko kurangnya volume cairan tubuh
Sumber : Nursalam (2016)
Hepar tidak mampu melakukan konjugasi
Gangguan integritas kulit/ jaringan
7.
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan bilirubin serum bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl yang berarti tidak fisiologis, sedangkan bilirubinpada bayi prematur mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5-7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2-3 hari dan hilang pada hari ke 4 dan ke 5 dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl, sedangkan pada bayi prematur bilirubin indirek muncul sampai 3-4 hari dan hilang sampai 7-9 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl/hari.
b.
Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
c.
Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia biliary, (Ihsan, 2017).
8.
Penatalaksanaan
a. Pentalaksanaa hiperbilirubinemia secara terapeutik : 1) Fototerapi Dilakukan apabila kadar bilirubin indireklebih dari 10 mg% dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan oksidasi foto pada bilirubin dan biliverdin. Langkah-langkah pelaksanaannya fototerapi yaitu :
Membuka pakai neonatus agar seluruh bagian tubuh neonatus kena sinar
Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan cahaya
Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm
Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali
Mengukur suhu tubuh setiap 6 jam sekali
Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam
Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita yang mengalami hemolisis
2) Fenoforbital Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan mempebesar
konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubi. Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan. 3) Tranfusi Tukar Apabila sudah ditangani dengan fototerapi atau kadar bilirubi indirek lebih dari 20 mg %. langkah penatalaksanaan saat tranfusi tukar adalah sebagai berikut :
Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum tranfusi tukar
Siapkan neonatus dikamar kusus
Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus
Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan buka pakaian pada daerah perut
Lakukan tranfusi tukar sesuai dengan protap
Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catat jumlah darah yang keluar dan masuk
Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat
Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.
(Suriadi dan Yulianni 2006 dalam Ihsan, 2017) b. Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami 1) Bilirubin Indirek Penatalaksanaannya dengan metode penjemuran dengan sinar utraviolet ringan yaitu dari jam 7.00-9.00 pagi. Karena bilirubin fisioplogis jenis ini tidak larut dalam air 2) Bilirubin Direk Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang adekuat. Hal ini disarankan karena bilirubin direk dapat larut dalam air, dan akan dikeluarkan melalui sistem pencernaan. (Atikah dan Jaya, 2016; Widagdo,2012, dalam Ihsan 2017)
B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a.
Identitas : nama ibu, no rekam medik, BB, TB, bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, Dll.
b.
Keluhan Utama : bayi terlihat kuning di kulit dan sklera, latergi, malas menyusu, tampak lemah, dan BAB berwarna pucat.
c.
Riwayat Kesehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang : keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, latergi, reflek hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah 20 mg/dl dan sudah sampai kejaringan serebral maka bayi akan mengalami kejang dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan melengking. 2) Riwayat kesehatan dahulu : biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguang hemolisis darah (ketidak sesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O. infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin preterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasiopertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabettes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripaada bayi wanita. 3) Riwayat kehamilan dan kelahiran : antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir rendah, hipoksia serta asidosis yang menghambat konjugasi bilirubin.
d.
Pemeriksaaan Fisik 1)
Kepala - leher : ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2)
Dada : ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat pergerakan dada yang abnormal.
3)
Perut : perut membuncit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
4)
Ekstremitas : kelemahan pada otot.
5)
Kulit : menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta badan bagian atas digolongkan ke grade dua,. kuning terdapat pada kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga, grade empat jika kuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila
kuning terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai tangan dan kaki. 6)
Pemeriksaan neurologis : latergi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai jaringan serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang dan penurunan kesadaran.
7)
Urogenital : urin merwarna pekat dan tinja bewarna pucat. Bayi yang sudah fototerapi biasanyan mengeluarkan tinja kekuningan.
e.
Data Penunjang 1)
Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal = < 2 mg/dl).
2)
Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
3)
Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi
4)
Pemeriksaan kadar enzim G6PD
5)
Pada ikterus yang lama, uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur drah , urin, IT rasio, dan pemeriksaaan C reaktif protein (CPR).
2. Diagnosa a.
Hipovolemia b.d kekurangan intake
b.
Termogulasi tidak efektif b.d proses penyakit
c.
Ikterik neonatus b.d penurunan berat badan
d.
Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d efek terapi radiasi
3. Perencanaan Keperawatan No 1.
Diagnosa Hipovolemia
Tujuan dan kriteria hasil b.d Setelah
kekurangan intake
dilakukan
Intervensi
tindakan Menajemen hipovolemia
keperawatan selama ….x jam
Observasi
diharapkan volume cairan dapat
periksa tanda dan gejala
terpenuhi, dengan kriteria hasil :
hipovolemia
indikator
awal
Tujuan
Kekuatan
1
5
Monitor
intake
dan
output cairan Terapeutik
nadi Tugor kulit
1
5
Output
1
5
urine
Hitung cairan
Edukasi
Anjurkan
kebutuhan
Keteranga :
memperbanyak asupan
1. Menurun
cairan
2. Cukup menurun
Kolaborasi
3. Sedang
4. Cukup meningkat
Kolaborasi
pemberian
cairan IV
5. meningkat 2.
Termogulasi tidak Setelah
dilakukan
efektif b.d proses keperawatan penyakit
tindakan Regulasi temperatur
selama…x
jam
Observasi
diharapkan suhu tubuh pasien
Monitor
dalam rentang normal, dengan
anak
kriteria hasil :
suhu
tubuh
Monitor dan catat tanda gejala hipertermia
Indikator
Awal Tujuan
Suhu tubuh
3
5
Terapeutik
Suhu kulit
3
5
Pucat
2
5
Tingkatkan
asupan
cairan dan nutrisi yang adekuat
Keteranga :
Sesuaikan
suhu
1. Memburuk
lingkungan
2. Cukup memburuk
kebutuhan
3. Sedang
Edukasi
4. Cukup membaik
dengan
Jelaskan cara perawatan saat hipertermia (mis.
5. Membaik
Kompres
hangat,
kompres menggunakan teknik
tepid
water
sponge) Kolaborasi
Kolaborasi
dengan
dokter
tenaga
dan
farmasi pemberian
untuk obat
antipiretik 3.
Ikterik b.d
neonatus Setelah
dilakukan
penurunan keperawatan
berat badan
tindakan Fototerapi neonatus
selama….x
jam Observasi
diharapkan proses penyesuaian fungsional
neonatus
dapat
membaik, dengan kriteria hasil :
Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
Monitor efek samping
fototerapi
Indikator
awal
Tujuan
Berat badan
1
5
Terapeutik
Sklera
5
1
Siapkan
lampu
fototerapi dan inkubator
kuning Membran
5
atau kotak bayi
1
mukosa
Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
kering
Berikan penutup mata pada bayi
Ukur
jarak
antara
lampu dan permukaan kulit
bayi
(30
tergantung
cm/
spesifikasi
lampu fototerapi)
Biarkan
tubuh
bayi
terpapar sinar fototerapi secara berkelnjutan Edukasi
Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
Kolaborasi
Kolaborasi pemeriksaan darah
vena
bilirubin
direk dan indirek. 4.
Gangguan integritas
Setelah
dilakukan
kulit/ keperawatan
jaringan b.d efek diharapkan terapi radiasi
jaringan
tindakan Perawatan integritas kulit
selama…x kebutuhan
pasien
jam kulit/
Observasi
membaik,
Indentifikasi penyebab gangguan
dengan kriteria hasil :
integritas
kulit
Indikator
Awal
Tujuan
Terapeutik
Elastisitas
1
5
Hidrasi
1
5
berbahan ringan/ alami
Perfusi
1
5
pada kulit sensitif
jaringan
Gunakan
produk
Edukasi
Anjurkan
minun
air
yang cukup Keterangan:
1. Memburuk 2. Cukup memburuk
Njurkan meningkatkan asupan nutrisi (ASI)
Anjurkan
mandi
3. Sedang
menggunkan
4. Cukup membaik
secukupnya
dan sabun
5. Membaik Evaluasi Evaluasi adalah aktifitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan dan hasil keefektifan rencana asuhan keperawatan dengan tindakan intelektual dalam melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan untuk diagnosa keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya. Jenis-jenis dalam asuhan keperawatan antara lain a.
Evaluasi formatif (proses) adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan di implementasikan untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah di tentukan tercapai. Metode dalam pengumpulan data evaluasi proses terdiri atas analisis rencana asuhan keperawatan , pertemuan kelompok, wawancara, observasi klien, dan menggunkan form evaluasi. Ditulis pada catatan perawatan.
b.
Evaluasi sumatif (hasil) rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisis status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan. Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan prilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan .
DAFTAR PUSTAKA Atikah, M,V & Jaya,P. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan Balita. Jakarta. CV. Trans Info Media Ihsan,Z. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Neontus Dengan Hiperbilirubinemia di Ruang Perinatologi IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. (https://pustaka.poltekes-pdg.ac.id/indek.php?p=show_detail&id=4386&keywords=, diakses 10 Desember 2022) Kristanti, H,M. Etika, R. Lestari,P. 2015. Hiperbilirubinemia Treatment Of Neonatus, Folia Medica Indonesia Vol . 51 PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Defenis dan Indikator Diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Defenis dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defenis dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI