6 0 229 KB
Makalah Keperawatan Maternitas II
ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI RADANG PANGGUL
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4 (KELAS C) 1. Firda Wunani
(841418083)
2. Ramlah Mantoki
(841418085)
3. Sri Alin Hulopi
(841418084)
4. Fitriani Fikri
(841418077)
5. Anisa Umar
(841418109)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2020 KATA PENGANTAR Puji syukur selalu dipanjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, makalah ini dapat dibuat.Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas
II. Tidak lupa diucapkan rasa terima kasih kepada teman-teman dan keluarga yang selalu mendukung dalam menyelesaikan makalah. Kami menyadari bahwa dalam proses pembuatan dan hasil dari makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Sehingga bagi siapapun yang ingin memberikan kritik dan saran yang membangun.Kami berharap dengan selesainnya makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Infeksi Randang Panggul” dapat bermanfaat.
Gorontalo, April 2020 Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang......................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................3 1.3 Tujuan.....................................................................................................................3 BAB II KONSEP MEDIS 2.1 Definisi...................................................................................................................5 2.2 Etiologi...................................................................................................................9 2.3 Manifestasi Klinik........................................................................................13 2.4 Klasifikasi............................................................................................................14 2.5 Patofisiologi.........................................................................................................17 2.6 Komplikasi...........................................................................................................18 2.7 Penatalaksanaan..................................................................................................18 BAB III KONSEP KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian............................................................................................................20 3.2 Diagnosa...............................................................................................................25 3.3 Intervensi..............................................................................................................26 BAB VI PENUTUP 4.1 Simpulan..............................................................................................................46 4.2 Saran.....................................................................................................................47 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Inflamasi pelvis atau Pelvic Inflammatory Disease (PID) salah satu penyakit yang terjadi pada alat reproduksi wanita seperti rahim, tuba fallopi (salpingitis) dan ovarium (ooforitis). Dan tertinggi pada wanita muda yang aktif secara seksual, biasanya disebabkan oleh bakteri tetapi disebabkan oleh virus, jamur, atau parasit. Organisme klamidia dan gonorea adalah penyebab yang paling mungkin dan kondisi ini dapat menyebabkan kehamilan ektopik, infertilitas, nyeri pelvis kambuhan. Kurang lebih 150 wanita meninggal per tahun sehingga cukup beralasan untuk memperhatikan gangguan medis ini secara lebih serius. Namun, ada pula
kekhawatiran
lainnya:
Serangan
infeksi
ini
diketahui
sangat
meningkatkan resiko seorang wanita untuk menjadi mandul. Pembuluh yang tertutup juga menyebabkan sukarnya sperma yang sedang bergerak melakukan kontak dengan sel telur yang turun. Akibatnya adalah perkiraan yang mengkhawatirkan berikut ini: Setelah satu episode infeksi ini, resiko seorang wanita untuk menjadi mandul adalah 10%. Setelah infeksi kedua resikonya menjadi dua kali lipat yaitu 20%. Jika wanita ini mendapatkan infeksi untuk ketiga kalinya, resikonya akan melambung menjadi 55%. Secara keseluruhan, demikian Dr. Benrubi memperkirakan, penyakit radang pelvis menyebabkan kurang lebih antara 125.000 hingga 500.000 kasus baru setiap tahun. Oleh karena itu untuk mengurangi angka kejadian infeksi pelvis setiap tahunnya maka perlu di informasikan kepada masyarakat tentang pentingnya mengetahui penyakit infeksi pelvis tersebut. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Konsep Medis dari Infeksi Radang Panggul 2. Bagaimana Konsep Keperawatan dari Infeksi Radang Panggul 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui bagaimana Konsep Medis Infeksi Radang Panggul 2. Untuk mengetahui bagaimana Konsep Keperawatan Infeksi Radang Panggul BAB II
KONSEP MEDIS 2.1 Definisi Penyakit Radang Panggul atau PID (Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tubafalopi, ovarium, miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID adalah infeksi yang paling peting dan merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa. (Wiknjosastro, 2011) Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah suatu kumpulan radang pada saluran genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium,
tuba
fallopi,
ovarium
maupun
miometrium
secara
perkontinuitatum maupun secara hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (Widyastuti, dkk, 2009) Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi dari uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan dengan pembedahan dan kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan inflamasi
alat
kandungan
tinggi
termasuk
kombinasi
endometritis,
salphingitis, abses tuba ovarian dan peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas antara infeksi rendah dan tinggi ialah ostium uteri internum (Marmi, 2013; h.198) 2.2 Etiologi Mekanisme infeksi menjalar saat, menstruasi, persalinan dan abortus, operasi ginekologi, disebab kan oleh bakteri : a. N Gonorhoeae b. Kuman-kuman lain streptococcus, aerob, maupun yang anaerob stapylococus. c. Chlamydia,
mycoplasma,
ureaplasma,
virus,
jamur
dan
parasit.
(widyastuti, rahmawati, & purnamaningrum, 2009) Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian bawah, yang menyebar keatas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang wania menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah Neisseria Gonorhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan
kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta umenyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi). (widyastuti, rahmawati, & purnamaningrum, 2009) 2.3 Manifestasi Klinik Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi. Penderita merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual dan muntah. Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur da kemandulan. Infeksi menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal dan diantara organ-organ perut serta menyebabkn nyeri menahun. Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa terbentuk abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul, gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa terjadi penyebaran infeksi kedalam darah sehingga terjadi sepsis. (Nugroho & Utama, 2014) Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada PID : a. Keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi dan bau yang abnormal. c. Perdarahan menstruasi yang tidak teratur atau spotting (bercak-bercak kemerahan di celana dalam) d. Kram Karena menstruasi e. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual f. Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual g. Nyeri punggung bagian bawah i. Nafsu makan berkurang k. Nyeri ketika berkemih
2.4 Klasifikasi Berdasarkan rekomendasi “Infectious Disease Society for Obstetrics & Gynecology”, USA, Hager membagi derajat radang panggul menjadi : Derajat I : Radang panggul tanpa penyulit (terbatas pada tuba dan ovarium) dengan atau tanpa pelvio – peritonitis. Derajat II : Radang panggul dengan penyulit (didapatkan masa radang, atau abses pada kedua tuba ovarium) dengan atau tanpa pelvio – peritonitis. Derajat III : Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ pelvik, missal adanya abses tubo ovarial. Endometritis adalah peradangan dari endometrium, lapisan mukosa bagian dalam uterus, disebabkan oleh invasi bakteri. Endometrisis adalah suatu peradangan pada endometrium yang biasanya disebakan oleh infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis paling serring ditemukan terutama : 1. Setelah seksio sesarea 2. Partus lama atau pecah ketuban yang lama. Penatalaksanaan pada endomettritis : 1. Pemberian antibiotia dan drainase yang memadai. 2. Pemberian cairan intra vena dan cairan elektrolit 3. Penggantian darah 4. Tirah baring dan analgesia 5. Tindakan bedah Endometritis terdapat dua jenis yakni endometritis akut dan endometritis kronica. a. Endometritis akut Pada endometritis akut endometrium mengalami edema dan hiperemi terutama terjadi pada post partum dan post abortus. 1. Infeksi gonorhoe dan infeksi pada abortus dan partus. 2. Tindakan yang dilakukan didalam uterus seperti pemasangan IUD, kuretase Gejala : 1. Demam 2. Lochia berbau 3. Lochia lama berdarah bahkan metrorhagia
4. Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak nyeri. Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar. Adapun pengobatannya adalah : 1. Uterotonik 2. Istirahat, leta fowler 3. Antibiotika b. Endometritis kronica Endometritis kronica tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan microscopic ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Gejala : 1. Leukorea 2. Kelainan haid seperti menorhagie dan metrorhagie. Pengobatnnya terantung pada penyebabnya endomtritis kronika ditemukan : 1. Pada tuberculosis 2. Pada sisa-sisa abortus atau partus yang tertinggal 3. Terdapat corpus alineum di kavum uteri. 4. Pada polip uterus denga infeksi 5. Pada tumor ganas uterus. 6. Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvic c. Parametrisis (cellulitis pelvis) adalah peradangan parametrium, jaringan penyambung pelvis yang mengelilingi uterus. d. Salpingitis adalah peradangan tuba fallopi. e. Ooforitis adalah peradangan ovarium f. Myometrisis Biasanya tidak bediri sendiri tetapi lanjutan dari endometritis, maka gejala-gejala dan terapinya sama dengan endometritis. Diagnose hanya dapat dibuat secara patologi anatomis. g. Pelvioperitonitis (perimetritis) Biasanya terjadi sbagai lanjutan dari salpingoophoritis. Kadangkadang terjadi dari endometritis atau parametritis. 1. Gonore 2. Sepsis (pot partum dan post abortus) 3. Dari appendicitis
Pelvioperitonitis dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan dari alatalat dalam rongga panggul dengan akibat perasaan nyeri atau ileus. Dapat dibedakan menjadi 2 bentuk : 1. Bentuk yang dapat menimbulkan perlekatan tanpa pembentukan nanah. 2. Bentuk dengan pembentukan nanah yang menimbulkan douglas abses 2.5 Patofisiologi Sebagian besar kasus PID terjadi dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah infeksi pada vagina atau serviks. Tahap kedua adalah infeksi mokroorganisme menyebar secara langsung kesaluran genital bagian atas. Infeksi uterus biasanya terbatas pada endometrium, tetapi mungkin dapat lebih invasif pada uterus yang matang atau setelah melahirkan. Peradangan dapat meluas ke struktur parametrium yang tidak terinfeksi, termasuk usus besar. Infeksi dapat menyebar melalui purulen yang pecah dari saluran tuba atau menyebar melalui aliran limfatik kebagian luar pelvis yang dapat menyebabkan peritonitis akut dan perihepatitis akut.
Pathway Kontrasepsi AKDR, kadar ekstrogen meningkat
Aktivitas seksual
Gangguan
flora
normal
Gonorhoe
Tracomatis
divagina
Disfungsi seksual
Gangguan dlm berhubungan
Resiko infeksi
Penurunan system imunologik vagina
Infeksi asenden
Menyebar ke vagina, seviks,dan traktus genetalis atas
Sistem imun tidak adekuat
Vagina discharge (patologi)
Merangsang hypotalamus
Pelvic inflamatory disease (PID)
Gejala inflamasi
Menyeranag tuba falopi dan ovarium
Kurang pengetahuan
hipertermi
Merangsang
mediator
(bradikini) Ansietas
nocyseptor
Spinal cord
thalamus
Nyeri akut
kimia
2.6 Komplikasi Penelitian telah menunjukkan bahwa menunda pengobatan sedikitnnya 2-3 hari dapat menyebabkan peningkatan resiko infertilitas. Pengobatan segera dilakukan terkait dengan PID dan tingkat keparahannya
Infertilitas : resiko infertile setelah terkena PID jumlah dan tingkat keparahannya
Kehamilan ektopik
Nyeri panggul kronis
Perihepatitis ( sindrom fitz- hugh Curtis ) : menyebabkan nyeri kuadran kanan atas
Abses tubo ovarium
Reiter’s syndrome ( reaktif arthritis )
Pada kehamilan : PID dikaitkan dengan peningkatan persalinan prematur, dan morbiditas ibu dan janin
Neonatal : transmisi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae dapat menyebabkan ophthalmia neonatorum pneumonitis clamidia juga bisa terjadi
2.7 Penatalaksanaan 1. Pada Wanita tidak hamil Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan ektopik infeksi kronik.Banyak pasien yang berhasil di terapi dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan terapiotik permulaan. Pemilihan antibiotika harus ditujuakan pada organisme etiologi utama (N. Gonorrhoeae atau C. Trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat pilimik krobial PID. Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral mempunyai daya guna klinis yang sama. Rekomendasi terapi dari CDC a.
Terapi perenteral
Rekomendasi terapi parenteral A
-
Sevotetan 2 g intavena setiap 12 jam atau
-
Sevoksitin 2 g intravena setiap 6 jam di tambah
-
Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam
Rekomendasi terapi parenteral B
-
Klindamisin 900 mg setiap 8 jam di tambah
-
Gentamicin dosis muatan intravena atau intramuskuler ( 2mg / kg BB) diikuti dengan dosis pemeliharaan ( 1,5 mg / kg BB) Setiap 8 jam. Dapat di ganti denagn dosis tunggal harian.
Terapi parenteral alternative Tiga terapi alternatif telah di coba dan mereka mempunyai cakupan spektrum yang luas
-
Levofloksasin500 mg intravena 1X sehari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg intravena setiap 8 jam atau
-
Ofloksasin 400 mg intravena stiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazole 500 mg intraven setiap 8 jam atau
-
Ampisilin/sulbaktam 3 mg intavena setiap 6 jam di tambak Doksisiklin 100 mg oral atau intravena etiap 12 jam.
b.
Terapi oral Terapi oral dapat di pertimbangkan untuk penderita PID atau sedang karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang mendapat terapi dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus dire-evaluasi untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi parenteral baik dengan rawat jalan maupun inap.
Rekomendasi terapi A
-
Levofloksasin 500 mg oral 1X setiap hari selama 14 hari atau ofloksasin 400 mg 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
-
Metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
Rekomendasi terapi B
-
Seftriakson 250 mg intramuscular dosis tunggal di tambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau
-
Sefoksitin 2 g intramuscular dosis tunggal dan probenosid di tambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau
-
Sefalosporin generasi ketiga (missal seftizoksim atau sefotaksim) di tambah doksisiklin oral 2x sehari selam 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
2. Pada Wanita Hamil Pada ibu hamil yang terkena radang panggul tidak boleh di berikan antibiotic.Dan kemungkinan akan di lakukan terminasi. 3. Pada Ibu Menyusui Pada ibu menyusui yang terkena radang panggul boleh di berikan antibiotic, seperti 1. Ceftriaxone : Di anggap aman untuk digunakan selama menyusui oleh American Academy of pediatric. 2. Doksisiklin : Dapat menyebabkan noda gigi atau menghambat pertumbuhan tulang. Produsen obat klaim serius potensi efek samping. 3. Metromidazol : Potensi resiko pertumbuhan tulang.
Bila mengurangi rasa sakit perut dan panggul, bisa diberikan seperti penghilang rasa sakit ibuprofen dan paracetamol dan bersamaan dengan pemberian antibiotic
Infeksi radang panggul karena IUD, dilakukan pemberian antibiotic dulu dan dilakukan observasi beberapa hari dan jika tidak ada perbaikan maka dilakukan pelepasan IUD karena kemungkinan infeksi disebabkan oleh IUD .
BAB III KONSEP KEPERAWATAN 3.1 pengkajian A. data subjektif 1. biodata : a. Nama pasien
: tidak terkaji
b. Jenis kelamin
: tidak terkaji
c. Pekerjaan
: Tidak terkaji
d. Status
: Tidak terkaji
e. Pendidikan
: Tidak terkaji
f.
: Tidak terkaji
Pekerjaan
g. Suku bangsa
: Tidak terkaji
h. Alamat
: Tidak terkaji
i.
Tanggal masuk
: Tidak terkaji
j.
Tanggal pengkajian
: Tidak terkaji
k. No. Registrasi
: Tidak terkaji
l.
: tidak terkaji
Diagnosa medis
2. Keluhan utama
: tidak terkaji
3. Riwayat penyakit sekarang : tidak terkaji 4. Riwayat penyakit dahulu
: tidak terkaji
5. Riwayat menstruasi
: tidak terkaji
6. Riwayat obstetric dan KB
: tidak terkaji
7. Riwayat ginekologi
: tidak terkaji
B. Pemeriksaan fisik : 1. Pemeriksaan kepala dan wajah
: tidak terkaji
2. Pemeriksaan pada leher
: tidak terkaji
3. Pemeriksaan dada dan payudara
: tidak terkaji
4. Pemeriksaan abdomen
: tidak terkaji
5. Pemeriksaan anogenital
: tidak terkaji
6. Pemeriksaan genetalia
:
a. Ada cairan flour albus yang berbau, dan berwarna kehijauan b. Nyeri pada servik, uterus dan kedua adnexa saat pemeriksaan bimanual
c. Terdapat masa iflamatoris daerah pelvis C. Pemeriksaan penunjang : 1. Hb
: tidak terkaji
2. Ht
: tidak terkaji
3. Urinalisis
: tidak terkaji
4. Tes kehamilan
: tidak terkaji
5. USG panggul
: tidak terkaji
3.2 Diagnosa 1. Nyeri akut (D.0077) 2. Disfungsi seksual (D.0069) 3. Resiko infeksi (D.0142) 4. Ansietas (D.0080) 5. Hipertermi (D.0130)
3.3 Intervensi No 1.
Diagnosis Hipertermia D. 0130 Kategori : Lingkungan Subkategori : Keamanan dan Proteksi
SLKI
SIKI Manajemen Hipertermia Observasi 1. Identifikasi
Definisi
penyebab
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
hipertermia 2. Monitor suhu tubuh
Penyebab :
Terapeutik 1. Sediakan
1. Dehidrasi 2. Terpapar lingkungan panas 3. Proses penyakit (mis. Infeksi,
dingin 2. Longgarkan atau
kanker) 4. Ketidaksesuaian
lingkungan yang
pakaian
dengan suhu lingkungan 5. Peningkatan laju metabolism 6. Respon trauma 7. Aktivitas berlebihan Penggunaan incubator Gejala dan tanda mayor :
lepaskan pakaian. Edukasi 1. Anjurkan tirah baring Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
-
Subjektif : (tidak tersedia)
-
Objektif : 1. Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan tanda minor :
-
Subjektif : (tidak tersedia)
-
Objektif
1. Kulit merah 2. Kejang 3. Takikardi 4. Takipnea Kulit terasa hangat 2.
Resiko infeksi D.0142 Kategori: lingkungan Subkategori: keamanan dan proteksi Definisi: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik. Faktor resiko : 1. Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus) 2. Efek prosedur invasif 3. Malnutrisi 4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan 5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : 1) Gangguan peristaltik 2) Kerusakn integritas kulit 3) Perubahan sekresi pH 4) Penurunan kerja siliaris 5) Ketuban pecah lama 6) Ketuban pecah sebelum waktunya 7) Merokok 8) Statis cairan tubuh 6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : 1) Penurunan hemoglobin 2) Imununosupresi 3) Leukopenia 4) Supresi respon inflamasi 5) Vaksinasi tidak adekuat Kondisi Klinis Terkait 1. AIDS
Manajemen imunisasi/vaksinasi: mengidentifikasi dan mengelola pemberianpemberian kekebalan tubuh secara katif dan pasif Observasi - identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi - identifikasi kontraindikasi pemeberian imunisasi (mis. Reaksi anafilaksis terhadap vaksin sebelumnya dan atau sakit parah dengan atau demam) - identfikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan Terapeutik - berikan suntikkan pada bayi dibagian paha anterolateral - dokumentasikan informasi vaksinasi (mis. Nama produsen, tanggal kadarluarsa) -jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat Edukasi - jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal ,
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
3
Luka bakar Penyakit paru obstruktif kronis Diabetes melitus Tindakan invasif Kondisi penggunaan terapi steroid Penyalahgunaan obat Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) Kanker Gagal ginjal Imunosupresi Lymphedema Leukositopenia Gangguan fungsi hati
dan efek samping -Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusu (mis. Rabies, tetanus)
Nyeri Akut (D. 0077)
Manajemen Nyeri
Kategori : Psikologi
Definisi :
Subkategori
:
Nyeri
dan
Kenyamanan
Mengidentifikasi mengelola
dan
pengalaman
sensorik atau emosional Definisi
yang berkaitan dengan
Pengalaman
sensorik
atau
kerusakan jaringan atau
emosional yang berkaitan dengan
fungsional dengan onset
kerusakan
atau
mendadak atau lambat
fungsional, dengan onset mendadak
dan berintensitas ringan
atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat dan konstan.
hingga berat yang berlangsung
Observasi :
jaringan
aktual
kurang dari 3 bulan. Penyebab : 1. Agen pencedera fisiologis (Mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma). 2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non
3. Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi skala
mengangkat
verbal 4. Identifikasi factor yang
berat,
prosedur
trauma,
operasi,
latihan
fisik
berlebihan) Gejala dan tanda mayor : -
memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikasi
Subjektif :
pengetahuan dan
1. Mengeluh nyeri
keyakinan tentang
-
nyeri
Objektif :
1. Tampak meringis
6. Identifikasi
2. Gelisah
pengaruh
3. Frekuensi nadi meningkat
pada
4. Sulit tidur
hidup
Gejala dan tanda minor : - Subjektif : (tidak tersedia) - Objektif 1. Tekanan darah meningkat 2. Pola napas berubah 3. Nafsu makan berubah Kondisi klinis terkait :
nyeri kualitas
7. Monitor
efek
samping penggunaan analgetik Terapeutik 1. Berikan
teknik
non farmakologis
1. Kondisi pembedahan
untuk mengurangi
2. Cedera traumatis
rasa nyeri (mis.
3. Infeksi
TENS, hypnosis,
4. Sindrom koroner akut
akupresusr, terapi
Glaucoma
music, biofeedback, terapi
pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing, compress hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi 1. Jelaskan penyebab, periode,
dan
pemicu nyeri 2. Jelaskan
strategi
meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara
tepat 5. Ajarkan
teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri Kolaborasi -
4.
Disfungsi seksual D.0069 Kategori : fisiologis Subkategori : reproduksi dan seksualitas Defisini Perubahan fungsi seksual selama fase respon seksual berupa hasrat, terangsang orgasme, dan/atau relaksasi yang dirasa tidak memuaskan, tidak bermakna atau tidak adekuat. Penyebab : 1. Perubahan fungsi/struktur tubuh (mis.
kehamilan,
melahirkan,
baru
obat-obatan,
pembedahan, anomali, proses penyakit, trauma, radiasi) 2. Perubahan
biopsikososial
seksualitas 3. Keadaan model peran 4. Model
peran
tidak
dapat
mempengaruhi 5. Kurang privasi 6. Keadaan pasangan 7. Kesalahan informasi 8. Kelainan hubungan
seksual
(mis.
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Konseling seksualitas Observasi : - identifikasi tingkat pengetahuan, masalah sistem reproduksi, masalah seksualitas dan penyakit menular seksual - identifikasi waktu disfungsi seksual dan kemungkinan penyebab - monitor stres, kecemasan, depresi dan penyebab disfungsi seksual Terapeutik : - fasilitasi komunikasi antara pasien dan pasangan - berikan kesempatan kepada pasangan untuk menceritakan permasalahan seksual - berikan pujian terhadap perilaku yang benar - berikan saran ayang sesuai kebutuhan pasangan dengan mengunakan bahasa yang mudah diterima, dipahami dan tidak menghakimi Edukasi : - jelaskan efek pengobatan, kesehatan dan penyakit terhadap disfungsi seksual
-
informsikan pentingnya modifikasi pada aktifitas seksual kolaborasi : - kolaborasi dengan spesialis seksologi, jika perlu
penuh kekerasan) 9. Konflik nilai 10. Penganiaan fisik (mis. kekerasan dalam rumah tangga) 11. Kurang terpapar informasi Gejala dan tanda mayor : Subjektif : 1. Menggungkapkan
aktifitas
seksual berubah 2. Mengungkapkan eksitasi seksual 3. Merasa hubungan seksual tidak memuaskan 4. Mengungkapkan peran seksual berubah 5. Mengeluhkan
hasrat
seksual
menurun 6. Mengungkapkan fungsi seksual berubah 7. Mengeluh
nyeri
berhubungan
saat seksual
(dispareunia) Objektif : (tidak tersedia) Gejala dan tanda minor : Subjektif : 1. Mengungkapkan
ketertarikan
pada pasangan berubah 2. Mengeluh
hubungan
seksual
terbatas 3. Mencari
informasi
tentang
kemampuan mencapai kepuasan seksual Objektif : (tidak tersedia)
5.
Kondisi klinis : 1. Gangguan endokrin, perkemihan, neuromuskuler, muskuloskeletal, kardiovaskuler 2. Trauma genital 3. Pembedahan pelvis 4. Kanker 5. Menopause 6. Gangguan psikiatrik seperti mania, depresi berat, demensia, gangguan kepribadian penyalahgunaan atau penggunaan zat, gangguan kecemasan, dan schizophrenia Ansietas D.0080 Kategori : psikologis Subkategori : integritas ego Definisi : Kondisi
emosi
dan
pengalaman
subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. Penyebab : 1. Krisis situasional 2. Kebutuhan tidak terpenuhi 3. Krisis maturasional 4. Ancaman terhadap konsep diri 5. Ancaman terhadap kematian 6. Kekhawatiran
mengalami
Terapi relaksasi Observasi : - Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif - Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan - Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya - Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
kegagalan 7. Disfungsi sistem keluarga 8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan 9. Faktor keturunan (temperemen mudah teragitasi sejak lahir) 10. Penyalahgunaan zat 11. Terpapar
bahaya
lingkungan
(mis. toksin, polutan, dan lainlain) Gejala dan tanda mayor : Subjektif : 1. Merasa bingung 2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi 3. Sulit berkonsentrasi Objektif : 12. Tampak gelisa 13. Tampak tegang 14. Sulit tidur Gejala dan tanda minor : Subjektif : 1. Mengeluh pusing 2. Anoreksia 3. Palpitasi 4. Merasa tidak berdaya Objektif : 4. Frekuensi nafas meningkat 5. Frekuensi nadi meningkat 6. Tekanan darah meningkat 7. Diaforesis 8. Tremor 9. Muka tampak pucat
tekanan darah,dan suhu sebelum dan sesudah latihan - Monitor respon terhadap terapi relaksasi Terapeutik : - Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan - Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi - Gunakan pakaian longgar - Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama - Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai Edukasi : - Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. musik, meditasi, nafas dalam,relaksasi otot progresif) - Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih - Anjurkan mengambil posisi nyaman
10. Suara bergetar
-
11. Kontak mata buruk 12. Sering berkemih
-
13. Berorientasi pada masa lalu Kondisi klinis terkait : 1. Penyakit kronis progresif (mis. kanker, penyakit autoimun) 2. Penyakit akut 3. Hospitalisasi 4. Rencana operasi 5. Kondisi
diagnosis
belum jelas 6. Penyakit neurologis 7. Tahap tumbuh kembang
penyakit
-
Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. nafas dalam, peregangan, atau imajinasi terbimbing)
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB.Jakarta : EGC Marmi, Retno. A.M.S., Fatmawati. E. 2011. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Nugroho, t., & Utama, b. i. (2014). Masalah Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: NuhaMmedika. Widyastuti, y., & Rahmawati, a. (2009). Kesehatan Reproduksi. yogyakarta: Fitramaya. Wiknjosastro , Hanifa(2011), Ilmu Kandungan Edisi Ketiga.Yogyakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo