Askep Mastitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Mastitis merupakan salah satu masalah yang terjadi selama proses menyusui yang mempengaruhi keberhasilan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Masalah-masalah menyusui seperti putting lecet, payudara bengkak, dan sumbatan saluran payudara dapat menjadi masalah lanjutan yaitu mastitis (Hasanah, 2017). Seorang ibu harus mengetahui tanda dan gejala awal yang mengarah pada mastitis agar dapat mencegah gejala tersebut berkembang menjadi mastitis. Tanda-tanda dini terjadinya mastitis antara lain puting lecet, bendungan payudara, dan sumbatan pada saluran payudara. Kasus mastitis diperkirakan terjadi dalam 12 minggu pertama, namun dapat pula terjadi sampai tahun kedua menyusui . Mastitis perlu diperhatikan karena dapat menjadi salah satu alasan ibu untuk berhenti menyusui. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis, kadang-kadang ini menjadi fatal apabila tidak diberi tindakan yang adekuat. Mastitis seringkali berakibat abses payudara di mana tarjadi pengumpulan nanah local di dalam payudra. Keadaan ini menyebabkan beban penyakit yang berat dan memerlukan biaya yang besar untuk pengobatannya (Sally et al, 2003 dalam Anonim 2013). Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan



WHO (World Health



insiden mastitis pada ibu menyusui



sekitar



Organitation)



2,6% -



33% dan



prevalensi global adalah sekitar 10%. Data masalah menyusui pada bulan April hingga Juni 2012 di Indonesia menunjukkan 22,5% mengalami puting susu lecet, 42% ibu mengalami bendungan ASI, 18% ibu mengalami air susu tersumbat, 11% mengalami mastitis, dan 6,5% ibu mengalami abses payudara yang disebabkan oleh kesalahan ibu dalam menyusui bayinya. Makalah ini dibuat untuk menyajikan informasi tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan mastitis laktasional, untuk menuntun pelaksanaan praktek keperawatan yang tepat sehingga pasien mastitis masih dapat kepada bayinya secara eksklusif. 1



memberikan ASI



B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka penulis dapat membuat suatu



rumusan



masalah yaitu bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien yang menderita mastitis ? C. Tujuan 1. Mengetahui defenisi dari mastitis 2. Mengetahui faktor resiko dari mastitis 3. Mengetahui penyebab dari mastitis 4. Mengetahui tanda dan gejala dari mastitis 5. Mengetahui patofisiologi dari mastitis 6. Mengetahui komplikasi dan prognosis dari mastitis 7. Mengetahui pengobatan dari mastitis 8. Mengetahui pencegahan dari mastitis 9. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien mastitis



D. Manfaat 1. Bagi mahasiswa Dapat memberikan pemahaman dan pengertian terhadap pentingnya kesehatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan dengan benar. 2. Bagi penulis Dapat menambah dan meningkatkan wawasan, pengetahuan dan pengalaman belajar yang terkait dengan masalah pada system reproduksi wanita yaitu penyakit mastitis ini sehingga dalam mempraktakkan ilmu yang terkait akan lebih mudah.



` 2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Tinjauan Medik 1. Definisi Mastitis atau infeksi payudara adalah suatu infeksi pada jaringan payudara yang terjadi karena bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati dapat terjadi abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematis seperti demam yang terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai kompliksi sumbatan saluran air susu (Mansjoer, 2001). Mastitis adalah peradangan payudara yang disertai atau tidak disertai dengan infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerparalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat. Abces payudara atau pengumpulan nanah local di dalam payudara merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit bertambah berat (Sally et al, 2003 dalam Anonim 2013). Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada payudara yang terjadi melalui luka pada putting dan dapat berasal dari peredaran darah. Tanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin yang disertai kenaikan suhu tubuh, ibu merasa lesu, tidak napsu makan, payudara membesar, nyeri pada perabaan, mengkilap dan kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 3-4 minggu masa nifas (USU, 2003). Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga putting susu. Mastitis sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca melahirkan. Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang buruk. Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam



yang



menggunakan penyangga yang baik pada payudara (Sally, 2003 dalam Anonim, 2013).



3



Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang disebabkan karena adanyan bakteri staphylococcus aureus yang masuk melalui putting susu yang pecah-pecah atau terluka. Mastitis diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu mastitis puerperalis epidemic, mastitis animfeksiosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Di mana keempat jenis mastitis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda di antaranya adalah sebagai berikut (Bertha,2002 dalam Djamudin, 2009) : 1) Mastitis puerperalis epidemic Ini timbul apabila pertama kali bayi dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau virulen. Masalah ini sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang. 2) Mastitis noninfeksiosa Mastitis noninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti. Namun proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2-3 minggu. 3) Mastitis subklinis Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai salah satu kondisi yang dapat disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang yang kira-kira hanya sampai dibawah 400 ml/hari (< 400ml/hari). 4) Mastitis infeksiosa Mastitis infeksiosa terjadi apabila stasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor imun dalam ASI serta oleh respon-respon inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan merupakan media yag baik untuk pertumbuhan kuman.



2. Faktor Resiko Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan resiko mastitis (Prasetyo, 2010) yaitu : 1) Umur Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.



4



2) Serangan sebelumnya Serangan mastitis pertama cendrung berulang, hal ini merupakan akibat teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki. 3) Melahirkan Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan resiko mastitis. 4) Gizi Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi mastitis. 5) Faktor kekebalan dalam ASI Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam payudara. 6) Pekerjaan di luar rumah Interval antara menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat akan memicu terjadinya statis ASI. 7) Trauma Trauma pada payudara disebabkan oleh apapun dapat merusak jaringan dan saluran susu, hal tersebut dapat menyebabkan mastitis.



3. Etiologi Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang normal yaitu staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada putting susu. Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi pada 1-3 bulan setelah melahirkan. Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (mastitis) disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : 1) Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya terjadi mastitis 2) Putting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak 3) Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgemen sehingga tidak disusui secara adekuat bisa terjadi mastitis. 5



4) Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, dan anemia akan mempermudah terkena infeksi.



Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak dibawah putting susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan air susu oleh sel-sel kulit mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi. Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi. Thomson dkk, 1984 menghasilkan bukti tentang pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu : a. Stasis ASI Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak menghisap ASI, kenyotan bayi buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekwensi atau durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua atau lebih. Stasis ASI dapat membaik hanya dengan terus menyusui dengan teknik yang benar. b. Inflamasi noninfeksiosa (mastitis noninfeksiosa) Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut : adanya panas atau nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan dan tidak terjadi demam, dan ibu masih merasa baik-baik saja. Mastitis infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah menyusui. c. Mastitis infeksiosa Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut : lemah, nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,50C, ada luka pada puting payudara, kulit payudara menjadi tampak kemerahan atau mengkilat, terasa keras dan tegang, payudara membengkak dan mengeras serta teraba hangat dan terjadi peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusui karena



6



ASI terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diatasi dengan pemerasan ASI dan antibiotic sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis noninfeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa dan terjadi pembentukan abses.



4. Tanda Dan Gejala Tanda dan gejala dari mastitits biasanya berupa : a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri. b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan putting teregang menjadi rata. c. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit menyentuh untuk mengisap ASI sampai pembengkakan berkurang. d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu dengan gejala demam, rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit. e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena mastitis.



5. Patofisiologi Secara garis besar, mastitis atau peradangan payudara dapat terjadi karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut stasis ASI. Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam duktus dan tidak dapat keluar dengan lancar. Akibatnya payudara menjadi tegang sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, permeabilitas jaringan ikut meningkat, beberapa komponen (terutama protein, kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflamasi sehingga terjadi infeksi. Keadaan ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus. Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksiosa, mastitis yang terjadi akibat proses infeksi terjadi secara langsung yaitu saat timbul fisura atau robekan / perlukaan pada putting yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadi 7



port de entry atau tempat masuknya bakteri. Proses berikutnya adalah infeksi pada jaringan payudara.



6. Komplikasi Dan Prognosis a. Komplikasi Berikut beberapa komplikasi yang dapat timbul karena mastitis : 1) Abses payudara Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang sering terjadi karena pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan kemungkinan terjadi abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostic sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial / berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi antibiotic. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur sesuai dengan jenis kumannya. 2) Mastitis berulang / kronis Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar berstirahat, banyak minum, mengkonsumsi makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotic dosis rendah (eritromisin 500 mg) sekali sehari selama masa menyusui. 3) Infeksi jamur Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans. Infeksi jamur didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI, di antara waktu menyusui permukaan payudara terasa gatal. Putting mungkin tidak tampak kelainan pada kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoleskan Nistatin krim yang 8



juga mengandung Kortison ke putting dan areola setiap selesai bayi menyusui dan bayi juga harus diberi Nistatin oral pada saat yang sama. b. Prognosis Prognosis baik setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan segera. Dan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikan atau dilakukan tindakan yang adekuat.



7. Pengobatan Meskipun ibu menyusui sering enggan mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi. Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen sampai dosis 1,6 gram perhari tidak terdeteksi dalam ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis. Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12-24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotic harus segera diberikan. Jenis antibiotic yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Apabila abses maka nanah dikeluarkan, kemudian dipasang pipa di tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus tersebut.



8. Pencegahan Mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut (Soetjiningsih,1997) : a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara dengan cara memompanya. c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan / luka putting susu. d. Minum banyak cairan. 9



e. Menjaga kebersihan putting susu. f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui. Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mastitis yaitu : a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui : 



Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan







Menyusui dengan posisi yang benar







Memberikan ASI on demand dan memberikan ASI eksklusif







Makan dengan gizi yang seimbang



b. Pemberian informasi tentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui antara lain : 



Penggunaan dot







Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama







Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi siap untuk menghisap payudara yang lain







Beban kerja ibu yang berat dan penuh tekanan







Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam







Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain



c. Pemberian informasi tentang penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan adalah : 



Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada putting susu







Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan ASI.



d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda stasis ASI. Ibu harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri / panas / kemerahan : 



Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko seperti kealpaan menyusui







Bila ibu mengalami demam / merasa sakit seperti sakit kepala



10







Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu untuk : beristirahat di tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada payudara yang terkena , kompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air hangat, memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir dari daerah tersebut dan mencari pertolongan dari tenaga kesehatan.



e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain. Ibu membutuhkan bantuan dalam menyusui setiap saat dan bila ibu mangalami kesulitan yang dapat menyebabkan stasis ASI seperti : 



Nyeri atau putting pecah-pecah







Kompres putting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi melepaskan payudara)







Kehilangan percaya diri pada suplay ASI nya, menganggap ASI nya tidak cukup







Pengenalan makanan lain secara dini







Menggunakan dot



f. Pengendalian infeksi Petugas kesehata dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini diikuti dengan



rawat gabung bayi dan ibu merupakan jalan penting untuk



mengurangi infeksi rumah sakit.



B. Tinjauan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian meliputi : a. Identitas klien yang meliputi : nama, umur, suku, agama, pendidikan dan pekerjaan. b. Riwayat kesehatan : 1) Riwayat kesehatan dahulu : kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya faktor-faktor predisposisi. 2) Riwayat kesehatan sekarang : pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat ( 38 0C), tidak ada napsu makan, nyeri, bengkak dan merah pada payudara. 11



c. Pengkajian keperawatan 1) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan Masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri yang sering muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal, di mana tidak perlu mendapat perhatian khusus untuk penanganannya. Pasien dengan mastitis biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama pada area payudara. 2) Pola nutrisi metabolic Asupan garam yang terlalu tinggi dapat memicu terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemi juga akan berisiko mengalami mastitis. 3) Pola eliminasi Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang spesifik akibat terjadinya mastitis. 4) Pola aktivitas dan latihan Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh dan nyeri. 5) Pola tidur : terganggu karena kurang nyaman saat tidur akibat nyeri. 6) Pola kognitif dan perceptual : kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya nyeri biasa. Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui maka dapat terjadi penurunan harga diri. 7) Pola persepsi diri : tidak ada gangguan. 8) Pola seksual dan reproduksi : biasanya pola seksual terganggua akibat adanya penurunan libido dan pasien pasti akan lebih focus pada gejala yang muncul sehingga untuk pemenuhan kebutuhan seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas. 9) Pola peran dan hubungan : ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri. 10) Pola manajemen koping-stres : pasien terlihat tidak banyak bicara, lebih banyak istirahat. 11) System nilai dan keyakinan : akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung pada masing-masing individu yang lebih rajin ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan, namun di lain sisi juga ada individu yang karena sakti itu, ia malah menyalahkan dan menjauh dari Tuhan.



12



d. Pengkajian fisik 1) Keadaan umum : baik. Derajat kesadaran : komposmentis. Derajat gizi : cukup. 2) Pemeriksaan fisik a) Tanda-tanda vital : tekanan darah normal (120/80 mmHg). Nadi mengalami kenaikan (90-110/ menit). Frekwensi pernapasan meningkat (30/menit). Suhu tubuh menigkat (39,50 C). b) Kulit : tidak ada gangguan, keculi pada area payudara sehingga perlu pemeriksaan fisik yang terfokus pada payudara. c) Kepala : tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu. d) Wajah : terlihat meringis kesakitan. e) Mata : konjungtiva terlihat anemi. f) Hidung : napas cuping hidung (-), secret (-/-), darah (-/-), defiasi (-/-). Tidak ada gangguan di area ini. g) Mulut : mukosa basah, tidak sianosis, tidak pucat, tidak kering. h) Telinga : daun telinga dalam batas normal, secret tidak ada. i) Tenggorokan : uvula di tengah, tidak ada gangguan pada area ini. j) Leher : tidak ditemukan adanya gangguan atau perubahan fisik. k) Kelenjar getah bening : terdapat pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena mastitis. l) Payudara : terlihat kemerahan atau mengkilat, terdapat lesi atau luka pada putting payudara, teraba keras dan tegang, hangat, terlihat bengkak dan saat dilakukan palpasi terdapat pus. m) Thoraks : bentuk normal, tidak ada retraksi, gerakan dinding dada simetris. Tidak ada gangguan pada area thoraks. 



Kordis : iktus kordis tidak tampak, batas jantung kesan tidak melebar, bunyi jantung normal.







Pulmo : pengembangan dada kanan = kiri, fremitus raba dada kanan = kiri, sonor di seluruh lapang paru, suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-).



13



n) Abdomen : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post partum sehingga pembesaran fundus uteri masih terlihat. Bising usus (+) normal, perkusi timpani, palpasi supel, hepar dan lien tidak teraba.



e. Pemeriksaan Penunjang Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratoriun atau rontgen



(Wiknjosastro,



2005).



Namun



jika



dilakukan



pemeriksaan



laboratorium hanya ditemukan jumlah sel darah putih (leukosit) meningkat karena adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri penyebab mastitis di mana pemeriksaan kultur ASI tersebut juga digunakan untuk menentukan antibiotic yang tepat untuk klien.



2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi). b. Ketidakefektifan



pemberian



ASI



berhubungan



dengan



diskontinuitas



pemberian ASI akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu. c. Resiko infeksi sekunder berhubungan dengan penurunan hemoglobin dan leukopenia. d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kurang pengetahuan e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat penyakit f. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi g. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.



3. Intervensi Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi). Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri yang dirasakan ibu berkurang. NOC : pain control dan pain level : 



Nyeri berkurang







Ibu dapat mengenal lamanya dan faktor penyebab nyeri







Ibu dapat menggunakan teknik nonfarmakologis dan analgetik sesuai instruksi 14







Ibu tampak tenang, ekspresi tidak menunjukkan nyeri



NIC : 



Kaji secara komprehensif teradap nyeri







Observasi ketidaknyamanan secara nonverbal







Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengungkapkan pengalaman nyeri







Tentukan pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (makan, tidur, aktivitas, mood dan hubungan social)







Berikan informasi tentang nyeri







Control lingkungan yang dapat mempengaruhi ketidaknyamanan klien







Hilangkan faktor yang dapat menigkatkan pengalaman nyeri klien







Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi (distraksi, relaksasi)







Kolaborasi pemberian analgatik



b. Ketidakefektifan



pemberian



ASI



berhubungan



dengan



diskontinuitas



pemberian ASI akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam ibu bisa efektif lagi dalam memberikan ASI kepada bayinya. NOC : 



Ibu memperlihatkan kemampuan menyusui







Ibu mampu mempertahankan keefektifan pemberian ASI kepada bayinya







Status nutrisi bayi bisa terpenuhi.



NIC : 



Pengkajian : 



Kaji pengetahuan dan pengalaman ibu dalam pemberian ASI







Kaji kemampuan bayi untuk mengisap secara efetif







Kaji pada periode awal prenatal untuk adanya faktor resiko ketidakefektifan pemberian ASI







Kaji ketidaknyamanan (putting lecet, kongesti payudara)



15







Konseling laktasi : 



Evaluasi pola mengisap dan menelan bayi







Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui







Evaluasi pemahaman ibu tentang isyarat menyusui dari bayi







Pantau keterampilan ibu dalam menempelkan mulut bayi ke putting







Pantau integritas kulit putting







Evaluasi pemahaman tentang sumbatan kelenjar susu dan mastitis







Pantau kemampuan untuk mengurangi kongesti payudara dengan benar







Instruksikan ibu untuk menggunakan kedua payudaranya bergantian setiap kali menyusui







Rekomendasikan perawatan payudara







Dorong ibu untuk menyusui sesuai keinginan bayi, anjurkan untuk tidak memberikan makanan tambahan kepada bayi



c. Resiko infeksi sekunder berhubungan dengan penurunan hemoglobin dan leucopenia. Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ibu dapat terhindar dari resiko infeksi sekunder. NOC : 



Tidak ada tanda-tanda infeksi sekunder







Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan



NIC : control infeksi : 



Jaga kebersihan lingkungan







Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan perawatan







Gunakan sabun anti bakteri untuk cuci tangan







Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai tanda dan gejala dari infeksi







Kolaborasi untuk pemberian antibiotic







Observasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi sekunder 16







Kaji temperature tiap 4 jam







Catat dan laporkan hasil laboratorium WBC







Ajarkan keluarga bagaimana cara mencegah infeksi sekunder



d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kurang pengetahuan Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan ibu tidak mengalami kecemasan NOC : Kecemasan pada ibu berkurang NIC : 



Mendengarkan penyebab kecemasan ibu dengan penuh perhatian







Observasi tanda verbal dan nonverbal dari kecemasan







Menganjurkan keluarga untuk tetap mendampingi ibu







Mengurangi rangsangan yang menyebabkna kecemasan pada ibu







Menginstruksikan kepada ibu untuk menggunakan teknik relaksasi



e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat penyakit Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan citra tubuh ibu teratasi NOC : 



Puas dengan penampilan tubuh







Mampu menyesuaikan dengan perubahan fungsi tubuh







Ibu merasa dirinya berharga



NIC : 



Bantu ibu untuk mengenali tindakan yang akan meningkatkan penampilannya







Identifikasi dukungan keluarga untuk ibu







Fasilitasi lingkungan dan aktivitas yang akan menigkatkan harga diri ibu







Monitor tingkat harga diri ibu dari waktu ke waktu



17



f. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh NOC : 



Suhu tubuh dalam rentang normal







Nadi dan RR dalam rentang normal







Tidak ada perubahan warna pada kulit dan tidak ada pusing



NIC : 



Monitor suhu sesering mungkin







Monitor warna dan suhu kulit







Monior tekanan darah, nadi dan RR







Monitor WBC, Hb dan Hct







Monitor intake dan output







Lakukan kolaborasi untuk pemberian antipiretik dan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam



g. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selam 1x1 jam diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga NOC : 



Ibu dan keluarga dapat dapat menyebutkan kembali tujuan dari pemberian ASI kepada bayi secara efektif







Ibu dan keluarga dapat menyebutkan dampak dari penghentian pemberian ASI kepada bayi







Ibu dan keluarga dapat menyebutkan kembali penanganan dari dampak penghentian pemberian ASI



NIC : 



Monitor kesiapan ibu sebelum menyusui







Berikan informasi kepada ibu dan keluarga tentang tujuan menyusui dan dampak jika tidak menyusui



18







Konseling suportif kepada ibu dan keluarga (yakinkan ibu tentang nilai menyusui yang aman dan bahwa payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya)







Anjurkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi sebelum menyusui







Ajarkan ibu penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang







Ajarkan ibu tantang perhatian dini terhadap semua tanda stasis ASI



4. Discharge Planning Mencegah terjadinya mastitis berulang dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut : 1) Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan 2) Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara dengan cara memompanya 3) Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan atau luka pada puting susu 4) Minum banyak cairan (air putih) 5) Menjaga kebersihan puting susu 6) Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui 7) Anjurkan menggunakan bra yang tidak ketat 8) Makan makanan yang bergizi 9) Istirahat yang cukup 10) Menganjurkan untuk minum obat secara teratur



19



5. Patoflow Diagram



20



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala demam, mengigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak. Beberapa faktor resiko utama terjadinya mastitis adalah putting lecet, frekwensi menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik. Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tatalaksana mastitis. Selain itu ibu perlu banyak istirahat, banyak minum dan mengkonsumsi nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgetik dan antibiotic. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang baru melahirkan. Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan karena adanya bakteri yang hidup di permukaan payudara. Berbagai faktor seperti kelelahan, stress dan pakaian yang ketat dapat menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika tidak dilakukan pengobatan maka akan menjadi abses.



B. Saran Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk selalu menjaga kesehatan payudara agar tidak berpotensi terkena mastitis. Namun banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko mastitis yaitu dengan cara tidak mengenakan bra atau pakaian yang ketat yang menekan saluran susu dan menghambat aliran susu, menyusui sesering bayi menginginkannya. Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara mendalam mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis sehingga nantinya dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan baik.



21