6 0 525 KB
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayahNya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami menyelesaikan laporan mata kuliah “ KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3” dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Meningitis”. Kemudian shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup untuk keselamatan umat dunia. Laporan ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3 di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo. Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Gorontalo,
November 2019
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 3 BAB II KONSEP MEDIS ......................................................................................................... 5 2.1. Definisi ..................................................................................................................... 5 2.2. Anatomi Fisiologi Organ Terkait .............................................................................. 5 2.3. Etiologi ..................................................................................................................... 6 2.4.Patofisiologi .............................................................................................................. 9 2.5. Komplikasi ................................................................................................................ 9 2.6. Manifestasi Klinis ................................................................................................... 10 2.7. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................... 12 2.8. Penatalaksanaan Medis ......................................................................................... 13 BAB III KONSEP KEPERAWATAN ........................................................................................ 17 3.1. Pengkajian .............................................................................................................. 17 3.2. Diagnosa Keperawatan .......................................................................................... 20 3.3. Intervensi Keperawatan ......................................................................................... 21 BAB IV PENUTUP ............................................................................................................... 44 4.1. Kesimpulan............................................................................................................. 44 4.2. Saran ...................................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 46
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi meningococcus dapat terjadi secara endemikmaupun epidemik. Secara klinis keduanya tidak dapat dibedakan, tetapi serogroupdari strain yang terlibat berbeda. Kasus endemik pada negara-negara berkembang disebabkan oleh strain serogroup B yang biasanya menyerang usia dibawah 5 tahun, kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2 tahun. Kasusepidemik disebabkan oleh strain serogroup A dan C, yang mempunyai kecendrunganuntuk menyerang usia yang lebih tua.Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umurantara 1dan 10 tahun. Penyakit inirelatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤3 bulan. Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. DiAS dan Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaannonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasienusia 5 sampai 9 tahun. Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk terjadinya penyakit epidemik. Kelembaban yang rendah dapat merubahbarier mukosa nasofaring, sehingga merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Meningococcal epidemik di daerah Sao Paulo dari 1971 sampai1974 dimulai pada bulan Mei dan Juni, yang merupakan peralihan dari musim hujanke musim panas. African outbreaks terjadi selama musim panas dari bulan Desember hingga juni. Di daerah Sub-saharan Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali di barat, hingga Niger, Nigeria, Chad, Sudan di timur) di mulai pada musism panas/winter dry season(November-Desember),mencapai puncaknya pada akhir April-awal Mei, saat angingurun Harmattan berkepanjangan dan tingginya suhu udara sepanjang hari; diakhiri secara mendadak dengan dimulainya musim penghujan. Walaupun terpaparnya populasi yang rentan terhadap strain baru yang virulen mungkin merupakan penyebab epidemik, beberapa faktor lain termasuk lingkungan yang padat penduduk, adanya kuman saluran nafas pathogen lain, hygiene yang rendah danlingkungan yang buruk merupakan pencetus untuk
1
terjadinya infeksi epidemik. InfeksiN. meningitis semata-mata hanya mengenai manusia. Telah terbukti bahwa tidakdidapatkan adanya host antara, reservoar atau transmisi dari hewan ke manusia pada infeksi M. meningitidis. Nasofarings merupakan reservoar alami bagi meningococcus,transmisi dari kuman tersebut terjadi lewat saluran pernafasan (airbonedroplets), serta kontak seperti dalam keluarga atau situasi recruit training. Pada suatu studi yang dilakukan oleh Artenstein dkk, didapatkan bahwa sebagian besar partikel dari droplet salurannafas mengandung meningococcus. Meningococcus bisa didapatkan pada kultur darinasofaring dari manusia sehat, keadaan ini disebut carrier. Hal tersebut dapat meningeal tergantung kepada kemampuan dari kapsel polisakarida untuk menghambataktivitas sistim komplemen bakterisidal yang klasik dan menginhibisi phagositosis neutrophil. Aktivasi dari sistim komplemen merupakan hal yangsangat penting dalam mekanisme pertahanan terhadap infeksi N. meningitidis.Pasien dengan defisiensi dari komponen terminal komponen (C5, C6, C7, C8 dan mungkin C9) merupakan resiko tinggi untuk terinfeksi Neisseria (termasuk N.Meningitidis). Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan Meningitis Bakterial Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun. Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah. Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus.
2
Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit neurologis. Meningitis Tuberkulosis . Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk. Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa. 1.2. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami konsep serta mampu menerapakan Asuhan Keperawatan pada pasien Meningitis
2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa dapat mengerti serta memahami definisi dari Meningitis b. Mahasiswa mengetahui etiologi terjadinya Meningitis c. Mahasiswa dapat memahami anatomi fisiologi organ terkait d. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis penyakit Meningitis e. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi penyakit Meningitis f. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari Meningitis
3
g. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat dilakukan pada pasien Meningitis h. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis dari kasus Meningitis i. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan asuhan keperawatan kasus Meningitis secara teoritis
4
BAB II KONSEP MEDIS 2.1. Definisi Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS). Peradangan yang terjadi pada Meningitis yaitu membran atau selaput yang melapisi otak dan medula spinalis, dapat disebkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Wordpress. 2009) Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput yang melpaisi otak dan medula spinalis, dapat disebabkan oleh berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak. Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis. Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti Sinusiotis, Otitis Media, Pneumonia, Edokarditis atau Osteomielitis. Meningitis bakterial adalah inflamasi arakhnoid dan piameter yang mengenai CSS, Meningeotis juga bisa disebut Leptomeningitis adalah infeksi selaput arakhnoid dan CSS di dala ruangan subarakhnoid (Lippincott Williams & Wilkins.2012) 2.2. Anatomi Fisiologi Organ Terkait Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis yaitu: 1. Lapisan Luar (Durameter) Merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella. 2. Lapisan tengah (Arakhnoid)
5
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal. 3. Lapisan Dalam (Piameter) Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang. 2.3. Etiologi Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Sementara meningitis bakteri lebih berbahaya.. 1. Meningitis Bakteri Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis. Beberapa di antaranya: a) Bakteri Meningokokus atau Meningococcal bakteri. Ada beberapa jenis bakteri meningococcal disebut grup A, B, C, W135, Y dan Z. Saat ini sudah ada vaksin yang tersedia untuk perlindungan terhadap grup C meningococcal bakteri.. b) Streptococcus pneumoniae bakteri atau pneumokokus bakteri ini cenderung mempengaruhi bayi dan anak-anak dan orang tua karena sistem kekebalan tubuh mereka lebih lemah dari kelompok usia lainnya. c) Mereka yang memiliki CSF shunt atau memiliki cacat dural mungkin bisa terkena meningitis yang disebabkan oleh Staphylococcus d) Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang belakang anaesthetia) beresiko meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas spp.
6
e) Sifilis dan tuberkulosis menuju meningitis serta jamur meningitis langka penyebab tetapi terlihat dalam individu positif HIV dan orang-orang dengan kekebalan yang ditekan. Menurut kelompok usia, beberapa bakteri kemungkinan penyebab meningitis meliputi: a)
Dalam baru-borns - pneumokokus bakteri atau group B streptokokus, Listeria monocytogenes, Escherichia coli
b)
Bayi dan anak-anak - H. influenzae tipe b, pada anak-anak kurang dari 4 tahun dan menjadi unvaccinated menimbulkan risiko meningitis karena Meningokokus, Streptococcus radang paru-paru
c)
Anak-anak dan orang dewasa : S. pneumoniae, H. influenzae tipe b, N. meningitidis, gram negatif Basil, staphylococci, streptokokus dan L. monocytogenes.
d)
Orang tua dan orang-orang dengan kekebalan ditekan : S. pneumoniae, L. monocytogenes, tuberculosis (TB), organisme gram-negatif
e)
Setelah cedera kepala atau infeksi yang diperoleh setelah tinggal di rumah sakit atau prosedur. Termasuk infeksi dengan Kleibsiella pneumoniae, E.coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus
2. Transmisi infeksi Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar yang biasanya melalui kontak dekat yang berkepanjangan. Penyebaran dimungkinkan karena pasien berada dekat dari orang yang terinfeksi melalui bersin, batuk, berbagi barang-barang pribadi seperti, sikat gigi, sendok garpu, peralatan dll. Bakteri pneumokokus juga tersebar oleh kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, batuk, bersin dll. Namun, dalam kebanyakan kasus hal ini hanya menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi telinga tengah (otitis media). Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah yang dapat mengembangkan infeksi lebih parah seperti meningitis. 3. Meningitis virus penyebab
7
Ada beberapa virus yang dapat menyebabkan meningitis. Vaksinasi terhadap banyak virus ini telah menyebabkan penurunan kejadian beberapa kasus meningitis. Contoh campak, gondok dan Rubela (MMR) . Vaksinisasi tersedia bagi anak dengan kekebalan rendah terhadap gondok, yang dulunya merupakan penyebab utama dari virus meningitis pada anak-anak. Virus yang dapat menyebabkan meningitis meliputi: 1. virus herpes simpleks-ini dapat menyebabkan genital herpes 2. enteroviruses-virus flu perut - ini telah menyebabkan polio di masa lalu juga bertanggung jawab atas 3. Gondok 4. Echovirus 5. Coxsackie 6. Virus herpes zoster 7. Campak 8. Arbovirus 9. Influenza 10. HIV 11. Virus West Nile 4. Transmisi HIV Infeksi virus meningitis dapat menyebar oleh kontak dekat dengan orang terinfeksi dan yang terkena ketika orang bersin dan batuk. Mencuci tangan setelah terkontaminasi dengan virus-misalnya, setelah menyentuh permukaan atau objek yang memiliki virus di atasnya dapat mencegah penyebaran. 5. Penyebab lain dari meningitis Penyebab lain dari meningitis meliputi: 1. Meningitis jamur-disebabkan oleh Cryptococcus, Histoplasma dan Coccidioides spesies dan melihat pada pasien AIDS 2. Parasit yang menyebabkan meningitis-termasuk contoh meningitis eosinophilic yang disebabkan oleh angiostrongyliasis 3. Organisme lainnya seperti tuberkulosis atipikal, sifilis, penyakit Lyme, leptospirosis, listeriosis dan brucellosis, penyakit Kawasaki dan Mollaret's meningitis 4. Mungkin ada tidak ada infeksi dan peradangan hanya meninges menuju bebas-infektif meningitis. Hal ini disebabkan oleh tumor, leukemia, limfoma, obat dan bahan kimia yang diberikan spinally atau epidurally
8
selama anestesi atau prosedur, penyakit seperti Sarkoidosis, sistemik lupus eritematosus dan penyakit dll. 2.4.Patofisiologi Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneuminoa, bronchopneumonia dan endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan arkhnoid, CSS (cairan serebrospinal) dan sistem ventrikulus. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan. Bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag. Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrono-purulen menyebabkan kelainan
kraniales.
Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan
serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri. 2.5. Komplikasi Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain
9
1. Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan. 2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural karena adanya infeksi karena kuman. 3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis. 4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak 5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak. 6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak. 7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran. 8. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu. 2.6. Manifestasi Klinis Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus. Yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. tanda kernig dan brudzinsky positif . Gejala meningitis di akibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK 1. Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di hubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. 2. Perubahan pada tinkat kesadaran dihubunkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit individu terhadap proses fisiologik. Manifestasi prilaku juga
10
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak response, dan koma. 3. Iritasi meningen negakibatkan sejumlah tanda yang mudah di kenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. 4. Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat. 5. Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kea rah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikn sempurna. 6. Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan. 7. Demikian pula alas an yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya. 8. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi terjadi sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan karakteristik tanda tanda vital(melebarnya tekanan pulse dan bradikardia),pernafasan tidak teratur, sakit kepal muntah, dan penrunan tingkat kesadaran. 9. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan tipe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan lesi purpura asmpai ekimosis pada daerah yang luas. 10. Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis meningiokokkus, dengan tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba tiba muncul, lesi purpura ynag menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda tanda koagulopati intravaskuler diseminata (KID).kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi. 11. Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan kuman ada cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis (CIE)
11
digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan tubuh, umumnya cairan serebrosnal dan urine. 2.7. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Rangsangan Meningeal a) Pemeriksaan kaku kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif atau negatif bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan kedada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala. b) Pemeriksaan Tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig positif atau negatif bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 ( kaki tidak dapat diekstensi sempurna) disertai spasme otot pada biasanya diikuti rasa nyeri. c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksaan meleteakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepada dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda brudzinski I positif atau negatif bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. d) Pemeriksaan tanda Brudzinski II (Brudzinski kontra lateral tungkai) Pasien terbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan kernig). Tanda brudzinski II positif atau negatif bila pada pemeriksaa terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral 2) Pemeriksaan Penunjang Meningitis a) Pemeriksaan cairan serebrospinalis
12
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, mengitis, dibagi menjadi dua golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. 1. Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, serta jaringan yang mati dan bakteri. 2. Pada
meningitis
serosa,
diperoleh
hasil
pemeriksaan
cairan
serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi. 3) Pemeriksaan darah Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa ,kadar ureum,elektrolit, dan kultur. a) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit. b) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu, pada meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED. 4) Pemeriksaan radiologi a) Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan mastoid,sinus paranasal) dan foto dada. b) Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungki dilakukan CT Scan. 2.8. Penatalaksanaan Medis Terapi Konservatif/Medikal 1) Terapi Antibiotik Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah dan lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab. Berikut ini pilihan antibiotika atas dasar umur Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri
13
penyebab serta perubahan dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan respon gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF akan menjadi negatif. Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi: Pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan
bakteri.
Baisanya
menggunakan
sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa): 1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1 setengah tahun. 2.
Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan. Obat anti-infeksi (meningitis bakterial): 1. Sefalosporin generasi ketiga 2. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari 3. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari. Pengobatan simtomatis: 1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 57 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari. 2. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis. 3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri. 4.
Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
14
5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan volume cairan intravena 2) Kortikosteroid Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri, mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam dan menimbukan defisit neurologik fokal. Label et al (1988) melakukan penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita meningitis bakterial karena H.Influenzae dan mendapat terapi deksamehtason 0,15 Mg/kgBB/x tiap enam jam selama 4hari, 20 menit sebelum pemberian antibiotika. Ternyata pada pemeriksaan
24jam
kemudian
didapatkan
penurunan
tekanan
CSF,
peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang mengesankan dari penelitian ini bahwa gejala sisa berupa gangguan pendengaran pada kelompok yang mendapatkan deksamethason adalah lebih rendah dibandingkan kontrol. Tunkel dan Scheld (1995), menganjurkan pemberian deksamethason hanya pda penderita dengan resiko tinggi, atau pada penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau tekanan intrakranial
tinggi.
Hal
ini
mengingat
efek
samping
penggunaan
deksamethason yang cukup banyak seperti perdarahan traktus gastrointestinal, penurunan fungsi imun selular sehingga menjadi peka terhadap patogen lain dan mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF.
3) Terapi Operatif Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi. Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh jaringan patologik dimastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan operasi ini adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi bakteti.
15
Selain itu juga dapat dilakukan tindakan trombektomi, jugular vein ligation,perisinual dan cerebellar abcess drainage yang diikuti antibiotika broad spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema otak yang tentunya akan memeberikan outcome yang baik pada penderita komplikasi intrakranial dari otitis media.
16
BAB III KONSEP KEPERAWATAN 3.1. Pengkajian 1. Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala 2. Pada neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah dan diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menagis lemah 3. Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan Brudzinsky positif, reflex fisiologis hiperaktif, petchiae atau pruritus. 4.
Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dangan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif.
Pemeriksaan Penunjang 1.
Lumbal Pungsi: Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
2. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri. 3. Glukosa & dan LDH : meningkat. 4. LED/ESRD: meningkat. 5. CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik. 6. Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial. 7.
Kultur Darah dan Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan
17
Patway
18
19
3.2. Diagnosa Keperawatan 1.
Nyeri akut d.d Agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi, iskemia dan neoplasma) b.d mengelu nyeri, tampak meringis (D.0077)
2.
Hipertermia b.d proses penyakit (mis, infeksi, kanker) d.d suhu tubuh di atas nilai normal (D0130)
3.
Pola nafas tidak efektif (D.0005)
4.
Nausea (D.0076)
5.
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)
6.
Hipervolemi ( D.0034 )
20
3.3. Intervensi Keperawatan NO 1.
DIAGNOSA
SLKI
SIKI
Nyeri akut d.d Agen pencedera fisiologis Tingkat Nyeri (mis, inflamasi, iskemia dan neoplasma) Setelah
dilakukan
intervensi Observasi
nyeri akut menurun dengan kriteria hasil :
Kategori : psikologis
emosional
yang
berkaitan
skala
nyeri
3. Identifikasi
fakror
3. Gelisah (3)
yang
memperberat
4. Kesulitan tidur (3)
dan
memperingan
5. Perasaan
dengan
takut
mengalami
cedera berulang (3)
nyeri 4. Identifikasi pengaruh
kerusakan jaringan actual atau fungsional. Ket :
nyeri pada kualitas
Dengan onset mendadak atau lambat dan
1. Menurun
hidup
berintensitas ringan hingga berat yang
2. Cukup menurun
berlangsung kuran 3 bulan.
3. Sedang
Terapeutik 1. Fasilitasi istirahat dan
4. Cukup meningkat
21
tidur
nyeri 2. Untuk mengetahui ekspresi
respon
nyeri non verbal
2. Meringis (3)
Definisi : Pengalaman sesorik atau
1. Identifikasi
2. Identifikasi
1. Keluhan nyeri (3)
Sub kategori : Nyeri dan kenyamanan
Manajemen nyeri Observasi 1. Mampu mengetahui skala
Manajemen nyeri
b.d mengelu nyeri, tampak meringis keperawatan selama 3x24 jam maka (D.0077)
RASIONAL
wajah dari pasien 3. Agar factor
dapat
mengetahui
pemberat
dan
memperingan nyeri 4. Untuk
mengetahui
rasa
nyeri pasien di kehidupan sehari-hari Terapeutik 1. Agar pasien dapat merasa nyaman
Penyebab :
5. Meningkat
2. Control
1. Agen pencedera fisiologis (mis,
yang
inflamasi iskemia, neoplasma)
nyeri
2. Agen pencedera kimiawi (mis,
dan
3. Agen pencedera fisik (mis, akses, terbakar,
terpotong,
berat,
prosedur
mengangkat
memperberat
lingkungan
sumber
nyeri
dapat
pemilihan
saat
strategi
meredakan
nyeri
pemberian
strategi
pasien
dapat
Edukasi
operasi, trauma, latihan fisik
1. Agar Edukasi 1. Jelaskan
menghindari pemicu nyeri penyebab,
2. Agar jika pasien merasa
Gejala dan tanda mayor :
periode dan pemicu
nyeri
Subjektif :
nyeri
menggunakan
1. Mengelu nyeri
2. jelaskan
strategi
meredakan nyeri Objektif
3. Anjurkan memonitor
1. Tampak meringis
nyeri secara mandiri
2. Bersikap protektif (mis, waspada, Kolaborasi
22
dia
dapat strategi
meredakan nyeri 3. Agar
pasien
mengetahui
nyeri
dialami sendiri Kolaborasi
posisi menghindari nyeri)
mengetahui
jenis dan sumber nyeri pada
dalam
nyeri
berlebihan)
yang
menyebabkan nyeri
3. Pertimbangkan jenis 3. Agar
terbakar, bahan kimia iritan)
amputasi,
lingkungan 2. Untuk mengetahui keadaan
dapat yang
3. Gelisah
1. kolaborasi pemberian 1. Untuk
4. Frekuensi nadi meningkat
analgetik, jika perlu
5. Sulit tidur
rasa
nyeri
Pemantauan nyeri
Pemantauan nyeri
Observasi 1. Identifikasi factor pencetus dan Pereda nyeri 2. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri 3. Monitor durasi dan frekuensi nyeri
Obserasi : 1) Mampu mengetahui pencetus nyeri dan Pereda nyeri agar nyeri berkurang 2) Mampu melihat lokasi dan penyebaran nyeri yang dirasakan 3) Bisa melihat seberapa durasi nyeri dan frekuensi nyeri Teraupetik : 1) Agar supaya bisa dipantau nyeri dan kondisi pasien 2) Untuk mengetahui hasil dari pemantauan tersebut agar suapay kita ada bukti
Terapeutik 1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien 2. dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
23
mengurangi
Edukasi : 1) Agar pasien bisa mengetahui tujuan dari pemantauan nyeri
2.
2. Informasikan hasil 2) Agar pasien tau apa pemantauan jika perlu pemantauan tersebut Manajemen hipertermia Observasi
Hipertermia b.d proses penyakit Termoregulasi (mis, infeksi, kanker) d.d suhu tubuh Setelah
dilakukan
tindakan
di atas nilai normal (D0130)
keperawatan
selama
3x24
Kategori: Lingkungan
masalah hipertermia membaik dengan
Sub kategori: Keamanan dan proteksi
indikator :
2. Kulit merah (3)
Suhu tubuh meningkat di atas rentan
3. Kejang (3)
normal tubuh
4. Bradikardi (3)
3. Proses penyakit (mis, infeksi, kanker) 4. Ketidaksesuaian
(mis,
perawat penyebab
hipertermi
terpapar
pasien
sehingga
panas,
dapat
dilakukan dengan
2. Monitor suhu tubuh
tindakan tepat
sesuai
penyebabnya
3. Monitor kadar elektrolit 4. Monitor keluaran urin 5. Monitor komplikasi akibat
2. Cukup meningkat
2. Terpapar lingkungan panas
hipertermia
Agar mengetahui
penggunaan incubator)
1. Meningkat
1. Dehidrasi
penyebab
lingkungan
Ket : Penyebab:
-
1. Identifikasi
dehidrasi,
1. Mengigil (3) Definisi:
jam
Observasi
3. Sedang
hipertermia Terapeutik
4. Cukup menurun
1. Sediakan lingkungan yang
5. Menurun
dingin
pakaian
Terapeutik -
Dengan
menyediakan
lingkungan
dingin,
makan
proses
penyembuhan dari pada
dengan suhu lingkungan
panas dari si pasien
24
5. Peningkatan laju metabolism
Status kenyamanan
dapat teratasi dengan
6. Respon trauma
Setelah
7. Aktifitas berlebihan
keperawatan
8. Penggunaan incubator
masalah hipertermia membaik dengan 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian indikator :
dilakukan
tindakan
selama
3x24
cepat -
jam
Agar suhu tubuh pasien yang tinggi dapat keluar dengan
Gejala dan tanda mayor:
1. Keluhan tidak nyaman (3)
dilonggarkannya
Subjektif :
2. Gelisah (3)
ataupun dilepaskannya
-
3. Mual (3)
baju paien
Objektif :
4. Keluhan sulit tidur (3)
1. Suhu tubuh di atas nilai normal Gejala dan tanda minor: Subjektif : -
3. Lakukan
Ket:
eksternal 1. Meningkat 2. Cukup meningkat 3. Sedang
Objektif: 1. Kulit merah
pendinginan (mis,
Dengan
melakukan
pendinginan
selimut
seperti
ekternal
memberikan
hipotermia atau kompres
selimut hipotermia agar
dingin pada dahi, leher,
suhu tubuh pasien dapat
dada, abdomen dan axila)
menurun
4. Cukup menurun
Edukasi
5. menurun
Edukasi
2. Kejang
1. Ajarkan tirah baring
3. Takikardi
-
Dengan tirah
mengajarkan
baring
kepada
4. Takipnea
pasien, diharapkan agar
5. Kulit terasa hangat
pasien
25
bisa
merasa
Kondisi klinis terkait:
nyaman
1. Proses infeksi
keadaan
2. Hipertiroid
dengan
Kolaborasi Kolaborasi
3. Stroke
1. Pemberian
4. Dehidrasi
cairan
dan
Dengan
memberikan
cairan
ataupun
5. Trauma
elektrolit intravena jika
elektrolit pada pasien
6. Prematuritas
perlu
dengan
tujuan
agar
pasien tidak mengalami dehidrasi Kompres dingin Observasi
Kompres dingin
-
Observasi 1. Identifikasi kontraindikasi kompres penrunan
dingin
(mis, sensasi,
penurunan sirkulasi)
Agar
perawat
mengetahui kontraindikasi
dari
kompres dingin yang akan dilakukan pada pasien, perawat melakukan
26
dapat
sehingga dapat tindakan
yang tepat dan tidak memperparah keadaan pasien 2. Identifikasi kondisi kulit yang
akan
dilakukan
Agar
perawat
mengetahui
keadaan
kulit di daerah yang
kompres dingin
akan diberikan kompres dingin
3. Periksa suhu alat kompres
-
Agar hasil pemeriksaan dari alat ukur lebih
4. Monitor iritasi kulit atau kerusakan jaringan selama
akurat -
5 menit pertama
Agar segera diketahui ketika setelah
terjadi
iritasi
pemberian
kompres dingin Terapeutik -
Terapeurik 1. Pilih metode kompres yang nyaman
27
dan
mudah
Agar alat dan bahan dapat diperoleh dengan
didapat
(mis,
kantong
mudah dan kompres
plastic tahan air, kemasan
dapat dilakukan segera
gel beku kain atau handuk) 2. Pilih lokasi kompres
-
Agar lokasi yang dipilih tepat sehingga masalah pasien segera teratasi
3. Balut alat kompres dingin
-
Agar alat kompres tidak
dengan kain pelindung jika
tergeser dari darerah
perlu
yang
di
kompres
berikan
(mis,
pada
anak kecil) Edukasi 1. Jelaskan penggunaan
Edukasi prosedur
-
kompres
akan
2. Ajarkan cara menghindari
dingin
28
pasien
paham
terkait tindakan yang
dingin
kerusakan jaringan akibat
Agar
dilakukan
oleh
perawat -
Agar
pasien
dapat
waspada sehingga tidak
dapat
memperparah
keadaan 3.
Pola nafas tidak efektif (D.0005)
Pola nafas
Kategori : Fisiologis
Setelah
Sub kategori : Respirasi
keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1.
Manajmen pernafasan dilakukan
Manajmen pernafasan
tindakan Obsevasi
Obsevasi
monitor
pola
nafas 1. agar pola nafas pasien dapat
Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi pola nafas tidak efektif membaik (frekuensi, kedalaman, usaha teratur yang tidak memberikan ventilasi adekuat. dengan kriteria hasil :
nafas)
Penyebab :
1. ventilasi semenit (4)
2.
1. depresi pusat pernafasan
2. diameter toraks anterior posterior tambahan
2. untuk mengetahu bunyi nafas
monitor
bunyi
(mis.
nafas tambahan dari pasien
Gurgling,
2. hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat (4)
mengi,
bernafas, kelemahan otot pernafasan)
3. tekanan ekspirasi (4)
kering)
Terapeutik
3. deformitas dinding dada
4. tekanan inspirasi (4)
Terapeutik
1. agar pasien dapat benafas
4. deformitas tulang dada
Keterangan :
1.
5. ganguan neuro muscular
1. menurun
jalan nafas dengan headtilt 2. agar pasien dapat bernafas
6.
ganguan
neurologis
(mis. 2. cukup menurun
wheezing,
pertahankan
ronkhi
kepatenan dengan normal
dan chinlift (jaw-trust) jika dengan baik
Elektroensefalogram atau EEG positif, 3. sedang
curiga trauma servikal
cedera kepala, gangguan kejang)
4. cukup meningkat
2. posisikan semi fowler atau klien.
7. imaturitas neurologis
5. meningkat
fowler
8. penurunan energy
Status neurologis
3. berikan oksigen jika perlu
29
3. untuk membantu jalan nafas
9. obesitas
Setelah
dilakukan
tindakan Edukasi : -
Edukasi :-
10 posisi tubuh yang menghambat keperawatan selama 3 x 24 jam maka Kolaborasi : -
Kolaborasi :-
ekspansi paru
pola nafas tidak efektif membaik
11. syndrome hipoventilasi
dengan kriteria hasil :
Pemantauan Respirasi
Pemantauan Respirasi
12. kerusakan inervasidiafragma
1. tingkat kesadaran (4)
Observasi :
Observasi :
13. cedera pada medulla spinalis
2. orientasi kognitif(4)
1. monitor frekuensi, irama, 1.
14. efek agen farmakologis
3. status kognitif (4)
kedalaman dan upaya nafas
15 kecemasan
4. control motoric pusat (4)
2. monitor adanya sumbatan upaya nafas
Tanda dan gejala mayor
Keterangan :
jalan nafas
2. untuk mengetahui adanya
Subjektif :
1. menurun
3. monitor saturasi oksigen
sumbatan jalan nafas pada
1. dipsnea
2. cukup menurun
Terapeutik :
pasien
Objektif :
3. sedang
1. atur interval pemantauan Terapeutik :
1. penggunaan otot bantu pernafasan
4. cukup meningkat
respirasi sesuai kondisi pasien 1. untuk mengetahui jarak
2. fase ekspirasi memanjang
5. meningkat
2.
3.
pola
bradipnea,
nafas
abnormal
hiperfentilasi,
dokumentasi
untuk
mengetahui
frekuen,irama, kedalama, dan
hasil pernafasan pasien
(takipnea,
pemantauan
2.
kussmaul,
Edukasi :
pemeriksaan pernafasan pasien
cheyne-strokes)
1.
Tanda dan gejala minor
prosedur pemantauan
Subjektif :
30
jelaskan
tujuan
untuk
dan Edukasi :
mengetahu
hasil
1. ortopnea
2,
informasikan
hasil 1. agar pasien dan keluarga tahu
Objektif :
pemantauan jika perlu
prosedur
1. pernafasan pursed-lip
Kolaborasi :-
perawat
yang
dilakukan
2. pernafasan cuping hidung
2. untuk mengetahui informasi
3. diameter toraks anterior posterior
mengenai pernafasan
meningkat
Kolaborasi :-
4. ventilasi semenit menurun 5, kapasitas vital menurun 6. tekanan ekspirasi menurun 7. tekanan inspirasi menurun 8. ekskursi dada berubah Kondisi klinis terkait 1. depresi system saraf pusat 2. cedera kepala 3. trauma toraks 4. gullian barre syndrome 5, multiple sclerosis 6. myasthenia gravis 7. storoke
31
8. kuadriplegia 9. intoksikasi alkohol
4.
Nausea (D.0076)
Tingkat nausea
Kategori : psikologi
24 jam maka nausea menurun dengan
Definisi : perasaan tidak nyaman pada belakang
- Untuk mengetahui kejadian
Selah dilakukan tindakan selama 3× Observasi :
Subkategori : nyeri dan kenyamanan
bagian
Observasi :
Manajemen mual
tenggorokkan
mual -
kriteria hasil :
lambung yang dapat mengakibatkan 1. keluhan mual
-
ketoasidosis diabetic) 2. gangguan pada esofagus
3. perasaan asam di mulut
5. gangguan pancreas
dialami - Untuk melihat kualiats mual
Identifikasi dampak mual
jawab peran, dan tidur)
4. frekuensi menelan Ket :
Identifikasi penyebab
3. Distensi lambung 4. iritasi lambung
yang
yang telah terjadi
terhadap kualitas hidup - Melihat factor yang (mis. Nafsu makan, mengakibatkan penyebab aktifitas, kinerja, tanggung mual
2. perasaan ingin muntah
Penyebab 1. gangguan biokimia (mis. Urimea,
pengalaman
mual
atau
muntah.
Identifikasi
sebelumnya
1. meningkat
factor mual
(mis.
- Melihat keadaan mual dari frekuensi,
durasi
hingga
tingkat keparahan.
Pengobatan dan prosedur) -
2. cukup meningkat
Monitor Frekuensi,
6. peregangan kapsul limpa
mual durasi,
tingkat keparahan)
32
(mis. dan
Teraupetik : - Agar
pasien
dapat
meminimalisir dari mual.
7. tumor terlokalisasi (mis. Neuro akustik, 3. sedang tumor
otak
primer
atau
sekunder,
Teraupetik :
4. cukup menurun
-
metastasis tulang di dasar tengkorak
Glukoma)
suara,
Setelah dilakukan tindakan selama 3×
visual
24 jam maka nausea meninghkat
meyenagkan. -
dan
1. kemampuan mengenali gejala
13. aroma tidak sedap
2.
14. rasa makanan/muniman yang tidak
yang
tidak
kemampuan
(mis.
mengenali
penyebab/pemicu
stimulus
penglihatan
Kecemasan,
ketakutan, kelelahan) Edukasi :
menyenangkan
tidak 3. kemampuan melakukan tindakan untuk mengongtrol mual/muntah
Anjurkan
Ajarkan
ketakutan, stress)
teknik
17. efek agen farmakologis 18. efek toksin
terkontrol
untuk Ket:
(mis.
33
istirahat
dan
tidur yang cukup
16. factor psikologis (mis. Kecemasan, 4. melaporkan mual dan muntah -
pasien
dapat
meminimalisir mual sendiri Kolaborasi :
Kurangi atau hilangkan
enak 15.
nyaman pada pasien.
rangsangan - Agar
keadaan penyebab mual
12. kehamilan
rasa
penyebab Edukasi :
kontrol mual/muntah
dengan kriteria hasil :
11. mabuk perjalanan
factor
memberikan
mual (mis. Bau tak sedap, - Agar pasien lebih cepat pulih
9.Peningkatan tekanan intracranial 10. peningkatan tekanan intraorbital (mis.
Kendalikan lingkungan
8. peningkatan tekanan intraabdominal 5. menurun (mis. Keganasan intraabdomen)
- Agar
penggunaan nonfarmakologis mengatasi
mual
Biofeedback,
- Memberikan tindakan tinkat lanjut pada pasien.
Gejala dan tanda mayor Subjektif
1. menurun
hypnosis, relaksasi, terapi music, akupresur)
2. cikup menurun
1. mengeluh mual
Kolaborasi :
2. merasa ingin muntah
3. sedang
3. tidak berminat makan
4. cukup meningkat
-
Obsertvasi :
Kolaborasi
pemberian
keparahan
dari
pasien
antiemetic, jika perlu
- Melihat keadaan pasien lebih
Objektik (tidak tersedia)
- Melihat
5. meningkat
lanjut
Gejala tanda minor
Manajemen muntah
Subjektif
Observasi :
1. merasa asam di mulut -
2. sensasi panas/dingin
Objektif 1. saliva meningkat
pasien. Teraupetik :
karakteristik - Membuat pasien nyaman dengan tidak memberikan (mis. Warna,
konsistensi, adanya darah,
kecemasan dan ketakutan
waktu,
yang berlebihan
frekuensi
dan
durasi)
2. pucat -
3. diaphoresis
Monitor efek manajemen
- Membuat
pasien
5. pupil dilatasi
Edukasi :
Kondisi klinis terkait
34
istirahat
dengan nyaman.
muntah secara menyeluruh - Agar keadaan pasien baik Teraupetikm :
4. takikardia
keadaan
Identifikasi muntah
3. sering menelan
dengan
perasaan
1. meningitis
-
Kurangi atau hilangkan - Me,mbuat
2. labirinitis
keadaan penyebab muntah
3. uremia
(mis.
4. ketoasidosis diabetic
ketakutan)
5. ulkus peptikum
-
6. tumor intraabdomen
Atur
Kecemasan
-
posisi
untuk
muntah
Agar pasien mendapatkan (mis. pengobatan lebih lanjut
9. neuroma akustik
Membantu membukukkan
10. tumor otak
atau menundukkan kepala) Edukasi : -
Anjurkan memperbanyak istirahat
-
Ajarkan teknik
penggunaan nonfarmakologis
untuk mengelola muntah (mis.
35
terjadi muntah Kolaborasi :
Berikan dukungan fisik saat
12. glaukoma
pengajaran
mandiri pada pasien saat
8. penyakit meniere
11. kanker
lebih
tenang
dan - Memberikan
mencegah aspirasi
7. tumpor intraabdomen
pasien
Biofeedback,
hypnosis, relaksasi, terapi music, akupresur) Kolaborasi : 1. Kolaborasikan pemberian antiemetic, jika perlu 5.
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017) Kategori : Fisiologis Subkategori : Sirkulasi Definisi : Beresiko mengalami sirkulasi darah ke otak. Faktor resiko : 1. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin persial 2. Penurunan kinerja ventrikel kiri 3. Aterosklerosis aorta 4. Deseksi arteri 5. Fibrilasi atrium 6. Tumor otak 7. Stenosis karotis 8. Miksoma atrium 9. Aneurisma serebri 10. Koagulopati (mis. Anemia sel sabit)
Perfusi serebral Setelah dilakukan
Manajemen peningkatan tindakan tekananan intrakranial Observasi : keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. identifikasi penyebab TIK (mis. Lesi, Risiko Perfusi Serebral meningkat ganguan metabolisme, dengan kriteria hasil : edema serebral) 2. Monitor CCP 1. Tekanan intra kranial (Cerebral Perfusion 2. Sakit kepala Pressure) 3. Monitor cairan 3. Gelisah serebro-spinalis (mis. Keterangan : Warna, konsistensi) 1. Menurun
Manajemen peningkatan tekananan intrakranial Observasi : 1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya TIK (mis. Lesi, ganguan metabolisme, edema serebral) 2. Untuk mengetahui terjadinya CCP 3. Untuk mengetahui warna dan konsistensi cairan serebrospinalis Terapeutik : 1. Agar pasien merasa nyaman dengan lingkungannya Teraputik : 1. Minimalkan stimulus 2. Agar pasien merasa dengan menyediakan nyaman dengan posisinya
2. Cukup menurun 3. Sedang 4. Cukup menurun 5. menurun
36
11. Dilatasi kardio miopati 12. Koagulasi intravaskuler diseminata 13. Embolisme 14. Cedera kepala 15. Hiperkolesterol nemia 16. Hipertensi 17. Endokarditis invektif 18. Katup protestik mekanis 19. Stenosis mitral 20. Neoplasma otak 21. Infark miokard akut 22. Syndrome sick sinus 23. Penyalahgunaan zat 24. Terapi tombolitik 25. Efek samping tindakan (mis. Tindakan operasi bypass) kondisi klinis : 1. Stroke 2. Cedera kepala 3. Aterosklerotik aortik 4. Infark miokard akut 5. Diseksi arteri 6. Embolisme 7. Endokardiktis infektif 8. Fibrilasi atrium 9. Hiperkoleterolnemia 10. Hipertensi
lingkungan yang 3. Agar pasien tidak tenang. terjadi kejang 2. Berikan posisi semi Kolaborasi : fowler 1. Agar untuk 3. Cegah terjadinya mengembalikan kejang kestabilan rangsanga sel saraf sehingga dapat mencegah terjadinya kejang Kolaborasi : 1. Kolaborasi pemberian 2. Untuk menambah sedasi dan anti cairan dalam tubuh konvulsan pasien 2. Kolaborasi pemberian Pemantauan Tekanan diuretik osmosis Intrakranial Observasi : 1. Untuk mengetahu TD pasien 2. Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien Pemantauan Tekanan 3. Untuk mengetahui Intrakranial tekanan perfusi serebral Observasi : 1. Monitor peningkatan pasien TD Terapeutik : 2. Monitor penurunan 1. Untuk mengetahui tingkat kesadaan sampel cairan 3. Monitor tekanan serebrospinal perfusi serebral
37
11. Dilatasi kardiomiopati 12. Koagulasi intravaskular di seminata 13. Miksoma atrium 14. Neoplasma otak 15. Segmen ventrikel kiri akinetik 16. Syndrom sick sinus 17. Stenosis karotid 18. Stenosis mitral 19. Hydrosefalus 20. Infeksi otak (mis. Meningitis, ensefalitis, abses serebri)
2. agar tempat sistem pemantauan tetap steril 3. untuk memberikan posisi yang nyaman pada pasien 4. agar dapat mengetahui keadaan pasien 5. agar dapat mengetahui keadaan pasien saat ini dan untuk membandingan keadaan pasien
Terapeutik : 1. Ambil sampel drainase cairan serebrospinal 2. Pertahankan sterilitas sistem pemantauan 3. Pertahankan posisi kepala dan leher netral 4. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien 5. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi : 1. Jelaskan tujuan dari Edukasi : prosedur pemantauan 1. agar keluarga dan 2. Informasikan hasil pasien dapat pemantauan, jika mengetahui prosedur perlu pemantauan 2. untuk mengetahui hasil pemantauan dari pasien Pengontrolan Infeksi Pengontrolan Infeksi Observasi : Observasi :
38
1. Identifikasi pasienpasien yang mengalami penyakit infeksi menular
1. untuk mengetahui pasien yang mengalami penyakit menular
Terapeutik : Terapeutik : 1. Terapkan 1. agar pasien dapat kewaspadaan menerapkan tindakan universal (mis. Cuci cuci tangan aseptik dll. tangan aseptik, 2. Agar pasien tidak lagi gunakan alat mengalami penurunan pelindung diri seperti imunitas masker, sarung 3. Agar pasien tidak tangan, pelindung terjadi infeksi. wajah, pelindung 4. Agar alat alat tetap mata, apron, sepatu terjaga kesterilisasinya bot sesuai model 5. Agar dapat mengetahui transmisi pasien yang mengalami mikroorganisme) penyakit menular 2. Tempatkan pada ruang isolasi bertekanan positif untuk pasien yang mengalami penurunan imunitas. 3. Tempatkan pada ruang isolasi bertekanan positif
39
6.
Hipervolemi ( D.0034 )
Keseimbangan cairan
kategori : fisiologis
Setelah
sub kategori : nutrisi dan cairan definisi :
,
intertisial
dilakukan
tindakan Observasi :
keperawatan selama 3× 24 jam maka
peningkatan volume cairan
intravaskuler
untuk pasien dengan resiko penyebaran infeksi via droplet atau udara 4. Sterilisasi dan desinfeksi alat-alat, furnitur, lantai sesuai kebutuhan 5. Berikan tanda khusus untuk pasien-pasien dengan penyakit menular Edukasi : 1. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar Manajemen hipervolemia
m
dan
hipervolemia
meninghkat
kriteria hasil :
1. Gangguan mekanisme regulasi
Manajemen Hipervolemia Observasi :
1. periksa tanda dan gejala hipervolemia
(misal
1. Agar dapat mengetahui tanda dan gejala dari
ortopnea, dipsnea, edema,
kelebihan
1. Edema (4)
JVP/CVP
cairan
2. Dehidrasi (4)
refleks
intraseluler penyebab :
dengan
Edukasi : Agar pasien dapat mengetahui cuci tangan dengan benar
40
meningkat,
hepator
jugular
volume
2. Kelebihan asupan cairan
3. Asistes (4)
positif,suara
3. Kelebihan asupan natrium
4. Konfusi (4)
tambahan
4. Gangguan aliran balik vena
Keterangan :
5. Efek
agen
farmakologis
(
mis.
Kortikosteroid , chlorpropamide , toibutamide,
vincristine
trytilinescarbamazepine ) Gejala dan tanda mayor Subjektif :
,
nafas
2. identifikasi
penyebab
hipervolemia
1. Meningkat
3. Sedang
hari
5. menurun
sama.
pada
waktu
yang
2. Dispnea
Setelah
dilakukan
tindakan
3. Paroxysmal nocturnal dyspnea
keperawatan selama 3× 24 jam maka
Objektif
hipervolemia
1. Edema anasarka dan edema perifer
kriteria hasil :
membaik
dengan
garam 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
1. Anjurkan haluaran
cairan
41
1. Untuk mengetahui berat badan
2. Agar
pasien
pada
pasien
tidak
volume cairan
1. Untuk melapor urin
jika