ASKEP PALIATIF PASIEN HIV-AIDS KLPK 12 Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN HIV/AIDS



DISUSUN OLEH: 1. Mely Puriyanti 2. Mita Fatima Mernissi 3. Nurul Hidayanti 4. Purnatika 5. Ratu Astuti 6. Retno Fitri Wulandari 7. Siti arafah 8. Yulia Tri Kresnawati 9. Yuyun Agustina



KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PENDIDIKAN NERS TAHUN 2021



i



KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif dalam bentuk makalah Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Dewi Purnawati, M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Paliatif. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari bapak ibu dosen agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Asuhan Keperawatn Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS ini dapat memberikan manfaat



Mataram, 05 Agustus 2021



Kelompok 12



ii



DAFTAR PUSTAKA



KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................iii BAB I.......................................................................................................................................1 PENDAHULUAN...................................................................................................................1 A. Latar Belakang....................................................................................................................1 B. Tujuan.................................................................................................................................2 BAB II.....................................................................................................................................3 TINJAUAN TEORI.................................................................................................................3 A. Konsep Dasar Penyakit HIV/AIDS.....................................................................................3 1. Pengertian.......................................................................................................................3 2. Etiologi...........................................................................................................................4 3. Manifestasi Klinik HIV/AIDS.........................................................................................4 4. Patofisiologi HIV/AIDS..................................................................................................6 5. Permasalahan Yang Sering Muncul Pada Pasien HIV/AIDS..........................................8 B. Konsep Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS...........................................8 1. Komponen-Komponen Perawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS............................10 2. Peran Dan Fungsi Perawat Dalam Perawatan Paliatif.................................................10 3. Kompetensi Perawat Pada Perawatan Paliatif.............................................................12 4. Asuhan Keperawatan Paliatif......................................................................................14 a. Pengkajian keperawatan........................................................................................15 b. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................17 c. Intervensi dan Implementasi Keperawatan............................................................19 d. Evaluasi.................................................................................................................32 BAB III..................................................................................................................................34 PENUTUP.............................................................................................................................34 A. Kesimpulan.......................................................................................................................34 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................35



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus



yang



menyerang



sistem



kekebalan



tubuh manusia,



sedangkan Aids singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, dimana virus ini akan muncul setelah virus HIV menyerang sistem kekebalan



tubuh



seseorang. Acquired Immune Deficiency Syndrome



(AIDS) juga merupakan sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan



ini



membuat



AIDS



sebagai



salah



satu



epidemik



paling



menghancurkan pada sejarah. Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan



1



kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan



menambah



pengetahuan



mengenai



bagaimana



asuhan



keperawatan paliatif pada pasien HIV AIDS. 2. Tujuan Khusus Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untukmengetahui dan menambah pengetahuan mengenai bagaimana asuhan keperawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS meliputi: a.



Konsep dasar penyakit HIV/AIDS



b.



Konsep dasar askep paliatif HIV/AIDS



BAB II TINJAUAN TEORI



2



A. Konsep Dasar Penyakit HIV/AIDS 1.



Pengertian HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat menurunkan kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes RI (2008) menyatakan bahwa HIV adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang didapat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV. HIV/AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Wilson, 2005). AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan kekebalan tubuh manusia yang sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersipat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering sekali menderita keganasan, khususnya sarkoma kaposi dan limpoma yang hanya menyerang otak (Djuanda, 2007). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa HIV/AIDS adalah suatu syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat



3



penurunan kekebalan tubuh yang didapat karena tertular atau terinfeksi virus HIV. 2.



Etiologi Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah ditularkan dan masa inkubasi sejak mulai infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek (Martono, 2006). HIV yang dahulu disebut virus limpotrofik sel T manusia atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel penjamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia (Sylvia & Wilson, 2005). Insiden HIV/AIDS lebih sering pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. Sering terjadi pada kelompok usia produktif (20-49 tahun), dimana penularan lebih banyak melalui hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan dengan rendahnya pemakain kondom dan pemakaian jarum suntik di kalangan pemakai narkoba.



3.



Manifestasi Klinik HIV/AIDS Seseorang yang terinfeksi virus HIV, proses perjalanan penyakitnya dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu: a.



Transmivi virus



Proses ini terjadi 2-6 minggu setelah seseorang terinfeksi virus HIV. b.



Infeksi HIV primer (syndrome retroviral akut)



Sebagian besar pasien yang terinfeksi HIV akan menunjukkan



4



gejala infeksi seperti contohnya demam, nyeri otot, nyeri sendi dan rasa lemah. Selain itu akan muncul kelainan mukokutan yaitu ruam kulit, dan ulkus di mulut. Kemudian pembengkakan kelenjar limfa, gejala neurologi (nyeri kepala, nyeri belakang kepala, fotophobia, dan depresi maupun gangguan saluran cerna (anoreksia, nausea, diare, jamur dimulut). Gejala ini akan muncul 2-6 minggu dan akan membaik dengan atau tanpa pengobatan. c.



Serokonversi



Pada tahap ini sering disebut tahap pertama gejala HIV, dimana gejala akan muncul beberapa minggu setelah tubuh terinfeksi dengan menunjukkan gejala seperti flu, sakit tenggorokan, diare, demam, muncul peradangan berwarna merah disertai benjolan kecil disekitarnya, berat badan turun, dan badan terasa lelah. Gejala ini akan berhenti dan infeksi



HIV



tidak



menunjukan



gejala



apapun selama beberapa tahun. d.



Infeksi kronik asimptomatik



Pada fase ini, seseorang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala selama rata-rata 8 tahun. Penderita akan tampak sehat, dapat melakukan aktiftas normal, tetapi dapat menularkan penyakit HIV kepada orang lain. e.



Infeksi kronik simptomatik



Di fase ini, akan muncul gejala-gejala pendahuluan seperti demam, pembesaran kelenjar limfa yang kemudian diikuti infeksi oportunistik. Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah memasuki stadium Aids. Fase simptomatik berlangsung rata-rata 1,3 tahun yang berakhir dengan kematian. f.



Aids (indikator sesuai dengan CDC 1993 atau jumlah CD4 kurang dari 200/mm3)



g.



Infeksi HIV lanjut ditandai dengan jumlah CD4 kurang dari 50/mm3. 5



Setelah terjadi infeksi HIV ada masa dimana pemeriksaan serologis antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif, sementara virus sebenarnya telah ada dalam jumlah banyak. Pada masa ini, yany disebut window periode (periode jendela), orang yang telah terinfeksi ini sudah dapat menularkan kepada orang



lain



walaupun



pemeriksaan antibodi HIV hasilnya negatif. Fase ini berlangsung selama 3-12 minggu. 4.



Patofisiologi HIV/AIDS Virus HIV masuk kedalam tubuh manusia melalui kontak langsung dengan lapisan membrane mukosa yang tidak utuh atau melalui pertukaran cairan tubuh. Penularan HIV terjadi saat darah, sperma atau cairan vagina dari seseorang yang terinfeksi masuk ke dalam tubuh orang lain. Virus HIV yang telah masuk, kemudian akan saling berlekatan di sel dendrit. Dendrit merupakan bagian dari mekanisme pertahanan awal pada tubuh saat tubuh mengalami proses infeksi. Selanjutnya virus HIV dibawa ke kelenjar



getah



bening. Target utama virus HIV adalah sel limfosit CD4 (salah satu jenis sel darah putih), namun demikian virus HIV bisa menginfeksi otak (Djoerban.Z, 2009). Seperti yang kita ketahui bahwa sel darah putih merupakan “pasukan



pengaman”



yang



bertugas



untuk menjaga sistem



kekebalan tubuh. Sehingga bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada tubuh jika sel darah putih tersebut dilumpuhkan oleh virus HIV. Tentu, seseorang yang terinfeksi HIV akan mudah terserang penyakit. Sebagai contoh, jika seseorang yang terserang penyakit batuk pilek dapat sembuh dengan sendirinya kurang lebih 1 minggu, maka orang dengan HIV bisa membutuhkan waktu lama untuk bisa sembuh. Saat virus HIV menginfeksi sel CD4, maka virus HIV akan menjalani tahapan reproduksi, dimana virus tersebut akan membelah



6



dan membentuk koloni yang sering disebut dengan istilah binding and fussion. Kemudian virus HIV akan mengalami proses yang disebut reverse transcription, integrasi dan transkripsi. Melalui ketiga tahap ini, virus HIV akan tersimpan dalam sel CD4 untuk jangka panjang dan akan membelah



menjadi



lebih



banyak.



Sel



CD4 yang



sebelumnya berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh, justru oleh virus HIV dijadikan sebagai “pabrik” untuk memproduksi lebih banyak virus HIV. Sehingga yang terjadi adalah terbentuk virus HIV yang baru dan akan menempel pada sel CD4 lainnya, yang lama kelamaan akan menimbulkan sel CD4 tersebut akan mati. Hal inilah yang menyebabkan jumlah sel CD$ akan berkurang. Jumlah CD4 normal adalah 800-1200, sementara pada orang dengan HIV jumlahnya bisa tinggal 50/mm3. Orang yang terinfeksi HIV tidak lagi



mempunyai



pasukan



pengaman untuk mempertahankan



kekebalan tubuhnya, sehingga rentan terhadap serangan bakteri dan virus. Penularan virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari cairan sperma, sekresi serviks/vagina, darah dan air susu. Penyebaran virus HIV dapat melalui hubungan seks baik homo maupun heteroseksual, penggunaan jarum yang tercemar pada penyalahgunaan NAPZA, kecelakaan kerja pada sarana pelayanan kesehatan misalnya tertusuk jarum yang tercemar, transfusi darah, donor organm tindakan medis invasive, serta perinatal dan pemberian ASI dari ibu ke anak. Tidak ada bukti yang nyata bahwa HIV daoat ditularkan melalui kontak sosial, alat makan, toilet, kolam renang, udara ruangan maupun oleh nyamuk atau serangga (Djoerban.Z, 2009).



7



5.



Permasalahan Yang Sering Muncul Pada Pasien HIV/AIDS Fatigue merupakan gejala paling umum dan membuat distress pada pasien HIV/AIDS, mempenagruhi sekitar 20-60% pasien. HIVrelated fatigue didefinisikan lebih dari sekedar merasa lelah. Pasien HIV dengan fatigue mengeluh lemah, kehilangan energi, mengantuk, mudah lelah, kehausan, dan ketidakmampuan



mendapat



istirahat



yang cukup, dimana semua gejala mempengaruhi kualitas hidup. Penyebab



potensial



HIV-related



fatigue



meliputi



anemia,



kurang istirahat dan gangguan tidur, diet inadekuat, stres psikologis (depresi, kecemasan), penggunaan zat sifatnya rekreasi), abnormalitas kelenjar tiroid, hipogonadism, infeksi, efek samping obat, dan demam. Penyebab fisiologik lainnya adalah rendahnya jumlah sel hitung CD4, gangguan fungsi hati, dan abnormalitas kortisol. Depresi dikatakan penyebab psikologis potensial terjadinya fatigue. Tatalaksana keluhan ini antara lain program pelatihan aerobik (treadmill), strategi perawatan diri (suplemen nutrisi, vitamin, dan perubahan diet, istirahat cukup, terapi alternatif dan komplementer) (Engels,J). B. Konsep Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) mengalami permasalahan yang sangat kompleks baik secara biologis, psikososial, spiritual maupun kulturalnya. Sehingga sangat membutuhkan perawatan paliatif. Hal ini disebabkan, ODHA mempunyai hak untuk tidak menderita dan masih berhak untuk mnendapatkan pertolongan, meskipun diketahui semua pengobatan yang diberikan pada ODHA tidak akan menyembuhkan tetapi hanya untuk menambah harapan hidupnya. Pelayanan perawatan paliatif diberikan secara terintegrasi antara dokter, perawat, petugas sosial medis, psikolog, rohaniawan, relawan dan



8



profesi lain yang diperlukan. Perawat sebagai salah satu anggota tim paliatif berperan memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dan keluarga. Serupa dengan penyakit kronis lainnya, pergeseran ke arah paliatif masa akhir kehidupan merupakan keputusan yang membutuhkan banyak pertimbangan dan kolaborasi antar pasien, keluarga, dan pendamping. Terapi pada HIV secara spesifik baik terhadap penyakit dan gejala, saat digunakan bersamaan, dapat membantu mengendalikan gejala serta secara signifikan berkontribusi terhadap kenyamanan pasien. Perawatan pasien dengan HIV tergolong rumit seperti pengobatan gejala



saat



virus



terkontrol



atau



membantu dengan perencanaan



perawatan lebih lanjut pada masa akhir kehidupan. Tim perawatan paliatif dan dokter berperan penting dalam mendukung pasien melalui proses ini. Hal ini menjadi alasan perawatan paliatif dianjurkan sebagai terapi pendamping bagi pasien HIV. Menyadari efek potensial dari integrasi perawatan paliatif ke dalam perawatan rutin, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa perawatan paliatif sebaiknya tergabung dalam setiap stadium penyakit HIV. Hal serupa tertera dalam pedoman UNAIDS yang menyatakan bahwa seluruh individu yang hidup dengan HIV sebaiknya diberi perawatan paliatif yang efektif selama pengobatannya. Program yang ada yang menggabungkan perawatan paliatif ke dalam perawatan HIV beragam, menawarkan berbagai layanan, termasuk perawatan paliatif berbasis rumah sakit dan rawat inap (Souza, P.N, 2016). 1.



Komponen-Komponen Perawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS



Komponen-komponen perawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS adalah : a.



Penilaian kebutuhan fisik, emosional, sosial dan spiritual pasien maupun keluarga, meliputi: skrining nyeri dan gejala fisik lain (termasuk efek samping obat antiretroviral) dan skrining kesehatan mental serta kebutuhan dukungan sosial.



b.



Mengobati gejala berdasarkan temuan medis. 9



c.



Memberikan kebutuhan kesehatan mental dan dukungan sosial berdasarkan kapasitas pelayanan.



d.



Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai kebutuhan dalam keahlian perawatan diri dan jangka panjang.



e.



Melakukan follow-up dan membantu membuat rujukan apabila dibutuhkan.



2.



Peran Dan Fungsi Perawat Dalam Perawatan Paliatif Sebagai anggota tim perawatan paliatif, berikut ini adalah peran dan fungsi perawat dalam perawatan paliatif, diantaranya adalah : a.



Pelaksana perawatan Sebagai pelaksana perawatan, perawat bertindak sebagai pemberi asuhan keperawatan pada ODHA. Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarganya, memberikan melakukan



konseling



serta



kolaborasi dengan profesi lain yang terlibat dalam



perawatan ODHA. Selain



itu, perawat juga memfasilitasi terhadap



semua kebutuhan pasien serta melakukan modifikasi lingkungan untuk memberikan kenyamanan kepada ODHA. b.



Pengelola Sebagai pengelola perawatan, perawat dapat berperan sebagai manajer kasus maupun konsultan ODHA dan keluarganya.



c.



Pendidik Perawat dapat memberikan pendidikan ataupun pelatihan tentang perawatan paliatif kepada ODHA, kepada teman sejawat, ataupun mahasiswa.



d.



Peneliti Sebagai peneliti, peran dapat berperan melakukan penelitian dibidang keperawatan dengan tema perawatan paliatif pada ODHA dan keluarga.



10



Sehubungan dengan peran perawat sebagai pemberi perawatan (caring) pada pasien HIV/Aids dan keluarganya, maka perawat harus mampu melakukan hubungan terapeutik dengan ODHA dengan berperan sebagai perawat profesional, pasangan,



teman



akrab



atau



bahkan



sebagai keluarga bagi ODHA. Untuk dapat menjalankan peran dengan baik dan melakukan hubungan timbal balik yang positif antara perawat dan pasien, perawat perlu memiliki nilai-nilai caring relationship dan mengaplikasikannya sebagai perilaku caring, diantaranya adalah : 1) Jujur dan sabar 2) Bertangung jawab 3) Memberikan kenyamanan 4) Mendengarkan dengan atensi dan penuh perhatian 5) Memberikan sentuhan 6) Menunjukkan kepedulian 7) Menunjukkan rasa hormat 8) Memberikan informasi dengan jelas 9) Memanggil pasien dengan namanya Selain hal tersebut diatas, perawat juga perlu memiliki sikap positif dalam memberikan asuhan keperawatan pada ODHA yang meliputi : 1) Mempunyai falsafah hidup yang kokoh, agama dan sistem nilai. 2) Mempunyai kemampuan mendengar dengan baik dan memotivasi pasien. 3) Mempunyai kemmapuan untuk tidak “judgemental” terhadap pasien yang mempunayi sistem nilai yang berbeda. 4) Tidak menunjukkan rekasi berlebihan jika terdapat bau ataupun kondisi yang tidak wajar 5) Mampu mengkaji, mengevaluasi secara cermat dari perilaku non verbal 6) Senantiasa menemukan cara menangani setiap masalah 11



7) Menunjukkan perilaku caring. 3.



Kompetensi Perawat Pada Perawatan Paliatif Kompetensi di definisikan sebagai keterampilan, pengetahuan, pengalaman, kualitas dan karakteristik, serta perilaku yang menjadi syarat pada seseorang untuk melakukan kerja atau tugasnya secara efektif. Berikut beberapa kompetensi perawat pada perawatan paliatif yang didesain oleh Becker (2015), diantaranya adalah : a.



Keterampilan komunikasi Keterampilan berkomunikasi merupakan hal yang terpenting dalam pelayanan perawatan paliatif. Perawat mengembangkan kemampuan berkomunikasinya untuk dapat meningkatkan hubungan yang lebih baik dengan pasien dan keluarga. Sehingga perawat dapat memberikan informasi yang penting dengan cara yang lebih baik saat pasien membutuhkannya, atau menjadi pendengar yang baik saat pasien mengungkap keluhannya tanpa memberikan penilaian atau stigma yang bersifat individual. Komunikasi menjadi keterampilan yang sangat dasar pada perawat paliatif, dimana dengan keterampilan tersebut perawat akan mampu menggali lebih dalam mengenai perasaan pasien, keluhan pasien tentang apa yang dirasakannya.



b.



Keterampilan psikososial Untuk dapat bekerja sama dengan keluarga pasien dan mengantisipasi



kebutuhannya



selama



proses



perawatan pasien,



maka pelibatan keluarga dalam setiap kegiatan akan dapat membantu dan mendukung keluarga untuk mandiri. Elemen psikososial merupakan bagian dari proses perawatan yang biasanya di delegasikan ke pekerja social medic. karena pekerja social medic memiliki wawasan dan akses yang lebih luas ke berbagai macam organisasi atau instansi yang dapat diajak bekerja sama untuk memberikan dukungan 12



kepada pasien. karena mengingat peran perawat dalam tim paliatif begitu banyak sehingga tidak memungkin untuk melakukannya. Akan tetapi bila, dalam tim interprofesional tidak ada tenaga pekerja social medic, maka perawatlah yang akan melakukannya. Membangun rasa percaya dan percaya diri selama berinteraksi dengan pasien dan dengan menggunakan diri sendiri sebagai bentuk terapeutik melalui proses komunikasi terapeutik maka hal tersebut merupakan inti dari pendekatan psikososial dalam perawatan paliatif. c.



Keterampilan bekerja tim Bekerja bersama dalam tim sebagai bagian dari tim interprofesional merupakan hal yang sangat vital untuk dapat melakukan praktik atau intervensi yang baik terhadap pasien. Seiring dengan meningkat peran perawatan di area paliatif sehingga keterampilan untuk dapat bekerja dalam tim menjadi suatu keharusan dan keniscayaan.



d.



Keterampilan dalam perawatan fisik Perawat di tuntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik untuk dapat melakukan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien dalam kondisi apapun dan kapanpun, sehingga perawat dapat bertindak dan mengambil keputusan yang tepat sesuai kondisi pasien. Pemilihan



metode



yang



tepat



untuk



mengkaji pasien



menjadi hal yang penting, mengingat kondisi pasien yang kadang berubah dan tidak memungkin merespon beberapa pertanyaan yang di ajukan. Sehingga keterampilan observasi dan kemampuan intuisi perawat yang dapat digunakan untuk mengenali tanda atau gejala yang pasien tidak dapat atau mampu untuk melaporkannya. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat maka perawat dapat memberikan masukan kepada anggota tim untuk tidak lebih fokus pada pemberian obat-obatan berdasarkan perkembangan kondisi pasien. 13



e.



Keterampilan intrapersonal Salah satu area yang menjadi komponen kunci untuk dapat bekerja dengan baik dan sukses dalam area perawatan paliatif adalah keterampila intrapersonal. karena kematangan secara pribadi dan professional akan dapat membantu perawat dalam mengatasi masalah yang terkait dengan isu intrapersonal yang bersifat intrinsic terutama saat melayani atau melakukan asuhan keperawatan pasien yang menjelang ajal dan keluarganya. Perawat harus dapat mengenali dan memahami reaksi dan perasaan pasien yang merupakan konsekuensi alamiah dari bekerja dengan pasien sekarat atau keluarga yang mengalami kedukaan, sehingga perawat mampu menentukan sikap dan menyesuaikan diri dengan kondisi atau situasi yang sarat dengan emosi dan perasaan sensitive.



4.



Asuhan Keperawatan Paliatif Asuhan keperawatan paliatif merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien dengan



menggunakan



pendekatan



metodologi



proses



keperawatan



berpedoman pada standart keperawatan, dilandasi etika profesi dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab perawat yang mencakup wewenang serta tanggung jawan perawat pada seluruh proses kehidupan, dengan



menggunakan



biopsikososispiritual



pendekatan



yang



holistic



komprehensif



mencakup dan



pelayanan



bertujuan



untuk



memberikan



asuhan



meningkatkan kualitas hidup pasien. Prinsip



yang



harus



diperhatikan



dalam



keperawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS adalah: 1) Melakukan



pengkajian



secara



cermat,



mendengarkan keluhan



dengan sungguh-sungguh 2) Menetapkan



diagnosis/masalah



sebelum bertindak



14



keperawatan



dengan tepat



3) Melakukan tindakan asuhan keperawatan secara tepat dan akurat 4) Mengevaluasi perkembangan pasien secara cermat Pendekatan model asuhan keperawatan paliatif diberikan



dengan



melihat kebutuhan ODHA secara holistik yang meliputi kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural pada ODHA dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, meliputi pengkajian keperawatan, penegakan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. a. Pengkajian keperawatan Perawat harus memahami apa yang dialami pasien dengan kondisi terminal, tujuannya adalah untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. Terdapat empat fase respon terhadap penyakit yang mengancam hidup, diantaranya adalah: 1) Fase prediagnostik Terjadi ketika diketahui adanya gejala dan faktor resiko penyakit 2) Fase akut Berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusan,



termasuk



kondisi



medis,



interpersonal



mauoun



psikologis. 3) Fase krinis Klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya pasti terjadi. Klien dalam kondisi terminal akan mengalami masalah baik fisik, psikososial maupun sosial-spiritual. Faktor-faktor yang perlu dikaji pada perawatan paliatif pasien HIV/AIDS, yaitu: 1) Faktor fisik Perawat



melakukan



pengkajian



kondisi



fisik



secara



keseluruhan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Masalah 15



fisik yang sering dialami ODHA biasanya diakibatkan oleh karena penyakitnya mapun efek samping dari



pengobatan



yang



diterimanya. Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien. Klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan



dan



penurunan



kemampuan



klien



dalam



pemeliharaan diri. 2) Faktor psikologis Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahaptahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal. 3) Faktor sosial Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya



tentang



kondisi



penyakitnya.



Ketidakyakinan



dan



keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan



dukungan



social



bisa



dari



teman



kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien. 16



dekat,



4) Faktor spiritual Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya. Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi. b. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang muncul pada asuhan keperawatan paliatif pasien HIV/AIDS, meliputi: 1) Biologi a) Ketidakefektifan termogulasi b.d penurunan imunitas tubuh b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan asupan oral c) Intoleransi aktivitas b.d keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. 2) Psikologi a) Ansietas b.d ancaman nyata terhadap kesejahteraan diri b) Harga diri rendah b.d penyakit kronis, krisis stuasional 3) Sosial a) isolasi soaial b.d stigma, ketakutan orang lain terhadap penyebaran infeksi b) Ketidakefektifan mekanisme koping keluarga b.d kemampuan



17



dalam mengaktualisasi diri 4) Spiritual a) distress spiritual b.d penyakit infeksi kronis



c. Intervensi dan Implementasi Keperawatan No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Keperawatan 1 Ketidakefektifan NOC: termogulasi 1. Hidration 2. Adherence Behavior 3. Immune Status 4. Risk control 5. Risk detection Kriteria Hasil: a. Keseimbangan antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas. b. Seimbang antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan. c. Keseimbangan asam basa bayi baru lahir d. Temperature stabil 36,5-37C e. Tidak ada kejang f. Tidak ada perubahan warna kulit g. Glukosa darah stabil h. Pengendalian resiko hipertermi: hipotermia i. Pengendalian resiko: proses menular j. Pengendalian resiko: paparan sinar matahari. 2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 18



Intervensi NIC: Temperatur regulation (pengaturan suhu) 1. Monitor suhu Tubuh minimal 2 jam 2. Rencanakan monitor suhu secara continue 3. Monitor TD, Nadi, RR 4. Monitor warna suhu kulit 5. Monitortanda-tanda hipotermi dan hipertermi 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh 8. Ajarkan pasa pasien cara mencegah keletihan akibat panas 9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative dan kedinginan. 10. Beritahu tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan 11.Ajarkan indikasi dan hipotermi dan penanganan yang diperlukan 12. Berikan antipiretik bila perlu. 1. Kaji adanya alergi



nutrisi kurang dari kenutuhan b.d penurunan asupan oral



3



Intoleransi aktivitas b.d keadaa mudah letih, kelemahan, malnutrisi dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit



4



Ansietas b.d ancaman nyata terhadap kesejahtraan diri



keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nutrisi kurang teratasi dengan kriteria hasil : a. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan c. Tidak ada tandatanda malnutrisi d. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan e. Tidak terjadi penurunan berat badanyang berarti Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil: a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, RR. b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkanansietas dapat teratasi dengan kriteria hasil : a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan



19



makanan 2. Monitor adanya penurunan berat badan 3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah kondtipasi 4. Berikan informasi tentang kebutuhan informasi 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentuukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan.



1. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 2. Bantu klien untuk membantu jadwallatihan diwaktu luang 3. Sediakan penguatan yang posiif bagi yang aktif beraktifitas 4. Monitor respon fisik, emosional, social dan spiritual 5. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program terapi yang tepat. 1. Gunakan pendekatan yang menyenangkan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan 4. Pahami perspektif pasien



5



gejala cemas b. Mengidentifikasi, mengungkapakan, dan menunjukkan teknik mengontrolcemas. c. Vital sign dalam batas normal d. Postur tubuh, ekpresi wajah, Bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan kurangnya kecemasan. Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan b.d penyakit kronis, keperawatan selama 3x24 krisis stuasional jam diharapkan masalah harga diri rendah teratasi dengan kriteria hasil: a. Adaptasi terhadap ketikdayaan fisik : respon adaktif klien terhadap tantangan fumgsional penting. b. Menunjukkan penilaian pribadi tentang harga diri c. Mengungkapkan penerimaan diri d. Kmunikasi terbuka e. Menggunakan strategi koping epektif.



20



terhadap situasi stress 5. Temani pasien untuk mengurangi takut 6. Dengarkan dengan penuh perhatian 7. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi 8. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.



Self exam enhancement 1. Tunjukkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien untuk mengatasi situasi 2. Dorong pasien mengidentifikasi kekuatan dirinya 3. Ajarkan keterampilan perilaku yang positif 4. Buat statement positif terhadap pasien 5. Dukung pasien untuk menerima 6. Kaji alasan-alasan untuk mengkritik atau menyalahkan dirisendiri 7. Kolaborasi dengan sumber-sumber lain(peigas dinas social, perawat spesialis klinis dan layanan keagamaan) Bodi image enchancement counseling 1. Menggunakan proses pertolongan interaktif yang berfokus pada kebutuhan, masalah atau perasaan pasien dan orang terdekat untuk



6



Isolasi social b.d perubahan status mental, gangguan penampilan fisik



NOC: a. Social interactive skill b. Stress level c. Social support d. Post-trsums syndrome Kriteria hasil: 1) Iklim social keluarga ;lingkungan yang mendukung yang bercirikan hubungan dan tujuan anggota keluarga. 2) Partisipasi waktu luang; menggunakan aktivitas yang menarik, menyenagkan dan menenangkan untuk meningkatkan kesejahtraan. 3) Keseimbangan pada perasaan mampu menyesuaikan emosi sebagai respon terhadap keadaan tertentu, 4) Keparahan kesepian: mengendalikan keparahan respon emosi, social atau eksistensi terhadap isolasi 5) Menyesuaikan yang tepat terhadap tekanan emosi sebagai respon terhadap keadaan tertentu. 6) Tingkat persepsi positif tentang status kesehatan dan status hidup individu. 7) Partisipasi dalam bermai, penggunaan aktivitas oleh anak usia 1-11 tahun untuk



21



meningkatkan atau mendukung koping pemecahan masalah. Socialization enhacement 1. Fasilitasi dukunganpada pasien oleh keluarga 2. Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai minat dan tujuan yang sama 3. Dorong pasien melakukan kegiatan social dan komunitas 4. Berikan uji pembatasan interpersonal 5. Verikan umpan balik tentang peningkatan dalam perawatan dan penampilan diri atau aktivitas lain 6. Hadapkan pasien pda hambatan penilaianjika memungkinkan 7. Dorong pasien untuk mengubah lingkungan seperti jalan-jalan. 8. Fasilitasi pasien yang mempunyai penurunan sensory seperti penggunaan kacamata dan alat pendengaran 9. Fasilitasi pasienuntuk berpartisipasi dalam diskusi dengan group kecil 10. Membantu pasien mengembangkan atau meningkatkan keterampilan social interpesrsonal 11. Kurangi stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien 12. Gali kekuatan dan



7



Tidak efektifnya mekanisme koping keluarga b.d kemampuan dalam mengaktualisasi diri



8



Distress spiritual b.d penyakit infeksi kronis



meningkatkan kesenanga, hiburan, dan perkembangan. 8) Meningkatkan hubungan yang efektif dalam prilaku pribadi, ineraksi social dengan orang, kelompok atau organisasi. 9) Ketersediaan atau peningkatan pemberian actual bantuan yang handal dari orang lain. 10) Mengungkapkan penurunan perasaan atau pengalaman diasingkan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan keluarga dapat mempertahankan support system dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria hasil: a. Pasien dan kluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif b. Keluarga bisa menerima keadaan klien. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masal distress spiritual dapat teratasi dengan kriteria hasil: a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat b. Mampu mengungkapkan penyebab gangguan spiritual c. Mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang diyakininya d. Aktif melakukan kegiatan



22



kelemahan pasien dalam berinteraksin social.



Coping enhancemrnt 1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasien dan perawatannya 2. Biarkan keluarga mengungkapkan perasaan secara verbal 3. Ajakan kepada keluarga tentang penyakit dan transmisinya



1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien 2. Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien 3. Bantu pasien mengungkapkan perasaan terhadap spiritual yang diyakini 4. Bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual dalam kehidupan 5. Fasilitasi pasien dengan



spiritual atau keagamaan



alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang dianut oleh pasien 6. Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan 7. Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan.spiritual lainnya



d. Evaluasi Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan paliatif, namun bukan berarti asuhan keperawatan akan berhenti



pada



tahapan



ini, melainkan lebih menekankan pada



tahapan mengevaluasi perkembangan ODHA dengan melakukan analisa perkembangan kondisi yang ada pada ODHA, melakukan reasesment dan replanning melihat perkembangan kondisi yang ada pada ODHA. Hal-hal yang harus menjadi perhatian perawat dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif adalah : 1) Asuhan



keperawatan



paliatif



berarti



asuhan



intensif



dan



komprehensif 2) Selalu pelajari dan observasi hal yang baru dari ODHA 3) Semua



anggota



tim



sepakat untuk



emndukung



rencana



tindakan yang telah disusun 4) Melibatkan keluarga ODHA 5) Gunakan bahasa yang mudah difahami 6) Beri kesempatan bertanya dan jawab dengan jujur 7) Jelaskan perkembangan, keadaan dan rencana tindak lanjut 8) Jangan memberikan janji kosong pada ODHA 9) Melakukan konseling, pelatihan kepada ODHA, keluarga dan care giver



23



10) Mempermudah



kelancaran



perawatan



di



rumah



dalam



pelaksanaan asuhan 11) Memperhatikan aspek religius pasien 12) Tunjukkan



rasa



empati,



keseriusan



serta



sikap



yang



mendukung untuk siap membantu 13) Pertimbangkan latar belakang ODHA dan keluarga BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Beberapa hal yang bisa penulis simpulkan dalam pedoman perawatan paliatif pada ODHA adalah : 1. Perubahan status pengobatan dari status kuratif menjadi status paliatif merupakan masalah yang tidak mudah diterima oleh ODHA ataupun keluarga 2. Tujuan utama perawatan paliatif adalah meningkatkan kualitas hidup ODHA 3. Masalah yang muncul pada ODHA bukan semata-mata karena HIV/Aids, namun juga termasuk masalah enyakit yang menyertai ODHA (penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal dan hati, malignansi dan lain-lain) 4. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif adalah memberikan



kenyamanan



pada



ODHA



tanpa



menimbulkan



kecemasan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada ODHA 5. Kompetensi yang dibutuhkan oleh perawat dalam memberikan perawatan paliatif apda ODHA adalah meliputi keterampilan komunikasi, psikososial, bekerja dalam tim, perawatan fisik dan keterampilan intrapersonal. 6. Pendekatan model asuhan keperawatan paliatif diberikan dengan melihat kebutuhan ODHA secara holistic yang meliputi kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural pada ODHA dengan 24



menggunakan pendekatan proses keperawatan meliputi pengkajian, penegakan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.



DAFTAR PUSTAKA Becker R. Fundamental Aspect of Palliative Care Nursing; an evidence handbook for student nurses. 2end ed. 2015. Bulecheck, G.M., Butcher H.K., Dochterman J. M., and Wagner, C.M. 2013. Djoerban Z.D. Hiv/Aids Di Indonesia Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta. 2009. Djuanda Adhi.2007.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima. Balai Penerbit FKUI.Jakarta.file:///C:/Users/hpcomp/Downloads/Docu ments/4b991e67df07c17a41ff9bf ceff6ea76.pdf . Diakses pada tanggal 5 Agustus 2018, pukul 16.30 WITA. Fitria, Meri. 2017. Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien Dengan HIVAIDS. [serial



online]



tersedia



dalam



https://id.scribd.com/document/337755340/ASKEP-HIV-AIDS-doc. Diakses tanggal 5 Agustus 2021 Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2015-2017. NANDA International. Kekes. 2018. Askep Paliatif HIV-AIDS. [serial online] tersedia dalam https://id.scribd.com/document/375895052/Askep-Paliatif-HIV-AIDS. Diakses tanggal 5 Agustus 2021. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., and Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). ELSEVIER. Muntammah, U. 2020. Pedoman Perawatan Paliatif Pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Sakit. Yuma Presindo. Surakarta. 25



Murtiastutik D. 2008, ‘HIV & AIDS’ In : Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Nursing Interventions Classification (NIC). ELSEVIER Surabaya: Airlangga University Press,pp. 211-231.



26