Askep Polisitemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

askep polisitemia 



Klasik







Kartu Lipat







Majalah







Mozaik







Bilah Sisi







Cuplikan







Kronologis



1. Dec 14



askep polisitemia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan organ dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti dan berbentuk seperti cakram cekung ganda atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan pemerasan melalui pembuluh darah terkecil.



Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi daripada orang dewasa. Jika ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari biasanya maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi sebaliknya dapat terjadi, dimana ada tingkat yang lebih rendah dari sel darah merah daripada biasanya, dan kondisi ini disebut sebagai "anemia". jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat ditemukan kebetulan pada orang tanpa gejala, pada tahap awal polisitemia. Pada polisitemia, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang 11 juta eritrosit milimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 46), dan hematokrit mungkin setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume total darah kadang-kadang meningkat menjadi sebanyak dua kali normal. Sistem vaskular keseluruhan dapat menjadi nyata membesar dengan darah, dan sirkulasi kali untuk darah ke seluruh tubuh dapat meningkat hingga dua kali dari nilai normal. Peningkatan jumlah eritrosit dapat menyebabkan viskositas darah untuk meningkatkan sebanyak lima kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh darah yang sangat kental, dan aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban. Baru-baru ini, pada tahun 2005, mutasi pada kinase JAK2 (V617F) telah ditemukan oleh beberapa kelompok peneliti akan sangat terkait dengan polisitemia vera. JAK2 adalah anggota dari keluarga Janus kinase dan membuat prekursor erythroid peka terhadap eritropoietin (EPO). mutasi ini mungkin dapat membantu dalam membuat diagnosis atau sebagai target untuk terapi masa depan. Sebagai konsekuensi dari di atas, orang dengan polisitemia vera tidak diobati berada pada risiko berbagai peristiwa trombotik (trombosis vena dalam, embolisme paru), serangan jantung dan stroke, dan memiliki risiko yang besar sindrom Budd-Chiari (trombosis vena hati), atau Myelofibrosis. Kondisi ini dianggap kronis, ada pengobatan simtomatik yang dapat menormalkan jumlah darah dan kebanyakan pasien dapat hidup normal selama bertahun-tahun.



1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian dari polisitemia? 2. Bagaimana gejala polisitemia? 3. Apa penyebab polisitemia? 4. Apa komplikasi polisitemia? 5. Bagaimana pemeriksaan polisitemia? 6. Bagaimana penatalaksanaan polisitemia? 7. Bagaimana asuhan keperawatan polisitemia? 1.3 TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan sistem Imunologi yaitu Polisitemia 2. Tujuan khusus a. Mengetahui konsep teoritis penyakit polisitemia. b. Untuk mendapat informasi tentang pengertian, klasifikasi, etiologi, gejala klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Polisitemia. c. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit polisitemia, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan rasional.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN POLISITEMIA Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah. Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang. Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl. Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder. Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia



Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah yang melekat. Polisitemia primer dikarenakan sel benih hematopoietik mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah contoh polisitemia primer. Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia umumnya berkisar antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah ini yang terbanyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah merah bisa melebihi batas normal. Kondisi ini dikenal dengan sebutan polisitemia vera. Polisitemia sekunder: Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Jadi, berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali ke batas normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing. Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder. Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,seperti tulang paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.



2.2 ETIOLOGI 1. Polisitemia primer Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan genetik warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi prekursor sel darah merah. 2. Polisitemia sekunder



polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti: a. tumor hati, b. tumor ginjal atau sindroma Cushing c. peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin d. perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru parah, dan penyakit jantung. Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.



2.3 MANIFESTASI KLINIS Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat. Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari : 1. Hiperviskositas Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan : o Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit. o Penurunan laju transpor oksigen Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas. 2. Penurunan shear rate Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 1030% kasus PV, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal. 3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).



Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus PV. 4. Basofilia (hitung basofil >65/mL) Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningktana kadar histamin. 5. Splenomegali Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular. 6. Hepatomegali Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular. 7. Laju siklus sel yang tinggi Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera. 8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat. Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/ metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 – protein binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis. 9. Muka kemerah-merahan (Plethora ) Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva, hiperemis sebagai akibat peningkatan massa eritrosit. 10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus, perasaan panas.



11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas darah akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahanwaktu operasi atau trauma.



2.4 PATOFISIOLOGI Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder. 1. Polisitemia relatif berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak 2.



mengalami perubahan. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi



3.



karena rangsangan eritropoietin yang kuat. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia. Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui. Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya



perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi.Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah. Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor. Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita



cenderung



mengalami



thrombosis



dan



pendarahan



dan



menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.



Mekanisme



yang



diduga



untuk



menyebabkan



peningkatan poliferesi sel induk hematopoietik adalah sebagai berikut:



1



tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastik



2



adanya



faktor



mieloproliferatif



abnormal



yang



memepengaruhi poliferasi sel induk hematopoietik normal. 3



Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin, interlaukin,1,3 GMCSF dan sistem cell faktor.



Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :  Fase eritrositik atau fase polisitemia. Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan



peningkatan



jumlah



eritrosit



yang



dapat



bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk menggendalikan viskositas darah dalam batasan normal.



 Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ). Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh



atau



pasien



memasuki



priode



panjang



yang



tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan leokositosis biasanya menetap.  Fase mielofibrotik Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod. Kadang-



kadang



terjadi



metaplasia



mieloid



pada



limpa,



hati,



kelenjar getah bening dan ginjal.  Fase terminal Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati berkisar anatara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.



Pathway klik disini



2.5 KOMPLIKASI Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk Kemungkinan Komplikasi a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan. b. Batu Ginjal Asam urat c. Gagal jantung d. Leukemia / leukositosis e. Myelofibrosis



f. Penyakit ulkus peptikum g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung) 1.



2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema). 2. Pemeriksaan Darah Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet. Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam darah. 3. Pemeriksaan Sumsum tulang Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2). 2.7 PENATALAKSANAAN Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien. Tujuan terapi yaitu: 1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah



(eritrosit) 2. Mencegah



kejadian



trombotik



misalnya



trombosis



arteri-vena,



serebrovaskular,thrombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal. 3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal. Prinsip terapi 1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi. 2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali. 3. Menghindari pengobatan berlebihan (over



treatment)



4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda. 5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik. Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan: § Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis § Leukositosis progresif § Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik § Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi. 1.



Terapi PV a. Flebotomi Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satusatunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,dan pada pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menuru. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah 49%. Fosfor Radiokatif (P32) Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis



pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama. d. Kemoterapi Biologi (Sitokin) Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama



untuk



mengontrol



trombositemia



(hitung



trombosit



.



800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon (IntronA, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan). 2. Pengobatan pendukung 1. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal. 2. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA). 3. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2. 4. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin. 5. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder



(jumlah



platelet



tinggi). Anagrelid



mengurangi



tingkat



pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.



3.1



BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POLISITEMIA PENGKAJIAN 1. Identitas klien meliputi :nama,umur,alamat,nomorregister,pekerjaan,pendidikan,ag ama 2. Keadaan dan keluhan utama Apa yang menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita lakukan yaitu pucat,cepat lelah,takikardi,palpitasi,dan takipnoe 3. Riwayat penyakit dahulu -adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal -adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya perdarahan kronis -adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi. 4. Riwayat penyakit keluarga -Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang berhubungan dengan status penyakit yang diderita klien saat ini -adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien -adanya kecendrungan keluarga untuk terjadi anemia



5. Riwayat penyakit sekarang -apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status penyakit yang dideritanya(anemia) 6. Data sosial,psikologis dan agama -Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yang mempengaruhi kebiasaan klien dan pilihan pengobatan misal penolakan transfusi darah -adanya depresi 7. Data kebiasaan sehari-hari a. Nutrisi -



Penurunan masukan diet



-



masukan diet rendah protein hawan



-



kurangnya intake zat makanan tertentu:vitamin b12,asam folat



b. Aktivitas istirahat -frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur c.



Eliminasi BAK dan BAB -Frekuensi,warna,konsistensi dan bau



1. PENGKAJIAN a. Sistim Sirkulasi Gejala : -



riwayat kehilangan darah kronis



-



riwayat endokarditis infektif kronis



-



palpitasi Tanda:



-



Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural.



-



Disritmia:abnormalitas EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T jika terjadi takikardia.



-



Denyut nadi : takikardi dan melebar



-



Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran mukosa (konjongtiva,mulut, faring, bibir dan dasar kuku)



-



Sklera : Biru atau putih seperti mutiara.



-



Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi)



-



Kuku : Mudah patah. Rambut : Kering dan mudah putus.



b. Sistim Neurosensori Gejala: -



sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmam puan berkosentrasi



-



imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata



-



kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia tangan /kaki



-



sensasi menjadi dingin



Tanda:



c.



-



Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis



-



Mental : tak mampu berespon.



-



Oftalmik : Hemoragis retina.



-



Gangguan koordinasi. Sistim Pernafasan Gejala: -napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktivitas Tanda : -Takipnea,ortopnea, dan dispnea



d. Sistim Nutrisi Gejala: -penurunana masukan diet,masukan protein hewani rendah -nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan(ulkus pada faring) -mual muntah,dyspepsia,anoreksia -adanya penurunan berat badan Tanda: -Lidah tampak merah daging -Membran mukosa kering dan pucat. -Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas. -Stomatitis dan glositis.



-Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah) e. Sistim Aktivitas/ Istirahat Gejala: -



Keletihan,kelemahan,malaise umum



-



kehilamgan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja



-



toleransi terhadap latihan rendah



-



kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak Tanda:



-



Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.



-



Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.



f.



-



Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.



-



Ataksia,tubuh tidak tegak



Sistim Seksualitas Gejala: -hilang libido(pria dan wanita) -impoten Tanda: -Serviks dan dinding vagina pucat.



g. Sistim Keamanan dan Nyeri Gejala: -riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia -riwayat kanker -tidak toleran terhadap panas dan dingin -transfusi darah sebelumnya -gangguan penglihatan -penyembuhan luka buruk -sakit kepala dan nyeri abdomen samar



Tanda: -Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam. -Limfadenopati umum -Petekie dan ekimosis. -Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.



3.2



DIAGNOSA 1.



Perubahan penurunan



perfusi



komponen



jaringan seluler



berhubungan yang



diperlukan



dengan untuk



pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tubuh. 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang menurun



3.



Intoleransi



aktivitas



ketidakseimbangan



antara



berhubungan supplai



dengan



oksigen



dan



kebutuhan/kelelahan



3.3



INTERVENSI



NO



NO.DX



TUJUAN/KRITERIA



INTERVENSI



1



HASIL Setelah dilakukan



Mandiri



1



tindakan



1. Awasi tanda



RASIONAL



1. Memberikan



keperawatan 1x24



vital, kaji



informasi tentang



jam Px



pengisian kapiler



derajat/



menunjukkan



dan warna kulit



keadikuatan



perfusi ade kuat :



atau membrane



perfusi jaringan



tanda vital stabil,



mukosa.



dan membantu



membrane merah



menentukan



muda, pengisian



kebutuhan



kapiler baik



interfensi 2. Tinggikan kepala2. Meningkatkan tempat tidur



ekspansi paru dan



sesuai toleransi



memaksimalkan oksigennasi untuk kebutuhan seluler kecuali bila ada hipotensi



3. Kaji pernafasan,3. Dispnea, auskultasi bunyi



gemericik



napas



menunjukkan adanya peningkatan kompensasi



4. Catat keluhan



rasa dingin,



jantung untuk



pertahankan



pengisian kapiler



suhu lingkungan 4. Vasokonstriksi ke dan tubuh



organ vital



hangat sesuai



menurunkan



indikasi



sirkulasi perifer.



Kolaborasi 5. Awasi pemeriksaan Laboratorium : 5. Kenyamanan Hb,Ht, Jumlah



pasien akan



SDM, GDA



kebutuhan rasa hangat harus seimbang untuk mengindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi



6. Berikan transfusi (penurunan darah (SDM



perfusi organ)



darah lengkap/ packed, produk 6. Mengidentifikasi darah sesuai



defisiensi dan



dengan indikasi).



kebutuhan



Awasi ketat



pengobatan



untuk komplikasi



ataupun respon



tranfusi



terhadap terapi. Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan



resiko perdarahan 2



2



Setelah dilakukan tindakan



Mandiri : 1. Kaji riwayat



keperawatan



1. Mengidentifikasi defisiensi,



nutrisi



menduga



selama 1x24 jam maka akan



2. Observasi intake



kemungkinan



menunjukkan:



nutrisi pasien,



interfensi



peningkatan berat



timbang berat



2. Mengawasi



badan atau berat



badan setiap



masukan kalori



badan stabil



hari.



atau kualitas



dengan nilai



kekurangan



laboratorium



nutrisi, mengawasi



normal, tidak



3.



Berikan intake



penurunan BB



mengalami tanda



nutrisi sedikit



atau efektivitas



malnutrisi,



tapi sering



intervensi nutrisi. 3. Intake yang



menunjukkan perilaku atau



sedikit tapi sering



perubahan pola



menurunkan



hidup untuk



kelemahan dan



menigkatkan atau 4. Observasi



meningkatkan



mempertahankan



adanya mual



pemasukan serta



berat badan yang



muntah dan



mencegah distensi



sesuai.



gejala lain yang



gaster.



berhubungan



4. Gejala gastrointestinal



5. Jaga hygiene mulut yang



dapat menunjukkan efek hipoksia pada organ.



6. Berikan diet



5. Meningkatkan



halus, rendah



nafsu makan dan



serat,



intake oral,



menghindari



menurunkan



makanan panas,



pertumbuhan



pedas atau



bakteri,



terlalu asam



meminimalkan



sesuai indiksi bila infeksi perlu berikan



6. Bila ada lesi oral,



suplemen nutrisi



nyeri dapat



Kolaborasi



membatasi intake



7. Kolaborasi



makanan yang



dengan ahli gizi.



dapat ditoleransi pasien, meningkatkan



8. Pantau



masukan protein



pemeriksaan Lab



dan kalori.



: Hb, Ht, BUN, Albumin, Protein, Transferin, Besiserum, B12, Asam folat.



7. Membantu dalam membuat rencana



9. Berikan



diet untuk



pengobatan



memenuhi



sesuai dengan



kebutuhan



indikasi misalnya :



8. Meningkatkan



- Vitamin dan suplemen mineral : Vitamin B12, Asam folat dan Asam askorbat (vitamin C)



individual. efektivitas program pengobatan termasuk sumber diet nutrisi yang diperlukan.



9. Kebutuhan penggantian tergantung tipe pada masukan oral yang buruk dan difesiensi yang diidentifikasi



3



3



Setelah dilakukan tindakan



Mandiri : 1. Kaji kemampuan1. Mempengaruhi



keperawatan



klien untuk



pilihan intervensi



selama 1x24 jam



aktivitas, catat



atau bantuan



diharapkan ada



adanya



peningkatan



kelemahan



toleransi aktivitas, 2. Awasi dan kaji 2. Manifestasi menujukkan



TTV selama dan



kardiopolmunal



penurunan tanda



sesudah



dari upaya jantung



fisiologis intoleransi aktivitas, catat



dan paru untuk



misalnya: nadi,



respon terhapad



membawa jumlah



pernafasan dan



tingkat aktivitas



oksigen ade kuat



pertahanan darah



seperti denyut



ke jaringan.



dalam rentang



jantung, pusing,



normal



dispnea, takipnea.



3. Meningkatkan



3. Berikan bantuan



harga diri pasien.



dalam aktivitas dan libatkan 4. Meningkatkan



keluarga 4. Rencanakan



secara bertahap tingkat aktivitas



kemajuan



sampai normal



aktivitas dengan



dan memperbaiki



pasien,



tonus otot, dengan



tingkatkan



membatasi



aktivitas sesuai



adanya



toleransi dengan



kelemahan, serta



tehnik



menghindari



penghematan



terjadinya



energi serta



regangan/ stress



menghentikan



kardiopolmonal



aktivitas jika



yang dapat



palpitasi, nyeri



menimbulkan



dada, napas



dekompensasi/



pendek, atau



kegagalan.



terjadi pusing.



BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel darah merah dalam aliran darah. Orang dengan



polisitemia memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl. Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder. Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah merah. Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing. Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut. Polisitemia sendiri diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam tubuh sampai dengan jumlah hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila penyebab polisitemia tidak diketahui, maka yang diperlukan adalah monitor teratur.



4.2 SARAN Guna sempurnanya makalah kami ini,kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari Rekan-rekan kelompok lain serta dari Dosen Pembimbing.



Dedef noprika



Minggu, 28 Juli 2013 ASKEP POLISITEMIA DEFINISI Polisitemia juga didefinisikan sebagai peningkatan sel darah merah yang bersirkulasi di atas kadar normal. Istilah eritrositosis sering digunakan untuk menggantikan kata polisitemia namun terdapat perbedaan antara keduanya; eritrisitosis berhubungan peningkatan massa sel darah merah manakala polisitemia berhubungan dengan peningkatan jumlah sel darah merah. Biasanya orang dengan polisitemia terditeksi melalui peningkatan kadar hemoglobin atau hematokrit yang ditemukan secara tidak sengaja. Polisitemia vera (PV) adalah gangguan sel induk ditandai sebagai gangguan sumsum panhyperplastic, ganas, dan neoplastik. Gambaran yang paling menonjol dari penyakit ini adalah mutlak massa sel darah merah tinggi karena produksi sel darah merah yang tidak terkendali. Hal ini disertai dengan peningkatan produksi sel darah putih (myeloid) dan platelet (megakaryocytic), yang disebabkan oleh klon abnormal dari sel-sel induk hematopoietik dengan sensitivitas yang meningkat faktor pertumbuhan yang berbeda untuk pematangan. Seperti diketahui pada orang dewasa sehat, eritrosit, granulosit, dan trombosit yang beredar dalam darah tepi diproduksi dalam sumsum tulang. Seorang dewasa yang berbobot 70 kg akan menghasilkan 1 x 1011 neutrofil dan 2 x 1011 eritrosit setiap harinya. Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai hematokrit yang menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma, dapat mencapai . 49% pada wanita (kadar Hb . 16 mg/dL) dan . 52% pada pria (kadar Hb . 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit >6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel induk darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit yang berlebihan. Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder. 1.



Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.



2.



Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.



3.



Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.



ETIOLOGI Etiologi polisitemia vera belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Tetapi diduga karena adanya mutasi dari sel-sel progenitor erythroid dan perubahan fungsi tirosin kinane, yaitu janus kinase 2 (JAK2). Sel-sel progenitor erythroid dari pasien dengan PV membentuk coloniesin dalam ketiadaan eritropoietin, juga menunjukkan hipersensitivitas sel-sel myeloid, dan berbagai faktor pertumbuhan. Janus kinase 2 (JAK2) merupakan suatu tirosin kinase sitoplasma yang mempunyai peran kunci dalam transduksi sinyal beberapa reseptor fator pertumbuhan hematopoietik, termasuk erythropoietin,granulosit-makrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), interleukin (IL)-3, IL-5, thrombopoietin, and hormon pertumbuhan.



FAKTOR RESIKO 1.



Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.



2.



Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan merokok. Akibat dari hipoksia adalah peningkatan jumlah eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah eritropoietin oleh ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.



3.



Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap CO dari pada oksigen.



4.



Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia pada tingkat oksigen lingkungan yang rendah.



5.



Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2 atau JAK-2), jenis polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa faktor resiko. Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui. Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah. Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.



Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor. Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.



TANDA DAN GEJALA 1.



Sakit kepala, keringat berlebihan, telinga berdengung, gangguan penglihatan (seperti pandangan kabur), pusing dan vertigo. Gejala-gejala ini diduga merupakan efek dari pembuluh darah membesar dengan aliran darah lebih lambat, terjadi pada sekitar 30% pasien PV.



2.



Gatal-gatal pada kulit, terutama setelah mandi air hangat atau mandi dengan menggunakan shower (terjadi pada beberapa pasien), terjadi pada sekitar 40% pasien PV.



3.



Erythromelalgia yang ditandai dengan eritema pada kulit, terutama pada telapak tangan, lobus telinga, hidung, dan pipi. Hal ini dapat terjadi akibat tingginya konsentrasi eritrosit dalam darah. Beberapa pasien juga mengalami rasa panas terbakar pada kaki.



4.



Tukak lambung dapat berhubungan dengan PV, dan dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal.



5.



Pembesaran limpa, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik atau menggunakan tes USG.



6.



Gout, yaitu peradangan sendi yang disebabkan oleh meningkatnya kadar asam urat. PV dapat memperburuk keadaan gout juga merupakan faktor resiko dari gout.



7.



Perdarahan atau memar, terjadi pada sekitar 25% pasien PV.



8.



Kehilangan berat badan



PERJALANAN KLINIS POLISITEMIA 1.



Fase eritrositik



Didapatkan suatu fase eritrositik yang menetap dimana diperlukan flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal dan berlangsung selama 5-25 tahun 2.



Fase burn-out atau spent out Penderita masuk ke dalam kondisi seperti terbakar habis, kebutuhan flebotomi sangat berkurang dan dapat terjadi anemia, lien bertambah besar, fibrosis ringan di sumsum tulang, trombositosis, serta leukositosis biasanya menetap.



3.



Fase mielofibrosis Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinik menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia myeloid. Kadang-kadang terjadi metaplasia myeloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening, dan ginjal. Biasanya terjadi pada 10% penderita



4.



Fase terminal Kematian karena komplikasi perdarahan/thrombosis (35-50%), mielofibrosis (15% penderita), dan transformasi menjadi leukemia akut



KOMPLIKASI Kelebihan sel darah merah bisa berhubungan dengan komplikasi -



Ulkus gastrikum



-



Batu ginjal



-



Bekuan darah di dalam vena dan arteri yang bisa menyebabkan serangan jantung dan stroke dan bisa menyumbat aliran darah ke lengan dan tungkai.



Komplikasi Dalam keadaan lanjut, -



postplycythemic myelofibrosis, ditandai dengan anemia dan sitopenia sel darah yang lain, perubahan morfologi eritrosit (poikolositosis, tear-drop), perubahan leukoeritroblastik pada darah tepi, limpa yang terus membesar, serta fibrosis tulang belakang.



-



fibrosis tulang belakang,



-



leukemia dan



-



penyakit akibat trombosis. Postpolycythemic myelofibrosis



-



Angina atau gagal jantung kongestif merupakan efek berbahaya akibat viskositas darah yang tinggi dan adanya platelet yang dapat menyumbat pembuluh darah koroner dan membentuk gumpalan, terjadi pada sekitar 30% pasien PV



PEMERIKSAAN DIAGNOSIS



1.



Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).



2.



Pemeriksaan Darah Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet. Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam darah.



3.



Pemeriksaan Sumsum tulang Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2).



TERAPI NON FARMAKOLOGI Tujuannya untuk mencegah bertambah parahnya penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien. 1.



Banyak berolahraga, latihan ringan seperti jalan santai dan jogging dapat memperlancar aliran darah sehingga dapat mengurangi resiko penggumpalan darah. Selain itu juga dianjurkan untuk melakukan peregangan kaki dan lutut.



2.



Tidak merokok. Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang akan meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke akibat gumpalan darah.



3.



Merawat kulit dengan baik, untuk mencegah rasa gatal, mandi dengan air dingin dan segera keringkan kulit. Hindari mandi menggunakan air panas. Jangan biasakan menggaruk karena dapat menimbulkan luka dan infeksi.



4.



Menghindari temperatur yang ekstrim. Buruknya aliran darah pada penderita polisitemia vera menyebabkan tingginya resiko cedera akibat suhu panas dan dingin. Di daerah dingin, gunakan baju hangat dan lindungi terutama bagian tangan dan kaki. Untuk di daerah panas, lindungi tubuh dari sinar matahari serta perbanyak minum air.



5.



Waspada terhadap luka. Aliran darah yang buruk menyebabkan luka sulit sembuh, terutama di bagian tangan dan kaki. Periksa bagian tersebut secara berkala dan hubungi dokter apabila menderita luka atau cedera.



PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan polisitemia vera yang optimal masih controversial, tidak ada terapi tunggal untuk polisitemia vera. Tujuan utama terapi adalah mencegah terjadinya thrombosis. PVSG (Polycythemia Vera Study Group) merekomendasikan plebotomoi pada semua pasien yang baru didiagnosis untuk mempertahankan hematrokit 55%.



-



Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung beratnya gejala yang ditimbulkan. Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Pada Polisitemia Vera tujuan plebotomi adalah mempertahankan hematokrit antara 42% pada wanita dan 47% pada laki-laki, untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Manfaat plebotomi disamping menurunkan sel darah merah juga menurunkan viskositas darah kembali normal sehingga resiko timbulnya trombosis berkurang. Terapi plebotomi sendiri tidak dapat diberikan pada semua pasien, karena pasien tua tidak dapat mentolerir plebotomi karena status kardiopulmoner. Flebotomi 500 ml dengan interval 1-3 hari (biasanya sebanyak 6-8 unit) sampai Ht 65 tahun atau dengan kelainan kardiovaskular flebotomi 100-150 ml tiap hari atau flebotomi 500 ml disertai penggantian cairan plasma untuk mempertahankan volume intravascular.



PROSEDUR FLEBOTOMI: -



Pada permulaan, plebotomi 500 cc darah 1-3 hari sampai hematokrit < 55 %, kemudian dilanjutkan plebotomi 250-500 ml/minggu, hematokrit dipertahankan < 45 %. Pada pasien yang berumur > 55 tahun atau penyakit vaskular aterosklerotik yang serius, plebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik. Penyakit yang terkontrol memerlukan plebotomi 1-2 kali 500ml setiap 3-4 bulan. Bila plebotomi diperlukan lebih dari 1 kali dalam 3 bulan, sebaiknya dipilih terapi lain. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah, defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan plebotomi berulang, defisiensi besi ini diterapi dengan pemberian preparat besi.



2.



Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau konsentrasi platelet) Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi.



Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.



3.



Kemoterapi Biologi (Sitokin) Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).



Indikasi penggunaan kemoterapi : a.



Hanya untuk Polisitemia rubra primer .



b.



Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan.



Trombositosis yang terbukti menimbulkan thrombosis adalah: a.



Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin



b.



Splenomegali simtomatik / mengancam ruptur limpa.



4.



Fosfor Radiokatif (P32) Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 :



-



Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.



-



Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.



5.



Pengobatan pendukung



-



Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.



-



Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).



-



Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.



-



Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.



-



Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.



OBAT MIELOSUPRESI UNTUK POLISITEMIA VERA Agen



kelas



Efek



Efek



samping



samping



umum



tidak



Hati-hati



umum Hydro



Antimetab



Anemia



Bisul



xyurea



olit



neutropen



kaki, mual,



(hyrdi



ia, bisul



diarrhea



a)



mulut,



fever.



hiperpigm



Elevated



entasi



liver



kulit,



function



pergantia



test results



penyakit ginjal



n kuku Recom



Myelosupp



Influenza-



bingung,



penyakit



binant



ressive



seperti



depresi,aut



mental,penyakit



interfe



gejala



oimunitas,



cardiovascular



ron



kelelahan,



hyperlipide



alfa-2b



anorexia,k



mia



(intron



ehilangan



A)



BB, alopecia headache, mual, insomnia, nyeri



Radioa



Radiophar



Anemia,



Diarrhea



ctive



maceutical



thrombocy



fever,



phosp



topia,



nausea



horus



leucopeni



emesis



32



( P)



a, leukemia akibat pengobata n



Busulf



Alkylating



Pancytope



Pulmonary



Gangguan



an



agent



nia



fibrosis,



pembekuan



(myler



hyperpigm



leukemia,



an)



entation,



seizure,



ovarian



hepatic



suppressio



venoocclusi



n



on



Obat miolosupresi dapat menurunkan trombosis tapi penggunaannya dapat meningkatkan transformasi menjadi leukemia akut, ini merupakan dilema maka terapi yang direkomendasi adalah Hidroksiurea ditambah aspirin dosis rendah karna Hidroksiurea dapat mencegah trombosis dan sedikit bersifat leukomogenik. Setelah penemuan mutasi JAK2V617F mulailah berkembang terapi anti JAK2V617F seperti yang dilaporkan tahun 2007 pada pertemuan American Society of Hematology. Manfaat obat ini dapat melawan JAK2V617F .Suatu alternatif anti JAK2 terapi yang digunakan sekarang adalah Tirosin Kinase Inhibitor seperti Imatinib dan Erlotinib. Suatu penelitian dengan menggunakan Imatinib dosis tunggal 200-400 mg dapat menurunkan splenomegali. Sedangkan Cortes dkk menggunakan Imatinib pada 14 orang pasien Polisitemia vera, 10 orang (71%) dari 14 pasien terjadi penurunan splenomegali 30-100 %. Penelitian Jones dan kawan - kawan pada 9 orang pasien Polisitemia Vera yang diterapi dengan Imatinib ( Tirosin Kinase Inhiditor ) 800 mg/hari efektif menurunkan penggunaan plebotomi, menurunkan trombosit, menurunkan ukuran lien. Tapi penelitian klinik penggunaan obat ini masih terbatas.



TERAPI POLISITEMIA YANG DIREKOMENDASIKAN: 1.



Plebotomi untuk mempertahankan hematokrit < 45%



2.



Aspirin dosis rendah ( jika tidak ada kontra indikasi )



3.



Terapi faktor resiko trombosis secara agresif ( perokok hipertensi hiperkolesterolemia, obesitas )



4.



Pertimbangkan sitoreduksi jika



-



Pasien tidak toleransi dengan plebotomi



-



Trombositosis



-



Spenomegali progresif



5.



Pilihan terapi sitoreduksi



-



Umur < 40 tahun – Interferon α



-



Umur > 40 tahun – Hidroksiurea



PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema)



PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1.



Eritrosit Peningkatan 7-10 juta/mm3 kadang-kadang mencapai 12-15 juta/mm3, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat transisi ke arah metaplasia myeloid



2.



Granulosit, meningkat pada 2/3 kasus Polisitemia Vera, berkisar antara 12-25.000 /mL tetapi dapat sampai 60.000 /mL.



3.



Trombosit, berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat > 1 juta/mL sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.



4.



B12 serum B12 serum dapat meningkat pada 35% kasus, tetapi dapat pula menurun, pada ± 30% kasus, danUBBC meningkat pada > 75% kasus Polisitemia Vera.



5.



Pemeriksaan Sumsum Tulang (SST) Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan penyakit mieloproliferatif. Sitologi SST menunjukkan peningkatan selularitas seri eritrosit, megakariosit dan mielosit.



6.



Peningkatan Hemoglobin berkisar 18-24 gr/ dl



7.



Peningkatan Hematokrit dapat mencapai > 60 %



8.



Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal



9.



Leukositosis, antara 12.000-25.000/mm3



10. Skor NAP (Neutropil Alkalin Phospatase) meningkat 11. Volume darah total meningkat 12. UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity ) meningkat 75 % penderita. 13. Pemeriksaan Sitogenetik, dapat dijumpai kariotip 20q,13q, 11q, 7q, 6q, 5q,trisomi 8 dan trisomi 9. 14. Serum eritropoitin,



Pada Polisitemia Vera serum eritropoitin menurun atau normal sedangkan pada Polisitemia sekunder serum eritropoitin meningkat 15. Hiperurikemia



Nilai hematologis polisitemia vera Hemoglobin



>18 g/dL



Jumlah eritrosit



7-12 x 1012/L



Hematokrit



>0,55



Trombosit



>650.000 x 109L



Jumlah leukosit



>12 x 109/L disertai basofilia



Saturasi oksigen arteri



92%



biasanya normal Skor alkali fosfatase leukosit



>100



B12 serum



Meningkat



PROSES KEPERAWATAN



Pengkajian data dasar 1.



Riwayat adanya penyakit yang berhubungan dengan hipoksia (penyakit paru obstruksi kronik/PPOK, penyakit jantung kronis, atau hemoglobinopati).



2. 3.



Pemeriksaan fisik Dalam pemeriksaan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:



-



Peningkatan warna kulit (sering kemerah-merahan) disebabkan oleh peningkatan kadar hemoglobin



-



Gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi (dipsnea, batuk kronis, peningkatan tekanan darah, takikardi, sakit kepala, dan pusing) disebabkan oleh peningkatan volume darah



-



Gejala-gejala thrombosis (angina, klaudikasi intermiten, tromboplebitis) disebabkan oleh peningkatan viskositas darah



-



Splenomegali dan hepatomegali



-



Gatal, khususnya setelah mandi air hangat yang di akibatkan oleh hemolisis sel darah merah yang tidak matang



-



Riwayat perdarahan hidung, ekimosis atau perdarahan saluran pencernaan dari disfungsi trombosit



4.



Pemeriksaan diagnostic



-



Pada pemeriksaan darah lengkap menunjukkan peningkatan sel darah merah, hemoglobin, hematokrit, sel darah putih, dan trombosit. Pada pilisitemia sekumder sel darah putih dan trombosit tetap normal.



-



Alkalin fosfat leukosit meningkat



-



Kadar B12 serum meningkat



-



Kadar asam urat serum meningkat



5.



Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan rencana tindakan.



6.



Kaji klien tentang perasaannya mengalami kondisi kronis.



DAFTAR PUSTAKA



Handayani Wiwik & Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika



Rubenstein David, dkk. Editor Safitri Amalia .2005. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga



Brunner & suddarth.2002. Buku Keperawatan Medikal Bedah vol.2, Ed 8 cetakan 1. Jakarta:EGC. Doenges, Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC



Price, Sylvia A & Lorraine M, Wilson. 1995. Patofosiologi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC



Diposkan oleh Dedef Noprika Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Tidak ada komentar: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)



Calender Data Ku



Dedef Noprika Lihat profil lengkapku



Kesehatan 



► 14 (1)







▼ 13 (6) o



o 



▼ Jul (5) 



TUMOR OTAK







PEMERIKSAAN FISIK SISTEMINTEGUMEN 2.1 Anatomi dan ...







METABOLISME







MUTU PROTEIN







ASKEP POLISITEMIA



► Apr (1)



► 12 (16)



Pengikut Entri Populer 



ASKEP POLISITEMIA DEFINISI Polisitemia juga didefinisikan sebagai peningkatan sel darah merah yang bersirkulasi di atas kadar normal. Istilah eritrositosis...







INTELEGENSI A. PENGERTIAN INTELEGENSI Ada bermacam-macam definisi dari para ahli mengenai intelegensi. Berikut adalah definsi-definis...







Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan perkembangan 4. Faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan (Tumbang) 4.1 Faktor genetic Merupakan modal dasar dalam mencapai hasil ahir pros...







METABOLISME Karbohidrat Karbohidrat adalah senyawa yang tersusun atas unsurunsur C, H, dan O. Karbohidrat setelah dicerna di usus, akan diser...







Caring Dan Curing Caring Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaa...







Tahap - Tahap Pertumbuhan dan perkembangan Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan (Tumbang) 3.1 Neonatus (lahir – 28 hari) Pada tahap ini, perkembangan neonatus ...







Befikir Kritis A. Pengertian Berfikir Kritis Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif da...







Komunikasi terapeutik KOMUNIKASI TERAPEUTIK A. Pengertian Komunikasi Ada beberapa definisi tentang komunikasi : 1. Komunikasi adalah ...







MANAJEMEN PUSKESMAS A. Kepala Puskesmas Dalam organisasi dan tata kerja, sebuah Puskesmas dipimpin oleh kepala Puskesmas yang mempunyai tugas m...







Sejarah Keperawatan di dunia Sejarah Keperawatan A. Sejarah keperawatan di dunia Sejarah keperawatan di dunia diawali pada zaman purbakala (primitive cu...



Template Awesome Inc.. Gambar template oleh molotovcoketail. Diberdayakan oleh Blogger.



Share It