Askep Typoid [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TYFOID DI S U S U N OLEH : KELOMPOK 6 RIZA SATIFAH WARDATUL AINA MAGHFIRAH AFDILLA AMAR SUBQI AGUS WANDI PEMBIMBING : Ns. SRI INTAN RAHAYUNINGSIH, M.KEP, Sp.Kep.An TINGKAT : II A



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI AJARAN 2019/2020



KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TYFOID”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah keperawatan anak. Semoga Allah SWT memberikan imbalan atas budi baik serta ketulusan yang telah mereka berikan selama ini pada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua.



Sigli, Desember 2019



Penyusu



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................. ii BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ................................................................ 1 B. TUJUAN PENULISAN .............................................................. 2 BAB II : KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TYFOID ..................................................... 3 A. DEFINISI .................................................................................... 3 B. ETIOLOGI .................................................................................. 4 C. KLASIFIKASI ............................................................................ 4 D. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS) ................. 5 E. PATOFISIOLOGI/ PATHWAYS .............................................. 7 F. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................ 9 G. KOMPLIKASI ............................................................................ 12 H. PENATALAKSANAAN MEDIS .............................................. 14 I. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ................................ 15 BAB III : PENUTUP .................................................................................... 23 A. KESIMPULAN ........................................................................... 23 B. SARAN ....................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 24



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Demam typhoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung pada iklim, tetapi lebih banyak dijumpai di negara-negara berkembang di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu yang kurang baik. Demam typhoid dapat di temukan sepanjang tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insidensi demam typhoid pada wanita dan pria. Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterika serovar Typhi (S. Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi A (S. Paratyphi A). CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam typhoid mencapai 358-810/100.000 populasi pada tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka mortalitas bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap. Di Indonesia, angka kejadian demam thypoid meningkat pada musim kemarau panjang atau awal musim hujan. Hal ini banyak dihubungkan dengan meningkatnya populasi lalat pada musim tersebut dan penyediaan air bersih yang kurang memuaskan. Demam typhoid masih merupakan masalah besar di Indonesia. Penyakit ini di Indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam thypoid di Indonesia,masih cukup tinggi berkisar antara 354-810 / 100.000 penduduk pertahun. Di Palembang dari penelitian retrospektif selama periode 5 tahun ( 1990-1994) didapatkan sebanyak 83 kasus ( 21,5 %) penderita demam thypoid dengan hasil biakan darah salmonella positif dari penderita yang dirawat dengan klinis demam thypoid. Demam thypoid adalah penyakit yang umum di Indonesia.



Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat memberikan pelayanan yang tepat terhadap pasien. Tidak hanya dengan pemberian antibiotika, namun perlu juga asuhan keperawatan yang baik dan benar serta pengaturan diet yang tepat agar dapat mempercepat proses penyembuhan pasien dengan demam typhoid.



1



B. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami konsep patofisiologi typhoid. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui dan memahami konsep demam typhoid yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi dan pathways, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan, klasifikasi, dan rencana asuhan keperawatan.



2



BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TYPHOID



A. DEFINISI TYPHOID Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman Salmonella (Bruner and Sudart, 1994). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypi dan Salmonella para typhi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah typhoid dan paratyphoid abdominalis (Syaifullah Noer, 1996). Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di selaput lendir usus,dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh tubuh (Tambayong, 2000: 143). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella tipe A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi. Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Olsen, 2004) Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Soedarmo et al, 2010). Demam Typhoid (Enteric Fever) adalah “penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran” (Nursalam , 2005 ). Demam Thypoid yaitu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran (Kapita Selekta, 2000). 3



B. ETIOLOGI Typhoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi, bakteri berbentuk basil dan berjenis gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Bakteri ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70°C maupun oleh antiseptik. Terdapat ratusan jenis bakteri Salmonella, tetapi hanya 4 jenis yang dapat menimbulkan typhoid yaitu: 1. Salmonella thypi, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Bakteri ini mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: a.



Antigen O (somatik, terdiri dari zat komplek liopolisakarida) : Merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar.



b. Antigen H : Terdapat pada flagella dan dan bersifat termolabil c. Antigen V1 : Merupakan kapsul yang meliputi tubuh bakteri dan melindungi antigen O terhadap fagositosis dan protein membrane hialin. 2. Salmonella paratyphi A 3. Salmonella paratyphi B 4. Salmonella paratyphi C



Typhoid dapat ditularkan melalui feses dan urin dari penderita thypus atau juga carier (Rahmad Juwono, 1996). Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam feses dan urin selama lebih dari 1 tahun.



C. KLASIFIKASI Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan gejala klinis: a. Demam tifoid akut non komplikasi



4



Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada anakanak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya resespot pada dada, abdomen dan punggung. b. Demam tifoid dengan komplikasi Pada demam tifoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi, susu dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen. c. Keadaan karier Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien. Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses. (WHO, 2003) D. TANDA DAN GEJALA ( MANIFESTASI KLINIS



Gejala Klinis demam typoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata – rata 7 – 14 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak semangat. (Wijaya,2013) Gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu : 1) Demam Pada kasus – kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur – angsur meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur – angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 2) Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah – pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. 5



Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan.Biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. 3) Gangguan keasadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah. Disamping gejala – gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik – bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya dtemukan alam minggu pertama demam kadang – kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis. Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal (Samsuridjal, 2003). Masa inkubasi bakteri berkisar selama 7 ─ 20 hari, masa inkubasi terpendek yaitu tiga hari dan terlama selama 60 hari (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Ratarata masa inkubasi bakteri selama 14 hari dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994). Selama masa inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit / gejala yang tidak khas) : 1. Perasaan tidak enak badan. 2. Lesu. 3. Nyeri kepala. 4. Pusing. 5. Diare 6



6. Anoreksia 7. Batuk. 8. Nyeri otot (Mansjoer, Arif, 1999).



E. PATOFISIOLOGI Penularan Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan bakteri Salmonella typhi kepada orang lain. Bakteri tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan, makanan yang tercemar bakteri Salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian bakteri masuk ke dalam lambung, sebagian bakteri akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini bakteri berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah (bakteremia primer) dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.



Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian



melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu (Ngastiyah, 2005). Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari), bakteri kembali masuk dalam darah (bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, bakteri mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana bakteri ini berkembang. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam. 7



PATHWAYS Bakteri Salmonella typhi Masuk ke saluran gastrointestinal Lolos dari asam lambung Bakteri usus halus



Pembuluh limfe Peredaran darah (bakteremia primer)



masuk



Inflamasi Masuk retikulo endothelial (RES) terutama hati dan limfa



Inflamasi pada hati dan limfa



Empedu Rongga usus pada kel. Limfoid halus Pembesaran limfa



Hepatomegali Nyeri nyeri akut



tekan



Splenomegali



Lase plak peyer



Penurunan mobilitas usus



Erosi



Penurunan peristaltik usus



Malaise, perasaan tidak enak badan, nyeri abdomen Komplikasi intestinal : Perdarahan usus, perforasi usus (bag. distal ileum), peritonituis



Masuk ke aliran darah (bakteremia sekunder) Endotoksin Terjadi kerusakan sel Merangsang melepas zat epirogen oleh leukosit Mempengar uhi pusat thermoregulator di hipotalamus Ketidakefekt ifan termoregulasi Terjadi demam



Konstipasi



Resiko kekurangan volume cairan Perdarahan masif



Nyeri



Peningkatan asam lambung Anoreksia mual muntah Ketidakseim bangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Komplikasi perforasi dan Pendarahan usus



8



F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari : a. Pemeriksaan laboeratorium 1. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid. 2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid. 3. Biakan darah Bila biakan darah positif, hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor : a. Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung. b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit. Biaskan darah terhadap Salmonella typhi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali. c. Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi



terhadap



demam



typhoid



di



masa



lampau



dapat



menimbulkanantibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif. d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.



9



Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba, pertumbuhan bakteri dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif. 1. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh bakteri). b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel bakteri). c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai bakteri) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal : a. Faktor yang berhubungan dengan klien : 1) Keadaan umum : Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. 2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakitA: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6. 3) Penyakit – penyakit tertentu : Ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam



typhoid



yang



tidak



dapat



menimbulkan



antibodi



seperti



agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut. 4) Pengobatan dini dengan antibiotika : Pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. 5) Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial. 10



6) Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. 7) Infeksi klien dengan klinis / subklinis oleh Salmonella sebelumnya : Keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah. 8) Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap Salmonella typhi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular Salmonella di masa lalu. b. Faktor-faktor Teknis 1) Aglutinasi silang : beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain. 2) Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal. 3) Strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain Salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain. 2. Kultur a. Kultur darah : Bisa positif pada minggu pertama b. Kultur urin : Bisa positif pada akhir minggu kedua c. Kultur feses : Bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga 3. Anti Salmonella typhi IgM Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ketiga dan keempat terjadinya demam.



b. Pemeriksaan diagnostik Sarana laboratorium untuk membantu menegakkan demam tifoid secara garis besar digolongkan dalam tiga kelompok yaitu:



11



-



Isolasi kuman penyebab demam tifoid, S.typhi, melalui biakan kuman dari spesimen seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, dan cairan duodenum



-



Uji serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen S.typhi dan menentukan adanya antigen spesifik dari S.typhi



-



Pemeriksaan pelacak DNA kuman S.typhi (Retnosari dan Tumbelaka, 2000). Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu: a. Pemeriksaan Darah Tepi Penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin ditemukan trombositopenia. Dengan adanya leucopenia dan limfositis relative menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid (Hoffman, 2002). Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr. Soetomo Surabaya mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%) dan leukosit normal (65.9%) (Darmowandowo, 2006). b. Pemeriksaan Bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Pada awla penyakit, bakteri akan mudahh ditemukan dalam darah dan susum tulalang pada awal penyakit. Dan stadium berikutnya pada urin dan feses (Hardi et al, 2002) Kultur organismepenyabab merupakan prosedur paling efektif dimana kultur untuk demam tifoid dapat menjelaskan dua per tiga dari kasus septicemia yang diperoleh dari komunitas yang dirawat di rumah sakit. (Wain dan Hosoglu, 2008)



G. KOMPLIKASI 1. Di usus halus Umumnya jarang terjadi, namun sering fatal, yaitu : a. Perdarahan usus Diagnosis dapat ditegakkan dengan : 



Penurunan TD dan suhu tubuh







Denyut nadi bertambah cepat dan kecil







Kulit pucat







Penderita mengeluh nyeri perut dan sangat iritabel



b. Perforasi usus : Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. 12



c. Peritonitis Pada umumnya tanda gejala yang sering didapatkan : 



Nyeri perut hebat







Kembung







Dinding abdomen tegang (defense muskular)







Nyeri tekan







TD menurun







Suara bising usus melemah dan pekak hati berkurang







Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.



2. Diluar usus halus a. Bronkitis, terjadi pada akhir minggu pertama. b. Bronkopneumonia, kasus yang berat bilamana disertai infeksi sekunder c. Kolesistitis d. Tifoid ensefalopati, gejala : kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi e. Meningitis, gejala : bayi tidak mau menetek, kejang, letargi, sianosis, panas, diare, kelainan neurologis f. Miokarditis g. Karier kronik 3. Komplikasi darah : a. Anemia hemolitik b. Trombositopenia c. Syndroma uremia hemolitik 4. Komplikasi paru : a. Pneumoni b. Empiema c. Pleuritis. 5. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : a. Hepatitis b. Kolesistitis. 6. Komplikasi ginjal : a. Glomerulus nefritis 13



b. Pyelonepritis c. Perinepritis. 7.



Komplikasi pada tulang : a. Osteomyolitis b. Osteoporosis c. Spondilitis d. Arthritis.



8.



Komplikasi neuropsikiatrik : a. Delirium b. Meningiusmus c. Meningitis d. Polineuritis perifer e. Syndroma Guillain bare f. Syndroma katatonia.



H. PENATALAKSANAAN MEDIS Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan yang meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal (Kemenkes, 2006). a. Istirahat dan Perawatan Bertujuan



untuk



mencegah



komplikasi



dan



mempercepat



penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga. b. Diet dan terapi penunjang Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menyebabkan menurunnya keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama Selain dilakukan pencegahan juga dilakukan pengobatan demam tifoid terdiri dari 3 bagian yaitu: 14



1. Perawatan Tatalaksana Penderita baru dengan kemungkinan demam tifoid sebaiknya dirawat inap. Rawat inap perlu bagi penderita komplikasi, bila pemasukan makanan atau cairan kurang. (Soedarmo dkk, 2002). Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. (Juwono, 2004). 2. Diet Kadang pula makanan diberikan melalui infus sampai penderita dapat mencerna makanan (Soedarmo dkk, 2002). 3. Obat-obatan Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian menurun secaradrastis(1-4%). Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain: 



Kloramfenikol







Tiamfenikol







Co trimoxazol







Ampisilin







Amoksisilin







Seftriakson







Sefiksim



I. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Riwayat Keperawatan Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran. b. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal masuk Rumah Sakit, diagnosa medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi. c. Riwayat kesehatan sekarang Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul. 15



d. Riwayat kesehatan dahulu Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama. e. Riwayat kesehatan keluarga. Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien. f. Riwayat psikososial Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih) Interpersonal : hubungan dengan orang lain. g. Pola Fungsi kesehatan 



Pola nutrisi dan metabolisme: Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada usus halus.







Pola istirahat dan tidur Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.



h. Riwayat tumbuh kembang Dapat dikaji mengenai riwayat pertumbuhan yaitu berat badan sekarang, tinggi badan, lingkar lengan dan pertumbuhan gigi. Sedangkan riwayat perkembangan meliputi perkembangan anak saat tengkurap, membalikan badan, duduk tanpa bantuan, belajar berdiri dengan pegangan, bangun sendiri untuk berdiri, motoric halus, motorik kasar, bahasa dan kognitif. Pengkajian tumbuh kembang anak dapat menggunakan DDST (Denver Develoment Screaning Test) dimana dapat ditemukan bila terjadi penyimpangan pada usia tertentu / keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan. DDST dapat digunakan bagi anak usia 0-6 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan normal anak usia 3-4 tahun:



16



1. Personal Sosial 



Memakai T-Shirt







Menyebut nama teman







Cuci tangan mengeringkan tangan



2. Bahasa 



Mengerti 2 kata







Mengetahui 2 kegiatan







Menyebut 4 gambar



3. Motorik Halus 



Menggoyangkan ibu jari







Menara dari kubus







Meniru garis vertical



4. Motorik Kasar 



Berdiri 1 kaki 1 detik







Loncat jauh







Melempar bola keatas



5. Pemeriksaan Fisik 



Kesadaran dan keadaan umum pasiendaran Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentiscoma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.







Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga 17



penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan (Wijaya,2013). 1. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual, potensial maupun resiko yang tujuannya mengidentifikasi : pertama, adanya masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah kesehatan atau penyakit, kedua, fakto-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah, ketiga, kemampuan klien mencegah atau menghilangkan masalah (Wijaya,2013). Pada demam typhoid dapat ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut: a. Hypertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, proses infeksi. b. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung. c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh. d. Cemas pada anak dan orang tua berhubungan dengan efek hospitalisasi. 2. Perencanaan Perencanaan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien menurut prioritas masalah, tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai



kebutuhan dengan tujuan untuk mengurangi,



menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran dan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan (Doengoes,2007).



18



Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan demam typhoid adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan



O .



N Diagnosa Keperawatan 1 Hyperterm i berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, proses infeksi.



Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.



Tujuan Tupan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam infeksi dapat sembuh. Tupen: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam infeksi teratasi.



Perencanaan Intervensi Rasional 1. Pantau tanda 1. Suhu pada malam hari tanda vital memuncak dan pagi perhatikan hari kembali normal peningkatan merupakan suhu karakteristik infeksi 2. Anjurkan untuk salmonella typhosa bedrest total 2. Bedrest untuk mengurangi penggunaan kalori dan mengontrol keeftektifan terapi 3. Anjurkan klien 3. Untuk mencegah untuk banyak terjadinya kehilangan minum sehari 2cairan akibat 3 liter penguapan dan memenuhi cairan tubuh. 4. Kolaborasi 4. Peningkatan atau dengan tenaga penurunan kadar kesehatan leukosit dapat labotarium mengidenfikasi untuk infeksi pemeriksaan pemeriksaan widal setelah leukosit dan pengobatan untuk widal mengidentifikasi keefektifan program terapi. 5. Lanjutan 5. Terapi antibiotik yang pemberian tuntas memngkinkan terapi anti biotik organisme patogen dapat mati sehingga infeksi dapat dihindarkan.



Tupan: 1. Kaji status 1. Mengobservasi Setelah nutrisi mengetahui kebutuhan dilakukan (masukan) nutrisi klien tindakan perawatan 2. Timbang BB 2. Membuat data dasar selama 3 hari setiap hari tentang status nutrisi perubahan nutrisi 3. Anjurkan dan 3. Minimalkan anoreksia kurang dari libatkan dan meningkatan 19



2 .



kebutuhan tubuh keluarga untuk pemasukan dapat teratasi. pemberian Tupen: makan porsi Setelah sedikit tapi dilakukan sering tindakan keperawatan 4. Berikan 4. Mengurangi rasa tidak selama 3x24 jam perawatan mulut enak pada mulut dan nafsu makan (oral hygene) menghilangkan sisameningkat. sebelum dan sisa makanan sesudah makan 5. Anjurkan 5. Merangsang nafsu keluarga makan klien memberikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik 6. Anjurkan 6. Mengurangi rasa keluarga untuk penuh pada abdomen memberi makan klien dalam posisi duduk tegak



Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh



3 .



Tupan: setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam kekurangan volume cairan tidak terjadi Tupen: setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x 24 jam peningkatan suhu tubuh teratasi, dengan kriteria: Tidak ada tanda-tanda dehidrasi Menunju kan adanya keseimbangan cairan seperti



1. Ukur/catat haluaran urin



2. Pantau tekanan darah dan denyut jantung



3. Palpasi denyut perifer



4. Kaji membran mukosa kering, turgor



1. Penurunan haluaran urin dan berat jenis akan menyebabkan hipovolemia. 2. Pengurangan dalam sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan darah/CVP, mekanisme kompensasi awal dari takikardia untuk meningkatkan curah jantung dan meningkatkan tekanan darah sistemik. 3. Denyut yang lemah, mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemia. 4. Hipovolemia/cairan ruang ketiga akan memperkuat tanda20



output urin adekuat Turgor kulit baik Membran : mukosa mulut 5. lembab



kulit yang tidak elastis Kolaborasi Berikan cairan intravena, misalnya kristaloid dan koloid



6. Pantau nilai laboratorium



Cemas pada anak dan orang tua berhubungan dengan efek hospitalisasi



4 .



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam cemas pada anak dan orang tua berkurang atau hilang



tanda dehidrasi.



1. Beri ransangan dan sensorik dan hiburan yang tepat untuk anak sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan



5. Sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mengatasi hipovolemia relatif (vasodilasi perifer), menggantikan kehilangan dengan meningkatkan permeabilitas kapiler. 6. Mengevaluasi perubahan didalam hidrasi/viskositas darah.



1. Mengalihkan rasa cemas anak pada suatu objek mainan dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal



2. Mengurangi 2. Gunakan kecemasan pada anak komunikasi terapeutik kontak mata, sikap tumbuh dan sentuhan 3. Memberikan 3. Berikan pengetahuan keluarga pendidikan tentang demam typoid kesehatan tentang (Demam typhoid) 4. Adanya orang tua di 4. Libatkan orang samping anak akan tua dalam memberi rasa aman perawatan anak 5. Mengalihkan perhatian 5. Anjurkan anak dan mengurangi kepada orang kecemasan tua untuk 21



membawa mainan atau barang-barang kesukaan klien



3. Pelaksanaan Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam (2008). Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. 4.



Evaluasi Fase terakhir dari proses keparawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien sehingga dapat



diketahui



tingkatan-tingkatan



keberhasilan



intervensi.



Evaluasi



hasil



perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.



22



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut, yang pertama bahwa pengertian typhoid yaitu penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypi dan Salmonella para typhi A,B,C. Penyebab terjadinya typhoid yaitu karena adanya infeksi bakteri Salmonella typh, Salmonella paratyphi A, B, dan C. Penularan Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan bakteri Salmonella typhi kepada orang lain. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman Salmonella. Typhoid dapat dicegah dan dihindari penularannya yaitu dengan cara meningkatkan hygiene sanitasi makanan dan lingkungan, vaksinasi, meminum air yang telah dimasak, dan menggunakan penyepit, sendok, atau garpu bersih untuk mengambil makanan. Dengan hal-hal tersebut, kita akan mengurangi jumlah insiden typhoid yang seharusnya hal-hal tersebut merupakan kewajiban sehari-hari dan bukan hanya diterapkan saat sedang musim wabah.



B. Saran Dari uraian makalah yang telah disajikan diatas, agar terhindar dari typhoid, sebaiknya selalu menjaga kebersih lingkungan dan makanan yang dikonsumsi harus bersih. Sebagai tenaga kesehatan, kita sebaiknya memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama pada anak-anak supaya menjaga kebersihan, baik kebersihan lingkungan, makanan, air minum, dan kebersihan diri sendiri.



23



DAFTAR PUSTAKA



Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC Edisi Revisi Jilid I. Yogyakarta: MediAction Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi ke-2. 2008. UK Infeksi dan Pediatri Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta Tumbelaka AR, Retnosari S. 2000. Imunodiagnosis Demam Tifoid. Dalam : Kumpulan Naskah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Jakarta : BP FKUI.



24