Asuhan Keperawatan Sars [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN SARS 1) PENGERTIAN SARS (severe Acute Respiratory Syndrome) yang dikenal juga sebagi pneumonia atorpik .Sever acute respiratory syndrome –coronavirus (SARS) merupakan suatu penyakit yang serius dan disebabkan oleh infeksi virus coronavirus.. Penyakit dengan gejala infeksi saluran pernafasan berat disertai dengan gejala saluran pencernaan yang prosentasenya belum diketahui secara pasti. SARS-CoV biasanya tidak stabil bila berada dalam lingkungan. Namun virus ini dapat bertahan berhari-hari pada suhu kamar. Virus ini juga mampu mempertahankan viabilitasnya dengan baik bila masih berada di dalam feces (World Health Organization, 2010)



2) ETIOLOGI (Hardjodiastro, 2006) SARS disebabkan oleh coronavirus yang pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron sama dengan coronavirus pada binatang. Virus ini stabil pada tinja dan urine pada suhu kamar selama 1 – 2 hari dan dapat bertahan lebih dari 4 hari pada penderita diare. Virus SARS kehilangan infektivitasnya terhadap berbagai disinfektan dan 0



0



bahan-bahan fiksasi. Pada pemanasan dengan suhu 54 C (132.8 F) akan membunuh coronavirus SARS dengan kecepatan sekitar 10.000 unit per 15 menit. Penyakit SARS yang disebabkan oleh coronavirus dan menyerang manusia merupakan keadaan di mana coronavirus yang infektif terhadap beberapa hewan mengalami mutasi dan berevolusi untuk kemudian menjadi patogen terhadap beberapa kelompok hewan lainnya dan juga pada manusia.



Cara Penularan SARS (World Health Organization, 2010) Penularan virus SARS terutama terjadi akibat kontak orang ke orang denagn penderita SARS yang menular melalui udara, pernapsan, berasal dari batuk atau bersin penderita. Selain itu bahan-bahan yang bersal dari tubuh penderita misalnya dahak dan cairan tubujh lainnya (darah, air seni, air liur penderita) yang mencemari benada-benda yang dipegang oleh seseorang yang kemudian mengusap mulut, hidung atau matanya. Diduga juga menularkan virus ini. Virus juga dapat menular melalui mulut, hidung dan mata yang tersentuh benda yang tercemar bahan infeksi berasal dari penderita SARS. Kontak langsung dengan pendertita melalui ciuman, makan minum dari menggunakan alata makan dan gelas yang sama, menyantuh penderita secara kangsung atau berbiacara dengan penderita kuransg dari 3 kaki merupakan cara penularan utama virus SARS dari penderota ke orang lain.



3) MANIFESTASI KLINIK (Nurarif & Kusuma, 2015) 1. Gejala umum seperti flu 2. Temperature diatas 38º C selama lebih dari 24 jam 3. Adanya batuk ringan sampai berat (batuk yang diasosiasikan dengan SARS cenderung batuk kering) 4. Satu/lebih gelaja saluran pernafasan bagian bawah yaitu batuk, nafas pendek dan kesulitan bernafas 5. Sakit Kepala, kaku otot, anoeksia,lemah, bercak merah pada kulit,bingung dan diare 6. Gejala Khas seperti gejala diatas menjadi semakin berat dan cepat dan dapat menjadi peradangan paru (pneumonia),jika terlambat dapat meninggal.Masa inkubasi 2-10 hari. 7. Satu/lebih keadaan beikut (dalam 10 terakhir) a. Ada riwayat kontak erat dengan seseorang yang diyakini menderita SARS



b. Sebelum sakit mempunyai riwayat berpergian kedaerah geografis yang tercatat sebagai daerah dengan penularan penyakit SARS c. Tinggal didaerah dengan tranmisi lokal SARS 8. Suspek case SARS jika foto dada terbukti ditemukan infiltrate yang sesuai dengan pneumonia atau sindrom distress pernafasan akut. 9. Pemeriksaan Laboraturium ditemukan hasil: a. Limfoma, leucopenia, dan trombositopenia : pada pemeriksaan sederhana menunjukkan hitung leukosit kurang dari 3.5x109 /L dan limfopenia kurang dari 1x109/L b. Hiponatremia dan hipokalemia ringan c. Peningkatan LDH,ALT dan kadar transaminase hepar d. Peningkatan kadar kreatinin kinase (CK) 10. Infeksi SARS-CoV tidak dapat dipastikan jika : a. Dalam serum pada masa konvalesens(serum yang diambil 28 hari atau lebih setelah awita gejalanya) tidak ditemukan antibody terhadap SARS-CoV b. Tes laboratutirum tidak dikerjakan atau tidak lengkap. Gejala lainnya sakit kepala, otot terasa kaku, diare yang tak kunjung henti, timbul bintik-bintik merah pada kulit, dan badan lemas beberapa hari. Ini semua adalah gejala yang kasat mata bisa dirasakan langsung oleh orang yang diduga menderita SARS itu. Tapi gejala itu tidak cukup kuat jika belum ada kontak langsung dengan pasien. Tetap diperlukan pemeriksaan medis sebelum seseorang disimpulkan terkena penyakit ini. Paru-parunya mengalami radang, limfositnya menurun, trombositnya mungkin juga menurun. Kalau sudah berat, oksigen dalam darah menurun dan enzim hati akan meningkat. Ini semua gejala yang bisa dilihat dengan alat medis. Tapi semua gejala itu masih bisa berubah. Penelitian terus dilangsungkan sampai sekarang. (Smeltzer & Bare, 2001)



4) PATOFISIOLOGI (LUPITA & ERDAYANI, 2016) Menurut hasil pemeriksaan post mortem yang dilakukan, diketahui sars memiliki 2 fase dalam pathogenesis. Fase awal terjadi selama 10 hari pertama penyakit, pada fase ini terjadi proses akut yang mengakibatkan diffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif. Fase ini dicirikan dengan adanya infiltrasidari campuran sel – sel inflamasi serta edema dan pembentukan membrane hialin. Membran hialin terbentuk dari endapan protein plasma serta debris nucleus dan sitoplasma sel – sel epitel paru (pneumonia) yang rusak. Dengan adanya nekrosis sel – sel epitel paru maka barrier antara sirkulasi darah dan jalan udara menjadi hilang sehingga cairan yang berasal dari pembuluh darah kapiler paru menjadi bebas untuk masuk kedalam ruang alveolus. Namun demikian, karena keterbatasan jumlah pasien SARS yang meninggal untuk diautopsi, maka masih belum dapat dibuktikan apakah kerusakan epitel paru disebabkan efek toksik virus secara langsung atau sebagai akibat dari respon imun tubuh. Pada tahap eksudatif ini,RNA dan antigen virus dapat diidentifikasi dari makrofag alveolar dan sel epitel paru dengan menggunakan mikroskop electron. Fase selanjutnya tepat setelah 10 hari perjalanan penyakit dan ditandai dengan perubahan pada DAD eksudatif menjadi DAD yang terorganisir. Pada periode ini, terdapat metaplasia sel epitel skuamosa bronkial, bertambahnya ragam sel dan fibrolisis pada dinding dan lumen alveolus. Pada fase ini tampak dominasi pneumosit tipe 2 dengan pembesaran nucleus, serta nucleoli yang eosinofilik. Selanjutnya sering kali ditemukan sel raksasa dengan banyak nucleus ( multinucleated giant cells) di dalam rongga alveoli. Seperti infeksi CoV lainnya, maka sel raksasa tersebut awalnya diduga sebagai akibat langsung dari CoV SARS. Tetapi setelah dilakukan pemeriksaan imunoperoksidase dan hibridisasiin situ, didapatkan bahwa CoV SARS justru berada didalam jumlah yang rendah. Maka disimpulkan, bahwa pada fase ini berbagai proses patologis yang terjadi tidak diakibatkan langsung



oleh karena replikasi virus yang terus menerus, melainkan karena beratnya kerusakan sel epitel paru yang terjadi pada tahap DAD eksudatif dan diperberat dengan penggunaan ventilator.



5) KOMPLIKASI (Corwin, 2009) 1.Dapat terjadi gagal nafas dan kematian 2. Mereka yang selamat dapat mengalami gangguan fungsi paru untuk bulan-bulan selanjutnya. 3. Untuk wanita hamil yang mengidap SARS,mengalami peningkatan insiden keguguran di awal kehamilan dan kematian maternal pada masa kehamilan lanjut . 6) PENATALAKSANAAN (Bahagia, 2012) Hal yang berperan dalam penanganan penderita SARS adalah status penderita. Pada kasus pasien suspect dan probable tindakan yang dilakukan adalah: a. Isolasi penderita di Rumah Sakit b. Pengambilan sampel (sputum, darah, serum, urin) dan foto toraks untuk menyingkirkan pneumonia yang atipikal c. Pemeriksaan leukosit, trombosit, kreatinin fosfokinase, tes fungsi hati, ureum dan elektrolit, C reaktif protein dan serum pasangan (paired sera). d. Pemberian antibiotikla selama perawatan untuk pengobatan pneumonia akibat lingkungan (community-aquired pneumonia) termasuk pneumonia atipikal. e. Pada SARS berbagai jenis antibiotika sudah digunakan namun sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan, dapat diberikan ribavirin dengan atau tanpa steroid. f. Perhatian khusus harus diberikan pada tindakan yang dapat menyebabkan



terjadinya



aerolization



seperti



nebulizer



dengan



bronkodilator, bronkoskopi, gastroskopi yang dapat mengganggu sistem pernapasan. Pengobatan dan vaksin penyakit ini belum ditemukan. Oleh karena itu penanganan penderita SARS yang dianggap paling penting adalah terapi suportif, yaitu mengupayakan agar penderita tidak mengalami dehidrasi dan infeksi sekunder. Sedangkan penggunaan antibiotik spektrum



luas



sendiri



merupakan



sebuah



tindakan



pencegahan



(profilaksis) untuk mencegah infeksi sekunder (Ksiazek, 2003). Menurut DepKes RI (2004) pengobatan terhadap penyakit ini adalah sebagai berikut: 1. Kasus Suspect SARS a. Observasi 2 x 24 jam, perhatikan: - Keadaan umum - Kesadaran - Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, suhu) b. Terapi suportif c. Antibiotik: Amoksilin atai amoksilin+anti B laktamase oral ditambah makrolid generasi baru oral (roksitromisin, klaritromisin, azitromisin)



2. Kasus Probable SARS A. Ringan/Sedang 1. Terapi suportif 2. Antibiotik a. Golongan beta laktam + anti beta laktamase (IV) ditambah makrolid generasi baru secara oral, atau b. Sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3 (IV), atau c. Fluorokuinon gatifloksasin.



respirasi



(IV):



moxifloksasin,



levofloksasin,



B. Berat 1. Terapi suportif 2. Antibiotik A. Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas: 1. Sefalosporin generasi ke-3 (IV) non pseudomonas ditambah makrolid generasi baru, atau 2. Fluorokuinon respirasi B. Ada faktor resiko infeksi pseudomonas: 1.Sefalosporin



anti



pseudomonas



(seftazidim,



sefoperazon,



sefipim)/karbapenem (IV) ditambah fluorokuinolon anti pseudomonas (siprofloksasin)/aminoglikosida ditambah makrolid generasi baru. 2. Kortikosteroid. 3. Hidrokortison (IV) 4 mg/KgBB tiap 8 jam 4. Ribavirin 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/KgBB IV tiap 8 jam.



Penatalaksanaan Menurut (LUPITA & ERDAYANI, 2016) Terapi supportif umum : meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin dan lain-lain. 1. Terapi oksigen 2. Humidifikasi dengan nebulizer 3. Fisioterapi dada 4. Pengaturan cairan 5. Pemberian kortokosteroid pada fase sepsis berat 6. Obat inotropik 7. Ventilasi mekanis 8. Drainase empiema



Terapi antibiotik Agen anti-bakteri secara rutin diresepkan untuk SARS karena menyajikan fitur non-spesifik dan cepat tes laboratorium yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis SARS-cov virus dalam beberapa hari pertama infeksi belum tersedia. Antibiotik empiris yang sesuai dengan demikian diperlukan untuk menutupi terhadap patogen pernafasan Common per nasional atau pedoman pengobatan lokal bagi masyarakat-diperoleh atau nosokomial pneumonia. Setelah mengesampingkan patogen lain, terapi antibiotik dapat ditarik. Selain efek antibakteri mereka, beberapa antibiotik immunomodulatory dikenal memiliki sifat, khususnya quinolones dan makrolid. Efeknya pada kursus SARS adalah belum ditentukan. SARS dapat hadir dengan spektrum keparahan penyakit. Sebagian kecil pasien dengan penyakit ringan pulih baik bentuk khusus tanpa pengobatan atau terapi antibiotik saja. Antibiotik : a. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab b.Utama ditujukan pada S.pneumonia, H.Influensa dan S.Aureus



7) PENGKAJIAN FOKUS (Muttaqin, 2008) 1. Pemeriksaan Umum a. Identitas, meliputi nama klien, usia, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk RS, dan diagnosis medis. b. Keluhan utama, klien biasanya merasakan nyeri dada dan pemeriksaan dapat dilakukan dengan skala nyeri 0-10. Pengkajian nyeri secara mendalam menggunakan pendekatan OPQRST yang meliputi onset, prepitasi dan penyembuh, kualitas dan kuantitas, intensitas, durasi, lokasi, radiasi/penyeberan, serta onset. c. Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien dilanjutkan mengukur tanda- tand vital. Kesadaran klien juga



diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit.



2. Riwayat Kesehatan (Muttaqin, 2008) a. Riwayat Penyakit Sekarang Demam > 38C, batuk, sesak, kesulitan napas. b. Riwayat penyakit Dahulu -



Kontak dekat dengan orang yang didiagnosis suspek atau probable



SARS dalam 10 hari terakhir. -



Riwayat perjalanan ke tempat yang terkena wabah SARS dalam



10 hari terakhir. -



Bertempat tinggal ditempat yang terjangkau wabah SARS.



c. Riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji atau ditanyakan yaitu apakah ada yang mengidap penyakit sars di dalam keluarga. d. Riwayat psikososial klien dengan penyakit SARS biasanya menyangkal, takut, cemas, marah, ketergantungan, depresi, dan penerimaan realistis.



3. Pemeriksaan Fisik Dengan menggunakan stetoskop, terdengar bunyi pernafasan abnormal (seperti ronki atau wheezing). Tekanan darah seringkali rendah dan kulit, bibir serta kuku penderita tampak kebiruan (sianosis, karena kekurangan oksigen). (Nurarif & Kusuma, 2015)



4. Pemeriksaan Penunjang (Nurarif & Kusuma, 2015) a.



Rontgen dada (menunjukkan adanya penimbunan cairan ditempat



yang seharusnya terisi udara) b.



CT-Scan Toraks menunjukkan gambaran Bronkiolitis Obleterans



Organizing Pneumonia (BOOP)



c.



Pemeriksaan Laboraturium terdiri atas: 1.



Pemeriksaan darah perifer lengkap



2.



Pemeriksaan SGOT/SGPT untuk mengetahui fungsi hati



3.



Pemeriksaan tes antibody (IgG/IgM)



4.



Pemeriksaan molecular (PCR) pada specimen dahak, feses Dan darah perifer.



5.



Pemeriksaan deteksi antigen dan kultur virus



d. Pemeriksaan Bakteriologis : sputum, darah, aspirasi nasotrakeal atau



transtrakeal,



aspirasi



jarum



transtorakal,



torakosentesis,



bronskoskopi, biopsy e.



Test DNA sequencing bagi coronavirus yang dapat diperoleh



hasilnya dalam 8 jam dan sangat akurat. Test yang lama hanya mampu mendeteksi antibody.



8) PATHWAYS Coronavirus



Tinja Droplet



Masuk Saluran Pernafasan



Reaksi Pertahanan Tubuh dg batuk, bersin



Aktifan Antibodi Reaksi Inflamasi Suhu Tubuh Naik (Demam) Metabolisme Tubuh Naik Kekurangan volume cairan



Antigen Antibodi Proses Radang Kerusakan Pertukaran Gas



Penurunan O2 Kejaringan Metabolisme Anaerob Asidosis Respiratory Perubahan RR Ketidakefektifan Pola Nafas



Pelepasan Mediator Kimia Sekresi Mukus Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas



9) Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b.d adanya sekresi mukus (00284) 2. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d hiperventilasi (RR > 24x/menit) atau hipoventilasi (RR < 16x/menit) (00290) 3. Kekurangan Volume Cairan b.d intake oral tidak kuat,takipneu, demam (00276)



10) Intervensi dan Rasional (Nurarif & Kusuma, 2015) No



1.



Diagnosa



Tujuan



dan Intervensi



Keperawatan



Kriteria hasil



Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b.d adanya sekresi mukus



Setelah dilakukan



NIC :



tindakan



Airway Management



keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil sebagai berikut 1.Mendemonstrasi kan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu 2.Menunjukkan jalan nafas yang paten 3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah



1.Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi, wheezing. 2.Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dispnea. 3.Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; lakukan penghisapan sesuai keperluan. 4.Anjurkan asupan cairan adekuat. 5.Ajarkan batuk efektif 6.Kolaborasi pemberian oksigen



Rasionalisasi



1.Adanya bunyi ronchi menandakan terdapat penumpukan sekret atau sekret berlebih di jalan nafas. 2.posisi memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan nafas besar untuk dikeluarkan. 3.Mencegah obstruksi atau aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bil klien tak mampu mengeluarkan sekret sendiri. 4.Mengoptimalkan keseimbangan cairan dan membantu mengencerkan sekret sehingga mudah dikeluarkan 5.Fisioterapi dada/ back massage dapat membantu menjatuhkan secret yang ada dijalan



factor yang dapat menghambat jalan nafas



nafas. 6.Meringankan kerja 1.Putuskan kapan paru untuk memenuhi dibutuhkan oral kebutuhan oksigen serta dan/atau trakea memenuhi kebutuhan suction oksigen dalam tubuh. 2.Auskultasi sura Airway Suction nafas sebelum 1.waktu tindakan dan sesudah suction yang tepat suction membantu melapangan 3.Informasikan jalan nafas pasien kepada keluarga 2.Mengetahui adanya mengenai suara nafas tambahan tindakan suction dan kefektifan jalan nafas untuk memenuhi O2 pasien 3.memberikan Airway suctioning



pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa dilakukan tindakan suction 2.



Ketidak-



Setelah dilakukan



efektifan Pola tindakan Nafas



b.d keperawatan



hiperventilasi



selama 3x24 jam



Airway Management 1.Posisikan pasien semi fowler



diharapkan integritas jaringan dapat membaik dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas



2.Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak adanya suara adventif 3.Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai



Airway Management 1. Untuk memaksimalkan potensial ventilasi 2. Memonitor kepatenan jalan napas 3. Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen Oxigen Management 1.Menjaga keadekuatan ventilasi 2.Meningkatkan



normal 2. Tidak menggunak an otot-otot bantu pernapasan



ventilasi dan asupan oksigen Oxygen Therapy 1.Mempertahank an jalan napas paten



3.Menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien



2.Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi 3.Monitor aliran oksigen



3.



Kekurangan



Setelah dilakukan



Volume Cairan tindakan b.d intake oral keperawatan tidak



selama 3x24 jam



kuat,takipneu,



diharapkan pasien



demam



dapat melakukan aktivitas dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1.Turgor kulit elastic ( skala 5 ) 2.Intake dan output cairan seimbang ( skala 5 ) 3.Membrane mucus lembab



Electrolyte Monitoring 1.Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbang an elektrolit 2.Monitor adanya kehilangan cairan dan elektrolit 3.Monitor adanya mual,muntah dan diare Fluid Management 1.Monitor status hidrasi ( membran mukus, tekanan



1.Mengetahui penyebab untuk menentukan intervensi penyelesaian 2.Mengetahui keadaan umum pasien 3.Mengurangi risiko kekurangan voume cairan semakin bertambah Fluid Management 1.Mengetahui perkembangan rehidrasi 2.Evaluasi intervensi 3.Mengetahui keadaan umum pasien rehidrasi optima



( skala 5 )



ortostatik, keadekuatan denyut nadi ) 2.Monitor keakuratan intake dan output cairan 3.Monitor vital signs 4.Monitor pemberian terapi IV



DAFTAR PUSTAKA Bahagia, A. (2012). Penyakit Sars. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma. Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patogisiologi (3rd ed.). Jakarta: EGC. Hardjodiastro, D. (2006). Menuju Seni Ilmu Kedokteran. Jakarta: Gramedia. LUPITA, D., & ERDAYANI. (2016). SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Pekan Baru: UNIVERSITAS ABDURRAB. Muttaqin, A. (2008). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Revisi Jil). Yogyakarta: MediAction. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah ( Brunner & Suddarth ) (Jakarta). EGC. World Health Organization. (2010). SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (10th ed.). World Health Organization.