Asuhan Keperawatan Transkultural [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Transkultural Dosen Pengampu: Ns. Leni Agustin, S.Kep., M.Kep



oleh: KELOMPOK 3



Eksan Efendi



NIM.16037140926



Agres Nofela Devi



NIM.17037140986



Bela Mutiara A.



NIM.17037140998



Desita Yolanda Putri



NIM.17037141027



Dewi Indah Fajarini



NIM.17037141018



Intan Putri Defianti



NIM.17037141040



Nadhira Anindhita R.



NIM.17037140994



Nur Aisyah Pertiwi



NIM.17037141045



Putri Intan Kumalasari



NIM.17037141029



Reza Satria Anugerah



NIM.17037141042



Riska Herawati



NIM.17037141022



Rysa Yuli Citra P.



NIM.17037141033



Sindi Kamalia



NIM.17037141007



PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN UNIVERSITAS BONDOWOSO 2020



i



KATA PENGANTAR



Dengan memanjat kan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat serta karunia–Nya semata, sehingga tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Transkultural dengan baik. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Transkultural yang menjadi salah satu mata kuliah wajib di program studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso. Mata kuliah Keperawatan Transkultural merupakan mata kuliah yang mempelajari tentang keperawatan dan kebudayaan. Penulis yakin adanya bantuan dari semua pihak, maka tugas ini tidak akan dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Yuana Dwi Agustin, SKM., M.Kes sebagai Ketua Progaram Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso; 2. Ibu Ns. Leni Agustin, S.Kep., M.Kep., sebagai dosen pengampu matakuliah Keperawatan Transkultural; 3. Semua pihak yang telah membantu pengerjaan makalah ini. Semoga sumbangsih yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan dari Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk bahan perbaikan penulis makalah ini.



Bondowoso, 30 Januari 2020



Penulis



ii



DAFTAR ISI



Cover ..................................................................................................................... i Kata Pengantar ...................................................................................................... ii Daftar Isi................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang ............................................................................................. 1



1.2



Tujuan .......................................................................................................... 2



1.2.1



Tujuan Umum ........................................................................................... 2



1.2.2



Tujuan Khusus .......................................................................................... 2



1.3



Manfaat ........................................................................................................ 2



1.3.1



Manfaat Teoritis ........................................................................................ 2



1.3.2



Manfaat Praktis ......................................................................................... 2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Konsep Keperawatan Transkultural ............................................................ 4



2.2



Tujuan .......................................................................................................... 7



2.3



Teori Asuhan Keperawatan Transkultural ................................................... 8



2.3.1



Pengkajian ................................................................................................. 8



2.3.2



Diagnosa.................................................................................................... 10



2.3.3



Perencanaan dan Implementasi ................................................................. 10



2.3.4



Evaluasi ..................................................................................................... 12



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Kasus Transkultural Nursing pada Ibu Nifas ............................................... 13 3.2 Asuhan Keperawatan Transkultural Pada Ibu Nifas .................................... 14 BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan .................................................................................................. 21



3.2



Saran ............................................................................................................. 21



DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22



iii



BAB I LATAR BELAKANG



1.1 Latar Belakang Keperawatan transkultural merupakan suatu arah utama dalam keperawatan yang berfokus pada study komparatif dan analisis tentang budaya dan sub budaya yang berbeda di dunia yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, niainilai, keyakinan tentang sehat sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowladge yang ilmiah dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu dan budaya universal. Teori keperawatan transkultural ini menekankan pentingnya peran keperawatan dalam memahami budaya klien. Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock maupun culture imposition.Cultural shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien) sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-diam mauoun terang-terangan memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pda individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain. Teory keperawatan transkultural matahari terbit, sehinnga di sebut juga sebagai sunrise modelmatahari terbit (sunrise model ) ini melambangkan esensi keperawatan dalam transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, komunitas, lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan mengenai pandangan dunia (worldview) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang, bersyarat dalam lingkungan yang sempit. Dimensi budaya dan struktur sosial tersebut menurut Leininger di pengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu teknologi, agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan. Peran perawatan pada transcultural nursing teory ini adalah menjebatani antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan



1



2



sistem perawatan prosfesional melalui asuhan keperawatan. Eksistensi peran perawat tersebut digambarkan oleh leininger.oleh karena itu perawat harus mampu membuat keputusan dan rencana tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada masyarakat. Jika di sesuaikan dengan proses keperawatan, hal tersebut merupakan tahap perencanaan tindakan keperawatan.



1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Mahasiswa dapat menentukan cara pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi berdasarkan teori transkultural.



1.2.2



Tujuan Khusus



1.



Mahasiswa mengetahui faktor tekhnologi



2.



Mahasiswa dapat mengetahui faktor agama dan fisiologi



3.



Mahasiswa dapat mengetahui social dan ikatan kekerabatan



4.



Mahasiswa dapat mengetahui nilai budaya dan gaya hidup



5.



Mahasiswa dapat mengetahui faktor kebijakan dan hukum



6.



Mahasiswa dapat mengetahui faktor ekonomi



7.



Mahasiswa dapat mengetahui faktor pendidikan



1.3 Manfaat 1.3.1



Manfaat Teoritis Sebagai bentuk penerapan konsep pengetahuan ilmu keperawatan atau teori



dari mata kuliah keperawatan transkultural. 1.3.2



Manfaat Praktis



a.



Manfaat bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa keperawatan guna menambah



wawasan mengenai asuhan keperawatan transkultural.



3



b.



Manfaat bagi Perawat Studi kasus dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada kasus



asuhan keperawatan transkultural.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Konsep Keperawatan Transkultural Teori ini pertama kali digagas oleh medeleine leininger yang diinspirasi oleh



pengalaman pribadinya sewaktu bekerja sebagai perawat spesialis anak di Midwestern United States pada tahun 1950. Saat itu dia melihat adanya perubahan perilaku di antara anak yang berasal dari budaya yang berbeda.perbedaan ini membuat leininger menelaah kembali profesi keperawatan. Ia mengidentifikasi bahwa pengetahuan perawat untuk memahami budaya anak dalam layanan keperawatan ternyata masih sangat kurang. Pada tahun 1960, leininger pertama kali menggunakan kata transkultural nursing, ethnonursing dan cross-cultural nursing. Akhirnya pada tahun 1985, leininger mempublikasikan untuk pertama kalinya ideide dan teorinya pada tahun 1988. Para ahli sering menyebutnya transkultural nursing theory atau teori perawatan transcultural. Leininger, menyebutkan 28 bentuk merawat yang dapat diterapkan pada semua professional kesehatan yang meliputi, kenyamanan, persahabatan, perilaku koping, empati, keterlibatan, cinta, hara, dukungan, dan kepercayaan (Latif, 2015). Leininger menggambarkan teori keperawatan transkultural matahari terbit, sehingga di sebut juga sebagai sunrise model. Model matahari terbit (sunrise model) ini melambangkan esensi keperawatan dalam transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan asuhan keperawatan pada klien (individu, keluarga, kelompok, komunitas, lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan mengenai pandangan dunia (word-view) tentang dimensi dan budaya serta struktur social yang berkembang diberbagai belahan dunia, (secara global) maupun masyarakat dalam lingkup yang sempit.



4



5



Keperawatan transkultural merupakan suatu area utama dalam keperawatan yang berfokus pada studi komparatif dan analisis tentang budaya dan sub-budaya yang berbeda di dunia yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, nilai-nilai, keyakinan tantang tentag sehat- sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan yang mengembangkan body of knowledge yang ilmiah dan humanistic guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu dan budaya universal. Teori keperawatan transkultural ini menekankan pentingnya peran perawat dalam memahami budaya klien (Latif, 2015). Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya cultural shock maupun culture imposition. Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompk keluarga budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan perasaan tidak akan



6



merasakan perasaan tidak nyaman, gelisah dan disorientasi karena perbedaan tidak nyaman, gelisah dan diorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan dan kebiasaan. Sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan perawat, baik secara diam-diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan dan budaya, keyakinan dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada kelompok lain (Latif, 2015). Menurut Leininger (2002) dalam Luji (2012), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural berasal dari hasil penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini dipakai sebagai pedoman untuk mencari culture care yang akan diaplikasikan. 1. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara culture satu tempat dengan tempat yang lainnya. 2. Caring act dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku caring semestinya diberikan pada manusia sejak lahir , masa perkembangan , masa pertumbuhan , masa pertahanan sampai dikala meninggal. 3. Caring adalah esensi dari keperawatan dan membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Keperawatan adalah fenomena transkultural dimana perawat berinteraksi dengan klien, staff dan kelompok lain. 4. Identifikasi universal dan nonuniversal kultur dan perilaku caring profesional, kepercayaan dan praktek adalah esensi untuk menemukan epistemology dan ontology sebagai dasar dari ilmu keperawatan. 5. Culture adalah berkenaan dengan mempelajari, membagi dan transmisi nilai, kepercayaan norma dan praktek kehidupan dari sebuah kelompok yang dapat terjadi tuntunan dalam berfikir, mengambil keputusan, bertindak dan berbahasa. 6. Cultural care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang mana membimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu lain atau kelompok untuk mempertahankan



7



kesehatan, meningkatkan kondisi kehidupan atau kematian serta keterbatasan. 7. Nilai kultur berkenaan dengan keputusan/kelayakan yang lebih tinggi atau jalan yang diinginkan untuk bertindak atau segala sesuatu yang diketahui yang mana biasanya bertahan dengan kultur pada periode tertentu. 8. Perbedaan kulturdalam keperawatan adalahvariasidari pengertian pola, nilai atau simbol dari perawatan,kesehatan atau untuk meningkatkan kondisi manusia, jalan kehidupan atau untuk kematian. 9. Culture care universality berkenaan dengan hal umum, merupakan bentuk dari pemahaman terhadap pola, nilai atau simbol dari perawatanyang mana kiltur mempengaruhi kesehatan atau memperbaiki kondisi manusia. 10. Etnosentris adalah kepercayaan yang mana satu ide yang dimiliki, kepercayaan dan prakteknya lebih tinggi untuk kultur yang lain. 11. Cultural imposition berkenaan dengan kecendrungantenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas kultur lain karena mereka percaya bahwa ide mereka lebih tinggi dari pada kelompok lain.



2.2



Tujuan Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan



sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti pada suku dayak dikalimantan. Kultur yang universal adalah nilai-nilai atau norma-norma yang diyakini dan dilakukan oleh hampir semua kultur, seperti budaya minum teh yang dapat mebuat tubuh menjadi sehat (leinger, 1978), atau budaya beroleh raga agar dapat tampil cantik, sehat, dan bugar (cansebu). Dalam pelakasanaan praktik keperawatan yang bersifat humanis, perawat perlu memahami landasan teori dan praktik keperawatan yang berdasarkan budaya. Keberhasilan seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan bergantung pada kemampuan menyintesis konsep atropologi, sosiologi, dan biologi dengan konsep caring, proses keperawatan, dan komunikasi interpersonal kedalam konsep asuhan keperawatan transkultural. Budaya yang telah menjadi kebiasaan tersebut diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural, menegosiasi, dan merestrukturisasi budaya (Latif, 2015).



8



2.3



Teori Asuhan Keperawatan Transkultural Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan



asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien. Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Afifah, 2019). 2.3.1



Pengkajian Menurut Afifah (2019) pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk



mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien. Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu : a.



Faktor teknologi (tecnological factors) Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat



penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini. b.



Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors) Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat



realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan. c.



Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama



panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala



9



keluarga. d.



Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh



penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri. e.



Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu



yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya. Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat. f.



Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material



yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga. g.



Faktor pendidikan (educational factors) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh



jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. Prinsipprinsip pengkajian budaya: -



jangan menggunakan asumsi



-



jangan membuat streotip bisa terjadi konflik misal: orang padang pelit,



10



orang jawa halus -



menerima dan memahami metode komunikasi



-



menghargai perbedaan individual



-



mengahargai kebutuhan personal dari setiap individu



-



tidak beleh membeda-bedakan keyakinan klien



-



menyediakn ptivacy terkait kebutuhan pribadi



2.3.2 Diagnosis Keperawatan Respon klien sesuai dengan latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah, atau dikurangi melalui intervensi keperawatan, perawat dapat melihat respon klien dengan cara mengidentifikasi budaya yang mendukung kesehatan, budaya yang menurut klien pantang untuk dilanggar, dan budaya yang bertentangan dengan kesehatan. Budaya yang mendukung kesehatan seperti oleh raga yang teratur, membaca, atau suka makan sayur, budaya yang bertentangan dengan kesehatan seperti rokok. Ada tiga diagnosis keperawatan transkultural yang perlu ditegakkan yaitu Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial yang berhubungan dengan disorientasi sosiokultural, dan Ketidakpatuhan (dalam pengobatan) yang berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini (Latif, 2015).



2.3.3 Perencanaan dan Implementasi Perencanaan dan implementasi adalah suatu proses memilih strategi keperawatan yang tepat dan melaksanakan tindakan sesuai dengan latar belakang budaya klien. Perencanaan dan implementasi keperawatan transkultural menawarkan tiga strategi sebagai pedoman yaitu mempertahankan budaya bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan, negosiasi budaya bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan, negosiasi budaya yaitu intervensi keperawatan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya dan rekonstruksi budaya klien karena budaya yang dimiliki saat ini bertentangan dengan kesehatannya (Latif, 2015). Menurut Luji (2012) tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien harus tetap memperhatikan tiga prinsip asuhan keperawatan, yaitu :



11



1. culture



care



preservation/maintenance,



yaitu



prinsip



membantu,



memfasilitasi, atau memperhatikan fenomena budaya guna membantu individu menentukan tingkat kesehatan dan gaya hidup yang di inginkan. 2. Culture care accommodation/ negatiation, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi, atau memperhatikan fenomena budaya, yang merefleksikan cara-cara untuk beradaptasi, atau bernegosiasi atau mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya hidup individu atau klien. 3. culture care repatterning/ restructuring, yaitu :prinsip merekonstruksi atau mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan dan pola hidup klien ke arah lebih baik. Studi kasus: Perlindungan/mempertahankan budaya. Seorang dokter muda berumur 28 tahun baru saja melahirkan anak pertamanya, di kamar perawatan dia ditemani oleh suami dan keluarga termasuk mertuanya. Karena baru selesai melahirkan, sang dokter tampaknya agak malas untuk menyusui bayinya saat itu dan ingin tidur sebentar. Melihat hal tersebut ibu mertuanya berkata tidak baik bagi seorang ibu yang baru melahirkan untuk bermalas-malasan dan tidak segera menyusui bayinya, menurut ibu mertuanya nanti akan terbawa malas untuk bekerja di kemudian hari. Saat yang bersamaan, seorang perawat ada di situ sedang memeriksa keadaan ibu dan bayi tersebut, dia mengiyakan



pendapat



dari



mertua



dokter



itu



dengan



mengemukakan



argumentasinya bahwa kontak pertama ibu dan anak adalah hal yang sangat baik untuk perkembangan mental bayi nanti; semakin cepat bayi menyusui akan merangsang produksi ASI ; semakin cepat bergerak akan lebih cepat ibu mandiri merawat diri dan bayi (Tanjung, 2019). Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan (Latif, 2015). Sebagai contoh apabila budaya klien dengan perawat berbeda, perawat dan klien mencoba memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang pada akhirnya akan memperkaya budaya mereka masing- masing sehingga akan terjadi tenggang rasa



12



terhadap budaya masing- masing (Latif, 2015).



2.3.4



Evaluasi Evaluasi adalah sekumpulan metode dan keterampilan untuk menentukan



kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan dan memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan individu. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien dalam mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, negosiasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan, dan rekonstruksi budaya yang bertentangan dengan kesehatan. Melalui evaluasi, perawat dapat mengetahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan keinginan atau sesuai latar belakang budaya klien (Latif, 2015).



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN



3.1 Kasus Transkultural Nursing pada Ibu Nifas Klien bernama Ny.E, berusia 29 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir SMK. Klien adalah seorang ibu rumah tangga. Suami klien Tn.R berumur 29 tahun, pendidikan terakhir SMK, bekerja di Perusahaan Swasta. Suku jawa, dan keluarga klien terutama orangtua klien sangat kental dengan adat dan budaya jawa, Tn. R bekerja di salah satu perusahaan swasta juga. Klien dan suami tinggal dengan orangtuanya. Seminggu yang lalu klien telah melahirkan anak pertamanya berjenis kelamin laki-laki dengan berat 3200 gram, panjang 48 cm secara Sectio Caesarea atas indikasi partus tak maju, sehingga di perut klien terdapat luka jahitan Klien melahirkan di RS. SK. Klien merasa melahirkan adalah suatu anugerah, namun klien merasa belum menjadi seorang wanita yang sempurna karena tidak dapat melahirkan secara normal. Setelah pulang dari rumah sakit, atas perintah orangtuanya setiap pagi klien jalan-jalan dan membawa bayinya untuk berjemur mulai pukul 06.00-07.00 WIB dengan tujuan agar bayi hangat. Serta setelah melahirkan ibu diharuskan memakai stagen, Penggunaan stagen ini dipercaya akan membuat perut tidak bergelambir dan perut kembali langsing. Hal tersebut sudah di lakukan secara turun-temurun. Klien datang ke RS SK untuk kontrol. Dari hasil kontrol di RS SK, luka klien dinyatakan mengalami penyembuhan yang lambat. Luka bekas sectio caesaria masih terlihat basah. Setelah mendengar pernyataan dari dokter, klien terlihat cemas. Kemudian dilakukan pengkajian oleh perawat untuk mengetahui penyebab luka yang tidak kunjung mengering. Dari hasil pengkajian ternyata didapatkan hasil bahwa klien mempunyai pantangan makan ikan dan telur karena ditakutkan akan menimbulkan rasa gatal pada luka bekas jahitan, klien tidak boleh minum air terlalu banyak karna akan membuat luka tetap basah ( luka tidak cepat kering ) serta klien menggunakan stagen yang terlalu kencang. Perawat memberikan penjelasan bahwa makanan yang menjadi pantangan



13



14



klien adalah makanan yang mengandung tinggi protein yang baik untuk proses penyembuhan luka. Makanan pantangan tersebut dapat digantikan dengan sumber protein lain seperti tahu, tempe, sari kedelai, kacang-kacangan, dll dan air merupakan bagian penting dari struktur sel dan jaringan sehingga dapat mempercepat pembentukan jaringan baru dalam proses penyembuhan luka. Sementara dokter memberikan rawat luka dan terapi oral dengan antibiotik. Klien menganggap anjuran perawat bertentangan dengan keyakinannya.



3.2 Asuhan Keperawatan Transkultural Pada Ibu Nifas A. Pengkajian 1. Faktor Teknologi a. Klien melahirkan anak pertamanya berjenis kelamin laki-laki, dengan BB : 3200 gram, PB : 48 cm, secara SC atas indikasi partus tak maju, sehingga perut klien terdapat luka jahitan. Klien melahirkan di RS SK. b. Klien datang ke RS. SK untuk kontrol. 2. Faktor Agama dan Falsafah a. Agama yang dianut agama islam b. Klien merasa melahirkan adalah anugrah, namun klien merasa belum menjadi seorang wanita sempurna karena tidak dapat melahirkan secara normal. 3. Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan a. Nama : Ny. E b. Umur : 29 Tahun c. Status : Sudah menikah d. Kelahiran : Anak pertama e. Pengambil keputusan dalam keluarga : ada pada pihak laki-laki 4. Faktor Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup a. Setiap pagi klien jalan-jalan dan membawa bayinya untuk berjemur. Serta setelah melahirkan ibu diharuskan memakai stagen. Penggunaan stagen ini dipercaya akan cepat mengembalikan otot rahim dan mengencangkan otot perut sehingga perut terlihat



15



langsing. Hal tersebut sudah dilakukan turun temurun. 5. Faktor Politik Kebijakan dan Peraturan Klinik yaitu : a. Alasan meraka datang ke klinik Klien datang ke klinik untuk kontrol b. Kebijakan yang didapat di Klinik Dokter memberikan tindakan rawat luka dan terapi oral antibiotik. 6. Faktor Ekonomi a. Pekerjaan Klien pekerja swasta b. Sumber biaya pengobatan Klien membiayai pengobatan secara mandiri c. Sumber ekonomi yang dimanfaatkan klien Klien memanfaatkan penghasilan suami dan dirinya sendiri d. Jumlah anak yang ditanggung 1 7. Faktor Pendidikan



16



a. Pendidikan akhir klien SMK b. Klien selalu dapat nasehat dari orangtuanya c. Klien masih sangat mempercayai akan budaya jawa



B.



Diagnosa 1. Data : Setiap pagi klien mempunyai kebiasaaan jalan-jalan dan membawa bayinya untuk berjemur, mulai pukul 06.00-07.00 wib dengan tujuan agar bayi hangat Masalah : Potensial peningkatan kesehatan 2. Data : Klien mempunyai keyakinan setelah melahirkan ibu diharuskan memakai



stagen,



penggunaan



stagen



ini



dipercaya



akan



mengembalikan otot rahim dan mengencangkan otot perut sehingga perut terlihat langsing, hal tersebut sudah dilakukan secara turuntemurun. Klien mempunyai pantangan makanan ikan dan telur karena akan dapat menimbulkan rasa gatal pada luka bekas jahitan. Klien menganggap anjuran perawat bertentangan dengan keyakinannya. Masalah : Keyakinan klien yang tidak sesuai dengan anjuran medis 3. Data : Klien tidak boleh minum terlalu banyak karena akan membuat luka tetap basah ( luka tidak cepat kering ) Masalah : Lamanya proses penyembuhan luka karena pembatasan minum\



C.



Intervensi Dx.1 : Potensial peningkatan Kesehatan Intervensi : Mempertahankan budaya (maintanance) 1. Berikan penjelasan pada klien bahwa kebiasaan klien untuk jalan-jalan pagi dan membawa bayi untuk menjemur adalah baik untuk kesehatan.



17



Jalan-jalan pagi dapat mengurangi kekakuan atau penegangan otot-otot diseluruh tubuh,mempelancar sirkulasi darah dan mempercepat penyembuhan luka. 2. Dukung kebiasaan Ibu membawa bayi berjemur pada pagi hari dibawah jam 07.00 tujuannya untuk menghindarkan bayi dari penyakit kuning dan mengaktifkan vitamin D yang membuat tulang bayi lebih kuat. Dx. 2 : Keyakinan klien tidak sesuai anjuran medis Intervensi : Negosiasi Budaya 1. Berikan penjelasan bahwa makanan yang menjadi pantangan klien adalah makanan yang mengandung tinggi protein yang baik untuk proses penyembuhan luka. Makanan pantangan tersebut dapat digantikan sebagai sumber protein lain seperti, tahu, tempe, sari kedelai,kacangkacangan,dll. Dan air merupakan bagian penting dari struktur sel dan jaringan sehingga dapat mempercepat pembentukan jaringan baru dalam proses penyembuhan luka. 2. Berikan penjelasan pada klien bahwa dari segi medis pemakaian stagen pada post SC tidak dianjurkan, dan sebenarnya pemakaian stagen tidak ada pengaruhnya pada proses pengecilan uterus dan bergelambirnya perut tetapi justru penggunaan stagen pada ibu post SC dapat memperlambat proses penyembuhan luka, tetapi jika klien akan tetap memakai, disarankan lebih baik pakai gurita dengan catatan tidak terlalu kencang, dan beri penjelasan bahwa saat ibu menyusui bayinya dapat merangsang kontraksi otot uterus sehingga mempercepat proses pengecilan uterus. Dx. 3 : Kurang pengetahuan b.d terbatasnya informasi Restrukturisasi Budaya 1. Jelaskan pada klien dan keluarga bahwa mungkin maksud sebenarnya adalah ingin memberikan yang terbaik selama perawatan namun terkadang harus dipahami bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan kesehatan yang semestinya. 2. Berikan penjelasan pada klien bahwa pemahaman tentang klien tidak boleh minum air terlalu banyak karena luka akan membuat luka tetap basah, pemahaman tersebut justru membuat penyembuhan luka menjadi



18



lama, karena air bagian penting dari stukrur sel dan jaringan sehingga dapat mempercepat pembentukan jaringan baru dalam proses penyembuhan luka.



D.



Implementasi a. Potensial peningkatan Kesehatan 1. Memberikan penjelasan pada klien bahwa kebiasaan klien untuk jalan-jalan pagi dan membawa bayi untuk menjemur adalah baik untuk kesehatan. Jalan-jalan pagi dapat mengurangi kekakuan atau penegangan otot-otot diseluruh tubuh,mempelancar sirkulasi darah dan mempercepat penyembuhan luka. 2. Mendukung kebiasaan Ibu membawa bayi berjemur pada pagi hari dibawah jam 07.00 tujuannya untuk menghindarkan bayi dari penyakit kuning dan mengaktifkan vitamin D yang membuat tulang bayi lebih kuat. b. Keyakinan klien tidak sesuai anjuran medis 1. Berikan penjelasan bahwa makanan yang menjadi pantangan klien adalah makanan yang mengandung tinggi protein yang baik untuk proses penyembuhan luka. Makanan pantangan tersebut dapat digantikan sebagai sumber protein lain seperti, tahu, tempe, sari kedelai,kacang-kacangan,dll. 2. Berikan penjelasan pada klien bahwa dari segi medis pemakaian stagen pada post SC tidak dianjurkan, dan sebenarnya pemakaian stagen tidak ada pengaruhnya pada proses pengecilan uterus dan bergelambirnya perut tetapi justru penggunaan stagen pada ibu post SC dapat memperlambat proses penyembuhan luka, tetapi jika klien akan tetap memakai, disarankan lebih baik pakai gurita dengan catatan tidak terlalu kencang, dan beri penjelasan bahwa saat ibu menyusui bayinya dapat merangsang kontraksi otot uterus sehingga mempercepat proses pengecilan uterus.



c. Kurang pengetahuan b.d terbatasnya informasi 1. Jelaskan pada klien dan keluarga bahwa mungkin maksud sebenarnya adalah ingin memberikan yang terbaik selama



19



perawatan namun terkadang harus dipahami bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan kesehatan yang semestinya. 2. Berikan penjelasan pada klien bahwa pemahaman tentang klien tidak boleh minum air terlalu banyak karena luka akan membuat luka



tetap



basah,



pemahaman



tersebut



justru



membuat



penyembuhan luka menjadi lama, karena air bagian penting dari stukrur sel dan jaringan sehingga dapat mempercepat pembentukan jaringan baru dalam proses penyembuhan luka.



E.



Evaluasi 1. S : - Klien mengatakan dirinya tetap melakukan jalan-jalan pagi - Klien mengatakan bayinya diajak jalan-jalan pagi dan dijemur dibawah jam 07.00 O : - Klien terlihat rilek -



Bayi terlihat tampak tidur



A : Potensial peningkatan Kesehatan teratasi sebagian P : - Menganjurkan klien untuk tetap melakukan aktivitas jalan pagi - Menganjurkan klien untuk tidak malas bergerak - Menganjurkan klien untuk selalu menyempatkan membawa bayinya jalan-jalan pagi.



2. S : - Klien mengatakan sudah memakai gurita dan tidak terlalu kencang - Klien mengatakan sudah memberikan asi secara langsung kepada bayinya. - Klien mengatakan sudah sering makan makanan yg mengandung sumber protein, seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan. 0 : - Klien terlihat nyaman menggunakan gurita - Bayi klien terlihat sedang menyusui dengan baik dan benar A : Keyakinan klien tidak sesuai anjuran medis teratasi P : - Menganjurkan klien agar sebisa mungkin selalu menggunakan gurita - Menganjurkan klien agar selalu memberikan asi kepada bayinya



20



agar luka klien bisa lekas sembuh - Menganjurkan klien untuk memperbanyak makan makanan yang mengandung protein .



3. S : - Klien mengatan sudah mengerti apa yang dimaksud oleh tim tenaga medis - Klien mengatakan akan mencoba untuk mengurangi minum air putih. O : - Klien terlihat mengerti dan paham akan edukasi yang diberikan oleh tenaga medis - Klien terlihat berusaha mengurangi minum air putih. - Klien terlihat bersemangat dan berusaha agar luka lekas sembuh. A : Kurang pengetahuan b.d terbatasnya informasi P : - Menganjurkan klien untuk bersemangat dan menerapkan apa yang sudah diberitahukan oleh tenaga medis - Menganjurkan klien untuk mengganti air dengan mengkonsumsi buah-buahan - Manganjurkan klien untuk selalu menjaga lukanya agar lekas sembuh.



BAB IV PENUTUP



4.1 Kesimpulan Keperawatan Transkultural adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang focus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia. Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu : 1) Faktor teknologi (technological factors), 2) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors), 3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors), 4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (culture value and life ways), 5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors), 6) Faktor ekonomi (economical factors), dan 7) Faktor pendidikan (educational factors).



4.2 Saran Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.



21



DAFTAR PUSTAKA



Afifah, Efy. 2019. Keragaman Budaya Dan Perspektif Transkultural Dalam Keperawatan. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/afifah/material/transkulturalnursing.pdf



di



akses pada tanggal 30 Januari 2020 jam 19.45 WIB. Latif, Muhaemin. 2015. Proceeding International Seminar on Islam Culture and Heritage. Makasar: State Islamic University Alauddin Makasar Indonesia. Luji, Lukas. 2012. Asuhan Keperawatan Budaya Transkultural Pada Anak. https://www.academia.edu/33679526/ASUHAN_KEPERAWATAN_BUDAYA_ TRANSKULTURAL_PADA_ANAK di akses pada tanggal 30 Januari 2020 jam 19.00 WIB. Tanjung, Khairunnisa. 2019. Asuhan Keperawatan Transkultural Pada Ibu Nifas. https://doku.pub/documents/asuhan-keperawatan-transkultural-pada-ibu-nifas8lyrrwd6we0d di akses pada tanggal 30 Januari 2020 jam 19.15 WIB.



22