Bab 1-5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN I.1



Latar Belakang Pesatnya perkembangan dunia farmasi baik dalam bentuk obat sintetik, obat



bahan alam maupun bahan makanan/makanan kemasan yang diiringi dengan pengendalian mutu dari produk-produk tersebut maka diperlukan beberapa teknik khusus salah satunya teknik analisis farmasi. Analisis farmasi merupakan penerapan berbagai teknik, metode, dan prosedur kimia analisis untuk menganalisis bahan-bahan atau sediaan farmasi dimana tujuannya salah satu tujuannya adalah untuk menjaga dan mengendalikan mutu sediaan farmasi. Dalam analisis farmasi dikenal beberapa metode yang dapat digunakan salah satunya identifikasi boraks pada makan. Boraks atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan nama “bleng” (bahasa jawa) yaitu serbuk kristal lunak yang mengandung boron, berwarna putih atau transparan tidak berbau dan larut dalam air. Boraks dengan dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai natrium tetraborate decahydrate. Boraks mempunyai nama lain natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat yang seharusnya hanya digunakan dalam industri non pangan. Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu. Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan. Mengingat pentingnya pengetahuan tentang bahaya penggunaan boraks pada kesehatan, sehingga dilakukan praktikum ini untuk menambah pengetahuan tentang identifikasi boraks pada makanan. Dalam percobaan ini kami



1



2



mengidentifikasi boraks pada makanan seperti bakso, mie basah, tahu, ikan, nugget, dan ayam. I.2



Maksud dan Tujuan



1.2.1 Maksud Untuk mengetahui salah satu metode analisis sediaan farmasi yaitu identifikasi boraks pada makanan seperti bakso, mie basah, tahu, ikan, nugget, dan ayam. 1.2.2 Tujuan 1.



Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perbedaan dari makanan yang mengandung boraks dan tidak mengandung boraks.



2.



Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana cara identifikasi boraks yang terkandung pada makanan



I.3



Prinsip identifiksai Pada Metode identifikasi boraks pada makanan ada beberapa cara untuk



menguji kandungan boraks, yaitu metode BaCl2, metode FeCl3, metode uji bakar, metode kertas turmeric dan metode kurkumin. Dari beberapa cara yang kami gunakan bahwa semua sampel yang kami identifikasi negative mengandung boraks.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1



Dasar Teori Pada umumnya dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk



menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan “bahan tambahan makanan (BTM)” yang disebut zat aktif kimia (food additive) (Widyaningsih, 2006). Bahan tambahan makanan yang digunakan untuk menjaga kualitas makanan tersebut salah satunya adalah zat pengawet. Menurut Hermana (1991), pengawetan dengan zat kimia merupakan teknik yang relatif sederhana dan murah. Cara ini terutama bermanfaat bagi wilayah yang tidak mudah menyediakan sarana penyimpanan pada suhu rendah. Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar, oleh karena itu populasi mikroba dari bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan seminimum mungkin dengan cara penanganan dan pengolahan secara higienis. Bahan kimia berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan, justru



ditambahkan



kedalam



makanan



misalnya



boraks



akan



sangat



membahayakan konsumen (Buckle, 1987; Yuliarti, 2009). II.1.1 Pengertian Boraks Boraks atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan nama “bleng” (bahasa jawa) yaitu serbuk kristal lunak yang mengandung boron, berwarna putih atau transparan tidak berbau dan larut dalam air. Boraks dengan dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai natrium tetraborate decahydrate. Boraks mempunyai nama lain natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat yang seharusnya hanya digunakan dalam industri non pangan Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7). berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat (Khamid, 1993).



3



4



Senyawa-senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut : jarak lebur sekitar 171oC. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 1000 C yang secara perlahan berubah menjad asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dengan garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis (Khamid, 2006). II.1.2 Karakteristik Boraks Boraks atau Natrium tetraborat memiliki berat molekul 381,37. Rumus molekul Na2B4O7.10H2O. Pemeriannya berupa hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein. Pada waktu mekar di udara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk warna putih. Kelarutan boraks yaitu larut dalam air; mudah larut dalam air mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM, 1995). Natrium tetraborat mengandung sejumlah Na2B4O7 yang setara dengan tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % Na2B4O7.10H2O. Larutan boraks bersifat basa terhadap fenolftalein, mudah larut dalan air mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM 1995). II.1.3 Fungsi Boraks Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006). Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks. Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau



5



digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno dan Rahayu, 1994). Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Vepriati, 2007). II.1.4 Macam-macam Metode Uji Boraks 1.



Uji Kualitatif Beberapa uji kualitatif untuk boraks, antara lain: reaksi dengan H2SO4 dan metanol pada abu sampel; reaksi kertas tumerik dan amonia dengan penambahan H2SO4dan etanol; dan reaksi H2SO4 pada larutan sampel. Reaksi dengan H2SO4 (P) dan metanol pada sampel yang telah diabukan dalam tanur akan menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang bersifat asam akan menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi hijau tua kehitaman (Balai Besar POM, 2007). Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan sampel yang bersifat asam. Jika terdapat Na2B4O7 atau H3BO3, maka kertas berwarna merah akan berubah menjadi hijau biru terang (Cahyadi, 2006). Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan asam dari sampel menghasilkan coklat merah intensif ketika kertas mengering, yang berubah menjadi hijau kehitaman jika diberi larutan amonia; reaksi dengan penambahan H2SO4dan etanol pada sampel, akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar (Clarke, 2004). Reaksi dengan H2SO4 dan metanol pada larutan sampel dalam akuades bebas CO2 akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar; dan penambahan phenolftalein ke dalam larutan sampel dalam akuades bebas



6



CO2 menghasilkan warna merah yang hilang dengan penambahan 5ml gliserol (British Pharmacopoeia, 1988). Reaksi dengan H2SO4 (P) dan metanol pada sampel yang telah disentrifugasi akan menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang bersifat asam akan menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi hijau tua kehitaman ( Modifikasi Balai Besar POM, 2007). 2.



Uji Kuantitatif Beberapa uji kuantitatif untuk boraks, yaitu: metode titrimetri; titrasi asam



basa;



titrasi



dengan



penambahan



manitol;



dan



metode



spektrofotometri. Penetapan kadar asam borat dalam pangan dengan metode titrimetri, yaitu dengan titrasi menggunakan larutan standar NaOH dengan penambahan gliserol akan menghasilkan warna merah muda yang mantap pada titik akhir titrasi (Helrich, 1990). Penetapan kadar boraks dalam sampel berdasarkan titrasi asam basa dengan menggunakan larutan standar HCl (USP, 1990). Penetapan Kadar boraks dalam sampel dengan penambahan manitol dan indikator phenolftalein dititrasi menggunakan larutan NaOH menghasilkan larutan merah muda pada titik akhir titrasi (British Pharmacopoeia, 1988). Penetapan kadar boraks dengan spektrofotometri, dengan mengukur serapan dari destilasi larutan sampel yang diberi larutan kurkumin dan etanol



menggunakan



spektrofotometer



pada



panjang



gelombang



maksimum 542 nm (Zulharmita, 1995). II.1.5 Karakteristik Sampel 1. Tahu Tahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang kedelai melalui proses pengendapan dan penggumpalan oleh bahan penggumpal. Tahu ikut berperan dalam pola makan sehari-hari sebagai lauk pauk maupun sebagai makanan ringan. Kacang kedelai sebagai bahan dasar tahu mempunyai kandungan protein sekitar 30-45%. Dibandingkan dengan



7



kandungan protein bahan pangan lain seperti daging (19%), ikan (20%) dan telur (13%), ternyata kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein tertinggi. Penggunaan CaSO4 merupakan cara penggumpalan tradisional yang dapat menghasilkan tahu yang bermutu baik (Tim Pengajar Pendidikan Industri Tahu, 1981). Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibanding garam kalsium. Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi. Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein agak rendah. Selain air, protein



juga



merupakan



media



yang



baik



untuk



pertumbuhan



mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai daya awet rendah (Hamid, 2012). Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan batu tahu. Penggumpalan protein oleh batu tahu akan berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap di dalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut sebagai tahu (Bayuputra, 2011). Kandungan air di dalam tahu ternyata bukan merupakan hal yang merugikan. Oleh beberapa pengusaha, hal tersebut justru dimanfaatkan untuk memproduksi tahu dengan tingkat kekerasan yang rendah (tahu gembur). Dalam proses pembuatan tahu gembur, air yang dikeluarkan hanya sebagian kecil, selebihnya dibiarkan tetap berada di dalam tahu. Dengan demikian, akan dihasilkan tahu yang berukuran besar namun gembur (Bayuputra, 2011).



8



2.



Ikan Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehigga mudah dicerna (Adawyah, 2007). Ikan merupakan komoditi ekspor yang mudah mengalami pembusukan dibandingkan produk daging, buah dan sayuran. Pembusukan pada ikan terjadi karena beberapa kelemahan dari ikan yaitu tubuh ikan mengandung kadar air tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral, sehingga memudahkan tumbuhnya bakteri pembusuk, daging ikan mengandung asam lemak tak jenuh berkadar tinggi yang sifatnya mudah mengalami proses oksidasi sehingga seringkali menimbulkan bau tengik, jaringan ikat pada daging ikan sangat sedikit sehingga cepat menjadi lunak dan mikroorganisme cepat berkembang. Oleh karena beberapa kelemahan tersebut, para produsen melakukan penghambatan kebusukan dari ikan dengan membuat kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba dapat ditekan pertumbuhannya. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan proses Es batu dari air tawar adalah bahan pendingin ikan yang paling banyak dipakai di banyak negara, karena es mendinginkan dengan cepat tanpa banyak mempengaruhi keadaan ikan, dengan biaya yang relatif lebih murah (Murniyati dan Sunarman, 2000). Menurut hasil penelitian Mulyanto (2005), ikan Tuna yang disimpan dalam es air laut selama 5 hari mempunyai mutu yang tidak berbeda dengan ikan Tuna yang disimpan dalam es air tawar, baik dari segi jumlah koloni bakteri maupun nilai organoleptik. Pada proses penyimpanan tersebut dilakukan penambahan es setiap 24 jam sekali pada masingmasing perlakuan. Es biasa atau es air tawar (“fresh water ice”) mempunyai titik cair 0oC, sedangkan es air laut (“sea water ice”) mempunyai kadar garam 2,5% hingga 3% dan titik cair (–2oC) ( Ilyas dan Junizal, 1971). Es air laut juga mempunyai sifat anomali, yaitu tidak mempunyai titik cair yang tepat



9



dikarenakan kadar garam yang terkandung dalam air laut. Berbeda dengan es air tawar yang selalu mencair pada titik 0oC. Dari sifat es air laut dan rumus tersebut diduga proses pendinginan ikan membutuhkan jumlah es air laut yang lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan es air tawar. Perbandingan antara ikan dan es harus benar-benar diperhatikan, karena perbandingan yang tidak optimal yaitu jumlah ikan yang terlalu banyak dan es yang terlalu sedikit dapat mengakibatkan suhu di dalam wadah kurang optimal yang menyebabkan ikan cepat mengalami kebusukan (Ilyas, 1988). 3.



Mie basah Mie basah adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan, dimana kadar airnya tinggi dapat mencapai 52% sehingga memiliki daya tahan yang singkat. Salah satu jenis mi yang termasuk dalam mi basah adalah mi tiaw. Mi basah memiliki daya tahan yang singkat, karena mengandung kadar air yang cukup tinggi. Dimana pada suhu kamar mie basah hanya bertahan selama 10-12 jam, sehingga perlu ditambahkan bahan pengawet untuk meningkatkan daya simpannya (Widyaningsih & Murtini, 2006).



4.



Bakso Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer. Banyak orang menyukainya, dari anak-anak sampai orang dewasa. Bakso tidak saja hadir dalam sajian seperti sajian mie bakso maupun mie ayam. Bola-bola daging ini juga biasa digunakan dalam campuran beragam masakan lainnya, sebut saja misalnya nasi goreng, mie goreng, capcay, dan aneka sop (Widyaningsih, 2006). Bakso merupakan produk dari protein daging, baik daging sapi, ayam ikan maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl), tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30 gr per butir. Bakso memiliki tekstur kenyal seperti ciri spesifiknya, kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang



10



digunakan, proporsi daging dan tepung dan proses pembuatannya (Widyaningsih, 2006). 5.



Nugget Nugget merupakan rekonstruksi dari olahan serpihan daging yang dibentuk sedemikian rupa dengan penambahan bahan-bahan tertentu sehingga membentuk produk baru yang diterima oleh masyarakat. Menurut BSN (2002) nugget merupakan produk olahan gilingan daging ayam yang dicetak, dimasak dan dibekukan dengan penambahan bahanbahan tertentu yang diijinkan. Nugget yang selama ini berada di pasaran memakai bahan baku berupa daging ayam. Pemakaian daging ayam dengan substitusi hati ayam broiler merupakan inovasi produk nugget agar harga lebih murah dan dapat dikonsumsi oleh semua kalangan serta tanpa mengurangi nilai gizi maupun daya terima konsumen. Hati ayam broiler merupakan organ bagian dalam yang menjadi salah satu contoh produk hasil ikutan dari pemotongan ayam. Hati ayam broiler memiliki kemungkinan yang besar untuk dapat diolah kembali menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Vitamin utama yang banyak terdapat pada hati ayam adalah vitamin A, vitamin B kompleks terutama vitamin B12 dan asam folat serta zat besi (Fe). Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, disamping itu menambahkan kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa nugget ayam (Winarno, 1991). Batas maksimal kadar lemak pada nugget ayam yaitu 20% menurut (BSN, 2002). Kandungan lemak daging ayam broiler per 100 gram sebesar 25,00% sedangkan kadar lemak pada hati ayam broiler yaitu 5,43 gram (Depkes, 2005). Kadar lemak juga sangat dipengaruhi proses pemasakan, suhu pemasakan dan lama pemasakan daging. Suhu yang tinggi akan melelehkan lemak dan cenderung merusak tekstur yang tertinggal di dalamnya (Lawrie, 1995).



11



6.



Ayam Daging secara umum didifinisikan sebagai semua jaringan hewan yang dikonsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Otot pada hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan atau penyembelihan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Karkas broiler adalah ayam yang telah dipotong dan dibersihkan bulu, tanpa kepala, leher, kaki, dan jeroan (Siregar et al. 1982). Daging unggas dapat berasal dari ayam jantan dewasa (cock), ayam atau kalkun betina dewasa (hen), kalkun jantan dewasa (tom), ayam kastrasi (capon), dan anak ayam (chick) (Soeparno 1992). Menurut Standar Nasional (SNI) nomor 3924: 2009 tentang Mutu Karkas dan Daging Ayam, disebutkan karkas ayam pedaging adalah bagian ayam pedaging setelah dipotong, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya. Cara pemotongannya dapat dibedakan menjadi karkas utuh, potongan separuh (halves), potongan seperempat (quarters), potongan bagian-bagian badan (chicken part atau cut put), dan debond yaitu karkas ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit. Sementara berdasarkan cara penanganannya, dibedakan menjadi karkas segar dan karkas beku. Karkas segar adalah karkas yang segera didinginkan setelah selesai diproses sehingga suhu daging menjadi antara 4 hingga 5 °C, 7 sedangkan karkas beku adalah karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan antara -12 °C sampai dengan -18 °C



II.2



Uraian Bahan



1.



Alkohol (Dirjen POM, 1979) Nama resmi Nama lain Rumus molekul Berat molekul



: Aethanolum : Etanol, etil hidrokarbon, etil hidrat, spiritus dilitus : C2H5OH : 46,07 g/mol



Rumus Stuktur



:



12



2.



3.



Pemerian Kelarutan



: Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau khas : Bercampur dengan air, praktis bercampur dengan



Khasiat Kegunaan



pelarut organik : Desinfektan : Membersihkan alat dan sebagai zat tambahan



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



Aquadest (Dirjen POM, 1979) Nama Resmi Nama Lain Rumus Molekul Berat Molekul Rumus Struktur



: : : : :



AQUA DESTILATA Air suling, aquadest H2O 18,02 gr/mol



Pemerian



: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak



Penyimpanan



mempunyai bau : Dalam wadah terutup baik



Kegunaan



: Sebagai pelarut



Asam Klorida (Dirjen POM, 1995) Nama Resmi Nama Lain Rumus Molekul Berat Molekul Rumus Struktur



: : : : :



ACIDUM HYDROCHLORIDUM Asam Klorida HCL 36,46



Pemerian



: Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika



Penyimpanan Kegunaan Khasiat



diencerkan dengan 2 bagian volume air : Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat. : Larutan Standar : Membunuh kuman dan juga untuk mengasamkan



H-Cl



makanan. 4.



Asam sulfat (Dirjen POM, 1979) Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM Nama lain : Asam sulfat RM / BM : H2SO4 / 98,07 g/mol Rumus Struktur :



13



5.



II.4



Pemerian



: Cairan kental seperti minyak, korosit, tidak berwarna,



Penyimpanan Kegunaan



jika ditambahkan ke dalam air menimbulkan panas : Dalam wadah tertutup rapat : Sebagai pereaksi dan penguji senyawa triterpen dan



steroid Barium Klorida (Ditjen POM, 1979) Nama Resmi



: BARII CLHORIDUM



Nama Lain



: Barium Klorida



RM/BM



: BaCl2/ 244,28 gr/mol.



Rumus Struktur



:



Pemerian



: Hablur ; tidak berwarna



Kelarutan



: Larut dalam 5 bagian air



Kegunaan



: Sebagai pelarut



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



Prosedur Kerja



II.4.1 Metode BaCl2 a. Sampel haluskan b. Kemudian di peras dengan menggunakan kertas saring dan diambil c. d. e. f.



fitratnya Ambil 1 ml dan masukkan ke dalam tabung reaksi Tambahkan beberapa tetes larutan BaCl2 jenuh Terjadi pembentukan endapan Kemudian dipanaskan terjadi perubahan warna menjadi warna gelap menandakan terdapatnya boraks



II.4.2 Metode FeCl3 a. Sampel haluskan b. Kemudiaan dip eras dengan menggunakan kertas saring dan di ambil fitratnya c. Ambil 1 ml dan masukkan ke dalam tabung reaksi d. Tambahkan larutan FeCl3 sebanyak 5 tetes dan HCl 5 tetes e. Terjadi perubahan warna menjadi kuning kehijauan



14



f. Kemudian dipanaskan terjadi perubahan warna menjadi orange kemerahan menandakan terdapatnya boraks II.4.3 Metode Uji Bakar a. Disiapkan seluruh alat dan bahan yang akan digunakan b. Diambil 10 bagian sampel yang sudah dihancurkan c. Dicampur dengan 1 bagian kapur (CaO), dilembabkan dengan air, dan dikeringkan dalam oven kemudian diabukan hingga sempurna, d. Sebagian abu ditambah sedikit asam sulfat pekat dan methanol kemudian dibakar, e. Jika nyala api hijau maka menunjukkan adanya boraks, Atau a. Masukkan sampel kedalam mortar b. Kemudian ditumbuk hingga halus c. Tambahkan 2 tetes asam sulfat pekat d. Kemudian tambahkan methanol secukupnya e. Kemudiaan dibakar. Apabila nyala api hijau menunjukan bahwa adanya boraks II.4.4 Metode Kertas Tumerik Kertas turmerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam larutan tumerukan (kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi asam borat. Uji warna kertas kunyit pada pengujian boraks yaitu dengan cara membuat kertas tumerik dahulu yaitu : a. Ambil beberapa potong kunyit ukuran sedang b. Kemudian tumbuk dan saring sehingga dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning c. Kemudian, celupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit tersebut dan keringkan. Hasil dari proses ini disebut kertas tumerik Dengan menggunakan kertas tumerik a. b. c. d.



Sampel dimasukkan ke dalam mortar Gerus/tumbuk sampel sampai halus Setelah ditambah air sedikit demi sedikit sampai larut Setelah larut, cairan sampel disaring dengan menggunakan penyaring



teh e. Kemudian, celupkan kertas tumerik ke dalam cairan tahu yang telah disaring. Apabila positif mengandung boraks, maka kertas akan berubah warna



15



f. Dan bila diberi uap ammonia berubah menjadi hijau-biru yang gelap maka sampel tersebut positif mengandung boraks II.4.5 Metode Kurkumin a. b. c. d. e. f. g.



Dipotong-potong sampel kemudian dihancurkan dengan mortar dan alu Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam gelas kimia Ditambahkan air sampai bahan tercelup Di didihkan Air rebusan di masukkan ke dalam tabung reaksi Diberi 5 tetes ekstrak kurkumin Sampel yang mengandung boraks berwarna merah kecoklatan Atau



a. Sebagian abu (Dari Metode Uji Bakar) yang lain ditambah Asam Klorida 5 N sampai larutan bereaksi asam (mengeluarkan asap), b. Disaring ke dalam cawan penguap, c. Ditambah 4 tetes larutan asam oksalat jenuh dan 1 ml larutan kurkumin 1% dalam methanol, d. Kemudian diuapkan diatas tangas air, e. Warna merah atau hijau tua kehitaman, menunjukan adanya boraks



16



BAB III METODE PRAKTIKUM III.1



Waktu dan Tempat Praktikum Analisis Farmasi 1 dilakukan pada hari Senin, 2 april 2018.



Pukul 16.00 WITA sampai selesai, bertempat di Laboratorium Bahan Alam, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesahatan, Universitas Negeri Gororntalo. III.2



Alat dan Bahan



III.2.1 Alat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Api Bunsen Cawan porselen Kertas saring Korek api Lumping dan alu Penjepit Pipet Rak tabung reaksi Tabung reaksi



III.2.2 Bahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. III.3



Aluminium foil Asam oksalat Asam sulfat Ayam Bakso FeSO4 HCl Ikan Kapur (CaO) Kunyit Methanol Nugget Tahu Tisu



Cara Kerja



III.3.1 Metode BaCl2 1. 2. 3. 4.



Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan Dibersihkan alat dengan alkohol 70% Dihaluskan masing-masing sampel Disaring dengan menggunakan kain saring, diambil filtratnya



17



18



5. 6. 7. 8.



Diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi Ditambahkan beberapa tetes larutan BaCl2 jenuh Dilihat terjadi pembentukan endapan Dipanaskan



III.3.2 Metode FeCl3 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan Dibersihkan alat dengan alkohol 70% Dihaluskan masing-masing sampel Disaring dengan menggunakan kain saring, diambil filtratnya Diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi Ditambahkan larutan FeCl3 sebanyak 5 tetes Ditambahkan HCl 5 tetes Dilihat terjadv eprubahan warna Dipanaskan dan dilihat perubahan warna yang terjadi perubahan warna



III.3.3 Metode Uji bakar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan Dibersihkan alat dengan alkohol 70% Dimasukkan sampel ke dalam mortar Digerus hingga halus Ditambahkan 2 tetes asam sulfat pekat Ditambahkan methanol secukupnya Dibakar, dilihat warna nyala api yang dihasilkan



III.3.4 Metode kertas numerik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan Dibersihkan alat dengan alkohol 70% Dihaluskan masing-masing sampel Dihaluskan kunyit Disaring sampel dengan menggunakan kain saring, diambil filtratnya Disaring kunyit dengan menggunakan kain saring, diambil filtratnya Dicelupkan kertas numerik ke dalam cairan kunyit Dicelupkan kertas numerik ke dalam cairan sampel, dilihat perubahan



warna yang terjadi 9. Diberi uap ammonia, dilihat perubahan warna yang terjadi III.3.5 Metode kurkumin 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan Dibersihkan alat dengan alkohol 70% Dihaluskan masing-masing sampel Disaring dengan menggunakan kain saring, diambil filtratnya Dihaluskan kunyit Disaring kunyit dengan menggunakan kain saring, diambil filtratnya Diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi



19



8. 9. 10. 11.



Dipanaskan diatas api bunsen Ditambahkan cairan kunyit sebanyak 5 tetes Dipanaskan diatas api Bunsen Dilihat perubahan warna yang terjadi



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.



Hasil



IV.2



Pembahasan Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium tetraborate



decahydrate merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol. Indeks keasaman dari boraks diuji dengan kertas lakmus adalah 9,5, ini menunjukkan tingkat keasaman boraks cukup tinggi (Bambang, 2008). Boraks dapat menimbulkan efek racun pada manusia. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak lengsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimoan secara kumulatif dalam hati, otak atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi (Winarno dan Rahayu, 1994). Pada praktikum kali ini, akan dilakukan beberapa uji untuk mengetahui kandungan boraks yang ada pada makanan. Uji yang dilakukan yaitu, dengan metode BaCl2, metode FeCl3, metode uji bakar, Metode kertas tumerik dan metode kurkumin. IV.2.1 Metode BaCl2 Identifikasi boraks pada makanan yang pertama dilakukan yakni pengujian dengan menggunakan metode BaCl2. Menurut Svehla (1985), prinsip metode ini yaitu larutan BaCl2 akan bereaksi dengan sampel yang mengandung



boraks



setelah



ditambahkan



BaCl2,



kemudian



dari



penambahan ini akan menghasilkan endapan putih barium metaborat (Ba(BO2)2). Adapun hal pertama yang dilakukan yaitu membersihkan alat dengan alkohol 70 % dimana menurut Katzung (2001), hal ini bertujuan untuk membunuh kuman-kuman atau bakteri yang menempel pada alat tersebut.



20



21



Selanjutnya, dibuat larutan sampel dengan menggerus sampel hingga halus dan homogen. Di tambahkan air secukupnya untuk mendapatkan filtrat. Untuk melakukan proses filtrasi bahan harus dibuat dalam bentuk larutan atau berwujud cair kemudian disaring (Keenan, dkk., 1999). Dipisahkan filtrat dan residu menggunakan kain saring. Pada sampel yang mengandung boraks maka boraks akan terhidrolisis atau terurai menjadi natrium hidrioksida (NaOH) dan asam borat (H3BO3). Reaksinya adalah sebagai berikut: Na2B4O7·10H2O + 2 H2O → 4 B(OH)3 + 2 NaOH + 5 H2O Selanjutnya, masing-masing sebanyak 1 ml dari setiap filtrate sampel diambil kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu ditambahkan beberapa tetes BaCl2 jenuh ke dalam tabung reaksi tersebut. Penambahan BaCl2 dimaksudkan sebagai reagen atau pereaksi pada identifikasi boraks ini. Menurut Mega (2016), penambahan beberapa tetes larutan barium klorida ini



akan bereaksi dengan asam borat (BaCl 2 + B4O72-) dan



menghasilkan endapan putih barium metaborat (Ba(BO2)2). Setelah semua tabung reaksi ditambahkan larutan BaCl2 , kemudian dipanaskan dan dilihat perubahan warna yang terjadi pada sampel tersebut. Sampel dikatakan positif mengandung boraks jika terjadi perubahan warna menjadi gelap. Pada metode BaCl2 ini, sampel bakso, tahu, nugget, ayam, dan ikan dikatakan negative dari senyawa boraks, karena setelah ditambahkan reagen BaCl2 kelima sampel ini tidak mengalami perubahan warna. Sedangkan untuk sampel mie basah, setelah ditambahkan larutan BaCl2 mengalami perubahan warna yakni dari warna putih gading menjadi warna hitam. Perubahan warna yang terjadi pada sampel mie basah ini tidak dapat dikatakan 100% jika mie tersebut mengandung boraks. Hal ini dikarenakan, suatu sampel dapat dikatakan positif mengandung boraks apabila pada satu metode sampel tersebut dilakukan pengujian sebanyak 3 kali, dan ketiga-tiganya menunjukkan perubahan warna.



22



Berikut merupakan reaksi perubahan yang terjadi karena pada sampel yang digunakan positif mengandung boraks : B4O72- + 2Ba2+ + H2O







2 Ba(BO2)2 +



2H+



IV.2.2 Metode FeCl3 Setelah dilakukan identifikasi boraks pada makanan dengan metode BaCl2, selanjutnya pengujian dilakukan dengan menggunakan metode FeCl3. Menurut Herdianti (2003), prinsip metode FeCl3 ini yaitu asam borat akan bereaksi dengan larutan FeCl3 dan HCl yang akan menghasilkan warna orange kemerahan. Hal pertama yang dilakukan yaitu membersihkan alat dengan alkohol 70 % dimana menurut Katzung (2001), hal ini bertujuan untuk membunuh kuman-kuman atau bakteri yang menempel pada alat tersebut. Selanjutnya. Dibuat larutan sampel dengan menggerus sampel hingga halus dan homogen. Di tambahkan air secukupnya untuk mendapatkan filtrat. Untuk melakukan proses filtrasi bahan harus dibuat dalam bentuk larutan atau berwujud cair kemudian disaring (Keenan, dkk., 1999). Dipisahkan filtrat dan residu menggunakan kain saring. Pada sampel yang mengandung boraks maka boraks akan terhidrolisis atau terurai menjadi natrium hidrioksida (NaOH) dan asam borat (H3BO3). Reaksinya adalah sebagai berikut: Na2B4O7·10H2O + 2 H2O → 4 B(OH)3 + 2 NaOH + 5 H2O Selanjutnya, masing-masing sebanyak 1 ml dari setiap filtrate sampel diambil kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu ditambahkan beberapa tetes FeCl3 dan HCl sebanyak 5 tetes ke dalam tabung reaksi tersebut. Setelah penambahan larutan FeCl3 dan HCl, kemudian masingmasing tabung reaksi dipanaskan, dilihat perubahan warna yang terjadi pada seluruh sampel. Sampel dikatakan positif mengandung boraks jika mengalami perubahan warna menjadi orange kemerahan. Adapun reaksi yang terjadi saat penambahan larutan FeCl3 dan HCl yaitu : Na2B4O7+ FeCl3+ 2 HCl → 4B(O)2 + 2 NaCl + Fe2O3+ H2O



23



Berdasarkan identifikasi boraks pada makanan dengan menggunakan metode FeCl3, keenam sampel yang diuji yakni bakso, mie basah, tahu, ikan, ayam, dan nugget menunjukkan hasil yang negative, hal ini ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna pada ke semua tabung reaksi yang diuji. IV.2.3 Metode Uji Bakar Metode uji bakar atau uji nyala adalah suatu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala, karena sampel yang dihunakan dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Sebelumnya, telah doketahui bahwa serbuk boraks murnio dibakar menghasilkan nyala api akan berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna hijau maka sampel dinyakan positif mengandung boraks (Ulfiani, 2015). Pada praktikum kali ini, akan dilakukan uji bakar dimana sampel yang digunakan berupa bakso, mie, tahu, ikan, ayam dan nugget. Pertama, siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%. Menurut Lachman (1988), alkohol 70% berfungsi sebagai antiseptik yang dapat mensterilkan alat yang akan digunakan agar terhindar dari bakteri atau mikroorganisme. Kemudian, digerus sampel yang akan digunakan dan diletakkan pada cawan porselen. Lalu tambahkan 2 tetes asam sulfat pekat. Menurut Ulfiani (2015), adanya penambahan asam sulfat pekat disebabkan, larutan asam sulfat pekat dapat memberikan suasan asam pada sampel dan mengubah natrium tetra borat asam borat. Kemudian ditambahkan metanol secukupnya. Menurut Ulfiani (2015), larutan metanol yang ditambahkan dalam sampel bertujuan untuk membakar atau menghasilkan nyala api. Kemudian, sampel dibakar. Reaksi yang terjadi: Na2B4O7 + H2SO4 + 5H2O



4H3BO3 + 2Na+ + S



Kemudian, H3BO3 dicampur metanol (CH3OH) dengan reaksi: H3BO3 + 3CH3OH



B(OCH3)3



+ 3H2O



24



Berdasarkan hasil pembakaran, semua sampel yang di uji tidak menghasilkan nyala api yang berwarna hijau, sehingga dapat dinyatakan bahwa semua sampel negatif mengandung boraks. Adapun menurut Yellashakti (2008), serbuk boraks murni dibakar, meghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel menghasilkan warna hijau, maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks IV.2.4 Metode Kertas Tumerik Prinsip identifikasi boraks pada makanan dengan menggunakan metode kertas turmerik adalah mencelupkan kertas tumerik (kertas kunyit) kedalam larutan sampel dimana sampel yang mengandung boraks akan memberikan perubahan warna menjadi warna hujau-biru. Kertas tumerik adalah kertas yang telah dijenuhkan dengan larutan kunyit (kurkumin). Hal pertama yang dilakukan yaitu membersihkan alat dengan alkohol 70 % dimana menurut Katzung (2001), hal ini bertujuan untuk membunuh kuman-kuman atau bakteri yang menempel pada alat tersebut. Selanjutnya. Dibuat larutan sampel dengan menggerus sampel hingga halus dan homogen. Di tambahkan air secukupnya untuk mendapatkan filtrat. Untuk melakukan proses filtrasi bahan harus dibuat dalam bentuk larutan atau berwujud cair kemudian disaring (Keenan, dkk., 1999). Dipisahkan filtrat dan residu menggunakan kain saring. Pada sampel yang mengandung boraks maka boraks akan terhidrolisis atau terurai menjadi natrium hidrioksida (NaOH) dan asam borat (H3BO3). Reaksinya adalah sebagai berikut: Na2B4O7∙10H2O + 2 H2O → 4 B(OH)3 + 2 NaOH + 5 H2O Setelah itu membuat kertas turmerik dengan mencelupkan kertas saring ke air kunyit dan dibolak-balik sampai merata pada seluruh permukaan kertas



saring. Selanjutnya mencelupkan kertas turmerik



kedalam sampel yang telah dibuat dimana pada sampel yang mengandung boraks maka hasil hidrolisis boraks yaitu asam borat akan bereaksi dengan kurkumin dengan reaksi sebagai berikut (Falahudin, dkk., 2016):



25



C21H20O6



+



H3BO3







C21H20BO3



(berwarna coklat kemerahan) Selanjutnya kertas turmerik yang telah dicelupkan dalam sampel diberi uap amoniak. Sampel yang positif mengandung boraks akan merubah warna kertas menjadi biru atau hijau. Reaksinya adalah: C21H20BO3



+



NH4OH







C12H20NH4 (berwarna biru)



Menurut Cahyadi (2006) dan Clarke (2004), ketika terjadi pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan sampel yang bersifat asam. Jika terdapat Na2B4O7 atau H3BO3, maka kertas berwarna merah akan berubah menjadi hijau biru terang. Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan asam dari sampel menghasilkan coklat merah intensif ketika kertas mengering, yang berubah menjadi hijau kehitaman jika diberi larutan amonia; reaksi dengan penambahan H2SO4 dan etanol pada sampel, akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar. IV.2.5 Metode Kurkumin Prinsip identifikasi boraks pada makanan dengan menggunakan metode kurkumin yaitu sampel dalam bentuk filtrat dipanaskan terlebih dahulu kemudian di tetesi larutan kurkumin. Hal pertama yang dilakukan yaitu membersihkan alat dengan alkohol 70 % dimana menurut Katzung (2001), hal ini bertujuan untuk membunuh kuman-kuman atau bakteri yang menempel pada alat tersebut. Selanjutnya. Dibuat larutan sampel dengan menggerus sampel hingga halus dan homogen. Di tambahkan air secukupnya untuk mendapatkan filtrat. Untuk melakukan proses filtrasi bahan harus dibuat dalam bentuk larutan atau berwujud cair kemudian disaring (Keenan, dkk., 1999). Dipisahkan filtrat dan residu menggunakan kain saring. Pada sampel yang mengandung boraks maka boraks akan terhidrolisis atau terurai menjadi natrium hidrioksida (NaOH) dan asam borat (H3BO3). Reaksinya adalah sebagai berikut: Na2B4O7∙10H2O + 2 H2O → 4 B(OH)3 + 2 NaOH + 5 H2O



26



Selanjutnya



filtrat



dimasukkan



kedalam



tabung reaksi lalu



dipanaskan menggunakan api bunsen. Tujuan pembakaran adalah untuk mengubah bentuk asam borat menjadi asam tetraborat. Titik leburnya sekitar 236°C, ketika dipanaskan di atas suhu 300°C akan mengalami kehilangan air dan membentuk Asam Tetraborat atau Asam Pyroborat (H2B4O7) (Harsanti, 2010). Asam tetraborat dibutuhkan untuk membentuk reaksi Rosocyanine. Perubahan warna dijelaskan oleh Grynkiewicz dan Slifiski (2012) seperti reaksi berikut: H2B4O7 + curcumin → rosocyanine (warna merah oranye) Rosocyanine dapat terbentuk ketika terjadi reaksi antara kurkumin dengan boraks sehingga menyebabkan warna merah oranye hingga merah pada produk pangan yang mengandung boraks (Grynkiewicz and Slifiski, 2012).



BAB V PENUTUP V.1



Kesimpulan



1.



Pada pengujian makanan yang mengandung boraks dapat diketahui dengan efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur pada makanan. Seperti contoh apabila boraks diberikan pada bakso akan membuat bakso tersebut sangat kenyal dan tahan lama.



2.



Pada praktikum yang kami lakukan ada beberapa cara identifikasi boraks pada makanan yaitu metode BaCl2, metode FeCl3, metode uji bakar, metode kertas turmeric dan metode kurkumin. Dari beberapa cara yang kami gunakan tersebut bahwa semua sampel yang kami identifikasi negative mengandung boraks.



V.2



Saran



V.2.1 Laboratorium Perlu adanya penambahan sarana dan prasaran laboratorium agar lebih lengkap sehingga jalannya praktikum dapat efisien, baik dalam waktu maupun hasilnya. V.2.2 Jurusan Perlu adanya peningkatan fasilitas dan infrastruktur laboratorium. V.2.3 Asisten Diharapkan asisten senantiasa mendampingi praktikan agar tidak terjadi kesalahan pada praktikum berlangsung.



27