Bab 1 Asuhan Perawatan Pada Pasien Gangguan Kebutuhan Aktivitas Patologis Sistem Muskuloskletal, Persarafan Dan Indera [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 ASUHAN PERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS PATOLOGIS SISTEM MUSKULOSKLETAL, PERSARAFAN



DAN INDERA



Capaian Pembelajaran: Mampu memahami ………………….. (P…) Kompetensi Akhir Yang Diharapkan Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat ………………………………. Indikator Kemampuan Akhir -



Menjelaskan ………………



-



Menjelaskan ………………



1.1



Pengkajian Gangguan Kebutuhan Aktivitas Patologis Sistem Muskuloskletal, Persarafan Dan



Indera 1.1.1



Anamnesa



a.



Anamnesa Sistem Muskuloskletal (Black dan Hawks, 2014)



1)



Riwayat Riwayat muskuloskeletal termasuk data biografis dan demografis, keluhan utama, dan tinjauan sistem informasi.



Kumpulkan informasi untuk membantu mengetahui penyebab dan tingkat gangguan yang klien alami. Jika keluhan utama berhubungan dengan trauma baru, lakukan Keluha pengkajian riwayat secara singkat dan fokuskan pada Penting penyebab cedera. Jika cedera bersifat sangat menyakitkan, utama k wawancara dapat ditunda. Begitu kondisi klien stabil, bantuan lakukan pengkajian riwayat secara lengkap. 2)



Data Biografis Demografi Sebagai contoh, dengan mengetahui tempat tinggal klien dan jenis transportasi yang digunakan dapat membantu



untuk memahami energi yang dibutuhkan klien untuk hidup secara mandiri dan tetap menjalani kunjungan secara rutin. Informasi mengenai tipe pekerjaan dan hobi akan memberikan pandangan mengenai risiko cedera. Mengetahui sistem pendukung sosial klien juga penting dalam melakukan rencana asuhan keperawatan. Usia dan jenis kelamin klien dapat memberikan beberapa masukan mengenai masalah muskuloskeletal yang mungkin terjadi. Individu muda atau atletis lebih cenderung mengalami cedera. Osteoartritis ditemukan pada 85% individu berusia lebih dari 70 tahun. Osteoporosis (tulang keropos) lebih sering terjadi pada wanita pascamenopause. Sindrom Reiter lebih umum terjadi pada pria berusia antara 20 hingga 40 tahun. Osteogenik sarkoma jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Penyakit Paget jarang terjadi sebelum usia 40 tahun dan cenderung bersifat menurun dalam keluarga. 3)



Keluhan Utama Penting halnya untuk menganalisis secara lengkap keluhan utama klien. Minta klien untuk menjelaskan alasan



mencari bantuan kesehatan. Manifestasi klinis yang umum dari muskuloskeletal antara lain nyeri, kaku sendi, perubahan



sensori, pembengkakan, terbatasnya atau deformitas pada rentang gerak (range of motion [ROM]), dan infeksi. Manifestasimanifestasi ini dapat memengaruhi kemampuan untuk melakukan aktivitas harian (activity daily living [ADL]). b.



Anamnesa Sistem Persarafan (Haryono dan Utami, 2019)



1)



Keluhan Utama Keluhan utama pada pasien gangguan sistem persarafan akan terlihat bila sudah terjadi disfungsi neurologis. Ada



beberapa keluhan yang sering dirasakan pasien akibat dari gangguan persarafan, yaitu: kelemahan anggota gerak sebelah badan; tidak dapat berkomunikasi (bicara pelo); konvulsi atau kejang; sakit kepala; sakit punggung; terasa kaku ketika duduk; tingkat kesadaran menurun (GCS < 15); akral dingin; dan ada rasa takut. 2)



Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat penyakit saat ini yang muncul pada gangguan neurologis bisa berbagai macam di antaranya:



a)



Adanya riwayat trauma



b)



Adanya riwayat jatuh



c)



Riwayat Penyakit Dahulu



d)



Riwayat Penyakit Keluarga



e)



Adanya keluhan mendadak pada saat melakukan aktivitas.



f)



Adanya keluhan pada gastrointestinal seperti mual.



g)



Muntah, bahkan kejang hingga tidak sadar.



h)



Timbulnya gejala kelumpuhan badan.



i)



Adanya gangguan fungsi otak.



j)



Gelisah.



k)



Lelah apatis.



l)



Perubahan pupil, dan lain-lain.



3)



Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian riwayat penyakit dahulu sangat penting di kaji dalam menggali permasalahan yang mendukung per



masalahan pasien pada saat ini. Seperti penggunaan obat-obatan perangsang sistem saraf, riwayat sakit kepala, tremor, kejang, vertigo, kebas, kesemutan pada bagian tubuh. Kemudian riwayat trauma kepala, meningitis, atau penyakit neurologis lain. 4)



Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga yang menderita hipertensi atau dia betes melitus dapat berhubungan dengan masalah disfungsi



neurologis, seperti masalah stroke hemoragik dan neuropati perifer. c.



Anamnesa Sistem Indera (Istiqomah, 2012)



1)



Riwayat Personal Kecelakaan, cedera, pembedahan yang lalu. Klien juga ditanya tentang kecelakaan, cedera, pembedahan atau adanya



pukulan/ benturan yang terjadi pada kepala di waktu yang lalu yang dapat menyebabkan keluhan saat ini. Perawat mungkin perlu menanyakan secara spesifik tentang riwayat pembedahan atau prosedur laser karena klien sering tidak menggolongkan tindakan laser sebagai tindakan pembedahan. Penting untuk mengetahui tipe olahraga klien karena beberapa cedera lebih sering terjadi akibat olahraga tertentu.



Kondisi medis sistemik. Perawat menanyakan pada klien tentang adanya kondisi seperti diabetes melitus, hipertensi, sistemik lupus eritematosus, sarkoidosis, penyakit menular seksual, anemi sel sabit, AIDS, sklerosis multipel yang dapat mengenai mata. Selain itu, tindakan pengobatan pada mata dapat berpengaruh kurang baik terhadap beberapa kondisi medis yang ada. Medikasi. Klien juga ditanya tentang tipe medikasi yang sedang digunakan, terutama obat-obat yang penting dicatat yang meliputi dekongestan dan antihistamin terhadap efek okuler. 2)



Riwayat Keluarga Perawat perlu menanyakan adanya riwayat keluarga yang berhubungan dengan masalah mata seperti strabismus,



ambliopia, glaukoma, katarak dan masalah retina seperti ablasio retina atau degenerasi makula. 3)



Riwayat Diet Perawat menanyakan tentang makanan yang dikonsumsi klien karena beberapa masalah mata berhubungan dengan



defisiensi bermacam macam vitamin. Kurangnya asupan vitamin biasanya terjadi akibat malnutrisi. Tanyakan pula tentang penggunaan suplemen vitamin terutama pada klien dengan asupan makanan yang tidak adekuat. 4)



Masalah Kesehatan Sekarang



a)



Awitan Perubahan Visual Apakah perubahan terjadi secara cepat atau lambat. Beberapa klien dengan penurunan penglihatan yang mendadak



atau persisten dalam 48 jam harus segera diperiksa oleh ahli oftalmologi, seperti pada klien yang mengalami trauma, benda asing pada mata atau nyeri mendadak pada mata. Jika terjadi cedera atau trauma mata, ajukan pertanyaan berikut. Kapan terjadinya cedera dan berapa lama? Apa yang dilakukan klien saat terjadi cedera tersebut? Jika terdapat benda asing, apa sumbernya? Adakah pertolongan pertama yang dilakukan di tempat kejadian? Jika ada, apa tindakan yang dilakukan itu? b)



Faktor presipitasi atau pencetus seperti penggunaan medikasi dapat menyebabkan distres mata, misalnya, klien



hipertensi yang diturunkan tekanan darahnya secara tiba-tiba dapat mengeluhkan adanya efek okular. c)



Perkiraan Durasi Durasi atau lamanya masalah perlu diketahui untuk menguraikan manifestasi klinis dan pola kejadiannya.



d)



Lokasi Gangguan Mata Apakah gejala terjadi pada satu atau kedua mata? Apakah sama pengaruhnya terhadap kedua mata ataukah satu



dipengaruhi lebih besar dibanding yang lain? 1.1.2 a.



Prosedur Pemeriksaan Fisik Gangguan Kebutuhan Aktivtas Pemeriksaan Fisik Sistem Muskuloskeletal (Black dan Hawks, 2014) Pengkajian muskuloskeletal meliputi observasi, inspeksi, dan palpasi



1) 2) 3)



Massa otot untuk simetris, pergerakan involunter, nyeri tekan, tonus, dan kekuatan; Sendi untuk simetris, krepitus, pembengkakan, nyeri tekan atau nyeri, dan ROM Tulang untuk deformitas dan dikrepansi panjang tungkai. Pengkajian ini harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari kemungkinan adanya masalah tersembunyi.



Untuk mengevaluasi pergerakan akan sangat penting untuk memberikan ruang yang cukup bagi klien untuk duduk, berdiri, dan berjalan, kecuali ada posisi yang dikontraindikasikan karena kondisi yang mereka alami.



Glosarium | 3



Pengkajian umum muskuloskeletal meliputi observasi dari cara berjalan, mobilitas tubuh, postur, pergerakan sendi secara umum, dan keseimbangan klien. Observasi pergerakan dan cara berjalan, kaji tanda-tanda ketidaknyamanan, kekakuan sendi atau kelemahan otot, kurangnya koordinasi, deformitas, atau pincang, yang dapat mengindikasikan diskrepansi panjang tungkai. Cara berjalan harus dievaluasi saat menggunakan sepatu dan saat tidak menggunakan sepatu, untuk mengkaji koordinasi dan keseimbangan. Saat klien duduk, kaji kepala, leher, bahu, dan ekstremitas atas. Saat klien berdiri, kaji dada, punggung, dan pelvis, observasi bentuk tubuh, kontur tubuh, posisi tubuh. dan tulang belakang bagian servikal, torakal, dan lumbar. Saat klien berada dalam posisi telentang, kaji panggung, lutut, pergelangan kaki, dan kaki untuk posisi, kesimetrian, dan deformitas. Adapun pemeriksaan bentuk dan gait tubuh menurut sebagai berikut: 1)



Jelaskan prosedur yang akan dilakukan dan minta persetujuan.



2)



Persiapan yang perlu dilakukan adalah menentukan garis lurus yang akan dilalui pasien, setidaknya 2-3 meter.



3)



Pasien dianjurkan untuk menggunakan pakaian yang tidak menghambat dirinya berjalan dan tidak terlalu tertutup



untuk mengamatinya. 4)



Minta pasien untuk berjalan tanpa alas kaki mengikuti garis lurus; kemudian ulangi dengan menggunakan sepatu.



5)



Amati pasien dari belakang, depan dan dari samping.



6)



Evaluasi apa yang terjadi pada setiap tahap (kaki, pergelangan kaki, lutut, pinggul dan panggul, begitu juga dada dan



tulang belakang) selama tahap sikap dan tahap ayunan. 7)



Dilanjutkan dengan pemeriksaan setiap sendi. Dari hasil pemeriksaan gait abnormal dapat disebabkan oleh karena nyeri, perubahan struktural (misalnya adanya



perbedaan panjang tungkai, kelainan tonus dan kontraksi otot) ataupun kelemahan. Kelainan dalam gait/ berjalan yaitu antalgic gait, ataxic gait, spastic gait, steppage gait, tredelenberg gait, waddling gait. b.



Pemeriksaan Fisik Sistem Saraf (Haryono dan Utami, 2019) Pemeriksaan fisik dengan gangguan sistem persarafan bertujuan mengevaluasi keadaan fisik pasien secara umum.



Selain itu, untuk menilai adanya indikasi penyakit lainnya selain penyakit neurologis. Tanda-tanda dari kelainan saraf bergantung pada lokalisasi anatomi dari setiap lesi yang ada. Oleh karena itu, perawat me merlukan banyak latihan dalam melakukan pemeriksaan fisik sistem persarafan dan dalam menginterpretasi hasilnya. Adapun pemeriksaan refleks sebagai bagian dari pemeriksaan fisik sistem persarafan menurut Haryono dan Utami (2019) adalah sebagai berikut: 1)



Reflek Achilles (S1, S2-Saraf Skiat) a)



Pemeriksaan ini paling mudah dilakukan dengan posisi pasien duduk dan kaki menjuntai di tepi ranjang/meja



pemeriksaan. Jika pasien tidak dapat mempertahankan posisi ini, minta mereka berbaring terlentang, menyilangkan satu kaki di atas kaki yang lain. b)



Identifikasi tendon Achilles, struktur yang kencang, diskrit, seperti tali yang menjalar dari tumit ke otot-otot



betis. Jika tidak yakin, mintalah pasien untuk melakukan fleksi yang akan menyebabkan betis berkontraksi dan Achilles menjadi kencang. c)



Posisikan kaki sehingga membentuk sudut siku-siku dengan sisa kaki bagian bawah. Bagian bawah kaki pasien



mungkin harus ditopang dengan tangan.



d)



Pukul tendon langsung dengan palu refleks.



e)



Pastikan bahwa betis terkena pukulan sehingga dapat melihat kontraksi otot. Refleks normal akan menyebabkan



kaki menjadi fleksi plantar, yaitu pindah ke tangan penopang (perawat). 2)



Reflek Patellar (L3, L4-Saraf Femoral) a)



Pemeriksaan ini paling mudah dilakukan dengan posisi pasien duduk dan kaki menjuntai di tepi ranjang/meja



pemeriksaan. Jika mereka tidak dapat mempertahankan posisi ini, minta pasien berbaring telentang. b)



Identifikasi tendon patella, pita jaringan tebal dan lebar yang membentang dari aspek bawah patella (lutut). Jika



tidak yakin di mana lokasinya, minta pasien untuk memperpanjang lutut mereka. Hal ini menyebabkan paha depan (otot paha) berkontraksi dan membuat tendon yang melekat lebih jelas. c)



Pukul tendon langsung dengan palu refleks. Jika ke sulitan mengidentifikasi lokasi yang tepat dari tendon



(misalnya jika ada banyak lemak subkutan), letakkan telunjuk dengan kuat di atasnya. Pukulan pada jari ter sebut yang kemudian akan mengirimkan rangsangan. d)



Untuk pasien telentang, topang bagian belakang paha mereka dengan tangan sehingga lutut tertekuk dan otot



otot paha depan rileks. Kemudian pukul tendon seperti yang dijelaskan di atas. e)



Pastikan paha depan dalam keadaan terbuka sehingga kontraksi otot terlihat. Dalam refleks normal, kaki bagian



bawah akan memanjang di lutut. 3)



Reflek Biseps (C5, C6-Saraf Musculocutaneous) a)



Pemeriksaan ini paling mudah dilakukan dengan posisi pasien duduk.



b)



Identifikasi lokasi tendon biseps. Untuk melakukan ini, mintalah pasien melenturkan siku saat perawat



mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal. c)



Lengan pasien dapat diposisikan dengan salah satu dari dua cara:



(1) Tempatkan lengan di pangkuan pasien, membentuk sudut sedikit lebih dari 90 derajat pada siku. (2) Topang lengan pasien di tangan, sehingga ibu jari tepat di atas tendon biseps (pegang tangan kanan pasien dengan tangan kanan dan sebaliknya). d)



Pastikan otot biseps benar-benar rileks.



e)



Ada kemungkinan sulit untuk mengarahkan pukulan secara tepat, sehingga gaya itu ditransmisikan langsung ke



tendon biseps, dan tidak hilang di antara sisa jaringan lunak di daerah tersebut. Pada saat menopang lengan pasien, letakkan ibu jari di tendon dan pukul jari tersebut ini. Jika lengan tidak perlu ditopang, letakkan telunjuk atau jari tengah dengan kuat pada tendon dan pukul dengan palu. c.



Pemeriksaan Fisik Sistem Indera (Istiqomah, 2012)



1)



Kesimetrisan Mata Observasi gambaran kesimetrisan mata kanan dan kiri. Kesimetrisan wajah klien dikaji untuk melihat apakah kedua



mata terletak pada jarak yang sama dari masing-masing. Mata juga dikaji letaknya pada orbit. Perawat memeriksa apakah salah satu mata lebih besar, lebih menonjol (bulging) ke depan melalui pemeriksaan posisi istirahat dari garis mata atas. Perhatikan juga adanya deviasi mata saat melihat suatu objek, adanya nistagmus dan gerak mata ke semua arah.



2)



Alis dan Kelopak Mata



Glosarium | 5



Kaji distribusi pertumbuhan rambut, masih sempurna atau tidak. Jika tidak sempurna, apakah disengaja ataukah suatu penyakit. Anjurkan klien mengangkat kening atau alis untuk menentukan perbedaan antara sisi kanan dan kiri. Perawat juga melihat kelopak mata untuk menentukan adanya ptosis, kemerahan, kelemahan, lesi, krusta atau pembengkakan. Kelopak mata seharusnya secara normal menutup lengkap, dengan batas kelopak mata atas dan bawah saling mendekat. Ketika mata terbuka, kelopak mata atas menutupi sebagian kecil iris dan kornea.



3)



Konjungtiva Konjungtiva palpebra. Jika pada konjungtiva palpebra klien dicurigai adanya kelainan, palpebra atas dan bawah harus



dibalik. Palpebra bawah dibalik dengan cara menarik batas ke arah pipi sambil klien dianjurkan melihat ke atas. Untuk membalik palpebra atas, perawat meminta klien melihat ke bawah. Perawat memegang palpebra dekat dasar alis dan menekan secara hati-hati. Cotton bud diletakkan di bawah kulit palpebra atas. Sambil menarik kulit kelopak mata atas ke bawah, perawat membalik kelopak mata ke cotton bud. Pertahankan tekanan ringan dan eversi sambil klien terus dianjurkan melihat ke bawah. Selama kelopak mata eversi (dibalik) perawat memeriksa adanya kemerahan, pembengkakan atau adanya benda asing. Konjungtiva normal berwarna merah muda pucat dan mengilat. Jika terdapat benjolan, bedakan apakah bening (folikel), merah kasar (papil) atau putih keras (litiasis).



4)



Kelenjar Lakrimal Perawat dapat mengobservasi bagian kelenjar lakrimal dengan cara meretraksikan kelopak atas dan menyuruh klien



untuk melihat ke bawah. Kelenjar lakrimal dikaji terhadap adanya edema. Perawat dapat menekan sakus lakrimalis, dekat pangkal hidung untuk memeriksa adanya obstruksi duktus nasolakrimalis. Jika di dalamnya terdapat peradangan, penekanan daerah ini akan menyebabkan keluarnya cairan dari pungtum lakrimalis. Pungtum juga dapat diob servasi dengan cara menarik kelopak mata bawah secara halus melalui pipi.



5)



Sklera Sklera yang khas, biasanya berwarna putih. Warna dapat merupakan indikasi penyakit kuning/ikterus atau masalah



sistematik. Pada individu berkulit hitam sklera normal dapat juga terlihat kuning, terdapat titik kecil, gelap dan berpigmen.



6)



Kornea Observasi adanya kekeruhan yang mungkin infiltrat atau sikatrik akibat trauma atau cedera. Sikatrik kornea dapat



berupa nebula (bercak seperti awan yang hanya dapat terlihat di kamar gelap dengan cahaya buatan), makula (bercak putih yang dapat dilihat di kamar terang) dan leukoma (bercak putih seperti porselen yang dapat dilihat dari jarak jauh). Perawat juga mencek refleks kornea. Jika klien sadar dan refleks berkedip positif atau jika klien menggunakan lensa kontak, maka refleks ini tidak diuji. Adapun prosedur pemeriksaan fisik berkaitan dengan visus penglihatan menurut Istiqomah (2012) adalah sebagai berikut: Menggunakan Snellen Chart 1)



Klien berdiri 5 meter dari kartu, menutup mata kiri dan menggunakan mata kanan untuk membaca baris yang tampak



paling jelas. 2)



Jika klien dapat membacanya secara akurat, perawat meminta klien membaca baris di bawahnya.



3)



Tahapan ini diulang hingga klien tidak dapat mengidentifikasi secara benar lebih dari separuh jumlah karakter dalam



satu baris. Ulang prosedur di atas untuk mata yang lain.



4)



Hasil yang dicatat merupakan perbandingan antara apa yang dapat dibaca klien pada jarak 5 meter dan jarak yang



dibutuhkan oleh orang normal untuk membaca baris yang sama. Misalnya 5/20 artinya bahwa klien dapat membaca dari jarak 5 meter dari kartu apa yang "mata normal" dapat membacanya pada jarak 20 meter. Jika diperlukan pengukuran tepat dari ketajaman, dapat diperjelas dengan mencatat jumlah karakter karena klien gagal untuk mengidentifikasinya pada baris tersebut, seperti 5/20 (-2). Klien yang menggunakan lensa koreksi untuk membaca, uji dilakukan dengan tetap menggunakan kacamata. Pencatatan ketajaman harus menunjukkan apakah klien menggunakan lensa koreksi. 'sc menunjukkan tidak menggunakan kacamata selama uji dan 'cc menunjukkan dengan kacamata koreksi. Pada klien yang menggunakan kacamata minus/plus, jika pada saat diperiksa klien menggunakan kacamata, maka pendokumentasiannya: VOD CC-..... atau VOS cc-.....dan jika saat diperiksa klien melepas kacamatanya maka ditulis: VOD SC-.... Apabila klien tidak dapat membaca huruf terbesar, perawat dapat menentukan ketajaman (acuity) dengan meletakkan jari di depan klien dan meminta klien menghitung jari. Menghitung Jari 1)



Perawat menyuruh klien untuk menutup OS (occulus sinistra) dan menunjukkan jari di depan klien secara acak.



2)



Klien ditanya berapa jumlah jari yang terlihat. Prosedur ini diulang 5 kali. Jika klien dapat mengidentifikasi secara



benar 3 kali dari 5 kali, ketajaman dicatat sebagai "hitung jari pada jarak 1 meter " atau jarak terjauh tempat klien dapat menghitung jari. 3)



Jika klien dapat menghitung atau melihat jari pemeriksa dari jarak 6 m, visusnya adalah 6/60; dari jarak 5 m adalah



5/60 dan seterusnya sampai jarak 1 m. 4)



Prosedur tersebut diulang untuk mata yang lain. Klien yang tidak dapat menghitung jari diuji dengan gerakan tangan yang disingkat HM (Hand Motion)



Gerakan Tangan 1)



Perawat berdiri kurang lebih ½-1 meter di depan klien. ❖ Satu mata klien ditutup. Sinar diarahkan pada tangan



perawat. 2)



Perawat menunjukkan tiga kemungkinan perintah ketika tangan dapat digerakkan selama uji ini. Perintah tersebut



adalah tegak-berhenti, kanan-kiri atau atas-bawah. Perawat menggerakkan tangan secara perlahan (1 dtk/gerakan) dan tanyakan klien "ke mana arah tangan saya sekarang?" 3)



Prosedur ini diulang minimal 5 kali. Jika klien mengidentifikasi secara benar 3 kali dari 5 kali perintah, ketajaman



atau visus dicatat 1/300 atau jarak terjauh klien dapat mengidentifikasi mayoritas perintah pergerakan. Jika klien tidak dapat mendeteksi HM visus diuji dengan pengukuran light perception yang disingkat LP Proyeksi atau Persepsi Cahaya



1) 2)



Perawat meminta klien menutup salah satu mata dalam ruang gelap dari jarak kira-kira ½-1 m. Perawat mengarahkan sinar dari oftalmoskop indirek atau senter pada mata yang tidak ditutup selama 1-2 dtk. Klien



diinstruksikan untuk mengatakan "hidup" saat sinar diterima dan "mati" saat sinar padam.



3)



Prosedur ini diulang 5 kali. Jika klien mengidentifikasi secara benar ada atau tidak adanya cahaya 3 kali atau lebih,



acuity dicatat sebagai LP+ (positif) dan visusnya 1/~. Klien yang tidak dapat mendeteksi stimulus tsb dengan benar mempunyai acuity yang disebut sebagai no light per ception (NLP).



Glosarium | 7



1.1.3



Pemeriksaan Diagnostik Pasien Gangguan Kebutuhan Aktivitas Patologis Sistem Muskuloskletal, Persarafan Dan



Indera a.



Persiapan CT Scan (Haryono dan Utami, 2019) 1)



Mintalah pasien untuk mengenakan pakaian yang telah disediakan oleh rumah sakit. Selain itu, instruksikan pasien untuk melepas semua perhiasan dan aksesoris lainnya selama CT scan berlangsung.



2)



CT scandapat dilakukan dengan atau tanpa zat kontras. Zat kontras membuat pemeriksaan bagian dalam tubuh menjadi lebih jelas. Pastikan pasien tidak memiliki masalah dengan fungsi ginjal apabila pasien harus menerima CT scan dengan zat kontras. Minta pasien menandatangani formulir persetujuan yang akan merinci risiko dan efek samping yang terkait dengan zat kontras yang disuntikkan melalui tempat tabung kecil di pembuluh darah melalui saluran intravena (IV). Jenis CT scan yang paling umum dengan zat kontras adalah pemeriksaan kontras ganda yang mengharuskan pasien minum zat kontras sebelum pemeriksaan dimulai.



3)



Perawat harus memastikan apakah pasien memiliki alergi dan reaksi alergi yang dialami pasien terhadap media kontras apa pun. Kontras IV tidak akan diberikan jika pasien mengalami reaksi berat atau anafilaksis terhadap media kontras di masa lalu. Apabila pasien memiliki reaksi ringan hingga sedang di masa lalu, anjurkan pasien meminum obat sebelum CT scan.



4)



Pasien yang akan menjalani CT scan tanpa zat kontras dapat makan, minum, dan mengonsumsi obat yang diresepkan sebelum pemeriksaan berlangsung. Sebaliknya, apabila pasien harus menjalani CT scan dengan kontras, anjurkan pasien untuk tidak makan apa pun tiga jam sebelum CT scan.



Kemudian jelaskan prosedur selama CT Scan berlangsung meliputi: 1)



Jika pasien melakukan prosedur dengan zat kontras, infus (IV) akan mulai diberikan di tangan atau lengan untuk menyuntikkan zat kontras. Untuk kontras oral, pasien akan diberikan persiapan cairan kontras untuk diminum. Dalam beberapa situasi, zat kontras juga dapat diberikan secara rektal.



2)



Pasien akan dibaringkan di atas meja pemindaian yang meluncur ke bukaan besar yang bundar dari mesin pemindai.



3)



Petugas akan berada di ruangan lain tempat kontrol pemindai berada. Namun, pasien dapat terus melihat petugas melalui jendela. Pengeras suara di dalam pemindai akan memungkinkan petugas untuk berkomunikasi dan mendengar pasien. Pasien dapat menggunakan tombol panggilan apabila terjadi masalah selama prosedur. Petugas akan mengawasi pasien setiap saat dan akan terus berkomunikasi dengan pasien.



4)



Ketika pemindai mulai berjalan, sinar-X akan melewati tubuh untuk waktu yang singkat. Pasien akan mendengar bunyi klik selama proses berlangsung.



5)



Sinar-X yang diserap oleh jaringan tubuh akan terdeteksi oleh pemindai dan dikirimkan ke komputer. Komputer akan mengubah informasi menjadi gambar untuk ditafsirkan oleh ahli radiologi.



6)



Pasien diharapkan tetap diam selama prosedur. Terkadang, pasien diminta untuk menahan napas beberapa kali selama prosedur.



7)



Jika prosedur CT scan dilakukan menggunakan zat kon tras, pasien mungkin merasakan beberapa efek ketika zat kontras disuntikkan ke saluran infus. Efek ini termasuk sensasi flushing, rasa asin atau logam di mulut, sakit kepala singkat, serta mual dan/atau muntah. Efek ini bia sanya berlangsung selama beberapa saat.



8)



Pasien harus memberi tahu petugas jika ia mengalami kesulitan bernapas, berkeringat, mati rasa, atau palpitasi jantung.



9)



Ketika prosedur selesai, pasien akan dipindahkan dari pemindai.



10)



Prosedur CT scan sendiri tidak menyebabkan rasa sakit, tetapi harus berbaring diam selama prosedur mungkin menyebabkan ketidaknyamanan atau rasa sakit, terutama dalam kasus cedera atau prosedur invasif, seperti operasi. Petugas akan menggunakan semua tindakan kenyamanan yang mungkin dan menyelesaikan prosedur secepat mungkin untuk meminimalkan ketidaknyamanan atau rasa sakit.



b.



Persiapan MRI (Haryono dan Utami, 2019) 1)



Mintalah pasien atau kerabatnya untuk mengisi formulir identifikasi MRI. Formulir tersebut berisi pertanyaan umum seperti nama, usia, tanggal lahir, serta pertanyaan mengenai riwayat medis. Minta pasien bertanya dokter atau perawat jika ada pertanyaan apa pun terkait formulir. Formulir juga akan berisi pertanyaan mengenai alergi dan reaksi apa pun yang dialami pasien di masa lalu terhadap zat kontras yang digunakan dalam prosedur pencitraan.



2)



Periksa riwayat pasien yang telah diisi dengan teliti dan lakukan pemeriksaan menyeluruh dari kepala hingga kaki (head-to-toe). Jika pasien memiliki implan berbahan logam di tubuhnya, misalnya klip aneurisme, perangkat ortopedi, alat pemacu jantung implan atau defibrilator cardioverter implan, beberapa jenis katup jantung prostetik, atau perangkat intraurine, ia tidak dapat menjalani MRI. Elektroda dan kawat perangkat dapat terlalu panas dan membakar jaringan dan medan elektromagnetik dapat menyebabkan implan mengalami malafungsi.



3)



Lepas drug patch yang berbahan logam karena dapat menyebabkan luka bakar. Tato tubuh yang mengandung partikel logam juga bisa menimbulkan masalah.



4)



Minta pasien untuk melepaskan benda-benda yang mungkin mengandung logam seperti perhiasan, kacamata, jepit rambut/klip rambut yang mengandung logam, gigi palsu, jam tangan, alat bantu dengar, rambut palsu, atau bra dengan kawat di dalamnya.



5)



Kehamilan adalah kontraindikasi relatif untuk MRI. Katakan kepada ahli radiologi jika pasien mungkin hamil atau sedang menyusui.



6)



Informasikan kepada ahli radiologi jika pasien mengidap penyakit ginjal kronis atau memerlukan dialisis. Zat kontras yang mengandung Gadolinium dapat menyebabkan fibrosis sistemik nefrogenik atau dermopati fibrosis nefrogenik.



7)



Pastikan hanya peralatan yang kompatibel dengan MRI yang dibawa ke ruang MRI. Objek feromagnetik dapat tertarik ke pusat sistem MRI seperti proyektil dan dapat membahayakan.



8)



Secara umum, pasien tidak memerlukan pembatasan makanan atau minuman dan dapat terus menggunakan obatnya, kecuali jika dokter merekomendasikan sebaliknya.



9)



Jelaskan kepada pasien apa yang harus dilakukan selama MRI, terutama pentingnya pasien untuk berbaring diam.



Glosarium | 9



10)



Peringatkan pasien bahwa pemindai MRI akan mengeluarkan suara keras dan bunyi klik selama prosedur dijalankan, tetapi penutup telinga atau headphone biasanya telah disediakan. Dorong pasien untuk menggunakan teknik relaksasi seperti mendengarkan musik atau bermeditasi.



11)



Yakinkan pasien bahwa dia seharusnya tidak mengalami ketidaknyamanan selama MRI. Dia harus menginformasikan



perawat/petugas



sesegera



mungkin,



apabila



merasakan



sesuatu



yang



tidak



biasa/ketidaknyamanan. 12)



Sekitar 1 dari 20 pasien memerlukan sedasi karena klaustrofobia, tetapi unit MRI terbuka dapat mencegah klaustrofobia



13)



Jika pasien merupakan pasien rawat jalan dan menerima sedasi, berikan instruksi pemulihan dan pastikan bahwa keluarga/kerabat terdekat menjaga pasien setelah prosedur; sesuai dengan kebijakan fasilitas. Jika pasien adalah pasien rawat inap, inisiasikan tindakan pencegahan keamanan sesuai prosedur rumah sakit.



c.



Persiapan EEG (Brandon Peters, 2020) 1)



Identitas pasien harus dicatat lengkap



2)



Tingkat kesadaran pasien harus dicatat, untuk menghindari salah interpretasi EEG



3)



Obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien harus diidentifikasi, oleh karena beberapa obat-obatan tertentu yang dapat mempengaruhi frekuensi maupun bentuk gelombang otak. Saat terbaik perekaman adalah pada saat bebas obat sehingga gelombang otak yang didapat acalah gelombang otak yang bebas dari pengaruh obat



4)



Premedikasi, dosis dan berapa lama sebelum perekaman harus diidentifikasi dengan jelas.



5)



Pasien dalam keadaan tenang dan rileks.



6)



Kulit kepala dalam keadaan bersih, bebas kotoran, debu, minyak dan kulit yang mati sampolah rambut serta membilas dengan air bersih saat mandi sore atau pagi hari sebelum di lakukan test



7)



Perhatikan adanya bekas luka, bekas kraniotomi



8)



Hindari makanan yang mengandung kafein (seperti kopi, teh, cola, dan coklat) sedikitnya 8 jam sebelum test. Makanlah dalam porsi kecil sebelum test.



9)



Penyuluhan penderita sebelum perekaman tentang tujuan dilakukannya EEG



Prosedur Tindakan (Olivia Guy-Evans, 2021):



1)



Ukur kepala pasien dengan menggunakan pensil untuk membuat tanda di kulit kepala pasien. Tanda ini digunakan untuk menunjukkan di mana elektroda akan dipasang.



2) 3)



kemudian tempelkan elektroda ke kulit kepala sesuai tanda yang sudah ditandai. Kemudian pasang elektroda ini dengan perekat dan dihubungkan dengan kabel ke instrumen yang digunakan untuk memperkuat gelombang otak. Antara 16 dan 25 elektroda akan dipasang di kulit kepala pasien, di beberapa tempat.



4)



Selama pemeriksaan dilakukan, elektroda akan bekerja dengan mengirimkan data aktivitas listrik dari otak ke mesin perekam. Mesin tersebut akan mengubah aktivitas listrik menjadi gambar gelombang berpola yang ditampilkan pada layar komputer.



5)



Anjurkan pasien untuk bersantai dalam posisi yang nyaman dengan mata tertutup atau dengan melakukan kegiatan sederhana seperti membaca, menyelesaikan perhitungan atau melihat cahaya. EEG biasanya akan memakan waktu hingga 30-60 menit untuk diselesaikan



6)



Setelah tes selesai, elektroda akan dilepas, dan pasta perekat akan dicuci.



d.



Persiapan Angiografi Cerebral



1)



Jelaskan prosedur kepada pasien dan tanyakan apakah ada hal-hal yang ingin diketahui pasien lebih lanjut.



2)



Minta pasien menandatangani formulir persetujuan yang memberikan izin untuk melakukan prosedur. Instruksikan



pada pasien untuk membaca formulir dengan saksama dan mengajukan pertanyaan jika ada yang tidak jelas. 3)



Minta pasien untuk memberi tahukan riwayat alerginya, seperti apakah ia pernah mengalami reaksi terhadap zat



warna kontras atau jika ia memiliki alergi terhadap iodium. Minta pasien untuk memberitahu dokter apabila ia memiliki sensitivitas tinggi atau alergi terhadap obat-obatan, lateks, pita, dan agen anestesi (lokal dan umum). 4)



Beritahu pasien agar tidak makan untuk waktu tertentu (+3 jam) sebelum prosedur.



5)



Pastikan pasien tidak sedang dalam keadaan hamil.



6)



Catat semua obat-obatan, baik resep maupun yang tengah dikonsumsi, obat-obatan herbal, vitamin, dan suplemen



yang dipakai pasien. 7)



Berikan obat penenang untuk membuat pasien lebih rileks dan membuat pasien mengantuk sebelum prosedur.



8)



Periksa apakah pasien memiliki riwayat gangguan perdarahan atau apakah pasien pernah/sedang mengonsumsi obat



obatan antikoagulan (pengencer darah), aspirin, atau obat obatan lain yang memengaruhi pembekuan darah. Minta pasien untuk menghentikan konsumsi obat-obatan ini sebelum prosedur. 9)



Rekomendasikan pasien untuk melakukan tes darah sebelum prosedur angiografi serebral untuk melihat berapa



waktu yang dibutuhkan agar darahnya menggumpal. 10)



Minta pasien untuk melepaskan pakaian, perhiasan, jepit rambut, gigi palsu, atau benda lain yang mungkin



menghalangi prosedur. 11)



Ingatkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih (BAK) sebelum memulai prosedur, yang bisa memakan waktu



hingga 3 jam. 12)



Jelaskan prosedur angiogram serebral secara lengkap kepada pasien, antara lain: a)



Pasien akan diposisikan di meja X-ray.



b)



Pasien akan dihubungkan dengan monitor elektrokardiogram (ECG) yang merekam aktivitas listrik jantungnya.



c)



Tanda-tanda vital pasien (denyut jantung, tekanan darah, dan laju pernapasan) dan tanda-tanda neurologis akan diamati selama prosedur.



d)



Kateter (tabung lunak tipis) akan dimasukkan ke arteri baik di leher, lengan, atau pangkal paha setelah kulit dibersihkan dan anestesi lokal disuntikkan.



e)



Jika kateter dimasukkan ke arteri di pangkal atau lengan, ahli radiologi akan memeriksa denyut nadi pasien di sekitar lokasi dan menandainya dengan penanda sehingga sirkulasi ke anggota tubuh di bawah lokasi dapat diperiksa setelah prosedur. Dalam beberapa kasus, kateter dimasukkan ke arteri di leher. Jika arteri leher yang digunakan, bantal akan ditempatkan di bawah bahu untuk menjaga leher tetap panjang. Kepala pasien akan ditahan dengan tali atau selotip untuk mencegah risiko kerusakan pada arteri yang mungkin terjadi jika pasien Glosarium | 11



menggerakkan kepalanya. Jika pangkal paha atau lengan digunakan, area penyisipan akan dicukur sebelum kateter dimasukkan. Jika lengan digunakan, manset tekanan darah akan diterapkan ke lengan pasien di bawah tempat penyisipan untuk mencegah aliran pewarna kontras ke lengan bawah pasien. f)



Setelah kateter dimasukkan ke arteri di pangkal atau lengan, kateter dimasukkan ke arteri di leher. Jenis khusus X-ray, yang disebut fluoroskopi, dapat digunakan untuk memverifikasi lokasi kateter di dalam tubuh pasien.



g)



Injeksi zat kontras akan diberikan. Zat kontras membuat pembuluh darah muncul pada gambar X-ray. Hal ini memungkinkan dokter untuk melihat secara lebih jelas struktur pembuluh darah. Pasien biasanya dapat merasakan beberapa efek ketika pewarna disuntikkan ke dalam kateter. Efek ini termasuk sensasi flushing, rasa asin atau logam di mulut, sakit kepala singkat, mual dan/ atau muntah. Efek-efek ini biasanya hanya berlangsung selama beberapa saat.



h)



Minta pasien memberi tahu ahli radiologi segera jika ia mengalami kesulitan bernapas, berkeringat, mati rasa, atau jantung berdebar.



i)



Setelah zat kontras disuntikkan, serangkaian sinar-X akan diambil. Rangkaian pertama dari sinar-X menunjukkan arteri, sedangkan seri kedua menunjukkan aliran darah kapiler dan vena.



j)



Dalam sebuah pemeriksaan, mungkin ada satu atau lebih suntikan zat kontras, tergantung pada kebutuhan pemeriksaan.



k)



Ketika tes selesai, kateter akan dilepas dan tekanan akan diterapkan di atas area untuk menjaga arteri dari perdarahan.



l)



Setelah pendarahan area penyisipan berhenti, luka akan dibalut. Medical sand bag atau benda berat lainnya akan ditempatkan di atas lokasi untuk mencegah pendarahan lebih lanjut atau pembentukan hematoma di lokasi.



e.



Persiapan Pungsi Lumbal



1)



Lakukan pemeriksaan fisik serta riwayat kesehatan lengkap, termasuk peninjauan kembali obat-obatan yang diterima



pasien 2)



Rekomendasikan pasien melakukan tes darah jika pasien mengalami gangguan pendarahan/pembekuan darah. Selain



itu, CT scan dapat dilakukan untuk menentukan apakah pasien mengalami pembengkakan abnormal di dalam atau di sekitar otak. 3)



Minta pasien untuk menginformasikan apakah ia sedang mendapatkan terapi antibiotik atau terapi antikoagulan



(pengencer darah). 4)



Apabila pasien dalam keadaan hamil, pastikan bahwa ia telah berkonsultasi dengan dokter kandungan sebelum



memutuskan untuk melakukan prosedur ini. 5)



Larang pasien untuk makan atau minum apa pun 3 jam sebelum pungsi lumbal dilaksanakan. Batasi jumlah air apa-



bila pasien tetap harus mengonsumsi obat-obatan sebelum prosedur dijalankan. 6)



Ingatkan pasien untuk mengosongkan kandung kemihnya (BAK) sebelum memulai prosedur.



7)



Jelaskan prosedur pungsi lumbal secara lengkap kepada pasien, meliputi: a)



Selama tusukan lumbal, pasien akan dibaringkan di atas meja pemeriksaan. Pasien akan diminta berbaring ke



sisi kiri hingga kolumna vertebralis sejajar dengan permukaan dan sumbu transversal tubuh dalam posisi tegak. Pastikan posisi dagu terselip di dada dan lutut diselipkan ke perut.



b)



Pungsi lumbal juga dapat dilakukan dalam posisi duduk, di mana pasien diminta duduk di tepi meja pemeriksaan



dengan tangan tersampir di atas meja yang diposisikan di depan pasien. Di kedua posisi tersebut, punggung pasien akan melengkung. Hal ini untuk membantu melebarkan ruang di antara tulang belakang pasien. c)



Punggung pasien akan dibersihkan dengan larutan antiseptik dan dibalut dengan handuk steril. Perawat/ dokter



akan mengenakan sarung tangan steril selama prosedur. d)



Anestesi lokal disuntikkan ke punggung bawah untuk mematikan area tusukan sebelum jarum dimasukkan.



Anestesi lokal akan terasa menyengat ketika jarum disuntikkan. e)



Jarum berongga akan dimasukkan melalui area tusukan dan masuk ke ruang di mana cairan serebrospinal (CSF)



berada. Pasien akan merasakan tekanan saat jarum dimasukkan. Pasien harus tetap benar-benar dalam keadaan diam selama penyisipan jarum. f)



CSF akan mulai menetes keluar dari jarum dalam jumlah kecil, sekitar satu sendok makan, dan akan



dikumpulkan ke dalam tabung reaksi. g)



Apabila ada obat yang diperlukan oleh pasien selama prosedur, perawat/dokter akan memberikan obat-obatan



tersebut melalui jarum yang sama setelah CSF dikumpulkan. h)



Ketika prosedur selesai, jarum akan dilepas dan perban akan ditempatkan di atas area suntikan. Tabung reaksi



akan dibawa ke laboratorium untuk diuji. i)



Minta pasien untuk melaporkan kondisinya, seperti misalnya apakah ia mengalami mati rasa, kesemutan, sakit



kepala, atau pusing selama prosedur. j)



Pasien mungkin merasa tidak nyaman saat pungsi lum- bal dilaksanakan. Perawat/dokter akan menggunakan



semua tindakan kenyamanan dan menyelesaikan prosedur secepat mungkin untuk meminimalkan ketidaknyamanan atau rasa sakit. 1.2



1.2.1



Masalah Perawatan Pasien Dengan Gangguan Aktifitas (PPNI, 2016) Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)



a.



Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.



b.



Penyebab



1)



Kerusakan integritas struktur tulang



2)



Perubahan metabolisme



3)



Ketidakbugaran fisik



4)



Penurunan kendali otot



5)



Penurunan massa otot



6)



Penurunan kekuatan otot



7)



Keterlambatan perkembangan B. Kekakuan sendi



8)



Kontraktur



9)



Malnutrisi



10)



Gangguan muskuloskeletal 12. Gangguan neuromuskular



11)



Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia



12)



Efek agen farmakologis



Glosarium | 13



13)



Program pembatasan gerak 16. Nyeri



14)



Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik



15)



Kecemasan



16)



Gangguan kognitif



17)



Keengganan melakukan pergerakan



18)



Gangguan sensoripersepsi



c.



Gejala dan Tanda Mayor



Subjektif 1)



Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas



Objektif 1)



Kekuatan otot menurun



2)



Rentang gerak (ROM)



3)



menurun



d.



Gejala dan Tanda Minor



Subjektif 1)



Nyeri saat bergerak



2)



Enggan melakukan pergerakan



3)



Merasa cemas saat bergerak



Objektif 1)



Sendi kaku



2)



Gerakan tidak terkoordinasi



3)



Gerakan terbatas



4)



Fisik lemah



1.2.2



Intoleransi Aktivitas (D.0056)



a.



Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.



b.



Penyebab:



1)



Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen



2)



Tirah baring



3)



Kelemahan



4)



Imobilitas



5)



Gaya hidup monoton



c.



Gejala dan Tanda Mayor



Subjektif 1)



Mengeluh lelah



Objektif 1)



Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat



d.



Gejala dan Tanda Minor



Subjektif 1)



Dispnea saat/setelah aktivitas



2)



Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas



3)



Merasa lemah



Objektif



1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat 2) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas 3) Gambaran EKG menunjukkan iskemia 4) Sianosis 1.2.3 Resiko Intoleransi Aktivitas (D.0060) a.



Definisi: Beresiko mengalami ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.



b.



Faktor Resiko:



1)



Gangguan sirkulasi



2)



Ketidakbugaran status fisik



3)



Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya



4)



Tidak berpengalaman dengan suatu aktivitas



5)



Gangguan pernapasan



1.3



1.3.1



Planning pada Masalah Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Aktivitas Gangguan Mobilitas Fisik



a.



Tujuan dan Kriteria Hasil (PPNI, 2018)



1)



Luaran Utama: Mobilitas Fisik (L.05042)



a)



Definisi: Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.



b)



Ekspektasi: Meningkat



c)



Kriteria Hasil: Menurun



Cukup



Sedang



Menurun



Cukup



Meningkat



Meningkat



Pergerakan Ekstremitas



1



2



3



4



5



Kekuatan Otot



1



2



3



4



5



Rentang Gerak (ROM)



1



2



3



4



5



Meningkat



Cukup



Sedang



Meningkat



Cukup



Menurun



Menurun



Nyeri



1



2



3



4



5



Kecemasan



1



2



3



4



5



Kaku sendi



1



2



3



4



5



Gerakan tidak terkoordinasi



1



2



3



4



5



Gerakan terbatas



1



2



3



4



5



Kelemahan fisik



1



2



3



4



5



Glosarium | 15



2)



Luaran Tambahan: berat badan, fungsi sensori, keseimbangan konsevasi energi, koordinasi pergerakan, motivasi,



pergerakan sendi, status neurologis, status nutrisi, toleransi aktivitas. b.



Intervensi Keperawatan (PPNI, 2018) Intervensi keperawatan utama dari diagnosis keperawatan hipervolemia adalah: Dukungan ambulasi dan



dukungan mobilisasi 1)



Dukungan ambulasi



(I.06171)



Observasi a)



Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya



b)



Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi



c)



Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi



d)



Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi



Terapeutik a)



Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)



b)



Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu



c)



Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi



Edukasi a)



Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi



b)



Anjurkan melakukan ambulasi dini



c)



Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari terapt tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)



2)



Dukungan Mobilisasi (I.05173)



Observasi a)



Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya



b)



Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan



c)



Monitor frekuensi Jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi



Terapeutik a)



Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. pagar tempat tidur)



b)



Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu



c)



Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan



Edukasi a)



Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi



b)



Anjurkan melakukan mobilisasi dini



c)



Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah



dari tempat tidur ke kursi)



1.3.2 a.



Intoleransi Aktivitas



Tujuan dan Kriteria Hasil



1)



Luaran Utama: Toleransi Aktivitas (L.05047)



a)



Definisi: Respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga



b)



Ekspektasi: Meningkat



c)



Kriteria Hasil: Menurun



Cukup



Sedang



Menurun



Cukup



Meningkat



Meningkat



Frekuensi nadi



1



2



3



4



5



Saturasi oksigen



1



2



3



4



5



Kemudahan dalam melakukan



1



2



3



4



5



Kecepatan berjalan



1



2



3



4



5



Jarak berjalan



1



2



3



4



5



Kekuatan tubuh bagian atas



1



2



3



4



5



Kekuatan tubuh bagian bawah



1



2



3



4



5



Toleransi dalam menaiki



1



2



3



4



5



aktivitas sehari-hari



tangga Meningkat



Cukup



Sedang



Meningkat



Cukup



Menurun



Menurun



Keluhan lelah



1



2



3



4



5



Dispnea saat aktivitas



1



2



3



4



5



Dispnea setelah aktivitas



1



2



3



4



5



Perasaan lemah



1



2



3



4



5



Aritmia saat aktivitas



1



2



3



4



5



Aritmia setelah aktivitas



1



2



3



4



5



Sianosis



1



2



3



4



5



Memburuk



Cukup



Sedang



Memburuk



Cukup



Membaik



Membaik



Warna kullit



1



2



3



4



5



Tekanan darah



1



2



3



4



5



Frekuensi napas



1



2



3



4



5



EKG iskemia



1



2



3



4



5



2)



Luaran Tambahan: Ambulasi, curah jantung, konsevasi energi, tingkat keletihan



b.



Intervensi Keperawatan: Intervensi keperawatan utama dari diagnosis keperawatan resiko ketidakseimbangan cairan adalah: manajemen



energi dan terapi aktivitas 1)



Manajemen Energi (I.05178)



Observasi a)



Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan



Glosarium | 17



b)



Monitor kelelahan fisik dan emosional



c)



Monitor pola dan jam tidur



d)



Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas



Terapeutik a)



Sedlakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya, suara, kunjungan) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif



b)



Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan



c)



Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan



Edukasi a)



Anjurkan tirah baring



b)



Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap



c)



Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang



d)



Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan



Kolaborasi a)



Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.



2)



Terapi Aktivitas (I.05186)



Observasi a)



Identifikasi defisit tingkat aktivitas



b)



Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan



c)



Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas



d)



Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu luang Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas



Terapeutik a)



Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami



b)



Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas



c)



Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial



d)



Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia



e)



Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih



f)



Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai



g)



Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih



h)



Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan



i)



Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energi, atau gerak



j)



Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif



k)



Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai



l)



Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot



m)



Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori Implisit dan emosional (mis. kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien demensia, jika sesuai



n)



Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif



o)



Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan (mis. vocal group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan kartu)



p)



Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu



q)



Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan



r)



Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari



s)



Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas



Edukasi a)



Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu



b)



Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih



c)



Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan



d)



Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai



e)



Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas



Kolaborasi a)



Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitorprogram aktivitas, jika sesuai



b)



Rujuk padapusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu



1.3.3



Resiko Intoleransi Aktivitas



a.



Tujuan dan Kriteria Hasil



1)



Luaran Utama: Toleransi aktivitas (L.0507)



a)



Definisi: Respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga



b)



Ekspektasi: Meningkat



c)



Kriteria Hasil: Menurun



Cukup



Sedang



Menurun



Cukup



Meningkat



Meningkat



Frekuensi nadi



1



2



3



4



5



Saturasi oksigen



1



2



3



4



5



Kemudahan dalam melakukan



1



2



3



4



5



Kecepatan berjalan



1



2



3



4



5



Jarak berjalan



1



2



3



4



5



Kekuatan tubuh bagian atas



1



2



3



4



5



Kekuatan tubuh bagian bawah



1



2



3



4



5



aktivitas sehari-hari



Glosarium | 19



Toleransi dalam menaiki



1



2



3



4



5



tangga Meningkat



Cukup



Sedang



Meningkat



Cukup



Menurun



Menurun



Keluhan lelah



1



2



3



4



5



Dispnea saat aktivitas



1



2



3



4



5



Dispnea setelah aktivitas



1



2



3



4



5



Perasaan lemah



1



2



3



4



5



Aritmia saat aktivitas



1



2



3



4



5



Aritmia setelah aktivitas



1



2



3



4



5



Sianosis



1



2



3



4



5



Memburuk



Cukup



Sedang



Memburuk



Cukup



Membaik



Membaik



Warna kullit



1



2



3



4



5



Tekanan darah



1



2



3



4



5



Frekuensi napas



1



2



3



4



5



EKG iskemia



1



2



3



4



5



2)



Luaran Tambahan: Curah jantung, konservasi energi, tingkat keletihan.



b.



Intervensi Keperawatan: Intervensi keperawatan utama dari diagnosis keperawatan resiko ketidakseimbangan cairan adalah: manajemen



energi dan promosi latihan fisik 1)



Manajemen Energi (I.05178)



Observasi a)



Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan



b)



Monitor kelelahan fisik dan emosional



c)



Monitor pola dan jam tidur



d)



Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas



Terapeutik a)



Sedlakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya, suara, kunjungan) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif



b)



Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan



c)



Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan



Edukasi a)



Anjurkan tirah baring



b)



Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap



c)



Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang



d)



Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan



Kolaborasi a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan



2)



Promosi Latihan Fisik (I.05183)



Observasi a)



Identifikasi keyakinan kesehatan tentang latihan fisik Identifikasi pengalaman olahraga sebelumnya



b)



Identifikasi motivasi individu untuk memulai atau melanjutkan program olahraga



c)



Identifikasi hambatan untuk berolahraga



d)



Monitor kepatuhan menjalankan program latihan



e)



Monitor respons terhadap program latihan



Terapeutik a)



Motivasi mengungkapkan perasaan tentang olahraga/kebutuhan berolahraga



b)



Motivasi memulai atau melanjutkan olahraga



c)



Fasilitasi dalam mengidentifikasi model peran positif untuk mempertahankan program latihan



d)



Fasilitasi dalam mengembangkan program latihan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan



e)



Fasilitasi dalam menetapkan tujuan jangka pendek dan panjang program. latihan



f)



Fasilitasi dalam menjadwalkan periode reguler latihan rutin mingguan



g)



Fasilitasi dalam mempertahankan kemajuan program latihan Lakukan aktivitas olahraga bersama pasien, jika perlu



h)



Libatkan keluarga dalam merencanakan dan memelihara program latihan



i)



Berikan umpan balik posif terhadap setiap upaya yang dijalankan pasien



Edukasi a)



Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis olahraga Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi kesehatan



b)



Jelaskan frekuensi, durasi, dan intensitas program latihan yang diinginkan



c)



Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat



d)



Ajarkan teknik menghindari cedera saat berolahraga



e)



Ajarkan teknik pernapasan yang tepat untuk memaksimalkan penyerapan oksigen selama latihan fisik



Kolaborasi a)



Kolaborasi dengan rehabilitasi medis atau ahli fisiologi olahraga, jika perlu



Glosarium | 21



1.4



Standart Prosedur Operasional (SPO) Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas



1.4.1



Melatih pasien menggunakan alat bantu jalan: kursi roda, kruck, dan tripot



a.



Kruk



Gaya Berjalan 4 Titik:



1) 2) 3) 4) 5) 6)



Kaji toleransi aktifitas, kekuatan, nyeri, koordinasi, kemampuan fungsional, dan penyakit serta cedera Menjelaskan prosedur kepada klien dan keluarga Minta klien berdiri dengan posisi tripod, sebelum kruk berjalan Atur kesejajan kaki dan tubuh klien Klien memposisikan kruk pertama kali lalu memposisikan kaki yang berlawanan (mis. Kruk kanan dengan kaki kiri) Klien mengulangi urutan cari ini dengan kruk dan kaki yang lain.



Gaya Berjalan 3 Titik:



1)



Berat badan di topang pada kaki yang tidak sakit dan kemudian di kedua kruk, dan urutan ini dilakukan berulang-



ulang.



2) 3)



Kaki yang sakit tidak menyentuh tanah selama berjalan ditahap awal. Secara bertahap klien mulai menyentuh, dan menopang berat badan secara penuh pada kaki yang sakit.



Gaya Berjalan 2 Titik:



1) 2) 3) 4) 5) 6)



Memerlukan sebagian penopang berat disetiap kaki. Setiap kruk digerakkan secara bersamaan dengan kaki yang berlawanan sehingga gerakan kruk sama dengan lengan. Merapikan keadaan pasien. Melepaskan handscoen dan masker Melakukan cuci tangan 6 langkah Melaksanakan dokumentasi tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien, mencatat



tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan / paraf pada lembar catatan klien.



7)



Melakukan terminasi kepada klien.



b.



Tripod



1) 2) 3)



Mengatur tinggi tripod sesuai kebutuhan klien. Anjurkan klien memegang tripod menggunakan tangan pada sisi yang sama dengan kaki yang tidak cedera. Anjurkan klien melangkah maju pada sisi kaki yang cedera, tripod digerakkan ke depan pada saat yang sama dan



tumpuan berat badan difokuskan pada tripod secara bersamaan. Jangan anjurkan klien memakai tripod untuk melangkah dengan kaki yang tidak cedera.



4)



Jika klien hendak naik tangga, maka anjurkan klien mengambil langkah pertama dengan kaki yang tidak cedera, lalu



diikuti dengan kaki yang cedera pada anak tangga yang sama. Ulangi terus demikian ketika naik tangga.



5)



Untuk turun tangga dengan memakai tripod, tempatkan tangan pada pegangan tangga (jika ada) dan tempatkan



tripod di tangan yang lain. Lakukan langkah pertama dengan kaki yang cedera dan tripod secara bersamaan, lalu diikuti dengan kaki yang tidak cedera pada anak tangga yang sama. Ulangi terus demikian ketika turun tangga.



6) 7) 8)



Merapikan keadaan klien. Melepaskan handscoen dan masker. Melakukan cuci tangan 6 langkah.



9)



Melaksanakan dokumentasi tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien, mencatat



tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan / paraf pada lembar catatan klien.



10) 1.4.2



Melakukan terminasi kepada klien Mengukur kekuatan otot



a.



Mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan meminta persetujuan pasien secara lisan



b.



Pasien disuruh menggerakkan bagian extremitas atau badannya dengan fleksi ata extensi atau dengan mengangkat anggota geraknya dan kita menahan gerakan mulai tangan kanan, kiri selanjutnya extremitas bawah kanandan kiri.



c.



Kemudian silahkan anda menilai tingkat kekuatan ototnya dan sesuaikan tingkatannya rentang 0 sampai dengan 5 dan catat pada lembar pencatatan



Tingkatannya sebagai berikut: 0



: tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total



1



: terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakkan oleh otot



tersebut 2



: didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi)



3



: dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat



4



: disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan



5



: tidak ada kelumpuhan (normal)/ dapat melawan tahanan kuat



1.4.3



Melatih ROM (PPNI, 2021)



a.



Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama lengkap, tanggal lahir, dan/atau nomor rekam medis)



b.



Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur



c.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah



d.



Jaga privasi dengan memasang tirai atau menutup pintu kamar pasien



e.



Atur tinggi tempat tidur yang sesuai dan nyaman



f.



Berdiri di sisi tempat tidur di posisi ekstremitas pasien yang akan dilatih



g.



Lakukan latihan dengan:



h.



i.



1)



melakukan gerakan perlahan dan lembut



2)



menyokong dengan memegang area proksimal dan distal sendi



3)



mengulangi setiap gerakan 5-10 kali setiap sendi



Latihan di leher: 1)



Fleksi-ekstensi: tekuk leher ke depan sampai dagu menempel di dada, lalu kembali ke posisi tegak



2)



Fleksi lateral: tekuk leher ke samping kanan dan kiri



3)



Rotasi lateral: palingkan wajah ke kiri dan kanan



Latihan pada bahu: 1)



Elevasi-depresi: Angkat dan turunkan bahu



2)



Fleksi-ekstensi: Angkat lengan dari samping tubuh ke atas, lalu kembali seperti semula



3)



Abduksi-Adduksi: Angkat lengan ke samping tubuh hingga sejajar bahu, lalu kembalikan seperti semula



4)



Sirkumduksi bahu: putar lengan pada poros bahu



Glosarium | 23



j.



Latihan pada siku: 1)



Fleksi-ekstensi: Gerakkan tangan hingga jari-jari menyentuh bahu, lalu kembali seperti semula



2)



Supinasi-pronasi: Putar lengan bawah ke arah luar sehingga telapak tangan menghadap ke atas, lalu putar ke



arah dalam sehingga telapak tangan menghadap ke bawah k.



l.



m.



Latihan pada pergelangan tangan: 1)



Fleksi-ekstensi-hiperekstensi: tekuk telapak tangan ke bawah, luruskan, lalu tekuk ke atas



2)



Fleksi radial-fleksi ulnar: Tekuk telapak tangan ke samping ke arah ibu jari dan ke arah kelingking



3)



Sirkumduksi: Putar tangan pada poros pergelangan tangan



Latihan pada jari-jari tangan: 1)



Fleksi-ekstensi: Kepalkan jari dan luruskan seperti semula



2)



Abduksi-adduksi: Renggangkan jari-jari dan rapat kembali



Latihan pada pelvis dan lutut: 1)



Fleksi-ekstensi: Angkat kaki lurus lalu tekuk lutut. Gerakkan lutut ke arah dada, turunkan kaki, luruskan, lalu ke



posisi semula 2)



Abduksi-adduksi: gerakkan kaki ke samping menjauhi sumbuh tubuh lalu gerakkan ke arah sebaliknya sehingga



melewati sumbu tubuh menyilang ke kaki lainnya 3) n.



o.



Rotasi internal-rotasi eksternal: putar kaki ke arah dalam lalu ke samping tubuh



Latihan pada pergelangan kaki: 1)



Dorso fleksi-plantar fleksi: dorong telapak kaki ke atas, ke posisi semula, lalu dorong ke atas



2)



Eversi-inversi: putar telapak kaki keluar, lalu ke dalam



3)



Sirkumduksi: putar telapak kaki pada poros pergelangan kaki



Latihan pada jari-jari kaki: 1)



Fleksi-ekstensi: dorong jari-jari ke arah atas dan ke bawah



2)



Abduksi-adduksi: renggangkan jari-jari kaki, lalu rapatkan seperti semula



p.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah



q.



Dokumentasikan prosedur yang dilakukan dan respons pasien



1.4.4



Dukungan Ambulasi, Mobilisasi dan Aktifitas Fisik



Dukungan Ambulasi (PPNI, 2021) a.



Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama lengkap, tanggal lahir, dan/atau nomor rekam medis)



b.



Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur



c.



Siapkan alat dan bahan yang diperlukan: 



d.



Sarung tangan bersih, jika perlu,



e.



Tongkat/Kruk



f.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah 



g.



Pasang sarung tangan, jika perlu



h.



Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik 



i.



Identifikasi toleransi fisik dalam melakukan ambulasi



j.



Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi



k.



Rendahkan posisi tempat tidur 



l.



Atur posisi Fowler



m.



Fasilitasi posisi kaki menggantung di samping tempat tidur (jika di kursi, posisikan pasien duduk tegak dengan kaki



rata di lantai)  n.



Fasilitasi pasien untuk berdiri di samping tempat tidur



o.



Anjurkan melapor jika pasien merasa pusing (jika dudukkan kembali pasien di tempat tidur)



p.



Pastikan lantai bersih dan kering



q.



Fasilitasi berpindah dengan menggunakan tongkat atau kruk 



r.



Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi



s.



Dorong melakukan ambulasi yang lebih jauh sesuai toleransi 



t.



Libatkan keluarga dalam membantu pasien melakukan ambulasi



u.



Lepaskan sarung tangan, jika menggunakan 



v.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah



w.



Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan, jenis gaya berjalan yang digunakan, alat bantu, jumlah bantuan



diperlukan, jarak berjalan, dan toleransi aktivitas Dukungan Mobilisasi (PPNI, 2021) a.



Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama lengkap, tanggal lahir, dan/atau nomor rekam medis) 



b.



Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur



c.



Siapkan alat dan bahan yang diperlukan: 



d.



Sarung tangan bersih, jika perlu



e.



Bantal



f.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah 



g.



Pasang sarung tangan, jika perlu



h.



Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik 



i.



Identifikasi toleransi fisik dalam melakukan mobilisasi



j.



Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi 



k.



Berikan posisi miring kanan selama maksimal 2 jam dan berikan sokongan bantal pada punggung



l.



Berikan posisi miring kiri selama maksimal 2 jam dan berikan sokongan bantal pada punggung 



m.



Berikan posisi terlentang selama maksimal 2 jam



n.



Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi 



o.



Libatkan keluarga dalam membantu pasien untuk melakukan mobilisasi



p.



Lepaskan sarung tangan, jika menggunakan



q.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah



r.



Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respons pasien



1.4.5



Edukasi ambulasi mobilisasi, aktifitas



1.4.6



Kolaborasi dengan Fisioterapi dan Terapi Okupasi Glosarium | 25



1.4.7



Pemberian Tirah Baring dan Pengaturan Posisi Tubuh Optimal untuk Gerak Sendi Pasif atau Aktif



Pemberian Tirah Baring (PPNI, 2021) a.



Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama lengkap, tanggal lahir, dan/atau nomor rekam medis)



b.



Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur



c.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah



d.



Pasang sarung tangan, jika perlu



e.



Tempatkan pada kasur terapeutik, jika tersedia 



f.



Posisikan senyaman mungkin



g.



Pertahankan seprei tetap kering, bersih dan tidak kusut



h.



Pasang siderails, jika perlu



i.



Posisikan tempat tidur dekat dengan nurse station, jika perlu



j.



Dekatkan posisi meja tempat tidur



k.



Berikan latihan rentang gerak sendi aktif atau pasif



l.



Pertahankan kebersihan pasien 



m.



Fasilitasi pemenuhan kebutuhan sehari-hari



n.



Berikan stocking antiembolisme, jika perlu 



o.



Ubah posisi setiap 2 jam



p.



Monitor komplikasi tirah baring (meliputi kehilangan massa otot, sakit punggung konstipasi, stres, depresi,



kebingungan, perubahan irama tidur, infeksi saluran kemih, sulit buang air kecil, pneumonia) q.



Pasang sarung tangan, jika menggunakan 



r.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah



s.



Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respons pasien



Pengaturan Posisi Tubuh Optimal untuk Gerak Sendi Pasif atau Aktif 1.4.8



Perawatan Gips dan Traksi



Perawatan Gips (PPNI, 2021) a.



Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama lengkap, tanggal lahir, dan/atau nomor rekam medis)



b.



Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur



c.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah 



d.



Pasang sarung tangan



e.



Periksa tanda-tanda infeksi (seperti gips berbau, eritema, demam) 



f.



Periksa tanda-tanda gangguan sirkulasi atau fungsi neurologi (5P meliputi pain [nyeri], pale [pucat], pulseless [nadi



tidak teraba], parestesi, paralisis) g.



Monitor sirkulasi dan fungsi neurologis pada bagian proksimal dan distal dari lokasi pemasangan gip



h.



Monitor tanda-tanda drainase dari luka di bawah gips



i.



Periksa retak atau kerusakan pada gips



j.



Topang gips dengan bantal sampai gips kering



k.



Hindari meletakan gips pada permukaan yang keras atau tajam selama masa pengeringan 



l.



Hindari menekan gips selama masa pengeringan



m.



Bersihkan kulit sekitar area pemasangan dari sisa material gips



n.



Atasi segera gangguan sirkulasi (seperti reposisi gips, lakukan rentang gerak ekstremitas, hilangkan tekanan akibat



gips)



o.



Hindari gips menjadi basah (seperti gunakan pelindung yang sesuai saat mandi atau kaus kaki atau sarung tangan



pelindung) p.



Posisikan gips pada bantal untuk mengurangi ketegangan



q.



Tinggikan ekstremitas yang terpasang gips di atas level jantung



r.



Gunakan arm sling untuk penopang, jika perlu 



s.



Berikan bantalan (padding) pada tepi gips



t.



Informasikan gips akan terasa hangat selama proses pemasangan 



u.



Informasikan perlunya membatasi aktivitas selama masa pengeringan gips 



v.



Anjurkan tidak menggaruk kulit di bawah gips



w.



Ajarkan cara merawat gips 



x.



Lepaskan sarung tangan



y.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah



z.



Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respons pasien



Perawatan Traksi (PPNI, 2021) a.



Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama lengkap, tanggal lahir, dan/atau nomor rekam medis)



b.



Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur



c.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah 



d.



Pasang sarung tangan



e.



Monitor kemampuan perawatan diri saat terpasang traksi



f.



Monitor alat fiksasi eksternal 



g.



Monitor tempat insersi pen



h.



Monitor tanda-tanda ganguan integritas kulit pada area penonjolan tulang



i.



Monitor sirkulasi, pergerakan, dan sensasi pada ekstremitas yang cedera 



j.



Monitor adanya komplikasi imobilisasi 



k.



Posisikan tubuh pada kesejajaran yang tepat



l.



Pertahankan posisi baring yang tepat di tempat tidur 



m.



Pastikan beban traksi terpasang tepat



n.



Pastikan tali dan katrol bebas menggantung



o.



Pastikan tarikan tali dan beban tetap berada di sepanjang sumbu tulang fraktur



p.



Amankan beban traksi saat menggerakkan pasien 



q.



Lakukan perawatan pada area insersi pen



r.



Lakukan perawatan kulit pada area-area gesekan 



s.



Ajarkan perawatan alat fiksasi eksternal, sesuai kebutuhan



t.



Jelaskan pentingnya nutrisi yang memadai untuk penyembuhan tulang



u.



Lepaskan sarung tangan 



v.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah



w.



Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respon pasien



1.4.9



Promosi Kepatuhan Program Latihan dan Aktivitas Fisik



1.4.10



Rujukan ke Unit Rehabilitasi



1.4.11



Edukasi Perawatan Alat Bantu Dengar



1.4.12



Elevasi Ekstremitas



Glosarium | 27



1.4.13



Irigasi Telinga



a.



Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama lengkap, tanggal lahir, dan/atau nomor rekam medis) 



b.



Jelaskan tujuan dan langkah-langkah 



c.



Siapkan alat dan bahan yang diperlukan: 1)



Sarung tangan bersih



2)



Spuit 50 cc, atau sesuai



3)



Baskom 



4)



Handuk



5)



Bola kapas atau kas



6)



Cairan irigasi



7)



Bengkok



d.



Lakukan kebersihan tangan 6 langkah



e.



Pasang sarung tangan



f.



Jaga privasi dengan memasang tirai atau menutup pintu kamar 



g.



Posisikan duduk atau berbaring dengan kepala miring ke arah telinga yang akan diirigasi 



h.



Tempatkan handuk di bawah kepala dan bahu pasien



i.



Tuangkan larutan irigasi ke dalam baskom 



j.



Bersihkan daun telinga dan saluran telinga luar dengan kain kasa atau bola kapas



k.



Isi spuit dengan cairan irigasi 50 cc atau sesuai kebutuhan 



l.



Tarik daun telinga dengan lembut ke arah atas dan belakang (pada dewasa dan anak >3 tahun) atau tarik daun telinga



ke arah bawah dan belakang atau (pada anak