BAB 4 Pembahasan Tentang Stroke Hemoragik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas studi kasus pada asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2017 di ruang IGD RSUD dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Prinsip dari pembahasan ini dengan memperhatikan teori proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan, proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien. Pengumpulan data harus berhubungan dengan masalah kesehatan tertentu sehingga data pengkajian harus relevan seperti yang ditampilkan. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer dan sumber sekunder serta analisa data sebagai dasar dasar untuk diagnosa keperawatan (Potter, 2005) Penulis mengumpulkan data menggunakan metode wawancara, observasi, pemeriksan fisik dan mempelajari data penunjang klien yaitu pemeriksaan laboratorium dan rekam medis (Cristensen, 2009). Selama pengkajian penulis mendapatkan data subjektif dan objektif. Data subjektif merupakan data yang di dapat dari klien sebagai suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian, data tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independent melalui suatu interaksi dan komunikasi. Data objektiff adalah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh perawat. Data ini diperoleh melalui



62



kepekaan perawat selama melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S yaitu Smell dan Sight dan HT yaitu Hearing, Touch (Muttaqin, 2010). Asuhan keperawatan pada Ny.A yang dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2017 pukul 08.00 WIB. Dari hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan didapatkan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran dengan kesadaran somnolen dan GCS 11 E3 V3 M5, ekstremitas kiri klien tampak tidak mampu digerakkan meskipun diberikan rangsangan nyeri, klien tampak lemah, dan klien mengalami kelemahan ekstremitas kirinya, bicara kurang jelas dan sulit dimengerti. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan tanda dan gejala di dalam tinjauan pustaka di mana manifestasi dari gejala stroke hemoragik adalah kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh, otot lemah atau kaku, penurunan kesadaran dan hilangnya rasa, merasa bingung, dan sulit berbicara (Soeharto,2004). Penanganan pasien stroke harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya kepaahan dari suatu diagnosis penyakit dan mencegah untuk terjadinya peningkatan intrakranial yang lebih parah. . Untuk pasien stroke sendiri mempunyai Masa golden period yaitu 3-6 jam setelah stroke mulai menyerang, sehingga seorang penderita stroke harus sudah dibawa ke rumah sakit dengan fasilitas yang mendukung, supaya dampak stroke lebih mudah diterapi dan tidak permanen. Hal ini sesuai dengan jurnal dari Jeffrey L.Saver (2010) yang berjudul “The ''Golden Hour'' and Acute Brain Ischemia : Presenting Features and Lytic Therapy in >30 000 Patients Arriving Within 60 Minutes of Stroke Onset 2010. Yang menyatakan bahwa lebih dari seperempat (18,3%) pasien dapat terhindar dari



63



stroke karena kecepatan dan ketepatan dalam penanganan sesuai dengan golden period. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah klien serta pengembangan yang dapat dipecahkan atau dirubah melalui tindakan keperawata, menggambarkan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respin aktual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian dan catatan medis klien, yang kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang di harapkan (Potter dan Perry 2005). Berdasarkan tinjauan teori tentang stroke hemoragik, beberapa diagnosa yang menucul diantaranya adalah ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perdarahan intra



cerebra, Pola nafas tidak efektif



berhubungan dengan penurunan kesadaran, Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan pada saraf fasialis dan saraf hipoglossus, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan neuromuskular, Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik dan perubahan sirkulasi (Nanda, 2006). Diagnosa utama yang diangkat penulis dari hasil pemeriksaan primer di ruang IGD RSAM Bukittinggi yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan intraserebral. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral merupakan penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu



64



kesadaran klien. Faktor resiko antara lain, hipertensi, tumor otak, aterosklerotik aortik, koagulopati dsb. (Nanda, 2015) Penulis mengangkat ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan intraserebral. Data yang menunjang untuk diangkat diagnosa tersebut adalah data subjektif yang tidak ditemukan dikarenakan klien mengalami penurunan kesadaran sehingga tidak dapat secara kooperatif untuk menanyakan masalah kesehatan klien. Sedangkan dari data objektif didapatkan bahwa nadi teraba sedang : 75 x/menit, dengan pola nafas tidak teratur, irama nafas cepat dan dangkal, retraksi otot bantu pernapasan ada, RR : 29 kali permenit, TD : 140/80 mmHg, keadaan umum klien lemah, kesadaran somnolen dengan GCS 11, E3, V3, M5. Penulis mengangkat diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral karena merupakan diagnosa prioritas dan aktual, dan merupakan suatu tindakan gawat darurat yang aktual didapatkan pada hasil pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada teori Hirarki Maslow. Menurut Maslow kebutuhan fisiologi berada pada tingkat yang paling dasar dalam hirarki Maslow. Kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan yang paling essensial, penting agar seseorang dapat bertahan hidup sehingga menempati prioritas yang tertinggi. Kebutuhan fisiologi tersebut minimal harus terpenuhi untuk mempertahankan hidup seseorang. (Potter, 2005) Sedangkan pada saat pemeriksaan data sekunder yang telah dilakukan terhadap klien, didapatkan bahwa dari hasil pemeriksan CT-Scan yang dilakukan di dapatkan hasil bahwa klien mengalami perdarahan serebral lateralis bilateral II dan IV sehingga menyebabkan klien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS



65



11, klien mengalami kelemahan otot ekstremitas kiri, dan adanya gangguan komunikasi verbal sehingga menyebabkan bicara klien kurang dimengerti. Penurunan kesadaran serta hemiparise mengakibatkan klien tidak mampu dalam melakukan mobilitas fisik secara mandiri. Kelemahan otot juga menyebabkan hambatan dalam mobilisasi sehingga menyebabkan terjadinya kelembapan kulit yang mengalami penekanan. Untuk itu perlu diangkat beberapa diagnosa yang mengacu pada tinjauan teori untuk mengatasi dan mencegah masalah kesehatan klien berlanjut. Diagnosa yang ditegakkan diantaranya adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular berupa kelemahan otot, Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskular, resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik dan resiko defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot. Penegakkan diagnosa di atas bertujuan untuk melakukan perawatan guna meningkatkan status kesehatan klien dan mengatasi serta mencegah terjadinya masalah baru yang akan timbul dari hasil pemeriksaan yang telah di lakukan. 3. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang diuraikan dalam hasil yang diharapkan. Tujuan perencanaan keperawatan adalah terpenuhinya kebutuhan klien (Potter, 2005) Sebelum melakukan intervensi keperawatan harus ditentukan tujuan dilakukan tindakan sehingga rencana tindakan dapat terselesaikan dengan metode SMART yaitu : Spesifik adalah rumusan tujuan harus jelas dan khusus, Measurable



66



adalah tujuan harus dapat diukur, Achievable adalah tujuan harus dapat diterima, dicapai dan ditetapkan bersama klien, rasional adalah tujuan harus dapat tercapai dan nyata, dan Time adalah harus ada target waktu (Asmadi,2008). Selanjutnya akan diuraikan rencana keperawatan dari diagnosa yang ditegakkan dan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcome Clasification) yaitu tindakan khusus dan detal yang dilakukan oleh perawat (Wilkinson,2007). Menentukan intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang adam sehingga rencana tindakan keperawatan dapat dilaksanakan dengan prinsip ONEK, yaitu Observasi adalah rencana tindakan untuk mengkaji atau melakukan observasi terhadap kemajuan klien dan memantau secara langsung tindakan yang dilaukan secara kontinu,Nursing treatment adalah rencana tindakan yang dilakukan untuk mengurangi, memperbaiki dan encegah perluasan masalah, Education



adalah rencana tindakan yang berbentuk pendidikan kesehatan,



Kolaboratof adalah tindakan medis yang dilimpahkan kepada perawat (Rohmah, 2012). Tujuan yang dibuat penulis setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x3 jam diharapkan Klien menunjukkan status sirkulasi dan perfusi jaringan serebral membaik dengan kriteria hasil : TD dalam batas normal