BAB II Pneumonia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Penyakit Pneumonia 1. Definisi Pneumonia adalah proses infalmasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, benda-benda asing (Muttaqin,2012:98). Peradangan akut yang biasanya berasal dari suatu infeksi, disebut Pneumonnia (Price dkk,2005:804). Pneumonia merupakan sauatu sindrom (kelainan) yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri Mycoplasma, dan aspirasi subtansi asing, berupa radang



paru-paru



yang



disertai



eksudasi



dan



konsolidasi



(NANDA,2012:339). Pneumonia menurut WHO adalah penyakit infeksi dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak napas. 2. Anatomi Fisiologi Gambar 2.1 Anatomi Paru



Sistem pernapasan dapat juga disebut sistem respirasi yang berati bernapas kembali. Sistem ini berperan menyediakan oksigen yang diambil dari atmosfer dan mengeluarkan karbondioksida dari sel-sel tubuh menuju ke udara bebas. Proses bernapas berlangsung dalam beberapa langkah dengan dukungan sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler. Pada dasarnya sistem pernapasan terdiri atas rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar dapat bersentuhan dengan membran kapiler alveoli yang memisahkan antara sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler. Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksidaa ke luar tubuh. Proses respirasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmis dari dalam untuk bernapas dan secara refleks merangsang otot diafragma dan otot dada yang akan memberikan tenaga pendorong bagi gerakan udara ( Arif Muttaqin, 2012 : 24). Saluran Napas dibagi menjadi 2 yaitu saluran napas bagian atas yang terdiri dari, hidung, sinus paranasalis, faring, dan laring. Sedangkan saluran napas bagian bawah terdiri dari trakea, bronkus dan bronkiolus, dan alveoli ( Somantri, 2012 : 7). Hidung merupakan bagian saluran pernapasan bagian atas yang berfungsi



untuk



melembabkan



udara,



mengeringkan,



dan



menghangatkan udara yang masuk melalui hidung ( Arif muttaqin, 2012 : 4) Sinus paranasalis berperan dalam menyekresi mukus, membantu pengaliran air mata melelui saluran nasolakrimalis, membantu dalam menjaga permukaan rongga hidung tetap bersih dan lembab. Dan merupakan dalam wilayah pembau di bagian posterior rongga hidung ( Arif Muttaqin, 2012 : 5). Faring merupakan pipa beotot berbentuk cerobong (±13 cm ) yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambunganya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Faring digunakan pada saat menelan seperti juga pada saat bernapas ( Somantri, 2012 : 5 ). Laring berfungsi sebagai vocalization, selain itu juga berfungsi sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan memfasilitasi batuk. Lokasinya berada di anterior tulang vertebra ke 4 dan ke-6 ( Somantri, 2012 : 5). Trakea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebra torakal ke -7. Trakea ini sangat fleksible dan berotot panjangnya 12 cm dengan C-shaped cincin kartilago. Pada garis ini mengandung pseudostratified ciliated columnar epitelium yang mengandung banyak sel goblet yang berfungsi untuk sekresi mukus ( Somantri, 2012 : 6). Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea. Bronkus kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan arahnya hampir vertikal dengan trakea. Sebaliknya bronkus kiri lebih



panjang, lebih sempit, dan sudutnyapun lebih runcing. Bentuk anatomi yang kusu ini memiliki implikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda asing yang terinhalasi, maka benda itu lebih memungkinkan berada di bronkus kanan dibandingkan dengan bronkhus kiri karena arah dan lebarnya. Cabang- cabang bronkhus disebut dengan bronkhiolus ( Arif Muttaqin, 2012 : 7) Paru tidak mempunyai irama yang spontan seperti jantung. Ventilasi bergantung pada irama kerja pusat batang otakdan keutuhan jalan dari pusat tersebut ke otot pernapasan. Ada dua pusat pernapasan di medula oblongata, yaitu pusat yang merangsang inspirasi dengan kontraksi diafragma (dengan kerja saraf fernikus) dan pusat lain yang mempersarafi mekanisme inspirasi dan ekspirasi interkostalb serta otot aksesori( Arif muttaqin,2012 : 17). Mekanisme pada sistem pernapasan yaitu mukus dalam sistem pernapasan mengandung imunoglobulin ( terutama IgA), PMN, interferon, dan antibodi spesifik. Refleks batuk mendorong sekresi mukus ke atas. Makrofag alveolar merupakan pertahanan paling akhir dan paling penting untuk melakukan fagositosis terhadap bakteri yang masuk ke dalam alveoli. Saluran pernapasan bagian bawah dalam keadaan normal adalah steril, maka adanya reflek menelan dan reflek muntah mencegah masuknya zat asing, bakteri atau kotoran lainya ke dalam trakea. Selain itu, kerja ekskalator mukosiliaris turut membantu menjebak debu dan bakteri untuk kemudian memindahkannya kekerongkongan( arif Muttaqin, 2012 : 21) .



3. Etiologi a. Tipe Sindrom tipikal Strepcoccus Pneumonia,tanpa penyulit dan strepcoccus pneumonia dengan



penyulit



seperti



empiema



penyebaran



infeksi



(Muttaqin,2012:99). b. Tipe sindrom atipikal Haemophilus influenzae,dan stapilococus aureus. Penyebab umum: mycoplasma pneumonia dan virus patogen. Penyebab tak umum: legionella Pneumophilia, pneumonia Carinii (Muttaqin,2012:99). c. Tipe Sindrom aspirasi Aspirasi : bakteri gram negatif, kleibsela,Pseudomonas, Serratia, Enterobacter,Escherishia proteus, bakteri gram positif, Stapylococus, dan aspirasi asam lambung (Muttaqin,2012:100). d. Hematogen Aspirasi zat inert:bair, Barium, bahan makanan. Hal ini terjadi bila bakteri patogen menyebar ke paru melalui aliran darah, Staphylococcus,



E.coli,



dan



bakteribanaerob



enterik



(



Muttaqin,2012:100). Penyebab yang paling sering Pneumonia yang didapat dari Masyarakat : Stretococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Haemopilus



influenzae,



Legionella



pneumophila,



Clamydia



pneumoniae, Aerob oral (aspirasi), influenza tipe A dan B, Adenovirus dan dari Nosokomial : Basil usus gram negatif ( Misal E.Colli,



Klebsiella



pneumonia)



Pseudomonas



aeruginosa,



Staphylococcus



aureus,



Anaerob



oral



melalui



aspirasi



(Price,2005:806). 4. Tanda dan gejala a. Sindrom Tipikal Onset mendadak dingin, menggigil, demam (39-40oC), Nyeri dada pluritis, batuk produktif, sputum hijau serta purulen atau mungkin mengandung bercak darah, terkadang hidung kemerahan, retraksi intercostal, penggunaan otot aksesorius, dan bisa timbul sianosi (Somantri,2012:76). b. Sindrom Atipikal Onset bertahap dalam, 3-5 hari, malaise, nyeri kepala, nyeri tenggorokkan, batuk kering, nyeri dada karena batuk (Somantri,2012:76). c. Tipe Aspirasi Pada kuman anaerob campuran, mulanya onset perlahan, demam rendah, batuk, produksi sputum/bau busuk, foto dada terlihat jaringan intertitial tergantung bagian yang parunya terkena, distres respirasi mendadak, dispnea berat, sianosis, batuk, hipoksemia (Somantri,201276). d. Tipe Hematogen Gejala pulmonal timbul minimal dibanding gejala septikemi, batuk nonproduktif dan nyeri pleuritik sama seperti yang terjadi pada emboli paru (Somantri,2012:76).



5. Patofisiologi Pneumonia (Somantri,2012:77) Inhalasi mikroba dengan jalan - Melalui udara - Aspirasi organisme dari naso faring - Hematogen Nyeri Pleuritis



Pleuriti pain



-Nyeri dada - Panas dan demam - Anoreksia Nausea Vomit



Reaksi inflamasi hebat



Membran paru-paru meradang dan melebar



SDM Red Blood Count (RBC) SDP White Lood count (WBC) dan cairan keluar masuk alveoli Bersihan jalan napas tidak efektif sekresi, edema, bronkospaseme



-Dispnea -Sianosis -Batuk



Resiko penyebaran infeksi Partial Oklusi



Daerah Paru menjadi padat (Konsolidasi)



Luas permukaan membran respirasi



Kerusakan pertukaran gas



Penurunan ratio-ventilasi perfusi



Kapasitas difusi menurun



Hipoksemia



6. Pemeriksaan Penunjang ( Diagnostik) a. Pemeriksaan Laboratorium Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm3. Dalam keadaan leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat hingga 100mm/jam. Saat dilakukan biakan sputum, darah, atau jika dimungkinkan cairan efusi plura, untuk biakan aerobik, dan aerobic, untuk selanjutnyadibuat, pewarnaan gram sebagai pegangan dalam pemberian antibiotik. Sebaiknya diusahakan agar biakan dibuat dari sputum saluran pernapasan bagian bawah. Selain contoh sputum yang diperoleh daai batuk, bahan dapat diperoleh dari swab tenggorokan atau laring, pengisapan lewat trakhea, bronkhoskopi, atau penghisapan lewat dada bergantung pada indikasinya. Pemeriksaan Analisa gas darah (AGD/Astrup) menunjukkan hipoksemia sebab terdapat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi didaerah Pneumonia ( 0uttaqin,2012:104). b. Pemeriksaan radiologis Sebaiknya dibuat foto thorak posterior-anterior dan lateral untuk melihat keberadaan konsolidasi retrokardial sehingga lebih mudah untuk menentukan lbus mana yang terkena karena setiap lobus memiliki kemungkinana untuk terkena. Meskipun lobus inferior lebih sering terkena, lobus atas dan lobus tengah juga dapat terkena. Pada masa akut, biasanya tidak ada pengecilan volume lobus yang terkena sedangkan pada masa resolusi mungkin ada atelektasis sebab eksudat dalam saluran napas dapat terjadi



obstruksi. Kebanyaka lesi terbatas pada satu lobus, tapi dapat juga mengenai lobus lain. Mungkin ada efusi plura yang dapat mudah dilihat dengan foto dekubitus lateral. Gambaran konsolidasi tidak selalu mengisi seluruh lobus karena mulai dari perifer gamabaran konsolidasi hampir selalu berbatasan dengan permukaan pleura viseralis. Pada sisi yang berbatasan dengan pleura viseralis bgambaran batasnya tegas tapi sisi yang lainnya mungkin tidak berbatas tegas. Gambaran radiologi yang tidak khas kadang-kadang bisa



didapatkan



pada



bronkhitis



menahun,



dan



emfisem



(Muttaqin,2012:104). 7. Penatalaksanaan Klien diposisiskan dalam keadaan fowler dengan sudut 45o. Kematian sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan penekanan susuna saraf pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa dengan baik, pemberian O2 yang adekuat untuk menurunkan perbedaan O2 di alveoli-arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian oksigen sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak beracun (PO240) untuk mempertahankan PO2 arteri sekitar 60-70mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaan Analisa gas darah. Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk mencegah penurunan dan volume cairan tubuh secara umum. Bronkodilator seperti Aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki drainase sekret dan distribusi ventilasi. Kadang-kadang mungkin



timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia mengenai lobus bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera atasi hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan melakukan dekompresi lambung. Kalau hipotensi tidak dapat diatasi, dapat dipasang kateter Swan-Ganz dan infus Dopamin (2-5µg/kg/menit). Bila perlu dapat diberikan analgesik untuk mengatasi nyeri pleura. Pemberian antibiotik terpilih seperti Penisilin diberikan secara intramuskuler 2 x 600.000 unit sehari. Penisilin diberikan



sekurang-kurangnya



seminggu



samapai



klien



tidak



mengalami sesaknapas lagi srlama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain. Untuk klien yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan Eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk pneumonia karena banyak yang resisten. Dalam 12-36 jam, setelah pemberian Penisilin, suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan menurun serta nyeri pleura menghilang. Pada ±20 % klien, demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi (Muttaqin,2012:104).



B. Konsep Asuhan Keperawatan Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini dapat disebut sebagai suatu pendekatan untuk memecahkan masalah (problem solving) yang memerlukan ilmu, tehnik, dan keterampilan interpersonal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat. Proses keperawatan terdiri atas



lima tahap yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Nursalam, 2008:1). 1. Pengkajian a



Anamnesis Anamnesis pada Pneumonia meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial. 1) Identitas a) Identitas klien, meliputi : (1) Nama (2) Umur : sering terjadi pada bayi, anak kecil, dan usia diatas 65 tahun (3)



Agama : terkait kepercayaan dan larangan – larangan tertentu yang mempengaruhi proses asuhan keperawatan



(4) Pekerjaan (5) Alamat (6) Status perkawinan (7) Tanggal masuk rumah sakit dan tanggal pengkajian : untuk menentukan keefektifan intevensi keperawatan (8) No register (9) Diagnosa medis b) Identitas penanggung jawab (1) Nama (2) Umur



(3) Jenis kelamin (4) Pekerjaan (5) Alamat (6) Status perkawinan 2) Keluhan utama Keluhan utama yang sering timbul pada klien adalah adanya awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil, demam ≥40oC, nyeri pleuritik, batuk, sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah terjadi konsolidasi paru (Somantri,2012:79). 3) Riwayat penyakit sekarang Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat yang biasa ada di pasaran. Pada awalnya batuk tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh demam tinggi, dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekeusnsi pernapasan, lemas, dan nyeri kepala (Muttaqin,2012:100). 4) Riwayat penyakit dahulu Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran napas atas (ISPA) dengan gejala



seperti luka tenggorok, kongesti nasal, bersin dan demam ringan (Muttaqin,2012:102). 5) Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan dan psikososiospiritual a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya



ada



riwayat



perokok,



penggunaan



alcohol,



penggobatan imunosupresif. b) Pola nutrisi dan metabolisme Pada anak-anak sering terjadi anoreksia dan muntah. c) Pola eliminasi Diare sering menyertai infeksi pernafasan kususnya yang disebabkan oleh virus. d) Pola aktivitas dan latihan Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, dan malaise. e) Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesulitan untuk istirahat karena mengalami



kecemasan



sesuai



dengan



keluhan



yang



dialaminya. f) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya klien merasa tidak berdaya, mudah marah dan tidak kooperatif.



g) Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan atau kelelahan pada tubuhnya. h) Pemeriksaan Fisik 1) B1 (Breathing) Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Inspeksi : gerakan pernapasan simaris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). Adanya napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresisputum yang purulen. Palpasi : gerakan dinding thorak anterior/ekskrusi pernapsan. Pada palpasi gerakan dada biasanya normal dan seimbang antara kanan dan kiritaktil fremitus pada klien pneumonia biasanya normal. Perkusi : klien dengan pneumonia tanpa komplikasi, biasanya didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh



lapang



paru.



Bunyi



redup



didapatkan



apabila



bronkopneumonia menjadi sarang (kunfluens). Auskultasi : pada auskultasi didapatkan bunyi napas melemah, dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. 2) B2 (Blood) Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Palpasi : denyut nadi perifer melemah Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran. Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Biasanya Tidak didapatkan bunyi jantung tambahan. 3) B3 (Brain) Klien dengan pneumonia



yang berat



sering terjadi



penurunana kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat. B4 (Bladder) Pengukuran output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguri karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. B5 (Bowel) Klien biasanya mengalami mual muntah, penurunan napsu makan, dan penurunan berat badan.



B6 (Bone) Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas. 4) Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. b. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia, gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. 5) Analisa Data Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dang menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Mohammad Judha, 2011:65).



2. Diagnosa Keperawatan North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) menyatakan bahwa diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon individu (klien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi



keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam, 2008:59). Diagnosa atau masalah keperawatan yang terjadi pada pasien dengan pneumonia menurut (2012) antara lain : a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas sekresi mukus yang kental,upaya batuk buruk. b. Gangguan



pertukaran



gas



berhubungan



dengan



perubahan



membran alveolar kapiler (efek inflamasi). c. Defisit volume cairan berhubungan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, takipneu, demam. d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keadaan penyakit 3. Intervensi Intervensi



atau



perencanaan



keperawatan



meliputi



pengembangan startegi untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang telah diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. ( Lyer et al, (1996) dalam nursalam (2008:127).



Tabel.2.1 Intervensi No. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan obstruksi jalan napas, sekresi mukus yang kental,upaya batuk buruk.



Tujuan dan Kriteria Hasil NOC :  Respiratory status : Ventilasi  Respiratory status Airway patency Kriteria Hasil : a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat meghambat jalan nafas.



Intervensi NIC : 1. Berikan O2 sesuai kebutuhan. 2. Anjurkan keluarga agar klien untuk istirahat 3. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi 4. Lakukan Fisiotherapi dada 5. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction jika perlu. 6. Auskultasi suara nafas, catac adanya suara tambahan. 7. Berikan bronkodilator 8. Berikan antibiotik. 9. Atr intake untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan. 10. Monitor respirasi dan status O2 11. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret.



2.



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi).



NOC : NIC :  Respiratory status : Gas Airway exchange Management:  Respiratory status : 1. Posisikan ventilation pasien untuk  Vital sign status memaksimalka Kriteria Hasil : n ventilasi a. Mendemonstrasika 2. Pasang mayo peningkatan ventilasi bila perlu dan oksigenasi yang 3. Lakukan adekuat fisioterapi b. Memelihara kebersihan dada jika perlu paru-paru dan bebas 4. Keluarkan dari tanda-tanda distress sekret dengan pernapasan. batuk atau c. Mendemonstrasikan suction batuk efektif dan suara 5. Auskultasi nafas yang bersih dan suara nafas, tidak ada sianosis dan catat adanya dypneau ( mampu suara mengeluarkan sputum tambahan mampu bernapas 6. Berikan dengan mudah, tidak bronkodilator ; ada pursed lips) 7. Barikan d. Tanda-tanda vital dalam pelembab rentang normal udara 8. Monitor respirasi dan status O2  Respiratory Monitoring : 1. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal 2. Monitor suara nafas, seperti dengkur 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,



3.



Defisit volume cairan berhubungan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, takipneu, demam.



NOC :  Fluid balance  Hydration  Nutritional Status : Food and Fluid intake Kriteria Hasil : a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HB normal. b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam



kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 5. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental 6. Observasi sianosis khususnya membran mukosa 7. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi) 8. Monitor kelelahan otot diafragma NIC : Fluid management : 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan 2. Pertahankan catatan intake output yang akurat 3. Monitor status hidrasi (kelembapan membran mukosa, nadi



batas normal c. Tidak ada tandatanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.



4.



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum



NOC :  Energy conservation  Self care : ADLs Kriteria Hasil : a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara



adekuat, terkanan darah normal), jika diperlukan 4. Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian 5. Monitor vital sign 6. Lakukan terapi IV 7. Monitor status nutrisi 8. Berikan cairan lewat IV 9. Dorong masukan oral 10. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan 11. Tawarkan snack (Jus, buah, buah segar) 12. Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk NIC : 1. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang tepat. 2. Batu klien untuk mengidentifikas i aktivitas yang mampu dilakukan



mandiri



3. Bantu untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social. 4. Bantu untuk mengidentifikas i dan mendapatkan sumber yang ddiperlukan untuk aktivitas yang diinginkan. 5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek. 6. Bantu untuk mengidentifikas i kekurangan dalam beraktifitas 7. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas 8. Bantu pasien untuk mengembangka n motivasi diri dan penguatan energy Manajement: 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas 2. Dorong anak untuk mengungkapka



n perasaan terhadap keterbatasan 3. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan 5.



Defisiensi NOC : NIC : pengetahuan  Knowledge : disease  Teaching : process disease Prosces berhubungan dengan 1. Berikan  Knowledge : Health keadaan penyakit penilain tentang Behavior tingkat Kriteria Hasil : pengetahuan a. Pasien dan keluarga pasien tentang menyatakan pemahaman proses penyakit tentang penyakit, yang spesifik kondisi, prognosis dan 2. Jelaskan program pengobatan. patofisiologi b. Pasien dan keluarga dari penyakit mamapu melaksanakan dan bagaimana prosedur yang dijelaskan hal ini secara benar berhubungan c. Pasien dan keluarga dengan anatomi mampu menjelaskan dan fisiologi, kembali apa yang dengan cara dijelaskan perawat/tim yang tepat kesehatan lainnya. 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat 5. Identifikasi kemungkinan



penyebab, dengan cara yang teapat 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat 7. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di massa yang akan datang atau pengontrolan penyakit 8. Diskusikan pilihan terapi atau penagnana



4. Implementasi Keperawatan Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien. Implementasi (pelaksanaan) adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun (Mohammad Judha, 2011). 5. Evaluasi Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam



rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (Mohammad Judha, 2011 : 80). C. Konsep Tindakan Keperawatan Interventif Fisioterapi Dada terdiri atas postural drainase, perkusi dada dan vibrasi dada. Biasanya ketiga metodhe ini digunakan pada posisi yang berbeda diikuti dengan napas dalam dan batuk ( Somantri,2012:35). Fisioterapi dada yang termasuk didalamnya adalah drainase postural, perkusi dan vibrasi dada, latihan pernapasan/latihan ulang pernapasan, dan batuk efektif. Tujuan fisioterapi dada adalah membuang sekresi bronkial, memperbaiki ventilasi, dan meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan ( Muttaqin,2012:254). 1) Perkusi dada Perkusi dada dilakukan dengan mengetukkan dinding dada dengan tangan. Untuk melakukan perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan memfleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan jari telunjuk. Perkusi dada secara mekanis akan mengeluarkan sekret ( Somantri,2012:35). 2) Vibrasi dada Vibrasi digunakan untuk meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekshalasi guna menghilangkan sekret. Tehnik ini dilakukan denganmeletakkan tangan berdampingan dengan jari-jari ekstensi diatas area dada. Instruksikan klien melakukan ekshalasi perlahan setelah klien melakukan inhalasi dalam. Selama ekshalasi,



dada divibrasi dengan kontraksi dan relaksasi cepat pada otot lengan dan bahu perawat ( Somantri,2012:35). 3) Postural Drainase Postural Drainase merupakan pemberian posisi terapeutik pada klien untuk memungkinkan sekresi paru mengalir berdasarkan grafitasi kedalam bronkus mayor dan trakea. Dalam pelaksanaanya postural drainase menggunakan posisi yang khusus untuk mengalirkan sekret, yaitu dengan menggunakan pengaruh grafitasi. Postural drainase ini dilakukan untuk : Menggerakkan sekret yang terakumulasi pada klien dengan masalah respirasi;mencegah akumulasi sekret pada klien yang tidak sadar atau yang diberikan ventilasi mekanis sering kali tindakan postural drainase dilakukan sebanyak 2-3 kali per hari, bergantung pada seberapa banyak kongesti yang terjadi. Waktu yang terbaik untuk melakukan tindakan ini adalah sebelum sarapan, sebelum makan siang, sore hari atau sebelum tidur. Penting sekali menghindari tindakan beberapa saat setelah makan, karena tindakan postural drainase pada waktu tersebut dapat merangsang muntah. Terdapat tiga kategori dalam pelaksanaan postural drainase yaitu posisi untuk mendrainase segmen atas atau lobus atas paru, kedua posisi untuk mendrainase segmen tengah paru (hanya pada paru kanan), posisi untuk mendrainase segmen basal paru atau lobus bawah ( Somantri,2012:35).



4) Batuk efektif dan napas dalam Batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk membersihkan sekret. Batuk efektif sangat penting karena dapat meningkatkan



mekanisme



pembersihan



jalan



napas



(Somantri,2012:34). Batuk efektif adalah tehnik yang dapat merangsang



pengeluaran



sekret



dari



paru-paru



( Tamsuri,2008:66). Latihan batuk efektif merupakan aktivitas perawat untuk membersihkan sekresi pada jalan napas. Tujuan batuk efektif adalah meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah resiko tinggi retensi sekresi. Pemberian latihan batuk efektif diberikan terutama pada klien dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas dan masalah resiko tinggi infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang berhubungan dengan akumulasi sekret pada jalan napas yang sering disebabkan oleh



kemampuan



batuk



menurun



(Muttaqin,2012:242).



Pelaksanaan latihan napas dalam yaitu perawat memberikan contoh tentang pelaksanaan dari latihan tersebut. Tempatkan telapak tangan dibawah garis tulang iga dan tarik napas secara perlahan sampai ekspansi dada tercapai. Tahan napas beberapa saat dan hembuskan napas melalui mulut. Ekshalasi ( hembuskan) napas dilanjutkan sampai dengan kontraksi maksimum dada tercapai ( Somantri,2012:34). 5) Latihan pernapasan diafragma



Latihan pernapasan diafragma yang dilaksanakan oleh perawat yang bertujuan agar klien dengan masalah ventilasi dapat mencapai ventilasi yang lebih optimal, terkontrol, efisien, dan dapat mengurangi kerja pernapasan. Latihan ini meningkatkan inflasi



alveolar



maksimal,



meningkatkan



relaksasi



otot,



menghilangkan kecemasan, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan



yang



tidak



melambatkanfrekuensi



berguna



pernapasan,



dan dan



tidak



terkoordinasi,



mengurangi



kerja



pernapasan. Pernapasan yang lambat, rileks, dan berirama membantu, mengontrol kecemasan yang timbulketika klien mengalami sesak napas. Tujuan dari pernapasan diafragma adalah terlaksananya optimalisasi penggunaan otot diafragma dan menguatkan selama pernapasan. Pernapasan diafragma dapat menjadi otomatis dengan latihan dan konsentrasi yang cukup ( Muttaqin,2012:245). D. Konsep tentang Hasil Tindakan Keperawatan Interventif Tindakan drainase postural, vibrasi, dan clapping dada umumnya dilakukan secara bersamaan/terkombinasi untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Keseluruhan tindakan ini disebut dengan terapi fisik dada (TFD). Umumnya tindakan dikombinasikan dengan clapping dada selanjutnya vibrasi , dan terakir drainase postural. Dengan clapping dada diharapkan sekret dapat dihasilkan dan terangsang untuk bergerak mengalir menuju area lumen bronkus yang labih besar, vibrasi memungkinkan sekret kental melalui lumen bronkus yang lebih sempit



dan drainase postural memungkinkan cairan yang telah terkumpul ndalam bronkus



mengalir



menuju



bronkus



yang



lebih



besar



(Anas



Tamsuri,2008:72). E. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Tindakan Keperawatan Interventif Sebagai satu kesatuan, prosedur TFD dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1.



Beri cairan/minuman hangat dalam jumlah yang cukup banyak untuk meningkatkan sekresi.



2.



Lakukan terapi fisik dada 30-60 menit setelah pemberian bronkodilator



3.



Gunakan bantal untuk menyokong pasien danmeningkatkan kenyamanan.



4.



Lakukan drainase postural sekurangnya 5 menit sebelum dilakukan perkusi/clapping dada



5.



Hindari perkusi hingga 2 jam setelah makanuntuk mencegah refleks batuk. Jadwalkan TFD 30-60 menit sebelum makan. Jika klien mendapatkan makanan personde, hentikan pemberian sedikitnya 1 jam sebelum TFD. Jika klien mendapatkan makanan dari infus duodenum atau jejenum berkelanjutan , makanan tetap dapat diberikan selama pelaksanaan prosedur.



6.



Saat melakukan vibrasi, usahakan perkusi dan vibrasi sedikitnya 3-5 menit untuk setiap posisi/ daerah dan dapat dilakukan lebih



lama jika dapat ditoleransi oleh klien dan waktunya memungkinkan. 7.



Auskulatasi dada sebelum tindakan dilakukan dan lakukan evaluasi terhadap keefektifan tindakan.



8.



Anjurkan klien melakukan pernapasan bibir dan diafragma selama prosedur tindakan.



9.



Jangan melakukan perkusi diatas permukaan tulang datar seperti skapula, spina, atau klavikula.



10. Jagan melakukan perkusi diatas organ vital atau jaringan sensitif (seperti payudara, ginjal, hati dan lipa) 11. Beri waktu istirahat dan waktu untuk batuk selama tindakan 12. Bilas (kumur) dapat dilakukan setelah klien dapat mengeluarkan sputum 13. Waktu terbaik melakukan tindakan TFD adalah pada pagi hari dan sebelum tidur. Jika perlu lakukan empat kali dalam sehari. Tindakan TFD dapat dilakukan sebelum makan dan sebelum tidur. 14. Waktu terbaik menurut pilihan pasien adalah pada saat pasien merasa nyaman dan produksi sputum minimal. Komplikasi yang mungkin



muncul dari tindakan TFD adalah



Peningkatan resistensi pernapasan,fluktuasi curah jantung, disritmia, kelemahan, hipoksemia, nyeri fraktur iga, dan mengi. untuk menghindari bahaya diatas, perawat perlu melakukan tindakan secara hati-hati (Anas Tamsuri,2008:72-73).



F. Kerangka Konseptual