Baitul Maal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Lembaga Keuangan Syariah



BAITUL MAAL DISUSUN OLEH : MAISURA RISA MUTIA AGUSTITA CUT KEMALA BUDI DEDY IRWANDA MADHAN



JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR RANIRY BANDA ACEH 2018-2019 BAB I



PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Masalah Bagi kaum Muslim di berbagai daerah di Indonesia memiliki lembaga untuk mengurus harta-harta agama, seperti zakat, wakaf dan harta lain sebagainya. Lembaga tersebut antara lain Badan Amil Zakat, Infaq dan Sadaqah (BAZIS). Ada yang namanya Yayasan Amil Zakat, Dompet Dhu’afa, baitul mal dan nama lainnya, baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau swasta, yang disesuaikan dengan kearifan lokal maasing-masing daerah. Aceh adalah salah satu daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan dibeeri kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Negara Republi Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang gubernur. Undang-undang RI. nomor 44 tahun 1999 Keistimewaan Aceh dan nomr 11 tahun 2006, tenatng UUPA, pasal 180 ayat (1) huruf d, memasukkan zakat sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah, maka dalam hal menjabarkan maksud undang-undang ini, DPRD dan Pemerintah Daerah membuat Perda nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam, yang termasuk di dalamnya Baitu Mal. Maka sesuai Perda di atas Gubernur Aceh mengeluarkan surat Keputusan nomor 18 taahun 2003 tentan Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Baitul Mal NAD.



1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian baitul maal? 2. Apasajakah sumber pendapatan baitul maal? 3. Bagaimanakah pendistribusian dana baitul maal? 4. Baitul maal di Provinsi Nangro Aceh darusalam.



BAB II



PEMBAHASAN 2.1.Pengertian Baitul Maal Secara harfiah/lughowi, baitul maal berarti rumah dana.. Baitul mal berfungsi sebagai pengumpulan dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial. Menurut Ensiklopedia hukum Islam, baitul mal adalah lembaga keuangan negara yang bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan syariat. Dan jika dilihat dari segi istilah fikih Baitul maal adalah “suatu lembaga atau badan yang bertugas mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain.” Secara terminologis (ma’na ishtilah) sebagaimana uraian Abdul Qadim Zallum (1983) dalam kitabnya al-Amwaal fi Daulah Al-khilafah, Baitul Maal adalah suatu lembaga atau pihak (Arab: A-Jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Jadi setiap harta baik berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan, maupun harta benda lainnya dimana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum syara’. 2.2.Sumber Pendapatan Baitul Maal Sumber pendapatan baitul maal dapat dibagi kepada dua bagian : 1. Sumber dauriyyah yaitu sumber keuangan yang dikumpulkan dalam waktu-waktu tertentu dalam satu tahun berjalan. Diantaranya : a. Zakat Menurut bahasa adalah membersihkan diri atau mensucikan diri. Sedangkan menurut istiah zakat adalah kadar harta tertentu yang wajib dikeluarkan kepada orang yang membutuhkan atau yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat tertentu sesuai dengan syariat islam



b. Kharaj (pajak tanah)



Kharaj atau biasa disebut dengan pajak bumi/tanah adalah jenis pajak yang dikenakan pada tanah yang terutama ditaklukan oleh kekuatan senjata, terlepas dari apakah si pemilik itu seorang yang dibawah umur, seorang dewasa, seorang bebas, budak, muslim ataupun tidak beriman. c. Jizyah ْ (balasan) adalah Jizyah atau jizya Arab: ‫;جزية‬ diberikan



pada



penduduk



pajak per



non-Muslim pada



suatu



kapita yang negara



di



bawah peraturan Islam. Jizyah ini dimaksudkan sebagai wujud loyalitas mereka. sebagai imbalan mereka karena mereka telah menikmati beberapa hak, termasuk telah terjaminya keamanan diri dan harta mereka kepada pemerintahan islam dan konsekwensi dari perlindungan yang diberikan pemerintahan islam kepada mereka yang telah memanfaatkan saranasarana umum. d. Al-‘Usyur (bea cukai) Usyur adalah pajak perdagangan yang dikenakan kepada pedagang muslim ataupun non muslim yang melakukan transaksi bisnis di negara islam.



2. Sumber ghair dauriyyah Artinya sumber keuangan yang dimasukkan kedalam baitul maal tanpa priode tertentu dalam tahun berjalan. Diantaranya : a. Ghanimah dan fai Ghanimah adalah harta kekayaan yang diperoleh orang-orang muslim dari non muslim melalui peperangan. Ghanimah ini tidak hanya perupa harta ( baik bergerak maupun tidak bergerak ) tetapi juga orang-orangnya, dapat berupa tawanan perang, atau perempuan dan anak-anak. Sedangkan Fa’I adalah harta rampasan yang diperoleh kaum Muslimin tanpa pertemputran atau dengan cara damai.



b. Barang Tambang (ma’din) dan Harta Terpendam (rikaz)



Ma’din adalah hasil tambang yang terdapat dalam kawaasan tanah Negara. Rikaz adalah harta yang di dapat dari hasil temuan peninggalan masa lampau. c. Harta Warisan dan Wasiat Harta ini merupakan herta dari warisan orang yang sudah meninggal dan tidak memiliki ahli waris. d. Shadaqah Tatawwu’ Harta yang diperoleh dari orang islam yang ingin membantu orang yang lemah dengan niat mendapat pahala di sisi allah. e. Nazar dan Kafarat Nazar adalah harta yang diperoleh dari seseorang yang berniat utk memberikanya apa bila ke inginanya terwujud. Kafarat adalah harta yang di peroleh seseorang dari denda karena telah melanggaraturan allah. [2]



2.3.Pendistribusian Dana Baitul Maal Berikut rincian penggunaan dana Baitul Maal, yaitu: 1. Penyebaran Islam Pada masa Khalifah Rasululllah SAW, seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam, beliau selalu menunjuk perwakilannya untuk pergi ke wilayah-wilayah yang telah kaum muslim taklukan sebelumnya. Setiap kaum muslim menang dalam peperangan, para utusan nabi hijrah ke tempat-tempat tersebut untuk mengajarkan penduduk di sana tentang Islam dan Al-Quran. Awalnya, mereka pergi ke tempat-tempat tersebut menggunakan dana dan tunggangan kuda sendiri. Sampai akhirnya semakin luas daerah kekuasaan Islam, semakin jauh jaraknya dari Mekkah dan dana Baitul Maal semakin terkumpul banyak dari pemasukan-pemasukan pajak tanah dan lain sebagainya, akhirnya utusan Nabi yang bertugas ke tempat-tempat yang jauh dibiayai oleh dana Baitul Maal dan diberi tunggangan kuda. Jadi, dapat dikatakan bahwa salah satu penggunaan dana Baitul Maal adalah sebagai biaya untuk perjalanan dakwah menyebarkan agama Islam. 2. Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan



Pada masa Khalifah Rasulullah, beliau sangat memperhatikan pendidikan kaum muslim. Beliau mengajarkan kaum muslim membaca dan menulis. Lalu, beliau menunjuk beberapa utusan untuk mengajarkan umat lain.Selain itu, tawanan-tawanan perang diperintahkan Rasulullah untuk mengajarkan kaum muslim membaca dan menulis agar mereka dapat dibebaskan. Dana Baitul Maal digunakan untuk membiayai perjalanan utusan-utusannya tersebut dalam mengajarkan membaca dan menulis.



3. Pengembangan Ilmi Pengetahuan Selama masa kepemimpinan rasulullah dan khalifah yang empat, para ulama, ahli kedokteran dan orang-orang yang dapat menulis memperoleh penghargaan dan dimanfaatkan ilmu pengetahuan.



4. Pembanguana Infrastruktur Di samping mendorong aktivitas suasta, Rasulullah SAW. juga memberi perhatian khusus pada pembangunan infrasrtuktur. Selain membagikan tanah kepada masyarakat untuk pembanguanan pembangunan pemukiman, Rasulullah membangun kamar mandi umum di sudut kota. Atas saran seorang sahabat, Rasulullah juga menentukan tempat yang berfungsi sebagi pasar di kota Madina.



5. Pembanguan Armada Perang dan Keamanan Selama sebalas tahun memimpin kaum muslimin, Rasulullah SAW. telibat dalam banyak pertempuran. Berbagia pertempuran ini terjadi akibat serangan yang dilancarkan musuh-musuh islam dalam upaya melenyapkan islam dan Rasulullah SAW.Seperlima dari harta rampasan perang yang diambil dari setiap peperangan merupakan sumber dana baitul maal yang terpentin digunakan untuk memperkuat pengembangan pasukan kaum mislimin.



6. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial Seperti yang kita tahu, dana Baitul Maal didapatkan dari zakat, kharaj, ghanimah, jizyah, khums, dan lain sebagainya. Dana-dana tersebut digunakan



para khalifah untuk mensejahterakan rakyat, salah satunya adalah untuk mengatasi masalah kelaparan kaum fakir miskin.



2.4.Baitul Mal di Provinsi Aceh Aceh adalah salah satu daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan dibeeri kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Negara Republi Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang gubernur[4]. Undang-undang RI. nomor 44 tahun 1999 Keistimewaan Aceh dan nomr 11 tahun 2006, tenatng UUPA, pasal 180 ayat (1) huruf d, memasukkan zakat sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah[5], maka dalam hal menjabarkan maksud undang-undang ini, DPRD dan Pemerintah Daerah membuat Perda nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam, yang termasuk di dalamnya Baitu Mal. Maka sesuai Perda di atas Gubernur Aceh mengeluarkan surat Keputusan nomor 18 taahun 2003 tentan Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Baitul Mal NAD. Mengingat putusan Gubernur itu tidak cukup kuat, maka dengan kesepakatan DPRD dan Gubernur dikeluarkanlah Qanun nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan Zakat, yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1), bahwa Badan Baitul Mal merupakan lembaga daerah yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat dan harta agama lainnya di provinsi NAD[6]. Selanjutnya Pemerintah



Aceh



menyempurnakan



Qanun



pengelolaan



Zakat



dengan



mengeluarkan satu qanun khusus nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal. Jadi dalam hal ini, pengelolaan zakat dan harta agama lainnya di Aceh tidak lagi berdasarkan kepada undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, karena berdasarkan azas Lex Specialist Deroget Lex Generalist, artinya hukum yang khusus dapat mengalahkan hukum yang umum.



2.5.Unit Pengumpul Zakat (UPZ)



Sesuai Qanun Aceh nomor 10 tahun 2007 tentang baitul Mal, maka unit pengumpul zakat yang selanjutnya disebut dengan UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Baitul Mal Aceh dan Kabupaten/Kota dengantugas mengumpulkan zakat para muzakki pada instansi Pemerintah dan lingkungan swasta. Di sisni terlihat bahwa kewenangan UPZ hanya sebatas melakukan pengumpulan pada unit-unit masing dan tidak dibeerikan kewenangan untuk melakukan pengembangan dan pendistribusian kepada mustahik. Di mana pengembangan dan pendistribusian kepada mustahik adalah tugas dari Baitul Mal bukan tupoksi Unit Pengumpul.



2.6.Macam-macam Tingkatan Baitul Mal Adapun tingkatan Baitul Mal yang berlaku di Aceh setelah Qanun nomor 10 tahun 2007 adalah: a. Baitul Aceh, adalah lembaga daerah Non Strutural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada Gubernur. b. Baitul Mal Kabupaten/Kota, adalah lembaga daerah non structural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. c. Baitul Mal Mukim, adalah lembaga kemukiman non structural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota. d. Dalam Qanun Aceh nomor 7 tahun 2004 tidak dijumpai Baitul Mal Mukim, karena alasannya kemukiman tidak memiliki rakyatnya dan rakyat hanya dimiliki oleh gampong. e. Baitul Mal Gampong, adalah lembaga gampong non structural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.



2.7.Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal



Kewenangan dan kewajiban Baitul Mal dapat disimpulkan yaitu mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan zakat, wakaf dan harta agama lainnya yang menjadi wewenangnya, membentuk UPZ dan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Baitul Mal di bawahnya, membuat laporan serta menginformasikannya kepada masyarakat.



2.8.Harta Objek Zakat Zakat yang wajib dibayar menurut Qanunm nomor 10 tahun 2007 adalah zakat fitrah, zakat maal, dan zakat penghasilan. Dan jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah: a. Emas, perak, logam mulia lainnya dan uang; b. Perdagangan dan perusahaan; c.



Perindustrian;



d. Pertanian, perkebunan dan perikanan; e. Peternakan; f. Pertambangan; g. Pendapatan dan jasa; dan h. Rikaz, serta jenis harta lainnya yang ditetapkan oleh fatwa MPU Aceh. Dari beberapa jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya yang telah disebutkan di atas dapat dianalisis bahwa hampir semua aspek usaha yang mendatangkan penghasilan sudah terakomodir dalam Qanun Baitul Mal Aceh. Oleh karena Qanin ini adalah putusan pemimpin, maka segala yang berbeda dengan Qanun ini yang terdapat dalam berbagai kitab fiqih dapat dikesampingkan, karena satu qaedah: “Hukmul hakim yarfa’ul khilaf”.



BAB III



PENUTUP 1.3 KESIMPULAN 1. Baitul Maal yaitu sebagai sebuah lembaga atau pihak (al-Jihat) yang menangani harta negara, baik pendapatan maupun pengeluaran. 2. Sumber pendapatan dari baitul maal adalah : Zakat, Kharaj, Jizyah, Al‘Usyur , Ghanimah, fai’, ma’din, rikaz, Harta Warisan, Wasiat, Shadaqah Tatawwu’, Nazar dan Kafarat. 3. Pendistribusian dana baitul maal digunakan untuk : Penyebaran Islam, Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan, Pengembangan Ilmi Pengetahuan, Pembanguana Infrastruktur, Pembanguan Armada Perang dan Keamanan, dan Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial 4. Aceh adalah salah satu daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan dibeeri kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat, sehingga dalam hal ini, pengelolaan zakat dan harta agama lainnya di Aceh tidak lagi berdasarkan kepada undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, karena berdasarkan azas Lex Specialist Deroget Lex Generalist, artinya hukum yang khusus dapat mengalahkan hukum yang umum.



2.9. Saran Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat. makalah ini jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan semata – mata milik Allah SWT. Karena itu kami sadari bahwa makalah yang kami buat dengan cara sederhana ini masih sangat jauh dari sempurna. Pintu kritik dan saran senantiasa kami buka untuk membuka pintu diri demi memperluas cakrawala penegetahuan kami dalam menyusun makalah ini pada masa yang akan datang.