Batik Jawa Inspirasi Bagi Jepang Dan Australia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Batik Jawa Inspirasi bagi Jepang dan Australia (Adi Kusrianto) Tulisan ini saya buat setelah membaca sebuah tulisan Maria Wronska-dkk, dari The Cairns Institute, James Cook University, Australia. ([email protected])



Pengaruhnya di Jepang Awalnya Maria Wonka mengawali tulisannya dengan menceritakan kisah atau latar belakang dibalik Lukisan Dua wanita Jepang yang tersimpan di Museum Seni Asia San Francisco.



Lukisan tersebut dibuat kira-kira tahun 1775–1777, oleh Kitao Shigemasa, Jepang, yang hidup antara 1739–1820. Lukisan Tinta dan warna di atas kertas. Penggambaran busana yang dikenakan kedua wanita tersebut Onaka dan Oshima dari Nakamachi, kain bungkus pinggang (selempang Obi) dengan motif tumpal Sembagi India, yang diperdagangkan dari pantai utara Jawa, antara abad ke 19 hingga20, yang dibuat menggunakan teknik membatik.



Kain sembagi yang dimaksud Maria Wonka tersebut diambil dari kain Koleksi Musial Krzysztof.



Penelusuran Perdagangan (Kain Batik) Sembagi Ke Jepang Selain ekspor kain sembagi, ada bukti bahwa dari abad ketujuh belas dan seterusnya sejumlah kecil batik asli Jawa juga memasuki pasar Jepang. Walaupun VOC tidak memperdagangkan tekstil dari Jawa, tetapi batik sebagai barang dagangan khusus mungkin ada di kargo barang bawaan pribadi pedagang atau dikirim ke Jepang sebagai hadiah. Catatan lain, pada pada paruh pertama abad ketujuh belas, di Batavia, ada komunitas Jepang yang berjumlah sekitar 300 hingga 400 orang. Salah satunya adalah Cornelia Cnoll, seorang wanita muda keturunan Belanda-Jepang yang ibunya tinggal di Hirado. Dalam sepucuk surat yang dikirim dari Batavia pada bulan April 1671, Cornelia mencantumkan hadiah yang dikirimkan kepada ibunya adalah dua lembar kain batik Jawa yang hingga kini masih tersimpan.



Jelas terlihat pada era Tokugawa (1603-1867) batik Jawa (di istilahkan mereka sebagai Jawa sarasa) dikenal di Jepang sebagai kelompok tekstil yang khas, dan karakteristiknya dan fiturnya diketahui setidaknya oleh beberapa konsumen. Pada tahun 1829 Masyarakat Perdagangan Belanda mengirimkan barang dagangan melalui pos ke Nagasaki berupa batik Jawa imitasi yang dicetak di Belgia, disebut batiksche sitzen (batik chintz) atau



batik dubbelde (copy batik). Menanggapi pengiriman ini, para pejabat di Nagasaki menyarankan bahwa hanya batik Jawa yang berkualitas tinggi, yang dicetak pada kedua sisinya, yang akan diterima oleh konsumen Jepang. Jelas batik dua sisi yang diinginkan konsumen Jepang tersebut adalah Batik Tulis. Awal Restorasi Meiji (1868) adalah terbukanya Jepang ke luar dunia dan mulai dilakukan kontak langsung dengan negara asing. Secara tidak langsung, hal itu menyebabkan pengenalan teknik pewarnaan perintang warna dengan lilin di Jawa kepada pada masyarakat pembuat seni tekstil Jepang. Sebagai hasil ketika seniman Jepang dan pengrajin yang bepergian ke luar negeri pada awal abad ke-20 menjadi sadar bahwa teknik semacam itu pernah ada di negara mereka. Kejadian yang tidak kalah pentingnya adalah pembukaan Tempat Penyimpanan Kekaisaran Shōsōin kuno di Nara. Dari situ ditemukan ribuan harta, termasuk sejumlah warisan tekstil dari abad ke kedelapan, beberapa dari mereka dihiasi dengan teknik perintang warna menggunakan lilin, yang bernama rōkechi dimana teknik ini telah mereka tinggalkan pada abad-abad berikutnya. Teknik Merintang Warna dengan lilin modern yang mereka buat kembali dikenal sebagai rōketsuzome, dan pelopornya adalah Tsuruichi Tsurumaki, Tomonosuke Ogō, Takeo Sano, dan Matsugorō Hirokawa. Kebangkitan teknik Perintang warna menggunakan lilin ini membuat banyak seniman Jepang melakukan studi mendalam tentang batik Jawa, mengakibatkan penggunaan canting Jawa atau pena lilin dan, kadang-kadang, diperkenalkan inovasi teknis dan cara ekspresi baru. (Tulisan berikutnya Pengaruh batik Jawa di Afrika, Eropa, India dan Australia)



Batik Jawa Mengispirasi Dunia Saya tuliskan kembali kutipan ini: Budaya adalah suatu Share Heritage sehingga tidak ada yang 100 persen asli. Selalu saja ada pengaruh atau peniruan (kata lain dari ispirasi yang didapat) dari orang lain, suku lain, bangsa lain yang pernah dilihat maupun ditemui, baik oleh ia sendiri maupun nenek moyangnya dari generasi terdahulu. Ikonografi batik Jawa mencerminkan pengaruh banyak tradisi budaya, terutama dari India, Cina, Eropa dan Timur Tengah. Hanya sedikit orang, bagaimanapun, menyadari bahwa itu adalah proses dua arah. Jawa batik tidak hanya dipinjam dari budaya tradisi negara lain selain tekniknya dan estetika telah menjadi inspirasi untuk tradisi tekstil di bagian lain dunia. Saya misi saat ini adalah membuat orang indonesia menyadari pentingnya tekstil mereka sebagai sebuah sumber inspirasi global. Misalnya batik tulis dari Jawa mempengaruhi Art Nouveau Eropa dan Art Deco dan meninggalkan bekas pada karya seniman seperti Henry van de Velde, Henri Matisse dan Charles Rennie Mackintosh. Ini juga memengaruhi ikonografi file tekstil industri Afrika, kain India Benggala Barat, di mana teknik tersebut diperkenalkan oleh Rabindranath Tagore setelah ia berkunjung ke Jawa, dan bahkan seni tekstil dari Orang Aborigin di gurun tengah Australia. Batik Jawa sudah mendunia, fenomena transkultural, suatu bentuk seni itu menyatukan orang-orang yang tinggal di tempat yang jauh di dunia.