Bimbingan Dan Konseling Sebagai Profesi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI: SYARAT, IDENTITAS, SIFAT DASAR, DAN WAWASAN KONSELOR MAKALAH



Disusun untuk memenuhi mata kuliah Landasan dan Wawasan Bimbingan dan Konseling yang diampu oleh Dr. Diniy Hidayatur Rahman, S.Pd, M.Pd



Disusun oleh : 1. Destanika Dhiffa Ralianti



(220111813969)



2. Dian Junita Anggarini



(220111802308)



3. Ilma Ainu Sofa



(220111801810)



4. Santi Widiasari



(220111814239)



UNIVERSITAS NEGERI MALANG PASCASARJANA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING OKTOBER 2022



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami selaku kelompok 3 dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah konseptual tentang “Bimbingan dan konseling sebagai profesi: syarat, identitas, sifat dasar, dan wawasan konselor” ini dengan lancar. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak: 1. Dr. Diniy Hidayatur Rahman, S.Pd, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Landasan dan Wawasan Bimbingan dan Konseling. 2. Teman-teman. Tentunya, makalah ini tidak luput dari kesalahan. Maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih baik lagi dalam penyusunan laporan makalah selanjutnya. Semoga, makalah ini memberi banyak pengetahuan dan gambaran mengenai Bimbingan dan konseling sebagai profesi: syarat, identitas, sifat dasar, dan wawasan konselor. Sekian



yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya mohon untuk dimaklumi.



Malang, 24 Oktober 2022



Penyusun



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ................................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 1 1.2 Topik Bahasan ....................................................................................................... 2 1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3 2.1 Bimbingan dan Konseling Sebagai Profesi ........................................................... 3 2.2 Syarat Konselor Sekolah ....................................................................................... 5 2.3 Identitas Konselor Sekolah .................................................................................... 7 2.4 Sifat Dasar Konselor.............................................................................................. 9 2.5 Wawasan Konselor .............................................................................................. 16 2.6 Kredensialisasi Profesi Konselor ......................................................................... 17 BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 18 3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 18 3.2 Saran .................................................................................................................... 18 DAFTAR RUJUKAN ................................................................................................... 19



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Awalnya gerakan bimbingan dan konseling (BK) digiatkan oleh tokoh-tokoh yang peduli terhadap pengembangan pelayanan BK, khususnya dalam bidang pendidikan. Gerakan bimbingan dan konseling ini terus berkembang menjadi gerakan yang semakin jelas corak dan isinya, yang kegiatannya terintegrasi dengan program sekolah. Saat ini bimbingan dan konseling sudah mulai jelas terlihat substansi sebagai profesi bimbingan dan konseling yang mampu terjun kedalam sekolahan maupun diluar sekolahan. Perkembangan bimbingan dan konseling terlihat lamban namun terarah dan pasti, serta secara bertahap mendapatkan dukungan fasilitas dan peraturanperaturan berupa perundang-undangan dari pemerintah yang semuanya mengedepankan keberadaan profesi bimbingan dan konseling yang berfokus pada pengoptimalan perkembangan individu, kebahagiaan serta kemandirian individu, terutama kehidupan kemanusiaan itu berkembang menjadi profesi yang bermartabat (Prayitno, 2008). Profesi bimbingan dan konseling dari segi penyelesaian masalahmasalah pendidikan dan pekerjaan secara melembaga dimulai pada tahun 1896, yang ditandai dengan pembentukan klinik oleh Lightner Witmer dengan sebutan Psychological Counseling Clinic di Universitas of Pensylvania. Sesudah itu, dua tahun berikutnya, yaitu tahun 1898 Jesse B. Davis dicatat sebagai orang pertama yang menjadi konselor di sekolah menengah di kota Detroit. Kegiatannya adalah membantu para siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan dan jurusan yang akan dimasuki, yang tentu disesuaikan dengan pekerjaan atau jabatan yang dicita-citakan setelah menyelesaikan studi lanjut dengan memberi bantuan dalam bentuk bimbingan. Setelah itu, perkembangan selanjutnya profesi ini sudah mulai menangani masalah-masalah yang lebih luas lagi, yaitu mencakup masalah-masalah yang terkait dengan bimbingan dan pembinaan akhlak dan moral. Secara teoritis perkembangan profesi bimbingan dan konseling seiring dengan perkembangan bidang psikologi dan psikiatri. Konsep-konsep teori psikologi dan psikiatri telah memberi kontribusi yang sangat berarti terhadap perkembangan profesi bimbingan dan konseling. Sigmund Freud sebagai tokoh psikoanalitis telah memberikan sumbangan dalam bentuk pemikiran tentang psikologi konseling bawah sadar. Demikian pula tokoh lain, seperti E. Williamson telah mengembangkan konseling sifat dan faktor dan Carl Rogers mempelopori konseling terpusat pada pribadi. Menurut Pitrofesa 1



(Ernawati, 2020) kedua tokoh yang disebutkan terakhir ini dianggap sebagai peletak dasar gerakan konseling modern. 1.2 Topik Bahasan Berdasarkan latarbelakang yang sudah dijabarkan, maka dapat diambil topik bahasan tentang Bimbingan dan Konseling sebagai berikut: 1. Bagaimana Bimbingan dan Konseling Sebagai Profesi? 2. Apa Saja Syarat Konselor Sekolah? 3. Apa Saja Identitas Konselor Sekolah? 4. Bagaimana Sifat Dasar Konselor? 5. Apa Saja Wawasan Konselor 6. Apa Saja Kredensialisasi Profesi Konselor?



1.3 Tujuan Berdasarkan Topik Bahasan diatas, maka dapat diambil tujuan dari penyusunan makalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan Bimbingan dan Konseling Sebagai Profesi 2. Untuk Mendeskripsikan Syarat Konselor Sekolah 3. Untuk Mendeskripsikan Identitas Konselor Sekolah 4. Untuk Mendeskripsikan Sifat Dasar Konselor 5. Untuk Mendeskripsikan Wawasan Konselor 6. Untuk Mendeskripsikan Kredensialisasi Profesi Konselor



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Bimbingan dan Konseling Sebagai Profesi Konselor adalah tenaga pendidik yang memiliki keahlian-keahlian dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru pembimbing di sekolah, salah satu keahlian tersebut ialah melakukan pelayanan konseling. Menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Konselor dalam menjalankan tugas dan fungsinya di sekolah dituntut untuk memiliki kompetensikompetensi yang mendukung kinerja konselor tersebut agar dapat menjadi tenaga yang profesional serta ahli di bidangnya. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh konselor adalah kompetensi kepribadian. Hal ini dinilai sangat penting sebagaimana menurut undang-undang nomor 27 tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor menyebutkan bahwa diantara kompetensi yang harus dimiliki oleh konselor adalah kompetensi kepribadian. Hal ini memberikan sebuah pemahaman tentang bagaimanakah standar kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh konselor sebagaimana yang diatur dalam undangundang tersebut. Konselor adalah tenaga profesional yang memiliki kualifikasi profesional spesialis dalam bidang bimbingan dan konseling yang diakui dengan akreditasi di bidang itu. Konselor menjalankan peran yang berbeda dengan psikoterapis. Peran konselor adalah melaksanakan konseling, baik konseling individual, konseling kelompok, konseling keluarga, konseling karir, konseling pendidikan, konsultasi dengan guru, konsultasi dengan orang tua, dan evaluasi layanan bimbingan dan konseling, serta menfasilitasi rujukan ke lembaga atau ahli di luar lingkungan sekolah. Dari segi perkembangan, peran konselor sekolah pada tiap tingkatan adalah unik, namun semuanya terfokus pada hubungan interpersonal dan intrapersonal. Konselor yang bekerja di sekolah harus fleksibel dan berkemampuan dalam mengetahui bagaimana cara bekerja dengan anak-anak, orang tua, dan personil sekolah lainnya yang kadang dari berbagai lingkungan dan mempunyai sudut pandang yang berbeda pula. Konselor harus memahami situasi apa yang paling tepat ditangani dengan cara apa (melalui konseling, konsultasi, dan sebagainya). 3



Konselor sebagai pendidik profesional melakukan pelayanan konseling sebagai salah satu upaya pendidikan untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan. Konseling membantu individu mengaktualisasikan dirinya secara optimal dalam aspek kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial, dan kecerdasan kinestetik, sehingga akan dapat diwujudkannya manusia yang berhasil sebagai pribadi mandiri (mahluk individu), sebagai bagian dari sistem sosial yang saling berinteraksi dan mendukung satu sama lain (mahluk sosial), dan sebagai pemimpin bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di muka bumi (mahluk Tuhan). Konseling sebagai profesi bantuan (helping profession) adalah konsep yang melandasi peran dan fungsi konselor. Profesi konselor sebagai profesi bantuan adalah profesi yang anggotanya dilatih khusus dan memiliki lisensi atau sertifikat untuk melakukan sebuah layanan unik dan dibutuhkan oleh masyarakat, yaitu layanan konseling. Konselor melaksanakan konseling untuk membantu individu-individu normal yang sedang menjalani proses perkembangan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan agar mencapai perkembangan optimal, kemandirian dan kebahagiaan dalam menjalani berbagai kehidupan. Konselor sebagai profesi bantuan bertugas membantu manusia mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi atau optimal, dan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Teori dan konsep konseling yang dikuasai konselor didasarkan pada sistem kehidupan sosial dan budaya tertentu belum tentu berlaku bagi sistem kehidupan sosial dan budaya lain, untuk itu diperlukan hakikat tujuan konseling dan kehidupan individu yang hendak dilayani. Kita harus mengakui jika ikatan disipliner terkuat bagi profesi konselor adalah dengan bidang psikologi, namun kita juga harus mengakui kontribusi penting ilmu-ilmu lain bagi profesi konseling. Standarisasi diperlukan oleh setiap profesi. Standarisasi profesi konselor ilakukan atas dasar pertimbangan sebagai berikut: a. Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, dst (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). b. PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 4



c. UU nomor 14 tentang Guru dan Dosen, dalam UU No.14 dijelaskan bahwa konselor memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak sama persis dengan guru d. Pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh konselor berada dalam konteks tugas “kawasan pelayanan yang bertujuan memandirikan individu dalam memotivasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum melalui pendidikan”. e. Ekspektasi kinerja konselor yang mengampu pelayanan bimbingan dan konseling selalu digerakkan oleh motif altruistik dalam arti selalu menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan pengguna pelayanannya, dilakukan dengan selalu mencermati kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak pelayanannya itu terhadap pengguna pelayanan, sehingga pengampu pelayanan professional itu juga dinamakan the reflective practitioner. 2.2 Syarat Konselor Sekolah Konselor menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program pendidikan profesi yang terakreditasi. Sebagai tenaga pendidikan profesional seorang konselor selain telah memenuhi standar kualifikasi akademik juga memiliki kompetensi sebagai seorang konselor profesional. Kompetensi konselor telah dikembangkan dan dirumuskan menjadi empat kompetensi pendidik sebagaimana yang tertuang dalam PP No 19/2005 yang dipetakan menjadi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Dalam Naskah Akademik, kompetensi konselor terdiri atas 2 komponen yaitu (Fatchurahman, 2018): 1. Kompetensi akademik konselor profesional terdiri atas : a.



Kemampuan mengenal secara mendalam konseli yang hendak dilayani dengan memiliki kemampuan intelegensi dan kemampuan berpikir, motivasi dan keuletan, kreatif, arif,



b.



Memiliki kepemimpinan, sikap empatik, menghormati keragaman 5



c.



Mengedepankan masalah konseli dengan menguasai secara akademik teori, prinsip, teknik dan prosedur dan saran pelayanan bimbingan dan konseling dan mengemas semuanya dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan



d.



Menyelenggarakan



layanan



ahli



bimbingan



dan



konseling



yang



memandirikan dengan merancang, mengimplementasikan, menilai proses dan hasil serta mengembangkan profesionalitas sebagai konselor. 2. Kompetensi profesional konselor melalui : a.



Latihan Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguhsungguh mulai dari observasi, dalam rangka pengenalan lapangan



b.



Latihan keterampilan dasar penyelenggaraan konseling



c.



Latihan terbimbing kemudian meningkat menjadi latihan melalui penugasan terstruktur



d.



Latihan mandiri dalam program pemagangan di bawah pengawasan Dosen Pembimbing



Selain keberadaan kompetensi konselor yang dijadikan landasan bagi pengembangan konselor yang profesional, latar belakang pendidikan juga merukan hal yang penting dalam membentuk konselor yang profesional. Keberadaan konselor yang professional diharapkan diperoleh dari orangorang yang memiliki latar belakang pendidikan bimbungan dan konseling yang telah menyelesaikan mata kuliah 151 sks. Hal ini karena kurikulum program studi bimbingan dan konseling berbasis kompetensi konselor yang sesuai dengan standar Kompetensi Konselor Indonesia yang dirumuskan oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Komposisi kurikulum terdiri dari 50% teori dan 50% praktek sangat efektif dalam rangka penanaman konsep-konsep penting bimbingan dan konseling, pembentukan keterampilan intelektual yang unggul dalam rangka menganalisis masalah-masalah induvidu yang dilayaninya, dan penguasaan keterampilan konseling dan kelompok. Namun kenyataannya, kurikulum yang diterapkan masih mengandalkan banyak waktu untuk teori, sedangkan untuk praktek hanya dilaksanakan selama 4 bulan melalui praktek Pengalaman Lapangan. Praktek konseling yang dilakukan juga masih terbatas pencapaian jumlah klien yang ditargetkan sebagai laporan dan bukan pada bagaimana menerapkan Keterampilan Dasar Komunikasi dan mata kuliah pendekatan konseling dalam menangani siswa yang dikonseling. 6



Pelaksanaan konseling yang belum dapat profesional ini, seringkali terbawa hingga mereka bekerja menjadi guru bimbingan dan konseling atau konselor di sekolah yang melaksanakan konseling sebatas mendengarkan keluhan siswa dan memberikan jalan keluar tanpa melihat apakah pengambilan keputusan itu telah sesuai bagi siswa dan membuat siswa nyaman atau menimbulkan masalah baru bagi siswa. 2.3 Identitas Konselor Dalam konteks keilmuan, bimbingan dan konseling terletak dalam wilayah ilmu normatif, dengan fokus kajian utama bagaimana memfasilitasi dan membawa manusia berkembang dari kondisi apa adanya kepada bagaimana seharusnya. Seorang konselor hendaknya memiliki kemampuan untuk memahami gambaran perilaku individu masa depan, dan konselor datang lebih awal memasuki dunia konseli. Sejarah menunjukkan terjadinya ragam pemaknaan dan pemahaman terhadap bimbingan dan konseling, dan menghadapkan konselor kepada konflik, ketidak konsistenan, dan ketidak kongruenan peran. Untuk mempersempit kesenjangan semacam ini perlu ada langkah penguatan dan penegasan peran dan identitas profesi. Langkah-langkah penguatan dan penegasan peran identitas profesi sebagai berikut : 1. Memahamkan Kepala Sekolah Diyakini bahwa dukungan kepala sekolah dalam implementasi dan penanganan progam bimbingan dan konseling di sekolah sangat esensial. Hubungan antara kepala sekolah dengan konselor sangat penting terutama dalam menentukan keefektifan program. Kepala sekolah yang memahami dengan baik profesi bimbingan dan konseling akan: (a) memberikan kepercayaan kepada konselor dan memelihara komunikasi yang teratur dalam berbagai bentuk, (b) memahami dan merumuskan peran konselor, (c) menempatkan staf sekolah sebagai tim atau mitra kerja. 2. Membebaskan konselor dari tugas yang tidak relevan Masih ada konselor sekolah yang diberi tugas mengajar bidang studi, bahkan mengurus hal-hal yang tidak relevan dengan bimbingan dan konseling, seperti menjadi petugas piket, perpustakaan, koperasi, petugas tatib dsb. Tugastugas ini tidak relevan dengan latar belakang pendidikan, dan tidak akan menjadikan bimbingan dan konseling dapat dilaksankan secara profesional. 3. Mempertegas tanggung jawab konselor Sudah saatnya menegaskan bahwa bimbingan dan konseling menjadi tanggung jawab dan kewenangan konselor. Sebutan guru pembimbing sudah harus 7



diganti dengan sebutan konselor (UU No. 20 thn 2003). Perlu ditegaskan bahwa konselor adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling dan memperoleh latihan khusus sebagai konselor, dan memiliki lisensi untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling. Pemberian kewenangan untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling didasarkan kepada lisensi dan kredensialisasi oleh ABKIN, sesuai dengan perundangan dan peraturan yang berlaku. Kekuatan dan eksistensin suatu profesi muncul dari kepercayaan publik. Untuk meningkatkan kepercayaan publik yang perlu diperhatikan adalah memliliki kompetensi atau keahlian khusus. Profesi dipersiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus, profesi menggunakan standart kecakapan yang tinggi, diuji melalui pendidikan yang formal terutama memasuki dunia kerja, kompetensi dilakukan periodik, dan adanya perangkat aturan atau kode etik. Masyarakat percaya bahwa layanan yang diperlukannya hanya bisa diperoleh dari orang yang dianggap sebagai orang yang berkompeten di bidangnya. Kepercayaan publik akan melanggengkan profesi, karena di dalamnya terkandung keyakinan publik bahwa profesi dan para anggotanya itu : a. Memiliki kompetensi dan keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus dalam standar kecakapan yang tinggi. Kompetensi ini diuji melalui pendidikan formal atau ujian khusus sebelum memasuki dunia praktik profesional. b. Ada perangkat aturan untuk mengatur perilaku professional dan melindungi kesejahteraan publik. Aspek penting dalam hal ini adalah kepercayaan : 



Adanya modifikasi perilaku profesional sebagai aturan yang mengandung



nilai



keadilan



dan



kaidah-kaidah,



perilaku



professional yang tidak semata-mata melindungi anggota profesi tetapi juga melindungi kesejahteraan publik. 



Anggota profesi akan mengorganisasikan dan bekerja dengan berpegang pada standar perilaku profesional. Diyakini bahwa seorang yang profesional akan menerima tanggung jawab mengawasi dirinya sendiri, mampu melakukan self regulation. Dua aspek penting dari self regulation yaitu melahirkan sendiri kode etik dan standar praktek.



8







Anggota profesi dimotivasi untuk melayani orang-orang dengan siapa mereka bekerja.



Setiap saat persepsi publik terhadap profesi dapat berubah karena perilaku tidak etis, tidak profesional dan tidak bertanggung jawab dari para anggotanya. Seorang konselor profesional mesti menaruh kepedulian khusus terhadap konseli, karena konseli amat rawan untuk dimanipulasi dan dieksploitasi. Kode etik suatu profesi muncul sebagai wujud self regulation dari profesi itu. Kode etik merupakan suatu aturan yang melindungi profesi dari campur tangan pemerintahh, mencegah ketidaksepakatan internal dalam suatu profesi dan melindungi atau mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik. 4. Membangun standar supervisi Tidak terpenuhinya standar yang diharapkan untuk melakukan supervisi bimbingan dan konseling membuat layanan tersebut terhambat dan tidak efektif. Supervisi yang dilakukan oleh orang yang tidak memahami atau tidak berlatar belakang bimbingan dan konseling bisa membuat perlakuan supervisi bimbingan dan konseling disamakan dengan perlakuan supervisi terhadap guru bidang studi. Akibatnya balikan yang diperoleh konselor dari pengawas bukanlah hal-hal yang substantif tentang kemampuan bimbingan dan konseling melainkan hal-hal teknis administratif. Supervisi bimbingan dan konseling mesti diarahkan kepada upaya membina keterampilan profesional konselor seperti: memahirkan keterampilan konseling, belajar bagaimana menangani isu kesulitan siswa, mempraktekan kode etik profesi, mengembangkan program komprehensif, mengembangkan ragam intervensi psikologis, dan melakukan fungsi-fungsi relevan lainnya. 2.4 Sifat Dasar Konselor Undang-undang RI No. 20 thn 2003 pasal 1 yang menyatakan pendidikan merupakan “Usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, bangsa, dan negara”. Terdapat beberapa ciri atau karakteristik konselor yang lebih khusus. Ciri-ciri penting dikemukakan oleh Corey (Ernawati, 2020) sebagai berikut: 1. Memiliki cara-cara tersendiri. Konselor selalu ada dalam proses pengembangan gaya yang unik, yang menggambarkan filsafat dan gaya hidup pribadinya.



9



2. Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri. Mereka dapat meminta, dibutuhkan, dan menerima dari orang lain. Dan tidak menutup diri dari orang lain sebagai suatu tampilan kekuatan semu. 3. Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuaan sendiri. Tidak meremehkan orang lain dan tidak pula mendorong orang lain mempertahankan ketidakberdayaan dan ketergantungan kepada konselor. Mereka menjadi sumber kekuatan dan model bagi konseling. 4. Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil resiko yang lebih besar. Mengembangkan diri lebih luas dan menyadari bahwa semakin banyak tuntutan makin berat resiko yang dihadapi. 5. Terlibat dalam proses pengembangan kesadaran tentang diri orang lain. Menyadari bahwa dengan kesadaran yang terbatas haanya akan memperoleh kebebasan yang terbatas dan bahwa kesadaran meningkatkan kemungkinan untuk memilih kehidupan yang lebih kaya yang membawa kepada berbagai tingkat perasaan, nilai, keyakinan, motivasi, dan sebagainya. 6. Mau dan mampu menerima dan memberikan toleransi terhadap ketidaknentuan. Pertumbuhan ditandai oleh ditinggalkannya sesuatu yang sudah biasa dan memasuki sesuatu yang tidak atau belum dikenal, konselor yang efektif mencari suatu tingkat ketidakmentuan dalam hidup. 7. Memiliki identitas diri. Artinya mereka mengetahui siapa diri mereka, apa yang mereka capai, keinginan-keinginan dalam hidup, ingin dan berupaya menguji nilai-nilai sendiri. Secara esensil, standar mereka diinternalisasi dan mereka mempunyai keberanian untuk bertindak dalam cara yang diyakininya sekalipun tanpa imbalan. 8. Mempunyai rasa empati yang tidak positif. Menyadari perjuangaan dan penderitaan sendiri, dan mempunyai kerangka pikir untuk mengenal orang lain tanpa kehilangan identitas diri. Dalam empati terkadang kepedulian, kehangatan, kontrol diri. 9. Hidup, artinya pilihan mereka berorientasi pada kehidupan, Perasaan sangat mendalam . 10. Auntetik, nyata, sejalaan, jujur, dan bijak. Mereka tidak hidup dengan berpurapura tetapi berupaya menjadi apa yang mereka pikir dan rasakan.



10



11. Memberi dan menerima kasih sayang, dapat memberikan sesuatu dengan sepenuh hati, mudah dipengaruhi oleh orangorang yang dikasihi serta mempunyi kemampuan untuk memperhatikan orang lain. 12. Hidup pada masa kini. Mereka tidak mencap dirinya dengan apa yang seharusnya dilakukan pada masa lalu ataupun apa yang seharusnya dilakukan pada masa dataang. Mereka tidak hidup dalam hkayalan atau angan-angan. Oleh karena itu mereka dapat menjalani masa kini, hidup pada masa kini, dan berada pada orang lain pada masa kini. 13. Dapat berbuat salah dan mengakui kesalahan. Mereka belajara dari kesalahan, tidak gampang melupakan kesalahan tetaoi tersiksa oleh kesalahan- kesalahan tersebut. 14. Dapat terlibat secara mendalam dengan pekerjaan- pekerjaan dan kegiatankegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui kegiatankegiatan. Melaksanakan peranan profesional yang unik sebagaimana adanya tuntutan profesi, konselor harus memiliki pribadi yang berbeda dengan pribadi-pribadi yang bertugas dan bersifat membantu lainnya. Konselor dituntut untuk memiliki pribadi yang mampu menunjang keefektifan konseling. Brammer juga mengakui adanya kesepakatan helper, tentang pentingnya pribadi konselor sebagai alat yang mengefektifkan proses konseling, ia mengatakan : “A general dictum among people helpers says that if I want to become more affective I must begun with my self; own personalities thus the principal tools of the helping process…”(Brammer, 1979). Menurut Brammer (1979) tentang karakteristik konselor di atas dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Awareness of self and values (Kesadaran akan Diri dan Nilai). Konselor memerlukan kesadaran tentang posisi nilai mereka sendiri. Konselor harus mampu menjawab dengan jelas pertanyaan-pertanyaan, siapakah saya? Apakah yang penting bagi saya? Mengapa saya mau menjadi konselor?. Kesadaran ini membantu konselor membentuk kejujuran terhadap dirinya sendiri dan terhadap konseli mereka dan juga membentuk konselor menghindari tidak bertanggung jawab atau tidak etis terhadap konseli bagi kepentingan pemuasan kebutuhan diri pribadi konselor. 2. Awareness of cultural experience (Kesadaran akan Pengalaman Budaya). Suatu program latihan kesadaran diri yang terarah bagi konselor mencakup pengetahuan tentang populasi khusus konseli. Misal, jika seseorang telah 11



menjalin hubungan dengan konseli dalam masyarakat suku lain dengan latar belakang yang sangat berbeda, konselor dituntut mengetahui lebih banyak lagi tentang perbedaan konselor dan konseli karena hal tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi hubungan helping yang efektif. Konselor professional hendaknya mempelajari cirri-ciri khas budaya dan kebiasaan tiap kelompok konseli mereka. 3. Ability to analyze the helper’s own feeling (Kemampuan untuk Menganalisis Kemampuan



Konselor



Sendiri).



Observasi



terhadap



konselor



spsialis



menunjukkan bahwa mereka perlu “berkepala dingin”, terlepas dari perasaanperasaan pribadi mereka sendiri. Selain adanya persyaratan bagi konselor efektif, konselor juga harus mempunyai kesadaran dan mengontrol perasaannya sendiri guna menghindari proyeksi kebutuhan, harus pula diakui bahwa konselor mempunyai perasaan dari waktu ke waktu. 4. Ability so serve as model and influencer (Kemampuan Melayani sebagai Teladan dan Pemimpin atau Orang yang Berpengaruh). Kemampuan ini penting terutama dengan kredibilitas konselor dimata konselinya. Konselor sebagai teladan atau model dalam kehidupan sehari-hari adalah sangat perlu. Konselor harus tampak beradab, matang dan efektif dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan konselor sebagai “pemimpin” atau sebagai teladan sangat diperlukan dalam proses konseling. 5. Altruism (Altuisme). Pribadi altuis ditandai kesediaan untuk berkorban (waktu, tenaga dan mungkin materi) untuk kepentingan, kebahagiaan atau kesenangan orang lain (konseli). Konselor merasakan kepuasaan tersendiri untuk dapat berperan membantu oranglain dari pada diri sendiri. 6. Strong sense of ethics (Pengahayatan Etik yang Kuat). Rasa etik konselor menunjukkan rasa aman konseli dengan ekspektasi masyarakat. Konselor professional memiliki kode etik untuk dihayati dan dipakai dalam menumbuhkan kepercayaan pengguna jasa layanan konseling. 7. Responsibility (Tanggung Jawab). Tanggung jawab konselor dalam hal ini khusus berkenaan dengan konteks bantuan khusus yang diberikan kepada konselinya. Salah satu tempat penerapan tanggung jawab konselor adalah dalam menangani kasus diluar bidang kemampuan atau kompetensi mereka. Konselor menyadari keterbatasan mereka, sehingga tidak merencanakan hasil atau tujuan yang tidak ralistik. Konselor mengupayakan referral kepada spesialis ketika 12



mereka menyadari keterbatasan diri. Begitu juga dalamsuatu kasus, mereka tidak membiarkan kasus-kasus “terlunta-lunta” tanpa penyelesaian. Kemudian Hobbs menyatakan bahwa idealnya sebagai seorang konselor adalah memiliki pribadi yang dapat mencerminkan perilaku mewujudkan kemampuan dalam hubungan membantu konseli tetapi juga mampu menyadari dunia lingkungannya, mau menyadari masalah sosial politiknya, dan dapat berdaya cipta secara luas dan tidak terbatas dalam pandangan profesionalinya, Cavanagh (Sanyata, 2018) mengemukakan bahwa kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai : 1. Self-knowledge (Pemahaman diri) ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. Pemahaman diri sangat penting bagi konselor, karena beberapa alasan berikut. 



Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat pula tentang orang lain atau klien (konselor akan lebih mampu mengenal diri orang lain secara tepat pula). Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil juga memahami orang lain.







Konselor yang memahami dirinya, maka dia akan mampu mengajar cara memahami diri itu kepada orang lain. Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan klien pada saat proses konseling berlangsung.



2. Competence (Kompeten) yang dimaksud kompeten disini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna. Kompetensi sangatlah penting bagi konselor, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan mengembangkan kompetensikompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Dalam hal ini, konselor berperan untuk mengajar kompetensikompetensi tersebut kepada klien. Satu hal penting yang membedakan hubungan persahabatan dengan hubungan konseling adalah kompetensi yang dimiliki konselor. Konselor yang efektif adalah yang memiliki (a) pengetahuan akademik, (b) kualitas pribadi, dan (c) keterampilan konseling.



13



3. Good Psychological Health (Kesehatan Psikologis yang Baik). Konselor dituntut untuk memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Hal ini



penting karena



mendasari pemahamannya



terhadap perilaku



dan



keterampilan. Ketika konselor memahami bahwa kesehatan psikologis yang dikembangkan melalui konseling, maka dia membangun proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila konselor tidak mendasarkan konseling tersebut kepada pengembangan kesehatan psikologis, maka dia akan mengalami kebingungan dalam menetapkan arah konseling yang ditempuhnya. Kesehatan psikologis konselor yang baik sangat berguna bagi hubungan konseling. Karena apabila konselor kurang sehat psikisnya, maka dia akan teracuni atau terkontaminasi oleh kebutuhan-kebutuhan sendiri, persepsi yang subjektif, nilainilai yang keliru, dan kebingungan. 4. Trustworthiness (Dapat Dipercaya). Kualitas Ini berarti bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan bagi klien. Kualitas konselor yang dapat dipercaya sangat penting dalam konseling, karena beberapa alasan, yaitu sebagai berikut: 



Esensi tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan masalah dirinya yang paling dalam. Dalam hal ini, klien harus merasa bahwa konselor itu dapat memahami dan mau menerima curahan hatinya (curhatnya) dengan tanpa penolakan. Jika klien tidak memiliki rasa percaya ini, maka rasa frustrasi lah yang menjadi hasil konseling.







Klien dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor. Artinya klien percaya bahwa konselor mempunyai motivasi untuk membantunya.







Apabila klien mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya sendiri.



5. Honesty (Jujur) yang dimaksud jujur disini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya di dalam proses konseling. Konselor yang menutup atau menyembunyikan bagian-bagian dirinya terhadap klien dapat menghalangi terjadinya relasi yang lebih dekat. Kedekatan hubungan psikologis sangat penting dalam konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan yang



14



langsung dan terbuka antara konselor dengan klien. Apabila terjadi ketertutupan dalam konseling dapat menyebabkan merintangi perkembangan klien. Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif kepada klien. 6. Strength (Kekuatan). Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa aman. Klien memandang konselor sebagai orang yang (a) tabah dalam menghadapi masalah, (b) dapat mendorong klien untuk mengatasi masalahnya, dan (c) dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi. 7. Warmth (Bersikap Hangat) yang dimaksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan “sharing” dengan konselor. 8. Actives responsiveness (pendengar yang aktif). Keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak pasif. Melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien. Disini, konselor mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna, mengemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang cara mengambil keputusan yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling. 9. Patience (Sabar) melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya. 10. Sensitivity (kepekaan) kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun dirinya sendiri. Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah. Pada diri mereka hanya nampak gejala-gejalanya (pseudo masalah), sementara yang sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya. Konselor



15



yang sensitif akan mampu mengungkap atau menganalisis apa masalah sebenarnya yang dihadapi klien 11. Holistic awareness (Kesadaran Holistik) pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor sebagai seorang ahli dalam segala hal, disini menunjukkan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien, dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya. Dimensi-dimensi itu meliputi : fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral spiritual. 2.5 Wawasan Konselor Wawasan BK secara khusus meliputi: pemahaman tentang pengertian BK, visi misi BK, bidang layanan BK, kode etik BK, kegiatan pendukung, dan bidang bimbingan BK. Wawasan kependidikan dan profesi konselor secara umum meliputi: 1. Konselor wajib terus menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya, ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta merugikan klien. 2. Memiliki wawasan pedagogis dalam melaksanakan layanan profesional konseling. 3. Memahami dengan baik landasan-landasan keilmuan bimbingan dan konseling. 4. Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan secara etis. 5. Mengetahui dengan baik standar dan prosedur legal yang relevan dengan setting kerjanya. 6. Aktif melakukan kolaborasi profesional dan mempelajari literaturnya. 7. Menunjukkan komitmen dan dedikasi pengembangan profesional dalam berbagai setting dan kegiatan. 8. Menampilkan sikap open minded dan profesional dalam menghadapi permasalahan klien. 9. Memantapkan prioritas (bidang layanan) profesionalnya. 10. Mengorganisasikan kegiatan sebagai wujud prioritas profesionalnya. 11. Merumuskan perannya sendiri sesuai dengan setting dan situasi kerja yang dihadapi. 16



2.6 Kredensialisasi Profesi Konselor Kredensialisasi merupakan penganugerahan kepercayaan kepada konselor profesional yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki kewenangan dan memperoleh lisensi untuk menyelenggarakan layanan profesional secara independen kepada masyarakat maupun di lembaga tertentu. Pemberian kewenangan yang dimaksudkan itu dilakukan berdasarkan aturan kredensial yang dikeluarkan oleh pihakpihak yang berwenang. Aturan kredensial itu meliputi pemberian sertifikasi, akreditasi, dan lisensi yaitu : 1. Sertifikasi memberikan pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan konseling pada jenjang dan jenis setting tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tenaga profesi konseling yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. 2. Akreditasi memberikan derajat penilaian terhadap kondisi yang telah dimiliki oleh satuan pengembang dan/atau pelaksana konseling, seperti Program Studi Bimbingan dan Konseling di LPTK, yang menyatakan kelayakan program satuan pendidikan atau lembaga yang dimaksud. Keterlibatan ABKIN dalam melakukan akriditasi dipandang penting karena ABKIN adalah institusi yang menetapkan kompetensi nasional yang harus dicapai melalui program pendidikan



konselor



di



LPTK



(Lembaga



Pendidikan



Tenaga



Kependidikan). Dengan sertifikasi dan akriditasi ini, pekerjaan bimbingan dan konseling akan menjadi profesional karena hanya dilakukan oleh konselor yang telah tersertifikasi. 3. Lisensi memberikan ijin kepada tenaga profesi bimbingan dan konseling untuk melaksanakan praktik pelayanan bimbingan dan konseling pada jenjang dan setting tertentu, khususnya untuk praktik mandiri (privat). Lisensi diberikan oleh ABKIN atas dasar permohonan yang bersangkutan, berlaku untuk masa waktu tertentu dan dilakukan evaluasi secara periodik untuk menentukan apakah lisensi masih bisa diberikan. Pemberian lisensi diberikan atas hasil assessment nasional yang dilakukan ABKIN melalui BAKKN (Badan Akreditasi dan Kredensialisasi Konselor Nasional). Seorang konselor tidak secara otomatis memperoleh kredensialisasi kecuali atas dasar permohonan dan melakukan secara nyata layanan profesi bagi masyarakat atau sekolah.



17



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bimbingan dan konseling sebagai profesi itu sendiri merupakan suatu hubungan yang saling berkaitan untuk membimbing dan membantu orang lain agar menjadi pribadi yang lebih baik untuk memahami dirinya yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu pekerjaan (profesi). Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui standarisasi untuk kerja profesional konselor dan standarisasi penyiapan konselor. Profesi bimbingan dan konseling di Indonesia harus memiliki kemampuan dasar keilmuan pendidikan yang kuat, karena konselor sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam UndangUndang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan membantu profesi konselor memahami proses pemberdayaan dan pembudayaan manusia yang sedang berkembang menuju kepribadian mandiri untuk dapat membantu dirinya sendiri dan masyarakat. Melalui pendidikan konselor membantu manusia berkembang ke arah bagaimana dia harus menjadi bermanfaat di sekitar, karena pendidikan harus bertolak dari pemahaman tentang hakikat manusia.



3.2 Saran Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.



18



DAFTAR RUJUKAN Brammer, L.M. 1998. The Helping Relationship: Process and Skills. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Daryanto dan Farid, M. 2015. Bimbingan Konseling Panduan Guru BK dan Guru Umum. Yogyakarta: Gava Media Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2008. Penataan Pendidikan Profesioal Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Ditjen Dikti, Depdiknas. 2004. Dasar Standarisasi



Profesi Konseling. Jakarta: Proyek



Peningkatan Tenaga Akademik Ernawati, R., 2020. Buku Materi Pembelajaran Profesionalisasi BK. Jakarta : Universitas Kristen Indonesia. Ernawati, Renatha. 2018. Profesionalisasi Bimbingan dan konseling. Jakarta Fatchurahman, M., 2018. Problematik pelaksanaan konseling individual. Jurnal Bimbingan dan Konseling Ar-Rahman, 3(2), 25-30. Ikatan Konselor Indonesia (IKI). 2008. Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor. Padang: Ikatan Konselor Indonesia. Limbong, Mesta. 2013. Bahan Ajar Profesionalisasi Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: UKI Press Nursalim, M. 2015. Pengembangan Profesi Bimbingan & Konseling. Jakarta: Erlangga PB-ABKIN. 2018. Kode



Etik



Bimbingan dan Konseling Indonesia. Yogyakarta: PB-



ABKIN. Permendiknas RI No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Bandung: Nuansa Aulia. Permendiknas RI No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Bandung: Nuansa Aulia. 19



Prayitno, 2017. Konseling Profesional yang Berhasil. Layanan dan Kegiatan Pendukung. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Prayitno. 2018. Landasan Keilmuan Keprofesionalan Bimbingan dan Konseling. Padang: Universitas Negeri Padang. Sanyata, Sigit. 2018. Teori dan Praktik Pendekatan Konseling Feminis. Yogyakarta : UNY Press. Sukardi, Dewa K. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan Dan konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta: Rajawali Pers. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sistem Pendidikan Nasional.



20