Bju Hkum4211 Hukum Agraria [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU) UAS TAKE HOME EXAM (THE) SEMESTER 2020/21.2 (2020.1)



Nama Mahasiswa



: Yayan Nugraha



Nomor Induk Mahasiswa/NIM



: 020504214



Tanggal Lahir



: 20 Juli 1992



Kode/Nama Mata Kuliah



: Hukum Agraria / HKUM4211



Kode/Nama Program Studi



: Ilmu Hukum S-1



Kode/Nama UPBJJ



: 15/Pangkalpinang



Hari/Tanggal UAS THE



: Sabtu / 03 Juli 2021



Tanda Tangan Peserta Ujian



Petunjuk



1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini. 2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik. 3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan. 4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA



Surat Pernyataan Mahasiswa Kejujuran Akademik



Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa



: Yayan Nugraha



NIM



: 020504214



Kode/Nama Mata Kuliah



: Hukum Agraria / HKUM4211



Fakultas



: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik



Program Studi



: Ilmu Hukum



UPBJJ-UT



: 15/Pangkalpinang



1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman https://the.ut.ac.id. 2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun. 3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian UAS THE. 4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan saya). 5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka. 6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.



Pangkalpinang, 03 Juli 2021 Yang Membuat Pernyataan



Yayan Nugraha



1)



A.



Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Tanah dimaknai sebagai sumber kehidupan bagi manusia karena disinilah manusia hidup, melanjutkan keturunannya, serta melakukan berbagai aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah. Selain itu jika ditinjau dari segi ekonomis, tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi karena tanah mempunyai sifat tetap dan dapat dipergunakan pada masa yang akan dating. Pelaksanaan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah dengan cara jual beli diatur dalam Undang- Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yaitu setiap peralihan hak milik atas tanah wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran pemindahan atau peralihan hak tersebut bertujuan agar pihak ketiga mengetahui bahwa sebidang tanah tersebut telah dilakukannya jual beli. Dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditegaskan bahwa “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang



menurut



ketentuan



peraturan



perundangundangan



yang



berlaku.”



Berdasarkan penjelasan di atas maka pihak yang bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan yang baik dan cepat untuk kepengurusan balik nama atas hak milik yang pertama adalah PPAT atau Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam pelaksanaan balik nama sertifikat hak milik atas tanah tentunya memiliki Standar Operasional Proser (SOP) yang dapat dilihat pada Perkaban Nomor 1 Tahun 2010. Mengenai pajak atau biaya dalam pelaksanaan balik nama tercantum dalam UU No. 20 tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 21 tahun 1997 tentang BPHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) menegaskan bahwa “Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dikenakan terhadap orang atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan atas suatu hak atas tanah dan atau bangunan ini bisa diartikan bahwa orang atau badan tersebut mempunya nilai lebih atas tambahan atau perolehan hak tersebut.Dimana tidak semua orang mempunyai kemampuan lebih untuk mendapatkan tanah dan atau bangunan”. Dari penjelasan di atas penjelasan di atas maka pihak selanjutnya yang bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan yang baik dan cepat untuk kepengurusan balik nama atas hak milik yang pertama adalah



Kantor Pelayanan Pajak. Setiap hak atas tanah termasuk perubahan dan juga peralihan serta pembebanannya harus didaftar. Pendaftaran bukan hanya dilakukan terhadap tanah-tanah yang belum pernah didaftar (belum ada sertifikatnya) akan tetaoi juga dilakukan terhadap tanahtanah yang sudah pernah didaftar (bersertifikat) akan tetapi terjadi perubahan baik perubahan mengenai tanahnya maupun terhadap pemiliknya. Perubahan tanah ini ada bermacam-macam, bisa karena peralihan hak, bisa karena dibebani dengan suatu hak bahkan apabila tanahnya hilangbatau musnah juga harus didaftarkan. Salah satu dasar hukum dari pendaftaran peralihan hak atas tanah yaitu Pasal 23 Ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa “hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA.” Maka dari itu setiap pemegang hak atas tanah wajib untuk mendaftarkan tanahnya sebagaimana diatur dalam UUPA. Sesuai dengan bunyi Pasal 19 Ayat 1 UUPA No.5 Tahun 1960 bahwa “untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemetintah.” Proses pendaftaran dilakukan di Kantor Pertanahan, sehingga pihak selanjutnya yang bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan yang baik dan cepat untuk kepengurusan balik nama atas hak milik yang pertama adalah Kementrian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional. B.



Tidak ada peraturan secara spesifik memperbolehkan adanya makelar dalam mempercepat proses balik nama atas hak milik. Akan tetapi dalam Pasal Pasal 64 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”) menjelaskan sebagai berikut: “Pekerjaan makelar terdiri dari mengadakan pembelian dan penjualan untuk majikannya atas barang-barang dagangan, kapal-kapal, saham-saham dalam dana umum dan efek lainnya dan obligasi, surat-surat wesel, surat-surat order dan surat-surat dagang lainnya, menyelenggarakan diskonto, asuransi, perkreditan dengan jaminan kapal dan pemuatan kapal, perutangan uang dan lain sebagainya.” Sehingga dalam hal proses balik nama adanya makelar untuk bertindak berdasarkan pemberian kuasa dari penjual untuk menjual atau mencari pembeli barang. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan seperti yang dimaksud dalam pasal 64 dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja tetap. Perjanjian tersebut harus mengacu pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang-



Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa makelar dalam proses proses 2)



A.



balik nama atas hak milik dimungkinkan. Diberikannya hak atas tanah, maka antara orang atau badan hukum itu telah terjalin suatu hubungan hukum. Dengan adanya hubungan hukum itu, dapatlah dilakukan perbuatan hukum oleh orang yang mempunyai hak itu terhadap tanah kepada pihak lain. Untuk hal-hal tersebut, contohnya adalah dapat melakukan perbuatan hukum berupa jual-beli, tukar-menukar, dan lain-lain. Pemberian sertifikat hak atas tanah merupakan perwujudan dari salah satu tujuan pokok dari UUPA yaitu untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 ayat 1 UUPA Tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Akan tetapi dalam praktik di lapangan masih sangat minim kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan tanahya, sehingga seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah jika masyarakat enggan untuk mendaftarkan tanahnya yaitu 1) Melakukan penambahan jumlah pegawai di Kantor Pertanahan agar lebih efektif dalam meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat di bidang pertanahan, serta menambah wawasan masyarakat dengan melakukan sosialisasi atau penyuluhanpenyuluhan langsung mengenai pentingnya pendaftaran tanah. 2) Peningkatan rasa disiplin pada setiap pegawai yang ada di Kantor Pertanahan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan adanya pungutan liar atau penerimaan biaya yang tidak resmi dalam pengurusan hal-hal yang berkaitan dengan tanah. Hal ini untuk mengurangi presepsi masyarakat akan banyaknya biaya yang tidak resmi dalam melakukan pendaftaran tanah. 3) Memberikan peringatan terhadap Camat, Kepala Desa, Lurah atau aparat Desa lainnya yang tidak mau mensukseskan program pendaftaran tanah di wilayahnya. 4) Memberikan sanksi yang tegas dan denda yang besar kepada para pemilik tanah yang belum mendaftarkan kembali tanah. 5) Meningkatkan program pendaftaran tanah secara gratis bagi masyarakat yang kurang mampu atau perekonomiannya menengah kebawah.



B.



Bagi Bangsa Indonesia, tanah merupakan unsur vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi, dalam penjelasan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria (untuk selanjutnya disebut UUPA) artinya bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air serta ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut. Tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai kesatuan tanah air dari keseluruhan Bangsa Indonesia maka tanah perlu dikelola dan diatur untuk menjaga keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka ini, pengaturan tanah tertuang dalam kebijakan pertanahan yang diarahkan untuk mewujudkan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah bagi kepentingan rakyat, sedangkan tanah yang ada tidak bertambah, maka perlu dilakukan pengaturan untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Oleh karena itu Pemerintah mengeluarkan UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (untuk selanjutnya disebut PP No. 24 Tahun 1997), untuk pelaksanaan bagi pemberian jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi rakyat sebagai pemegang hak atas tanah. Pendaftaran tanah di Indonesia memakai asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan



terbuka



yang



semua



itu



dalam



rangka



untuk



mencapai



tujuan



dari



diselenggarakannya pendaftaran tanah yaitu untuk memberikan jaminan kepastian hukum hak atas tanah, kepastian tentang subjeknya dan kepastian tentang objeknya meliputi apa haknya, siapa subjeknya, letaknya dimana, batas-batasnya apa, luasnya berapa dan ada tidak beban-beban hak lain diatasnya. Dalam era informasi saat ini peranan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi semakin strategis dan mulai menguasai tata kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun organisasi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan dunia menjadi seolah tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan dan berlangsung demikian cepat



Penggunaan teknologi dalam pendaftaran tanah pada kantor pertanahan dapat membantu memberikan layanan yang baik, layanan prima kepada masyarakat berbagai inovasi seperti komputerisasi kantor pertanahan (KKP) dan BPN telah melakukan perubahan pola kepada masyarakat dari pelayanan manual menjadi berbasis online. Sebagai institusi pelayanan publik, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya Salah satu upayanya adalah dengan melakukan perubahan pola pelayanan kepada masyarakat, dari pelayanan manual menjadi pelayanan yang berbasis komputerisasi yang dimulai sejak tahun 1997. Pada awalnya kegiatan yang dibiayai melalui pinjaman Pemerintah Spanyol ini dikenal dengan Land Office Computerization (LOC) atau Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP), dengan tujuan untuk menciptakan tertib administrasi pertanahan, meningkatkan dan mempercepat pelayanan dibidang pertanahan, meningkatkan kualitas informasi pertanahan BPN, untuk mempermudah pemeliharaan data pertanahan, menghemat space / storage untuk penyimpanan data-data pertanahan dalam bentuk digital (paperless), meningkatkan kemampuan SDM pegawai BPN dibidang teknologi informatika / komputer, melakukan standarisasi data dan sistem informasi dalam rangka mempermudah pertukaran informasi pertanahan serta menciptakan suatu sistem informasi pertanahan yang handal. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilaksanakan 6 kegiatan utama yang meliputi instalasi perangkat keras, perangkat lunak sistem operasi dan aplikasi serta jaringan (Local Area Network), pelatihan bagi system administrator, operator, manajemen dan kepala kantor selaku pimpinan tertinggi, sosialisasi bagi kepala kantor dan staf pelaksana, pendampingan pada masa implementasi, konversi data tekstual dan spasial dari bentuk hardcopy menjadi digital. Teknologi Informasi adalah perangkat dan sistem yang membantu kinerja dan mempermudah pekerjaan untuk mempercepat pekerjaan. Sedangkan penggunaan teknologi dalam pekerjaan, yaitu bekerja menggunakan sistim komputeriasai kantor pertanahan (KKP) yang bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pertanahan, meningkatkan, dan mempercepat pelayanan, dibidang pertanahan dan meningkatkan kualitas informasi BPN dengan baik. Sehingga dapat memudahkan masyarakat dalam melakukan pendaftaran tanah. 3)



A.



Pasal 19 UUPA menentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah dahulu disebut “kadaster” yang berasal dari bahasa latin “Conpistarium” yang berarti suatu daftar



umum mengenai nilai serta sifat dari benda-benda tetap. Pendaftaran tanah merupakan suatu proses administrasi yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional dengan pelaksana teknisnya Kantor Pertanahan kabupaten/Kota. Untuk melaksanakan Pasal 19 UUPA tersebut terbit berbagai peraturan pelaksana yang mengatur lebih lanjut tentang penyelenggaraan pendaftaran tanah antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah terutama Pasal 4 ayat (2), 31 ayat (1), 34 ayat (2), 35 ayat (5) dan (6); Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah terutama Pasal 184 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 186 ayat (1), (2); dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan terutama Pasal 5 yakni dalam standar pelayanan pertanahan terdiri dari pelayanan pendaftaran tanah pertama kali, pemeliharaan data pendaftaran pertanahan, pencatatan dan informasi pertanahan, pengukuran bidang tanah, pengaturan dan penataan pertanahan dan pengelolaan pengaduan. Dalam peraturan tersebut di atas terdapat aturan yang melandasi penggunaan Teknologi Digital dalam Dokumentasi Pertanahan. Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi kegiatan, yaitu kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik, pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan haknya, penerbitan sertipikat, penyajian data fisik dan data yuridis, dan penyimpanan daftar umum dan dokumen. Sedangkan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah antara lain pemeliharaan data karena pemindahan hak yang tidak melalui lelang, pemeliharaan data karena pemindahan hak melalui lelang, pemeliharaan data disebabkan peralihan hak karena pewarisan, pemeliharaan data karena peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi, pemeliharaan data karena pembebanan hak, pemeliharaan data karena perpanjangan waktu hak atas tanah. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berarti sudah ada payung hukum dari tatacara dalam pemanfaatan teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi ini menyebabkan dunia menjadi seolah tanpa batas (borderless) mengingat kegiatannya tidak lagi bisa dibatasi oleh



territorial suatu negara karena aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Mengingat pentingnya hal tersebut maka dalam undang-undang ini mengatur hal yang berkaitan dengan masalah kepastian hukum yang merupakan faktor yang sangat penting, karena mengingat data elektronik dalam kenyataannya sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Perlindungan hukum terhadap perbuatan hukum mengenai pemanfaatan teknologi informasi telah diatur dalam undang-undang ini. Pemanfaatan teknologi informasi dalam suatu sistem elektronik adalah penggunaan sistem komputer secara luas yang mencakup perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, serta data elektronik. Sistem ini adalah suatu sistem yang terpadu antara manusia dan mesin yang mencakup perangkat keras, perangkat lunak, prosedur standar, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang mencakup fungsi input, proses, output, penyimpanan dan komunikasi. Pelaksanaan pendaftaran tanah dengan menggunakan teknologi informasi merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan. Hal ini berkaitan dengan 11 agenda kebijakan Badan Pertanahan Nasional dalam menjalankan fungsinya serta karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan dan keamaman, serta sosial budaya. Pendaftaran tanah itu sendiri harus terintegrasi dalam suatu Sistem Informasi Pertanahan Nasional yang mengalirkan informasi antar seluruh unit organisasi baik di Badan Pertanahan Nasional Pusat, Badan Pertanahan Nasional Propinsi, dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Di samping sifat data pertanahan yang bersifat multidimensi tersebut, juga pendaftaran tanah secara elektronik ini juga untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin meningkat guna mewujudkan good governance yang akhirnya akan berkaitan dengan keterbukaan informasi untuk masyarakat dan pertukaran informasi antar instansi pemerintah. Badan Pertanahan Nasional cq. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagai institusi pelaksana pendaftaran tanah berkaitan pemanfaatan data elektonik mempunyai permasalahan hukum terkait dengan pembuktian, informasi apa saja yang boleh diakses oleh masyarakat serta bagaimana menjamin keamanan data elektronik. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan



Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infomasi Publik berarti sudah ada payung hukum mengenai pendaftaran tanah secara digital dan juga memberikan arah yang jelas bagi Badan Pertanahan Nasional dalam pemanfaatan, penggunaan serta pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa. Berdasarkan hal tersebut Badan Pertanahan Nasional membentuk Pusat Data dan Informasi Pertanahan (PUSDATIN). PUSDATIN ini bertugas untuk mengelola data pertanahan dalam suatu Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) dari Badan Pertanahan Nasional Pusat, Badan Pertanahan Nasional Propinsi, dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta peraturan pelaksanaannya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 menjadi dasar hukum tatacara penyampaian keterbukaan informasi kepada publik dalam hal ini masyarakat sebagai pengguna serta pemohon informasi publik. Hak untuk memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi merupakan ciri negara demokratis sebagai sarana pengawasan terhadap penyelenggaraan negara. Di BPN dibentuklah Pusat Data dan Informasi Pertanahan (PUSDATIN) yang membangun dan mengembangkan Sistem Informasi Pertanahan dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS). Yang bertujuan untuk layanan online yang telah dikembangkan antara lain peta online informasi status berkas permohonan. Bertujuan untuk menyediakan layanan data dan informasi untuk keperluan internal dan ekternal. Keperluan internal bagi BPN dan keperluan eksternal bagi masyarakat. Selain itu ada beberapa layanan yang dikembangkan di antaranya adalah layanan PPAT untuk pengecekan sertipikat dan untuk pendaftaran pelayanan secara online. Selain itu sedang disiapkan pula layanan online untuk masyarakat yaitu dengan menyiapkan layanan eform sebagai sarana pengisian form pendaftaran pertanahan secara online. Di samping itu, telah dikembangkan pula data centre di BPN Pusat untuk membangun database pertanahan secara nasional dan sebagai backup data untuk semua Kantor Pertanahan. Layanan online yang dimaksudkan adalah layanan online antara masing-masing Kantor Pertanahan dengan Kantor BPN Pusat, antara Kantor Pertanahan dengan Publik (masyarakat dan PPAT), dan antara Kantor Pertanahan dengan instansi lain (Dirjen Pajak dan Tata Kota). Pelayanan yang telah dilakukan serta dikembangkan oleh



PUSDATIN tersebut hanya berlaku untuk Kantor BPN Pusat. Hal ini masih jauh dari asas dalam pendaftaran tanah yakni asas terbuka yang menuntut dipeliharanya data pertanahan secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga data pertanahan sesuai dengan keadaan nyata di lapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat dapat dengan mudah mengakses status hak kepemilikan tanah jika dikaitkan dengan asas keterbukaan public. B.



Sertipikat Hak Atas Tanah menurut ketentuan Pasal 19 Ayat (2) UUPA, sertipikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Menurut ketentuan PP No. 10 Tahun 1961, bahwa sertipikat terdiri atas salinan buku tanah yang memuat data yuridis dan surat ukur yang memuat fisik hak yang bersangkutan, yang dijilid menjadi satu dalam suatu sampul dokumen. Menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997, sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (2), huruf c Undang-Undang Pokok Agraria untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Kepastian Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah, meliputi: Kepastian hukum status hak atas tanah yang didaftar, Kepastian hukum subyek hak atas tanah, Kepastian hukum obyek hak atas tanah. Kepastian Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah yang diterbitkan PP No. 24 Tahun 1997 yang menganut sistem publikasi negatif bertendensi positif: Bahwa sertipikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak yang kuat tetapi tidak mutlak. Hal tersebut dapat dilihat dalam penjabaran ketentuan Pasal 19 Ayat (2) huruf c, Pasal 23 Ayat (2), Pasal 32 Ayat (2), dan Pasal 38 Ayat (2) UUPA, bahwa “sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut adalah sitem publikasi negatif, yaitu sertipikat hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat dan bukan merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak”. Walaupun ketentuan Pasal 32 Ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 menyebutkan: “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Kelemahan PP No. 24 Tahun 1997 yang menganut sistem publikasi negatif bertendensi positif, antara lain: 1) “Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis



yang disajikan dan tidak adanya jaminan bagi pemilik sertipikat dikarenakan sewaktuwaktu akan mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertipikat”.15 2) Dalam sistem publikasi negatif, sertipikat hak atas tanah bukan satu- satunya alat bukti kepemilikan tanah yang diterima oleh pengadilan, apabila terjadi gugatan dengan membuktikan dengan alat bukti lain maka “pengadilanlah yang berwe- nang memutuskan alat bukti mana yang benar dan apabila terbukti sertipikat tersebut tidak benar, maka diadakan perubahan dan pembetulan sebagaimana mestinya”. Kelemahan tersebut, telah ditutupi dengan ketentuan Pasal 32 Ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997, yaitu : ”Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut. Mencermati isi ketentuan Pasal 32 Ayat (2), bahwa sertipikat hak atas tanah dapat berubah menjadi surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak apabila memenuhi persyaratan-persyaratan atau unsur-unsur secara komulatif, yaitu: a. Sertipikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum; b. Tanah diperoleh dengan itikat baik; c. Tanah dikuasai secara nyata; d. Dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat. Ketentuan mengenai batas lampaunya waktu 5 (lima) tahun sebagaimana tersebut dalam Pasal 32 Ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997, bertentangan dengan: a. Sifat pembuktian sertipikat hak atas tanah yang hanya merupakan surat tanda bukti hak yang kuat tetapi tidak mutlak sebagaimana tersebut dalam ketentuan Pasal 32 Ayat (1) PP 24 Tahun 1997; b. Sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA maupun PP 24 Tahun 1997, yaitu sistem publikasi negatif, walau dalam pelaksanaannya mengandung unsur positif (bertendensi positif).



4)



A.



Salah satu prinsip dasar yang diletakkan oleh pemerintah dalam rangka pemamfaatan tanah adalah untuk kemakmuran rakyat yang dengan cara meletakkan kepentingan nasional diatas kepentingan individu sekalipun ini tidak berarti kepentingan individu atau golongan tertentu dapat dikorbankan begitu saja untuk kepentingan umum. Hal ini terlihat secara tegas dalam berbagai ketentuan dari Undang-Undang Pokok Agraria antara lain yaitu : 1) Pasal 6; Bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam pemakaian sesuatu hak atas tanah harus memperhatikan kepentingan masyarakat seperti juga dalam pasal 33 UUD 1945 ; Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara,dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Sungguhpun dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 tidak mencantumkan dengan tegas katakata fungsi sosial, namun harus di tafsirkan bahwa fungsi sosial dari hak rnilik prirnair diartikan hak rnilik itu tidak boleh rnerugikan kepentingan masyarakat. Dengan dernikian pengertian fungsi sosial dari pada tanah adalah jalan kornprorni atau hak rnutlak dari tanah seperti tersebut dalarn rnernori penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria.Bahwa keperluan tanah tidak Baja diperkenankan semata-rnata.untuk kepentingan pribadi, kegunaannya harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari haknya sehingga bermamfaat, baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai tanah juga berrnanfaat untuk rnasyarakat dan kepentingan perorangan harus saling imbang mengimbangi sebagai dwi tunggal. Noto Negoro menyatakan bahwa : "Hak untuk mempunyai fungsi sosial itu sebenarnya rnendasarkan yang individualistis, ditempelkan padanya sifat yang sosialis, sedangkan kalau berdasarkan Pancasila.Hukum kita tidak berdasarkan atas corak individualisrne tetapi corak dwi tunggal ". Jadi rnaksud dwi tunggal adalah bahwa setiap indfvfdualistis mempunyai fungsi sosial sesuai dengan Pancasila bahwa dalam individu tersebut rnelekat kepentingan sosial, misalnya hak milik dapat dicabut derni kepentingan sosial. Berarti semua hak atas tanah dalarn pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria berarti bukan saja hak milik tetapi sernua hak atas tanah dalam arti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai mempunyai fungsi sosial, dengan ini berati semua hak atas tanah dapat mengisi kepentingan nasional dari



rakyat untuk kemakmuran rakyat 2) Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria yang membatasi berlakunya hukum adat dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa. Dari redaksi pasal UUPA pengertian hukum adat mempunyai arti yang tersendiri, dimana pasal 5 itu memberi batasan-batasan terhadap hukum adat tersebut yaitu : a. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan sosialisme Indonesia. b. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan negara dan kepentingan nasional yang berdasarkan persatuan bangsa. c. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan kesatuan (perundang-undangan lainnya). d. Hukum adat harus mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada agama. Sedemikian ketatnya pembatasan hukum adat terhadap walaupun di dalam pasal 3 UUPA membuat suatu pengakuan yang tegas terhadap hak ulayat dan hak-hak yang serupa yang tunduk pada hukum adat.namun demikian pengakuan tersebut bila ditinjau dari segi juridis formal adalah merupakan suatu kemajuan tentang kedudukan hak ulayat dalam UUPA, jadi dengan adanya pengakuan terhadap hak ulayat secara formal ini akan dapat mengisi pembangunan nasional disatu pihak dan kepentingan umum secara bersama dilain pihak. Dengan demikian pemecahan permasaIahan hak ulayat untuk turut serta dalam pembangunan dengan serius dan menyeluruh dapat diselesaikan dimensi juridis dengan memperhatikan aspek-aspek sosial,politis, ekonomi dan kultural agar supaya hal yang demikian tidak akan berkembang menjadi suatu keresahan yang dapat menggangu stabilitas masyarakat. 3) ada pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu: Dimana dalam pasal ini memungkinkan negara untuk mencabut hak atas tanah untuk kepentingan sosial.Ketentuan pencabutan hak ini adalah merupakan ketentuan, yang memungkinkan negara untuk melaksanakan politik dan strategi pertahanan keamanan. Dalam pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum sebagaimana yang kemudian diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 1961, maka pencabutan hak dimaksud hanya kemungkinkan bilamana ada suatu kepentingan umum yang benarbenar menghendakinya.Kepentingan ini misalnya untuk pembuatan jalan raya, Pelabuhan, bangunan untuk industri pertambangan,



perumahan dan kesehatan masyarakat serta lainnya dalam rangka pelaksanaan pembangunan masional.



Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa encabutan dan pembebasan hak atas tanah oleh pemerintah kepada masyarakat tidak termasuk ke dalam hubungan keperdataan. B.



Paradigma ganti rugi cenderung bermakna bahwa pemegang hak atas tanah itu sudah mengalami kerugian sebelum pelepasan tanahnya untuk kepentingan umum. Hal ini berbeda dengan kompensasi. Dalam paradigma kompensasi, proyek pengadaan tanah menjamin kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya, bukan proses pemiskinan masyarakat. Dengan demikian istilah yang tepat untuk digunakan adalah kompensasi. Ganti rugi itu identik dengan korban. Di sisi lain, dalam pengadaan tanah tidak perlu ada korban. Jika demikian, berarti pembuat undang-undang pada saat membuat undangundang telah mengasumsikan bahwa akan ada yang menjadi korban pada saat pengadaan tanah untuk kepentingan umum, padahal itu tidak seharusnya terjadi. Keppres Nomor 55 Tahun 1993, Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 mengandung banyak kelemahan dan bersifat represif yang merugikan pemilik hak atas tanah. Ada beberapa ketentuan yang menunjukkan semangat represif tersebut : 1) Perhitungan Ganti Rugi. Tidak adanya ketentuan bahwa pemberian ganti rugi itu menjamin kehidupan rakyat yang kehilangan hak atas tanahnya jadi lebih baik. Bentuk ganti rugi yang diatur hanya materiil, bahkan standar nilai ganti rugi tanah hanya berdasarkan NJOP, bukan berdasarkan harga pasar. 2) Proses Pengadaan Tanah. Jika waktu musyawarah yang ditentukan melewati batas maka pemegang hak atas tanah tidak memiliki pilihan lain, kecuali dipaksa menerima ganti rugi yang ditetapkan. Bahkan, hak pemilik tanah atas tanah dapat dicabut. 3) Panitia Pengadaan Tanah (P2T). P2T yang dibentuk hanya mewakili pemerintah. Panitia pengadaan tanah ini dipastikan tak akan netral dan obyektif dalam bernegosiasi untuk pembebasan lahan. Tak ada jaminan bahwa oknum dalam panitia pengadaan tanah ini bermain mata dengan invenstor yang menyediakan modal untuk pembebasan lahan. 4) Pencabutan Hak atas Tanah. Rakyat makin dilemahkan dengan kehadiran peraturan



yang memberi kewenangan kepada pemerintah untuk mencabut hak rakyat atas tanah. Ketentuan ini sangat represif karena memaksa rakyat menyerahkan tanahnya dengan dalih untuk tidak menghambat pembangunan untuk kepentingan umum. Nilai ganti kerugian yang dinilai oleh Penilai, merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum. Besarnya nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai, disampaikan kepada Lembaga Pertanahan dengan berita acara. Nilai ganti kerugian berdasarkan hasil Penilai, menjadi dasar musyawarah penetap kerugian. Dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, Pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya. Yang dimaksud dengan tidak lagi dapat difungsikan adalah bidang tanah yang tidak lagi dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan dan penggunaan semula, misalnya rumah hunian yang terbagi sehingga sebagian lagi tidak dapat digunakan sebagai rumah hunian. Sehubungan dengan hal tersebut, pihak yang menguasai/memiliki tanah dapat meminta ganti kerugian atas seluruh tanahnya.. Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk: (1) Uang; (2) Tanah pengganti; (3) Permukiman kembali; (4) Kepemilikan saham; atau (5) Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Yang dimaksud dengan permukiman kembali adalah proses kegiatan penyediaan tanah pengganti kepada pihak yang berhak ke lokasi lain sesuai dengan kesepakatan dalam proses pengadaan tanah. Sementara itu yang dimaksud dengan bentuk ganti kerugian melalui kepemilikan saham adalah penyertaan saham dalam kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum terkait dan/atau pengelolaannya yang didasari kesepakatan antar pihak. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak misalnya gabungan dari 2 (dua) atau lebih bentuk ganti kerugian. Jadi, dari penjelasan di atas maka tanah yang dibebaskan haknya oleh pemerintah dapat diganti kerugian berupa kendaraan bermotor asal harga tanah yang dibebaskan seimbang dengan harga kendaraan bermotor tersebut. Tetapi umumnya yang terjadi di masyarakat bentuk ganti ruginya adalah uang.