Bronchiolitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONCHIOLITIS



Disusun oleh: M. Ridwan



(14.401.17.055)



Siti Sofia



(14.401.17.070)



Virgi Anggraini



(14.401.17.085)



Vivi Emilatin Maulidyah



(14.401.17.086)



Wahyu Wirayusika



(14.401.17.087)



AKADEMIKESEHATAN RUSTIDA PRODI DIII KEPERAWATAN KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI 2019



Kata pengantar Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONCHIOLITIS”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Keperawatan tahun ajaran 2019/2020. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II , orang tua kami dan teman – teman yang secara langsung maupun yang tidak langsung telah mendukung selesainya makalah ini. Makalah ini kami susun dengan menggunakan metode pustaka dengan sumber berupa dari buku. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi susunan maupun isinya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Krikilan, 9 September 2019



Penulis



I



DAFTAR ISI



Kata pengantar ...........................................................................................................i DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii BAB I..........................................................................................................................1 PENDAHULUAN ..........................................................................................................1 A.



LATAR BELAKANG ....................................................................................1



B.



Batasan Masalah ............................................................................................2



C.



Rumusan Masalah .........................................................................................2



D.



Tujuan ...........................................................................................................2



BAB II.........................................................................................................................3 PEMBAHASAN............................................................................................................3 A.



DEFINISI BRONCHILOLITIS .....................................................................3



B.



ETIOLOGI BRONCHIOLITIS .....................................................................3



C.



Klasifikasi ......................................................................................................5



D.



Manifestasi Klinis ..........................................................................................6



E.



Patofisiologi ...................................................................................................8



F.



PATHWAY BRONKIOLITIS............................................................................... 10



G.



Komplikasi ............................................................................................... 11



H.



Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................. 11



1.



Pengkajian ............................................................................................... 11



2.



Pemeriksaan fisik ..................................................................................... 12



3.



Periksaan Penunjang................................................................................ 14



4.



Tindakan Pencegahan .............................................................................. 15



5.



Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan ............................................... 16



6.



Diagnosa Keperawatan .............................................................................. 20



7.



INTERVENSI ............................................................................................... 21



DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 23



II



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Bronchiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernapasan bawah yang ditandai dengan peradangan bronkioli yang lebih kecil. (Betz, 2009) Bronkiolitis yang terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12% dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory syncytial, kira-kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza. Bakteri dan mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahuntahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat. Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan lama. RSV adalah golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil dari tahun ke tahun. Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4-6 minggu kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus. (Betz, 2009)



1



B. Batasan Masalah Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada suhan keperawatan pada anak yang menderita bronchilolitis C. Rumusan Masalah 1.



Bagaimana konsep bronchiolitis



2.



Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan bronchiolitis



D. Tujuan 1. Tujuan Umum Agar mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan tentang bronchiolitis 2. Tujuan Khusus Agar mahasiswa mampu memahami konsep medis dan konsep asuhan keperawatan pada anak dengan bronchiolitis



2



BAB II PEMBAHASAN



A. DEFINISI BRONCHILOLITIS Bronchiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran napas kecil (bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens tertinggi sekitar usia 6 bulan. (Mansjoer, 2009) Bronchiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus pada bronkiolus, yang menyebabkan obstruksi akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli. Lebih sering disebabkan oleh respiratory syncytial virus (RSV), gangguan ini biasanya terjadi pada anak usia 2-12 bulan, terutama selama musim dingin dan awal musim semi. (Suliha, 2009) Bronchiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernapasan bawah yang ditandai dengan peradangan bronkioli yang lebih kecil. (Betz, 2009) Bronchiolitis adalah inflamasi bronchioles yang pada banyak kasus disebabkan oleh virus respiratory syncitial dan paling sering ditemukan pada anak-anak dalam usia 1 tahun pertama. (Suliha, 2009) Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bronchiolitis adalah penyakit infeksi virus pada saluran bronkiolus berupa radang atau inflamasi akut yang sering menyerang anak usia 2-12 bulan sehingga menyebabkan obstruksi akut saluran napas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli.



B. ETIOLOGI BRONCHIOLITIS Bronchiolitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah: 1) Virus a. Virus Respiratory Syncytial (RSV) RSV adalah virus yang menyebabkan terjadinya infeksi pada paru dan saluran napas. Sekitar 50% bronchiolitis akut disebabkan 3



oleh RSV. Virus ini sering sekali menyerang anak-anak, biasanya seorang anak yang berusia 2 tahun sudah pernah terinfeksi oleh virus ini. RSV juga dapat menginfeksi orang dewasa. b. Virus parainfluenza Virus parainfluenza merupakan virus patogen yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah pada anak anak maupun orang dewasa. 2) Polusi udara a. Asap pembakaran Polusi udara akibat kayu atau hutan yang terbakar bisa menjadi faktor risiko terjadinya bronchiolitis yang menyebabkan bayi dirawat di rumah sakit pada tahun pertama kehidupannya. Hal ini dapat disebabkan pembakaran yang tidak sempurna. Bayi yang sering terpapar pembakaran kayu tidak sempurna cenderung lebih sering masuk rumah sakit akibat terkena bronchiolitis. Pemaparan polutan udara seperti nitrat oksida, karbon monoksida dan partikel lainnya diduga dapat memicu terjadinya bronchiolitis. Asap dari kayu yang dibakar dapat mengiritasi sistem pernapasan dan telah terbukti memiliki efek buruk terhadap kesehatan paru-paru anakanak. Asap kayu memiliki dampak terbesar terhadap kesehatan paruparu, sedangkan bahan bakar fosil memiliki dampak kesehatan terbesar



terhadap



kesehatan



jantung karena



lebih



banyak



mengandung logam. b. Asap rokok Asap beserta beberapa zat kimia yang berdampak buruk terhadap kesehatan paru-paru yang dilepaskan saat merokok, dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan virus dan selanjutnya dapat menginvasi sampai ke bronkiolus.



4



Sedangkan kondisi atau faktor risiko yang dapat menyebabkan seorang anak atau dewasa menderita bronchiolitis yaitu: 1. Pada anak-anak a. Bayi berusia kurang dari 6 bulan. b. Anak-anak yang terlahir premature. c. Anak yang tidak memperoleh ASI d. Anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik terutama mereka yang mengidap penyakit jantung atau paruparu bawaan. e. Anak-anak yang system kekebalan tubuhnya rendah, seperti sedang menjalani kemoterapi, transplantasi, atau karena penyakit. f. Anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan atau memiliki saudara kandung yang sudah bersekolah akan memiliki resiko lebih tinggi tertular infeksi ini. g. Balita yang berada pada lingkungan yang berisiko tinggi untuk terpapar pada polusi udara dan asap rokok. h. Kerentanan juga akan meningkat saat musim RSV tertinggi, yang biasanya dimulai pada musim gugur dan berakhir di musim semi. 2. Pada dewasa a. Orang-orang dewasa berusia lanjut. b. Orang dewasa pengidap gagal jantung atau penyakit kronis. (Ngastiyah, 2012)



C. Klasifikasi Berdasarkan keparahannya, bronchiolitis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Ringan a. Anak sadar, warna kulit merah muda.



5



b. Anak dapat makan dengan baik. c. Saturasi oksigen > 90%. Pada kondisi ini anak dapat ditangani di rumah dengan cukup istirahat dan makan lebih sering dalam porsi kecil. Dapat dilakukan kunjungan follow-up ke dokter dalam 24 jam. 2. Sedang, anak akan mengalami: a. Kesulitan makan. b. Lemah. c. Kesulitan



bernapas,



dengan



penggunaan



otot-otot



bantu



pernapasan. d. Adanya kelainan jantung atau saluran napas. e. Saturasi oksigen < 90%. f. Usia kurang dari enam bulan. 3. Berat, gejalanya sama dengan criteria sedang, namun: a. Mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen. b. Menunjukkan episode henti napas (apnea). c. Menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau karbon dioksida dalam tubuh terkumpul terlalu banyak. Pada kondisi ini, hal yang perlu dilakukan adalah: 1) Memonitor jantung dan pernapasan. 2) Mungkin membutuhkan perawatan di ICU. 3) Membutuhkan tes darah untuk mengetahui kadar berbagai zat dalam darah. (Mansjoer, 2009)



D. Manifestasi Klinis Gejala awal bronchiolitis mirip dengan flu biasa, seperti hidung berair, hidung tersumbat disertai dengan demam ringan, tidak nafsu makan dan



batuk.



Tetapi



setelah



dua



hari, gejala menjadi lebih parah bukannya semakin membaik. Gejala umum dari bronchiolitis yang sering muncul yaitu: 1. Hidung tersumbat disertai dengan demam dan batuk.



6



atau



tiga



2. Kesulitan bernafas, pernapasan cepat dan dangkal (RR 60-80 x/menit), dengan terengah-engah disertai dengan peningkatan batuk. 3. Kehilangan nafsu makan, akibat dari gangguan pernapasannya. 4. Terlihat pernapasan cuping hidung disertai retraksi interkostal suprasternal 5. Anak gelisah dan sianosis sekitar hidung dan mulut. 6. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirasi memanjang disertai dengan mengi (wheezing). Ronki nyaring halus kadang terdengar pada akhir ekspirasi atau pada awal ekspirasi. Pada keadaan yang berat, suara pernapasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir total. 7. Infeksi ditandai adanya edema mukosa, peningkatan sekresi mukus, obstruksi bronkiolus, dan peregangan yang berlebihan dari alveoli. Tanda-tanda dan gejala infeksi RSV biasanya terlihat pada 4-6 hari setelah terjadi paparan terhadap infeksi virus. Pada orang dewasa dan anakanak yang berusia lebih dari 3 tahun, RSV biasanya menyebabkan terjadinya tanda-tanda seperti selesma ringan dan gejala yang mirip dengan gejala yang ada pada infeksi saluran pernapasan atas. Tanda-tanda ini adalah: a. Hidung mampet atau berlendir b. Batuk kering disertai suara serak c. Demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi d. Sakit leher e. Sakit kepala ringan f. Rasa tidak nyaman dan gelisah (malaise) Pada anak-anak berusia kurang lebih dari 3 tahun, RSV dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada saluran pernapasan bagian bawah seperti radang paru atau bronchiolitis. Gejala dan tanda-tandanya adalah: a. Demam dengan suhu tinggi b. Batuk yang parah



7



c. Nafas tersengal-sengal, ada suara ngik (wheezing) yang biasanya terdengar saat ekspirasi d. Napasnya cepat atau sulit untuk bernapas, yang mungkin akan menyebabkan anak lebih memilih untuk duduk daripada berbaring e. Warna kebiruan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan oksigen disertai dengan berkeringat. Kondisi paling parah akibat infeksi dari RSV akan diderita oleh bayi dan balita. Gejala paling berat umumnya dialami di hari kedua atau ketiga. Bayi dapat sakit selama 7-10 hari dan batuk dapat berlanjut hingga 2-4 minggu. Pada bayi dan balita yang menderita infeksi RSV, tanda-tandanya adalah: a. Terlihat jelas tarikan otot dada dan kulit di sekitar tulang iga saat bernapas, yang menandakan bahwa mereka mengalami kesulitan bernapas. b. Napas mereka mungkin pendek, dangkal dan cepat. Napas yang cepat ini mengakibatkan bayi mengalami kesulitan makan atau minum. c. Gejala yang lebih mengkhawatirkan adalah jika bayi berhenti bernapas selama lebih dari sepuluh detik dalam satu kesempatan. Gejala ini disebut recurrent apnea. d. Atau mungkin tidak menunjukkan adanya infeksi saluran napas, tetapi tidak mau makan dan biasanya lemas dan rewel. e. Bayi menjadi mudah mengantuk dan bibirnya mulai membiru. (Betz, 2009)



E. Patofisiologi Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiole yang disebabkan oleh edema, penimbunan lendir serta debris- debris seluler. Tekanan udara pada lintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun selama fase ekspirasi, karena jari-jari suatu saluran nafas mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi pernafasan akan mengakibatkan terperangkapnya udara serta



8



pengisian udara yang berlebihan. Proses patologis yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru-paru. Ventilasi yang semakin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini. Retensi karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita yang terserang 3 hebat. Pada umumnya semakin tinggi pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan melebihi 60 x / menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipne yang terjadi. (Betz, 2009)



9



F. PATHWAY BRONKIOLITIS Respiratory Syncytial Virus (RSU) menyerang / menginfeksi saluran pernafasan atas menimbulkan edema dan akumulasi skret/lendir



Peradangan



Obstruksi



Suhu tubuh meningkat



Hipertermi



-



Batuk Pilek Sesak Rhonci Wheezing



Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Kontriksi pada bronkiolus selama ekspirasi



Cairan tubuh mengalami penguapan



Hiperinflasi pada paru



- Anoreksia - Penurunan BB



Bersihan jalan nafas tak efektif



Atelektasis



Kekurangan volume cairan



Ansietas Kerusakan pertukaran gas



Hypoxsia



Sumber : (Ngastiyah, 2012)



10



Kurang pengetahuan



G. Komplikasi 1.



Radang paru-paru. Virus maupun organisme yang menyebabkan infeksi dapat menginvasi ke bagian paru-paru yang lain bahkan seluruh bagian.



2.



Radang saluran tengah, terjadi saat ada virus yang masuk ke daerah di belakang gendang telinga



3.



Kemungkinan timbulnya penyakit asma di kemudian hari. Reaksi radang yang terjadi saat anak-anak dapat meningkatkan sensitivitas pada saluran napas terhadap allergen, sehingga dapat memicu terjadinya astma.



4.



Gangguan respiratorik jangka panjang pasca bronchiolitis dapat timbul berupa batuk berulang, mengi, dan hiperreaktivitas bronkus, yang cenderung membaik sebelum usia sekolah.



5.



Bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral (Sindrom Swyer-James). Komplikasi ini sering dihubungkan dengan adenovirus.



6.



Kematian. Pada anak-anak yang berusia kurang dari 6 bulan, bayi-bayi yang lahir prematur, dan bayi-bayi yang memiliki kelainan bawaan pada jantung dan paru-parunya, infeksi RSV dapat berakibat serius sampai menimbulkan kematian. (Ngastiyah, 2012)



H. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas Pasien Pengkajian mengenai Nama, Usia, Jenis kelamin, perlu dilakukan pada pasien bronchiolitis. b. Data Riwayat Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Dahulu Pada klien kaji jika pernah menderita penyakit bronchiolitis sebelumnya.



11



2) Riwayat Kesehatan Sekarang Bagian ini membahas tentang uraian secara lengkap jelas dan kronologis tentang penyebab perawatan pasien. Biasanya klien demam,batuk dan dan pilek yang disertai dengan sesak nafas. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Pada klien kaji apakah klien mempunyai riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat tentang disfungsi pernapasan sebelumnya. (Ngastiyah, 2012) 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik a) Penampilan Umum : observasi wajah, poster, higiene, nutrisi, perilaku, perkembangan, status kesadaran. b) Kepala : kaji bentuk dan kesimetrisan, postur kepala, palpasi tengkorak, apakah ada fontanel, nodus, pembengkakan yang nyata, lingkar kepala, apakah ada gangguan fungsi. c) Leher : inspeksi ukuran, palpasi apakah ada deviasi d) Mata : palpebra, konjungtiva, bagaimana dengan warnanya, bagaimana kondisi kelopak mata? Apakah kehitaman? Apakah ada infeksi. e) Telinga : inspeksi hygiene (bau, ras, warna) apakah ada pembengkakan, apakah ada infeksi, adakah penurunan pendengaran. f) Mulut dan Tenggorokan : bagaimana membran mukosanya? Apakah lembab atau kering, adakah luka? Nyeri, sariawan, apakah ada gigi yang karies, apakah ada rasa nyeri atau panas? dan lain sebagainya g) Dada : perhatikan deviasi, dada berbentuk silinder, asimetri, sudut kostal lebar atau sempit, penonjolan tulang, retraksi. h) Paru-paru inspeksi : kaji gerakan pernapasan: kedalaman, frekuensi, kualitas dan irama. Dikatakan normal jika irama: reguler, frekuensi normal sesuai usia, tanpa upaya, tenang. Perlu diperhatikan apabila frekuensi abnormal, irama tidak teratur, kadalaman dangkal sulit



12



bernapas, atau pernapasan bising / mendengkur. Kondisi seperti ini harus segera ditangani. Palpasi : posisi anak duduk ditempat tidur, palpasi dengan telapak tangan pada punggung anak atau dada anak, dengan ibu jari di garis tengah sepanjang tepi kostal bawah. Posisi masih seperti di atas, anak suruh mengatakan “99” atau “eee”. Hasil dikatakan normal jika vibrasi simetris dan paling jelas pada area thoraksal paling sedikit pada area dasar. Perhatikan adanya vibrasi asimetris atau intensitas yang tiba-tiba menghilang atau menurun, adanya vibrasi abnormal seperti friction rub pleura atau krepitasi. Perkusi : paru-paru anterior: posisi anak boleh duduk atau terlentang, perkusi kedua sisi dada dalam urutan dari apeks ke dasar. Paru-paru posterior: posisi anak duduk, perkusi kedua sisi dada urut dari apeks ke dasar. Hasil yang ditemukan secara umum adalah pekak pada garis midklavikular kanan antar ruang (interspace) kelima hepar, pekak dari (interspace) kedua-kelima di atas batas sternum kiri sampai garis midklavikuler (jantung). Tympani antar ruang kelima kiri bawah (lambung). Perhatikan adanya penyimpangan bunyi. Auskultasi : auskultasi pernapasan dan bunyi suara: intensitas, nada, kualitas, durasi relatif dari inspirasi dan ekspirasi. Pada penyakit bronkiolitis biasanya akan timbul suara wheezing (mengi). Wheezing merupakan suara musikal terus menerus disebabkan oleh lewatnya udara melalui saluran sempit, tanpa memperhatikan penyebab (inflamasi,benda asing atau sekret). i) Jantung Lakukan pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi. Inspeksi ukuran dengan anak berada pada posisi semifowler, observasi dinding dada dari sebuah sudut. Tujuan melakukan palpasi adalah untuk menentukan lokasi impuls apikal (apeks). Palpasi kulit untuk mengetahui waktu pengisian kapiler, dengan cara tekan kulit sedikit pada sisi tengah, misalnya dahi, kaki / tangan, kaji waktu



13



yang diperlukan untuk kembali kewarna aslinya. Auskultasi bunyi jantung, evaluasi kualitas, intensitas, frekuensi, dan irama jantung. j) Abdomen Inspeksi diikuti auskultasi, perkusi, palpasi. Pada saat pemeriksaan abdomen, posisi anak dengan terlentang dengan kaki fleksi dengan punggung dan lutut. Alihkan perhatian anak dengan pernyataan “saya akan menebak apa yang kamu makan dengan memegang perutmu”. Inspeksi ukuran, kontur dan tonus. k) Genitalia Pada wanita palpasi adanya massa, inspeksi meatus uretral, inspeksi dan palpasi orifisium vaginalis dan kelenjar bartholin. l) Anus Inspeksi kondisi kulit dan penampilan umum, munculkan dengan mengerutkan atas meregangkan area perianal dengan perlahan. m) Punggung dan ekstremitas Inspeksi kurvatura dan simetrisitas tulang belakang, periksa adanya skoliosis, inspeksi sendi (kesimetrisan, ukuran, suhu, warna, mobilitas, nyeri tekan). Kaji bentuk tulang. Uji kekuatan tangan dan kaki. Bagaimana kondisi tangan dan kaki tersebut. (Marni, 2014)



3. Periksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk anak



yang



menderita bronkiolitis adalah : a) Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear



atau



dapat



ditemukan



leukopenia



yang



menandakan prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang. b) Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis



14



respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal. c) Pemeriksaan radiologis : Foto dada anterior posterior, hiperinflasi paru, pada foto lateral, diameter anteroposterior membesar dan terlihat bercak honsolidasi ,yang tersebar. d) Analisa gas darah : Hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolik, atau respiratorik. (Raharjoe, 2012)



4. Tindakan Pencegahan Tidak ada vaksin untuk mencegah terjadinya infeksi RSV. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah tersebarnya infeksi virus ini diantaranya adalah: a) Sering-sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh anak, dan ajarkan pada anak-anak tentang pentingnya mencuci tangan. b) Hindari paparan terhadap infeksi RSV, dengan cara membatasi kontak antara bayi dengan orang-orang yang sedang mengalami demam dan selesma. c) Jagalah kebersihan. Pastikan agar rak-rak selalu dalam keadaan bersih terutama rak yang terdapat di dapur dan kamar mandi, terutama bila ada anggota keluarga yang sedang selesma. Segera buang tisu bekas pakai. d) Jangan menggunakan gelas yang sudah digunakan oleh orang lain. Gunakan gelas sendiri atau gelas sekali pakai bila kita atau orang lain sedang sakit. e) Jangan merokok. Bayi yang terkena paparan tembakau memiliki resiko lebih tinggi terkena infeksi RSV dan berpotensi lebih besar terkena gejala yang lebih parah. Selalu coba untuk tidak merokok di rumah atau di sekitar bayi, terutama jika bayi memiliki kelainan saluran napas atau jantung, sistem kekebalan yang rendah, atau lahir prematur.



15



f) Cuci boneka secara rutin, terutama bila anak atau kawan bermain anak sedang sakit. g) Sebagai tambahan, ada obat yang disebut palivisumab (Synagis) yang dapat membantu melindungi anak-anak berusia kurang dari 2 tahun yang memiliki resiko mengalami komplikasi serius bila mereka terjangkit RSV. Synagis bekerja dengan menyediakan antibody yang diperlukan untuk melindungi tubuh dari RSV. Diperlukan satu kali suntikan tiap bulan yang disuntikkan melalui IM pada bagian paha setiap puncak musim RSV (dimulai pada musim gugur) dan dilakukan secara terus menerus selama lima bulan. Suntikan ini diulangi lagi setiap tahun hingga si anak tidak lagi dalama kondisi yang berisiko tinggi. Pemberian obat tidak akan mempengaruhi jadwal vaksinasi anak. Penggunaan terapi seperti ini mengurangi frekwensi dan lama perawatan di rumah karena infeksi RSV. Tetapi karena biayanya yang tinggi, penggunaan pengobatan seperti ini dibatasi hanya pada mereka yang memiliki resiko paling tinggi mengalami komplikasi karena infeksi RSV. Pengobatan ini tidak akan berguna untuk mengobati infeksi RSV yang sudah terjadi. (Raharjoe, 2012) 5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Obat-obatan umumnya tidak menolong bayi yang mengalami bronchiolitis, tetapi yang dibutuhkan adalah lebih banyak istirahat dan pemberian makan (ASI, formula, atau makanan tambahan sesuai usia bayi) dalam porsi lebih kecil namun dengan frekuensi lebih sering. ASI diberikan lebih sering, namun dalam waktu yang lebih pendek setiap kalinya. Dengan demikian anak tidak akan terlalu lelah atau mengalami dehidrasi. Bayi dengan bronchiolitis ringan dapat dirawat di rumah dengan diberikan sirup yang mengandung paracetamol untuk demam dan mengatasi rasa gelisah. Beri minum air putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi. Namun apabila penyakit menunjukkan



16



keparahan atau infeksi serius yang dapat mengancam jiwa, maka harus segera dibawa ke rumah sakit untuk memperoleh penanganan lanjut serta pemantauan jantung dan laju pernafasan. Karena penyebab bronchitis pada umunya disebabkan oleh virus maka belum ada obat kausal. Antibiotik tidak berguna, obat yang biasanyan diberikan adalan obat penurun demam, banyak minum terutama sari buah-buahan. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk yang banyak lender lebih baik diberi banyak minum. Bila batuk tetap ad dan dalam 2 minggun tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotic perlu diberikian.pemberian antibiotic yang serasi untuk M. pneumonia dan H. influensae sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoksilin, kontrimoksasol dan golongan makrolid. (Ngastiyah, 2012) 



Penatalaksanaan medis a. Terapi farmakologis 1) Bronkodilator, diberikan untuk membantu anak lebih mudah bernapas dengan cara membuka saluran udara di paru-paru dan mengurangi sesak napas. Obat ini dapat diberikan dengan nebulasi, contoh obat ini adalah proventil, ventolin. 2) Steroid, untuk mengatasi radang saluran pernapasan, membantu mengurangi sesak napas dan mengontrol demam, namun pemberiannya tidak dianjurkan.Deksametason 0,5 mg/kgBB inisial, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. 3) Antivirus, seperti ribavirin (Rebetol) dapat diberikan dalam bentuk nebulasi, penggunanya telah dianjurkan untuk bayi dengan penyakit jantung konginetal oleh komite penyakit infeksi akademik pediatric amerikaka (AAP) 4) Antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak berguna untuk mengobati RSV karena RSV disebabkan oleh infeksi virus. Meskipun demikian, antibiotik tetap diberikan karena



17



bronchiolitis



sukar



dibedakan



dengan



pneumonia



interstisialis, dan apabila telah terjadi komplikasi bakteri, seperti infeksi di telinga bagian tengah, atau radang paruparu karena bakteri. Bila tidak ada komplikasi, maka dokter mungkin akan merekomendasikan obat-obatan yang dapat dibeli secara bebas seperti asetaminofen (Tylenol, dll) atau ibuprofen (Advil, Motrin, dll), yang dapat mengurangi demam tetapi tetap tidak dapat mengobati infeksi tersebut untuk sembuh lebih cepat. a)



Untuk kasus bronkiolitis community base:







Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian







Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian



b)



Untuk kasus bronkiolitis hospital base: 



Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2kali pemberian







Amikasin 10-15mg/kgBB/hari dalam 2kali pemberian







Nebulasi, untuk membantu mengeluarkan lendir dari hidung anak.







Oksigenasi. Biasanya, penderita diberikan oksigen yang lembab melalui selang udara ke hidung atau headbox atau pada beberapa kasus parah, melalui ventilasi buatan. Untuk bronchiolitis ringan, oksigen diberikan sebanyak 1-2 L/menit atau sesuai kebutuhan.







Pada kasus yang serius, anak mungkin membutuhkan pemasangan ventilasi mekanik, sebuah alat bantu pernapasan. Anak akan merasa lega setelah lebih mudah bernapas dan selera makannya juga akan mulai kembali membaik.







Pemberian cairan infuse, untuk mencegah terjadinya dehidrasi apabila anak sulit makan dan minum. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi. 18







Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit.



2. Penatalaksanaan keperawatan a. Hal utama dalam pengobatan bronchiolitis adalah menjaga anak agar tidak terjadi dehidrasi jika anak tidak makan atau minum dengan baik. Beri minum air putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi dan beri makan dengan porsi yang lebih kecil namun dengan frekuensi lebih sering. b. Memberikan



posisi



yang



nyaman dengan



posisi



kemiringan 30°-40° (semifowler) atau dengan kepala dan dada yang sedikit ditinggikan sehingga leher berada pada posisi



ekstensi untuk



mempermudah



pernapasan.



Atau duduk dengan posisi tegak. c. Berikan minuman atau cairan hangat, seperti sup atau air hangat, untuk membantu melegakan pernapasan dan mengencerkan dahak yang mengental. d. Anak ditempatkan pada tempat yang sejuk dan udara yang cukup lembab untuk dihirup untuk mengatasi hipoksemia. Buat agar ruangan atau kamar dalam keadaan hangat tetapi tidak terlalu panas Bila udaranya kering, gunakan pelembab ruangan (humidifier) atau vaporizer yang dapat melembabkan udara dan membantu melegakan napas dan batuk. Yakinkan agar alat pelembab udara dalam keadaan kering untuk mencegah timbulnya bakteri dan kuman. e. Yakinkan lingkungan yang bebas dari asap rokok. Asap rokok dapat memperburuk gejala yang ada. f. Hindari kontak dengan bayi lainnya dalam beberapa hari pertama. (Ngastiyah, 2012)



19



6. Diagnosa Keperawatan Menurut (Wilkinson, 2012) diagnosa yang muncul pada asuhan keperawatan pada anak dengan bronchiolitis : a.



Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas



1)



Definisi



Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas. 2)



Batasan karakteristik



a)



Suara napas tambahan (Wheezing).



b)



Perubahan frekuensi napas.



c)



Perubahan irama napas.



d)



Produksi sputum.



e)



Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara.



f)



Dyspneu (sesak atau kesulitan dalam bernapas).



b. Kerusakan pertukaran gas 1)



Definisi Kerusakan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan / atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar kapiler.



2)



Batasan karakteristik



a)



pH darah arteri abnormal (pH darah arteri normal yaitu 7.35-7.45).



b)



pernapasan abnormal (misalnya kecepatan, irama, kedalaman).



c)



Dyspneu (sesak atau kesulitan dalam bernapas).



d)



Hipoksemia (penurunan konsentrasi O2 PaO2 < 85-100 mmHg SaO2 < 95%).



e)



Hipoksia (suplai oksigen kurang).



f)



Napas cuping hidung.



20



c.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.



1)



Definisi



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. 2)



Batasan karakteristik



a)



Terjadi penurunan berat badan.



b)



Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal.



c)



Bising usus hiperaktif.



d)



Membran mukosa pucat.



7. INTERVENSI a.



Ketidakefektifan bersihan jalan napas



NOC: Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway Patency NIC: 1)



Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi dengan posisi fowler



(900) atau semi fowler (300-450). 2)



Lakukan fisioterapi dada bila perlu.



3)



Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction.



4)



Auskultasi suara napas.



5)



Berikan bronkodilator bila perlu.



6)



Monitor respirasi dan status O2 (Oksigen).



Kerusakan pertukaran gas NOC: Respiratory status : Gas Exchange Respiratory status : Ventilation Vital Sign status NIC: 1)



Monitor respirasi dan status oksigen.



21



2)



Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi dengan posisi fowler



(900) atau semi fowler (300-450). 3)



Lakukan fisioterapi dada bila perlu.



4)



Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction.



5)



Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan.



6)



Berikan bronkodilator bila perlu (untuk mengatasi kesulitan



bernapas). 7)



Manajemen jalan napas : memfasilitasi kepatenan jalan napas.



d.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



NOC: Nutritional status



: intake cairan dan nutrisi



Weight control



: pantau BB



NIC: 1)



Monitor adanya penurunan berat badan.



2)



Kaji adanya alergi makanan.



3)



Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan



nutrisi yang dibutuhkan pasien. 4)



Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli



gizi). 5)



Yakinkan diit yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah



konstipasi. 6)



Berikan informasi kepada klien dan keluarga tentang kebutuhan



nutrisi. (Wilkinson, 2012)



22



DAFTAR PUSTAKA



Betz, C. L. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby's Pediatric. Nursing Reference). Jakarta: EGC. Mansjoer, A. d. (2009). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. Ngastiyah. (2012). Perawatan Anak Sakit. Edisi II. Jakarta: EGC. Raharjoe. (2012). Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Suliha, U. K. (2009). Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. Wilkinson, M. J. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: EGC.



23