Budaya 5 S [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUDAYA 5 S 



By elvinadella in Uncategorized



Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun. S yang pertama adalah senyum. Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita? S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita? S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita? S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak. S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?  



MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI BUDAYA 5 S (SENYUM, SALAM, SAPA, SOPAN, DAN SANTUN) Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena kualitas kerakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak dini serta berkelanjutan.  Kagagalan penenaman kepribadian yang baik diusia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah dimasa dewasa kelak. Anak apabila di didik dengan cara yang salah maka disaat dewasa akan menjadi sosok yang gagal, baik dalam mengatasi konflik keperibadian maupun dalam kehidupan dewasa sehari-hari dia kelak sehingga akan mempengaruhi kesuksesan si anak nantinya. Menurut KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia) yang dimaksud dengan karakter adalah tabiat (sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain) atau dapat pula dikatakan karakter menyangkut moral yaitu menyangkut ajaran tentang baik buruk yang diterima umum baik dalam bentuk perbuatan, sikap, akhlak, budi pekerti, maupun susila. Selain itu karakter juga kondisi mental yang membuat seseorang tetap berani, bersemangat, bergairah, bedisiplin, bersedia berkorban maupun kedaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan. Pembantukan karakter itu harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek “knowledge, feeling, action”. Pembentukan karakter dapat diibaraktan sebagai pembentukan seorang menjadi bianaragawan yang yang memerlukan “latihan otot-otot akhlak” secara terus menerus agar menjadi kokoh dan kuat. Sebab pada dasarnya anak yang berkarakter rendah adalah anak yang tingkat emosi-sosialnya bermasalah. Salah satu upaya pembentukan karakter anak yaitu melalui pendidikan yang berbasis karakter. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting di suatu Negara, dengan adanya pendidikan dapat menunjang keberhasilan Negara. Menurut KBBI pendidikan di artikan sebagai proses pembelajaran bagi individu mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai objek-objek tertentu. Melalui pendidikan indvidu dapat mempelajari bagaimana cara meningkatkan dan mengembangkan potensi intelektual, mental, sosial, emosional, dan kemandirian dalam kehidupan sehingga menjadi lebih berkualitas Dimana pendidikan mengajarkan kita banyak hal dari tidak tau menjadi tau, dari tidak mengeti menjadi mengerti, dan tidak bisa menjadi bisa, dari tidak terampil menjadi terampil. Selain itu, pendidikan merupakan salah satu kunci dalam pembentukan karakter seseorang. Menurut Dr. Thomas (1992) pendidikan berbasis karakter adalah upaya yang dilakukan pendidikan untuk membantu anak didik supaya mengerti, memperdulikan, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika. Pendidikan karakter menjadi tema hangat dalam pendidikan di Indonesia, mengingat program pemerintah untuk menerapkan pendidikan karakter. Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa diantara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, hal itu dimaksudkan bahwa pendidikan tidak hanya untuk menjadikan insan bangsa yang cerdas, tetapi juga membentuk karakter agar nantinya lahir ganarasi masa depan bangsa yang tumbuh dan berkembang dengan karakter nilai luhur bangsa dan agama. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaran dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh terpadu dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasikan serta



mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia  tersebut sehingga terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat pendidikan sekolah dasar merupakan masa-masa yang paling tepat untuk menanamkan pendidikan karakter. Pendidikan dasar merupakan pendidikan lanjutan dari pendidikan keluarga, karena itu kerjasama antara sekolah dengan keluarga merupakan hal yang sangat penting. Karakter anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar tempat anak tinggal. Untuk itu, sekolah tidak akan berhasil mengembangkan pendidikan karakter tanpa peran aktif orang tua. Komunikasi antara sekolah dan orang tua dapat dilaksanakan dengan pertemuan wali murid, majalah sekolah, dan sebagainya. Yang paling utama dari semuanya adalah peran pendidik itu sendiri, pendidik adalah model utama untuk peserta didik. Letak keberhasilan pendidikan karakter ada pada pendidik. Diperlukan pendidik berkarakter untuk menghasilkan peserta didk yang berkarakter sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dewasa ini dapat sama-sama kita  ketahui bahwa kondisi karakter peserta didik di sekolah masa sekarang sangatlah memprihatinkan, baik secara emosional, tindakan, maupun perilaku sosial mereka.  Selain itu, yang membuat kita miris adalah pola tingkah laku anak dalam pergaulannya, baik dengan pergaulan anak dengan temannya disekolah maupun di rumah. Bisa kita ambil contoh di sekolah, saat anak ditegur oleh guru kerena mereka melakukan kesalahan, meraka malah cenerung melawan kepada guru dengan tindakan-tindakan yang kurang pantas. Selain itu, juga dapat dilihat saat anak SD bergaul dengan teman sebayanya di sekolah, anak juga cenderung mengeluarkan ucapan-ucapan kasar yang kurang enak di dengar. Diluar lingkungan sekolah pun perilaku anak malah lebih parah, anak cenderung bila berpergian jarang yang menyalami atau berpamitan dengan orang tuanya, atau bahkan memanggil kakak atau orang yang lebih tua hanya dengan sebutan nama saja. Dalam fenomena ini jelas bahawa karakter peserta didik dimasa sekarang masih jauh dari kesan baik. Bagaimana nantinya nasib Negara ini bila moral yang dimiliki oleh generasi penerus bangsa buruk. Buruknya karater peserta didik mungkin dikarenakan oleh kurangnya penanaman karakter yang baik dari pihak terdekat mereka seperti dari orang tua atau keluarga maupun dari guru di sekolah. Selain itu, perkembangan teknologi imformasi yang cepat dan tingginya dampak negatif arus globalisasi juga penyumbang terbesar dalam pembentukan perkembangan karakter yang buruk bagi peserta didik. Karakter anak yang buruk tersebut harus segara di ubah oleh guru maupun keluarga anak. Guru sebagai seorang pendidik sudah seharusnya mengarahkan dan membimbing anak untuk merubah sikap yang kurang baik menjadi lebih baik lagi.   Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa guru merupakan salah satu pembentuk karakter peserta didk di sekolah. Banyak cara yang dapat dilakukan guru dalam membentuk karakter peserta didik di sekolah salah satunya adalah dengan cara sederhana yaitu menerapkan budaya 5 S “Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun). Budaya 5S adalah budaya untuk membiasakan diri agar selalu senyum, salam, sapa, sopan dan santun saat berinteraksi dengan orang lain. Budaya 5S ini terdiri dari: 1) SENYUM, menggarakkan sedikit raut muka serta bibir agar orang lain atau lawan bicara merasa nyeman melihat kita ketika berjumpa; 2) SALAM, salam yang dilakukan dengan ketulusan mampu mencairkan suasana kaku, salam dalam hal ini bukan hanya berararti berjabat tangan saja, namun seperti megucapkan salam menurut agama dan kepercayaan masing-masing; 3) SAPA, tegur sapa ramah yang kita ucapkan membuat suasana menjadi akrab dan hangat, sehingga lawan bicara kita merasa hargai. “apa kabar hari ini ? / ada yang bisa saya bantu”, atau dengan kata hangat dan akrab lainnya. Dengan kita menyapa orang lain maka orang itu akan merasa dihargai. Di dalam salam



dan sapa akan memebrikan nuansa tersendiri; 4) SOPAN, sopan ketika duduk, sopan santun ketika lewat didepan orang tua, sopan santun kepada guru, sopan santun ketika berbica maupun ketika berinteraksi dengan orang lain; 5) SANTUN, adalah sifat yang dimiliki olah orang yang istimewa, yaitu orang-orang yang mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya, orang-orang yang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain semata-mata untuk kebaikan. sopan santun, yaitu merupakan gerak, kata atau tindakan kita untuk menghargai orang lain. Dengan cara gerak tindakan dan ucapan yang sopan dan santun kita akan membuat orang lain merasa di hargai dan dihormati Sebelum menerapkan kepada peserta didik di sekolah, tentu guru-guru harus memberi contoh terlebih dahulu dengan memperaktekkannya dengan sesama rekan guru tersebut. Dengan guru mempraktekkannya peserta didik akan melihat dan mencontohnya, dan tentunya guru juga harus mensosialisasikan budaya 5S ini cara mensosialisasikannya bisa dengan berbagai macam cara, mulai dengan mengatakan kepada peserta didk tentang budaya 5S ini, dapat juga membuat semacam poster yang diletakkan didekat taman tempat peserta didik bermain atau dalam kelas. Selain itu dapat juga ditulis ditempat duduk peserta didik tepatnya dihalama sekolah sehingga ketika peserta didik beristirahat mereka dapat membaca tersebut dan secara tidak langsung budaya tersebut dapat diinternalisasi kepada masing-masing peserta didik begitupun dengan warga sekolah lainnya. Selain itu, wujud kongkrit pengimplementasian lima nilai ini yaitu ketika pegi hari ketika peserta didik masuk ke gerbang sekolah, semua guru sudah berjejer menyambut kedatangan peserta didik dengan memberikan senyuman, sapaan, salam, sopan dan santun kepada peserta didik ataupun orang tua/wali murid yang mengantar peserta didik ke sekolah. dengan demikian, melalui penginternalisasian nilai-nilai tersebut kepada seluruh warga sekolah secara tidak langsung karakter peserta didik dapat dibentuk kearah yang lebih baik lagi. Selain itu, budaya 5S ini akan mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap sekolah. sekolah yang setiap warganya mempunyai etika, moral dan karakter yang berbudi pekerti luhur dengan sispa saja dan dimana saja akan mendapatkan simpatik yang tinggi dikalangan masyarakat. Selain itu dengan budaya 5S ini akan membuat peserta didik merasa lebih bahagia karane mereka merasa memiliki keluarga yang saling menyayangi. Budaya 5S (senyum, salam, sapa, sopan dan santun) di sekolah merupakan citacita iklim dan budaya di lingkungan sekolah. Namun, hal tersebut tidak selalu sesuai dengan harapan sekolah yang memajang tulisan tersebut. Tidak semua warga sekolah mengindahkan keinginan tersebut. Tidak hanya siswa, bahkan guru maupun pegawai juga mengacukan budaya tersebut. Sehingga lambat laun budaya 5S pun akan luntur. Dalam pembentukan karakter siswa melalui penerapan pendidikan berbasis karakter khususnya dengan membudayakan budaya 5S ini di sekolah, diharapkan seluruh pihakpihak terkait seperti orang tua, guru, maupun warga sekitar turut berpartisispasi untuk membantu dan mendukung implementasibudaya 5S ini, sehingga karakter siswa dapat diarahkan dan dibentuk kearah yang lebih baik lagi.