Case Report CKD GR V DR Robby [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LEMBAR PENGESAHAN



Nama



: dr. Robby Aji Aryadillah



Jabatan



: Dokter Internsip



Periode Internsip



: November 2016 – November 2017



Topik



: Chronic Kidney Disease grade V



Wahana



: RSUD Cilegon



TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI TANGGAL : ……………………………………………… Dokter Pembimbing



dr. Didiet Pratignyo,Sp.PD, FINASIM



Dokter Pendamping



Dokter Pendamping



dr. Dian Arissanthy



dr. H. Kamal Sumardin 1



KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmatNya, saya selaku penuyusun laporan kasus ini, dapat menyelesaikan laporan kasus ini, yang berjudul “Chronic Kidney Disease”. Dimana laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat tugas dalam menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia selama satu tahun di wahana terpilih, yakni RSUD Cilegon. Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung saya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Khususnya untuk dokter pembimbing dalam kasus saya ini, yakni dr. Didiet Pratignyo, Sp.PD, FINASIM yang bersedia untuk meluangkan waktunya untuk membimbing saya. Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada dokter pendamping wahana RSUD Cilegon, yang sudah memberikan bantuan, dan kesempatan pada saya, sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan, dan dapat dipresentasikan Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman sejawat dokter internsip yang telah mendukung saya, sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, saya dengan terbuka menerima segala kritik, dan saran dalam penulisan laporan kasus ini, sehingga penulisan laporan selanjutnya, dapat lebih baik lagi kedepannya. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan penulisan, di dalam laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, dan para pembaca tentunya. Terima kasih.



Cilegon, Mei 2017



Penyusun



2



DAFTAR ISI



Lembar Pengesahan ................................................................................................... 1 Kata Pengantar ........................................................................................................... 2 Daftar Isi .................................................................................................................... 3 Borang Portofolio....................................................................................................... 4 Laporan Kasus ........................................................................................................... 5 Bab IStatus Pasien................................................................................................. 5 Bab II Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 20 2.1 Anatomi & Fungsi Ginjal......................................................................... 17 2.2 Definisi ..................................................................................................... 31 2.3 Klasifikasi ................................................................................................ 32 2.4 Epidemiologi ............................................................................................ 34 2.5 Faktor Risiko ............................................................................................ 35 2.6 Patofisiologi ............................................................................................. 40 2.7Pendekatan Diagnosis ............................................................................... 42 2.8 Gejala Klinis ............................................................................................ 42 2.9 Laboratorium............................................................................................ 46 2.10 Radiologi ................................................................................................ 46 2.11Tatalaksana ............................................................................................. 47 Daftar Pustaka ............................................................................................................ 57



3



Borang Portofolio No. ID Peserta



:



Nama Peserta



: dr. Robby Aji Aryadillah



No. ID Wahana



:



Nama Wahana



: RSUD Cilegon



Topik



:Chronic Kidney Disease grade V



Tanggal Kasus



: 06 April 2017



Nama Pasien



: Tn.N S



No. Rekam Medis : 30 28 33 Nama Pendamping : dr. H. Kamal Sumardin



Tanggal Presentasi



: 13 Juni 2017



dr. Dian Arissanthy Narasumber : Dr. Didiet Pratignyo,Sp.PD, FINASIM



Tempat Presentasi



: RSUD Cilegon



Obyektif Presentasi



:



☐Keilmuan



☐Keterampilan



☐Tinjauan pustaka



☐Penyegaran



√ Diagnostik



√ Manajemen



☐Masalah



☐Istimewa



☐Anak



√Dewasa



☐Neonatus



☐Bayi



☐Remaja



Deskripsi



: Membahas kasus appendicitis akut



Tujuan



:Mengetahui kasus Chronic Kidney Disease



Bahan bahasan :



☐Bumil



☐Tinjauan pustaka



☐Riset



√ Kasus



☐Audit



☐Diskusi



√ Presentasi



☐E-mail



☐Pos



Cara membahas :



☐Lansia



DATA PASIEN Nama: Tn..N S



Umur: 60 tahun



No. RM: 30 28 33



Nama Klinik :



Telp:



Terdaftar Sejak :



4



BAB I STATUS PASIEN



I. IDENTITAS PASIEN Nama



: Tn.N S



Jenis kelamin



: Laki-laki



Umur



: 60 tahun



Status perkawinan



: Kawin



Pendidikan



: SMA



Agama



: Islam



Pekerjaan



: Buruh Harian Lepas



Alamat



:Link. Pasir Sereh Kec Anyer,



Kab Serang, Banten No CM



: 30 28 33



Tanggal dikasuskan : Mei 2017



Tanggal masuk RS



: 18 Mei 2017



Dokter yang memeriksa : Dr. Didiet Pratignyo,Sp.PD



PASIEN DATANG KE RS Sendiri / Bisa jalan / Tidak bisa jalan / Dengan alat bantu Diantar oleh keluarga : Ya / Tidak



II. ANAMNESIS Autoanamnesis, tanggal 24 Mei 2017, pukul : 10.30 WIB. Keluhan utama Sesak napas Riwayat Penyakit Sekarang OS datang dengan keluhan sesak napas sejak 4 hari yang lalu, sesak napas terus menerus bertambah berat apabila berbaring dan berkurang apabila duduk, batuk lama disangkal, sesak dengan bunyi ngikngik berulang disangkal. os mengeluh bengkak pada seluruh bagian tubuh, bengkak yang dialami awalnya hanya pada kaki namun 3 hari smrs bengkak sampai pada buah 5



zakar pasien, Selain itu, os mengeluh perutnya membesar. Mata kuning disangkal, BAK seperti teh dan BAB seperti dempul disangkal. Os juga mengeluh lemas, lemah, dan lunglai, os terlihat pucat dan tidak bergairah, os mengeluh mual dan muntah 3x sehingga os tidak nafsu makan. os mengeluh BAK yang keluar sedikit sejak 1 bulan SMRS BAB dalam batas normal. Riwayat Penyakit Dahulu : Os pernah mengalami keluhan ini sebelunya sekitar 3 bulan yang lalu os disarankan untuk cuci darah akan tetapi menolak, os memiliki riwayat Hipertensi, Gagal ginjal dan gagal jantung. Riwayat penyakit kuning disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat penyakit maag disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga 



Riwayat Alergi



: Tidak ada







Sistem Saraf



: Tidak ada







Sistem Respirasi



: Tidak ada







Sistem Kardiovaskular



: Tidak ada







SistemGastrointestinal



:Tidak ada







SistemUrinarius



:Tidakada







SistemGenitalis



:Tidakada







Sistem Muskuloskeletal



: Tidak ada



Tidak ada keluarga yang menderita gagal ginjal Riwayat Sosial Ekonomi Pasien merupakan seorang buruh harian lepas yang sehari hari bekerja bangunan dan jarang minum air putih serta memilki kebiasaan merokok selama 10 tahun.



III. PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran



: Compos mentis 6



Tanda vital



:



Tekanan darah : 100/70 mmHg Nadi



: 110x/menit, reguler



Nafas



: 30x/menit



Suhu



: 36ºC (Axilla)



Saturasi O2



: 98%



Kepala



: Normocephali, tidak terdapat benjolan ataupun lesi, distribusi rambut merata warna hitam, rambut tidak mudah dicabut.



Mata



: Pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik - /-, edema palpebra -/-, refleks cahaya +/+



Telinga



: Normotia, abses (-), nyeri tekan tragus (-)



Hidung



: Septum deviasi (-), darah (-)



Mulut



: Bibir sianosis (-), atrofi papil lidah (-), faring hipremis (-), tonsil T1/T1, coated tongue (-)



Leher



: Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening maupun tiroid, nyeri tekan (-)



Thorax Inspeksi



: Bentuk thorax normal, barrel chest (-), pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, tipe pernapasan thoracoabdominal, retraksi sela iga ICS I-V (-), ictus cordis tidak terlihat



Palpasi



: Simetris pada keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-), nyeri tekan (-), ictus cordis teraba 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra sela iga V



Paru-paru 



Perkusi



:Sonor di kedualapangparu







Auskultasi



:Suara napas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-



Jantung 



Perkusi



:Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra Batas atas



: ICS II linea sternal sinistra



Pinggang



: ICS III linea parasternal sinistra



7



Batas kiri



:ICS III linea midclav kiri ICS IV linea midclav kiri ICS V 1 cm lateral linea midclav kiri







Auskultasi



:Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)



Abdomen Inspeksi



: Tampak datar, lesi kulit (-), sikatrik (-), caput medusae (-), pembuluh darah kolateral (-), massa (-)



Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik Palpasi



Perkusi



: Dinding perut



: Nyeri tekan (-)



Hati



: Tidak teraba pembesaran



Limpa



: Tidak teraba pembesaran



: Timpani, Shifting dullness (+);area traube timpani; nyeri ketok CVA (-/-)



Genital



: Edema



Colok Dubur



: Tidak dilakukan



Ekstremitas



:



Ekstremitas



Dextra



Sinistra



Akral



Hangat (+)



Hangat (+)



Luka



Tidak ada



Tidak ada



Otot : tonus



Normotonus



Normotonus



Otot : massa



Eutrofi



Eutrofi



Sendi



Normal



Normal



Gerakan



Tidak terbatas



Tidak terbatas



Sensorik



Normal



Normal



Kekuatan



5555



5555



Edema



+



+



Deformitas



-



-



Superior



Inferior 8



Akral



Hangat (+)



Hangat (+)



Luka



-



-



Otot : tonus



Normotonus



Normotonus



Otot : massa



Eutrofi



Eutrofi



Sendi



Normal



Normal



Gerakan



Tidak terbatas



Tidak terbatas



Sensorik



Normal



Normal



Kekuatan



5555



5555



Edema



+



+



Deformitas



-



-



2. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 17 Mei 2017 Hematologi Golongan darah



A Positif



Masa perdarahan



3.00 menit



1 –6 menit



Masa pembekuan



12.00 menit



5 – 15 menit



Hemoglobin



6.0 g/dl



12,0 - 16,0



Hematokrit



18.9 %



37,0 – 43 %



Eritrosit



2.16 juta



4,00 – 5,00 juta



MCV



87,9 fl



82,0 – 92,0 fl



MCH



27,3 pg



27,0 – 31,0 pg



MCHC



31,7 g/dl



32,0 – 36,0 g/dl



Leukosit



9.18 ribu/ul



5,00 - 10,00 ribu/ul



Trombosit



282 ribu



150 – 450 ribu



Kimia Klinik Ureum



319 mg/dl



10 – 50 mg/dl



Kreatinin



17.89 mg/dl



0,60 – 1,20 mg/dl



SGOT



16 U/L



< 31 U/L



9



SGPT



15 U/L



< 33 U/L



Gula Darah Sewaktu



135 mg/dl



< 200 mg/dl



Natrium



134,9 mEq/L



135 – 147 mEq/L



Kalium



6.39 mEq/L



3,30 – 5,40 mEq/L



Klorida



105,7 mEq/L



94,0 – 111,0 mEq/L



Albumin



2,90 g/dl



3,5 – 5,2 g/dl



Imunoserologi HBsAg (Rapid)



Non reaktif



Anti HIV Penyaring Rapid



Non reaktif



Anti HCV (Rapid)



Non reaktif



Pemeriksaan Ur/Cr dan Elektrolit pada tanggal 21 Mei 2017 Kimia Klinik Ureum



345 mg/dl



10 – 50 mg/dl



Kreatinin



16.22 mg/dl



0,60 – 1,20 mg/dl



SGOT



16 U/L



< 31 U/L



SGPT



15 U/L



< 33 U/L



Gula Darah Sewaktu



135 mg/dl



< 200 mg/dl



Natrium



134,9 mEq/L



135 – 147 mEq/L



Kalium



5.42 mEq/L



3,30 – 5,40 mEq/L



Klorida



105,7 mEq/L



94,0 – 111,0 mEq/L



10



Pemeriksaan Radiologi Thorax PA Tanggal 17 April 2017



Kesan : kardiomegali CTR >50% disertai dengan efusi pleura dekstra



11



Pemeriksaan EKG



12



13



IV. RESUME Subjektif Pasien laki-laki umur 60 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 4 hari yang lalu, sesak napas terus menerus bertambah berat apabila berbaring dan berkurang apabila duduk, os mengeluh bengkak pada seluruh bagian tubuh, bengkak yang dialami awalnya hanya pada kaki namun 3 hari smrs bengkak sampai pada buah zakar pasien. Selain itu, os mengeluh perutnya membesar. os juga mengeluh lemas, lemah, dan lunglai, os terlihat pucat dan tidak bergairah, os mengeluh mual dan muntah 3x sehingga os tidak nafsu makan. os mengeluh BAK yang sedikit sejak 1 bulan SMRS BAB dalam batas normal. RiwayatPenyakitDahulu : Hipertensi (+), CHF (+), CKD (+) Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada (-) Objektif 1. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran



: Compos mentis



Tanda vital



:



Tekanan darah : 100/70 mmHg Nadi



: 83x/menit, reguler



Nafas



: 30x/menit



Suhu



: 35’9ºC (Axilla)



Saturasi O2



: 98%



Mata



: Pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, CA +/+, RC +/+



Pulmo 



Perkusi



:Sonor di kedua lapangparu







Auskultasi



:Suara napas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-



Abdomen Perkusi Genital



: Redup, Shifting dullness (+); nyeri ketok CVA (-/-) : Scrotum edema (+) 14



Ekstremitas Inferior & Superior : edema (+)



Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 06April 2017 Hematologi Hemoglobin



6.0 g/dl



12,0 - 16,0



Hematokrit



18.9 %



37,0 – 43 %



Eritrosit



2.16 juta



4,00 – 5,00 juta



Kimia Klinik Ureum



319 mg/dl



10 – 50 mg/dl



Kreatinin



17.89 mg/dl



0,60 – 1,20 mg/dl



Kalium



6.39 mEq/L



3,30 – 5,40 mEq/L



V. PEMERIKSAAN PENUNJANG (ANJURAN)  Pemeriksaan eGFR  Biopsi Ginjal VI. DIAGNOSA KERJA  CKD grade V + CHF VII. DIAGNOSA BANDING  -



15



VIII. PENATALAKSANAAN Medikamentosa 



O2 3 lpm







IVFD KaEn 1b Asnet







Insulin 10 IU dalam D10% 20 tpm







Prorenal 3x1 tab







Na Bicarbonat 3x1







Tablet tambah darah 3x1







Pro tranfusi 1 kolf per hari







Asam Folat 3x1



Non-medikamentosa 



Anjuran Hemodialisis







Pasang DC







Pantau Intake Output







Restriksi Cairan



IX. PROGNOSIS Ad vitam



: dubia ad malam



Ad fungsionam : dubia ad malam Adsanationam : dubia ad malam



16



X. FOLLOW UP  18 Mei 2017  S



: os mengeluh sesak napas, bengkak seluruh tubuh, lemah



O



: Keadaan umum



: Tampak sakit berat



Kesadaran



: Compos mentis



Tanda vital



:



Tekanan darah : 110/60 mmHg Nadi



: 85x/menit, reguler



Nafas



: 30x/menit



Suhu



: 35’4ºC (Axilla)



Pulmo SNves +/+ Ronkhi +/+ wheezing -/Ekstremitas Bawah & Scrotum Edema +/+ A



: CKD gr V + CHF



P



: 



O2 3 lpm







IVFD KaEn 1b Asnet







Insulin 10 IU dalam D10% 20 tpm







Prorenal 3x1 tab







Na Bicarbonat 3x1







Tablet tambah darah 3x1







Pro tranfusi 1 kolf per hari







Asam Folat 3x1



Non-medikamentosa 



Anjuran Hemodialisis ( Pasien Menolak)







Pasang DC (Pasien Menolak)







Pantau Intake Output







Restriksi Cairan 17



 18 Mei 2017  S O



: os mengeluh sesak napas, bengkak seluruh tubuh, lemah : Keadaan umum



: Tampak sakit berat



Kesadaran



: Compos mentis



Tanda vital



:



Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi



: 85x/menit, reguler



Nafas



: 26x/menit



Suhu



: 36,1ºC (Axilla)



Pulmo SNves +/+ Ronkhi +/+ wheezing -/Ekstremitas Bawah & Scrotum Edema +/+ A



: CKD gr V + CHF



P



: terapi dilanjutkan



 21 Mei 2017  S O



: os mengeluh sesak napas, bengkak seluruh tubuh, lemah : Keadaan umum



: Tampak sakit berat



Kesadaran



: Compos mentis



Tanda vital



:



Tekanan darah : 100/70 mmHg Nadi



: 85x/menit, reguler



Nafas



: 28x/menit



Suhu



: 36,1ºC (Axilla)



Pulmo SNves +/+ Ronkhi +/+ wheezing -/Ekstremitas Bawah & Scrotum Edema +/+ 18



A



: CKD gr V + CHF



P



: terapi dilanjutkan



 22 Mei 2017  S



: os mengeluh sesak napas bertambah berat, bengkak semakin bertambah seluruh



tubuh, lemas lemah O



: Keadaan umum



: Tampak sakit berat



Kesadaran



: Compos mentis



Tanda vital



:



Tekanan darah : 100/80 mmHg Nadi



: 82x/menit, reguler



Nafas



: 36x/menit



Suhu



: 36ºC (Axilla)



Pulmo SNves +/+ Ronkhi +/+ wheezing -/Ekstremitas Bawah & Scrotum Edema +/+ A



: CKD gr V + CHF



P



: terapi dilanjutkan







25 Mei 2017



 S O



: os henti jantung henti napas : Keadaan umum



: Tampak sakit berat



Kesadaran



: Komateus



Tanda vital



:



Tekanan darah : Nadi



: tidak teraba



Nafas



: Tidak ada pergerakan napas



Suhu



:-



Mata : RC -/- Pupil Midriasis Maksimal A



: CKD gr V + CHF + Gagal Napas dan Jantung 19



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ginjal 2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah lumbal, di sisi kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal, dibelakang peritonium. Kedudukan ginjal mulai dari vertebrae torakalis terakhir (ke-12) sampai vertebrae lumbalis ke-3. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena tertekan oleh hati.3



Gambar 1. Organ Sistem Urinaria Tampak Anterior. Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009. Massasuchets: John Wiley & Sons, Inc.



20



Gambar 2. Proyeksi Ginjal pada Punggung. Sumbu Panjang Ginjal Membias ke Arah Kaudal Lateral. Ginjal Kanan Kebanyakan Terletak Lebih Kaudal daripada yang Kiri. Sumber: Waschke J, Paulsen F, Klonisch T, HombachKlonisch S. Sobotta Atlas of Human Anatomy 15th Ed. 2013. India: Elsevier Health Science.



Gambar 3. Proyeksi Ginjal dengan Pemeriksaan Radiologi. Sumber: Sobotta. Waschke J, Paulsen F, Klonisch T, Hombach-Klonisch S. Sobotta Atlas of Human Anatomy 15th Ed. 2013. India: Elsevier Health Science.



Terdapat 3 lapisan pembungkus ginjal, yakni kapsula renalis (jaringan ikat padat iregular transparan dan halus yang bersambungan dengan lapisan terluar ureter), kapsula adiposa (massa jaringan lemak yang mengitari kapsula renalis), dan lapisan terluar, fascia renalis (jaringan ikat padat iregular tipis yang mengikat ginjal dengan 21



struktur-struktur sekitar dan kepada dinding abdomen. Fungsi 2 lapisan terdalam adalah sebagai barrier trauma serta untuk menjaga bentuk ginjal.3 Potongan memanjang ginjal menunjukkan dua regio utama, yakni bagian superfisial berwarna merah terang disebut korteks renalis dan bagian profunda berwarna merahkecokelatan dan lebih gelap disebut dengan medulla renalis. Korteks renalis merupakan area datar dan licin yang memanjang dari kapsula renalis ke dasar dari piramida renalis dan ke dalam area di sisi-sisi sekitarnya. Korteks terbagi atas daerah zona kortikal dan zona jukstamedular. Daerah korteks renalis yang berada di antara piramida renalis disebut kolumna renalis. Bagian dalam ginjal sendiri terdiri atas beberapa piramida renalis yang berbentuk konus. Bagian basis/ dasar dari piramid ini lebih lebar daripada sisi-sisi lainnya menghadap ke korteks renalis, sementara apeksnya (sisi yang lebih sempit), papilla renalis, menghadap ke hilus renalis. Sebuah lobus renalis terdiri atas sebuah piramida renalis, daerah korteks renalis di bawahnya, dan satu setengah bagian dari kolumna renalis pada sisi-sisinya.3 Bersama-sama, korteks renalis dan piramida renalis dari medulla renalis merupakan bagian dari parenkim (bagian fungsional) ginjal. Di dalam parenkim terdapat unit fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Urin yang terbentuk dalam unit ini dialirkan menuju duktus papillaris yang besar yang memanjang sepanjang papilla renalis dari piramida renalis. Duktus ini kemudian mengalirkan urin ke struktur berbentuk seperti cangkir yang disebut kaliks (terdapat dua jenis, yakni minor dan mayor). Setiap hinjak memiliki 8-18 kaliks minor dan 2-3 kaliks mayor. Kaliks minor mendapatkan urin dari duktus papilaris dari papilla renalis dan menghantarkannya ke kaliks mayor. Dari struktur tersebut, urin dialirkan ke sebuah saluran besar yang disebut dengan pelvis renalis dan keluar melalui ureter menuju ke buli-buli.3



22



Gambar 4. Potongan Memanjang Ginjal. Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009. Massasuchets: John Wiley & Sons, Inc.



Setiap nefron terdiri atas dua bagian, yakni korpuskulus renalis (daerah di mana darah difiltrasi) dan tubulus renalis (daerah di mana urin yang telah terfiltrasi berjalan keluar). Dua komponen pengusun korpuskulus renalis adalah glomerulus (jaringan kapiler) dan kapsul golerulus (kapsula Bowman) yang merupakan mangkuk epitel yang melingkupi kapiler glomerulus. Plasma darah difiltrasi di kapsul ini dan cairan yang telah terfiltrasi melewati tubulus renalis yang memiliki tiga bagian, yakni tubulus kontortus proksimal, loop of Henle, dan tubulus kontortus distal. Perjalanan urin kemudian berlanjut ke duktus kolektivus yang saling menyatu dan melluas le beberapa ratus duktus papillaris besar yang diteruskan ke kaliks minor.3



23



Gambar 5. Nefron Kortikal dan Suplai Vaskular. Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009. Massasuchets: John Wiley & Sons, Inc.



Satu lapis sel-sel epitel membentuk keseluruhan dinding kapsul golerulus, tubulus renalis, dan duktus. Adapun, setiap bagian memiliki ciri-ciri histologis yang berbedabeda yang menggambarkan fungsi-fungsinya yang bersifat khusus. Adapun, dalam referat ini yang akan difokuskan adalah struktur yang menjalankan gungsi filtrasi dari ginjal.3 Kapsul glomerulus terdiri atas lapisan parietal – tersusun atas epitel gepeng selapis yang membentuk bagian luar dinding kapsul – dan viseral - tersusun atas sel epitel gepeng selapis yang termodifikasi yang disebut dengan podosit. Pemanjangan berbentuk kaki-kaki dari sel-sel ini menyelimuti satu buah lapisan endotel dari kapiler glomerulus dan membentuk dinding dalam dari kapsul. Cairan yang tersaring dari kapiler glomerulus masuk ke dalam ruang kapsular (ruang Bowman) yang merupakan ruangan di antara dua lapisan dari kapsula Bowman.3



24



Gambar 6. Korpuskulus Renalis (Gambaran Internal). Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009. Massasuchets: John Wiley & Sons, Inc.



2.1.2. Fungsi-Fungsi Ginjal Dalam memproduksi urin, nefron dan duktus kolektivus menjalankan 3 proses dasar, fultrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.3 Filtrasi Glomerulus. Pada langkah pertama dari produksi urin, air dan terlarut dalam plasma darah berpindah melalui dinding kapiler glomerulus ke dalam kapsul glomerulus dan ke dalam tubulus renalis.3 Reabsorpsi Tubular. Ketika cairan yang telah terfiltrasi menalir melalui tubulus renalis dan berjalan melalui duktus kolektivus, sel-sel tubulus me-reabsorbsi sekitar 99% dari cairan yang telah terfiltrasi tersebut dan terlarut-terlarut yang sekiranya masih berguna bagi tubuh. Cairan dan bahan-bahan terlarut ini kembali ke dalam darah melalui kapiler peritubular dan vasa recta.3 Sekresi Tubular. Ketika caira mengalir melalui tubulus renalis dan melalui duktus kolektivus, sel-sel tubulus dan duktus mensekresikan bahan-bahan lainnya, seperti hasil metabolisme, obat-obatan, ion-ion yang berlebihan ke dalam cairan.3 Melalui ketiga proses tersebut, ginjal menjalankan fungsi-fungsi utamanya, yakni: 1. Mempertahankan



keseimbangan



H2O



di



tubuh.



Untuk



mempertahankan



homeostasis, ekskresi air dan elektrolit harus sesuai dengan asupan.3 25



2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubah yang sesuai, terutama melalui regulasi keseimbangan H2O. Fungsi ini penting untuk mencegah fluks-fluks osmotik masuk atau keluar sel, yang masing-masing dapat menyebabkan pembengkakkan atau penciutan sel yang merugikan.3 3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES (cairan ekstraselular), termasuk natrium (Na+), klorida (Cl-), kalium (K+), kalsium (Ca-2), ion hidrogen (H+),



bikarbonat



(HCO-),



fosfat



(PO-3),



sulfat



(SO4),



dan



magnesium



(Mg+2).Bahkan fluktuasi kecil konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam CES dapat berpengaruh besar. Sebagai contoh, perubahan konsentrasi K+ pada CES dapat menyebabkan disfungsi jantung yang mematikan.3 4. Mempertahankan volume plasmayang tepatpenting dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran regulatorik ginjal dalam keseimbangan garam (Na+ dan Cl-) dan OH. Regulasi (secara shortterm)tekanan arterial dicapai dengan cara menghasilkan renin, suatu hormon enzim yang memicu suatu reaksi berantai yang penting dalam penghematan garam oleh ginjal.3,4 5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan menyesuaikan pengeluaranH+ dan HCO-3 di urin. Ginjal merupakan satu-satunya jalan untuk mengeliminasi beberapa jenis asam, seperti asam sulfat dan asam fosfat yang dibentuk dari metabolisme protein.3,4 6. Mengeluarhan (mengekskresikan) produk-produk akhir (sisa) metabolisme tubuh. Senyawa-senyawa hasil produk metabolisme yang dibuang di antaranya adalah urea (dari asam amino), kreatinin (dari kreatinin otot), asam urat (dari asam nukleat), hasil akhir dari pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit dari beramacam-macam hormon. Produk metabolisme ini harus segera dieliminasi dari tubuh secepat mereka diproduksi. Ginjal juga mengeliminasi racun-racun dan senyawa-senyawa asing yang diproduksi tubuh atau dimakan melalui makanan, seperti pestisida, obat-obatan, dan aditif makanan.Jika dibiarkan menumpuk, maka bahan-bahan sisa ini menjadi racun, terutama bagi otak.3,4 7. Mengeluarkan banyak senyawa asing, misalnya obat, aditif makanan, pestisida, dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.3 26



8. Menghasilkan eritopoietin (EPO), suatu hormon yang merangsang produksi sel darah merah. Salah satu stimulus penting dalam produksi EPO adalah hipoksia. Pada pasien dengan penyakit ginjal berat hingga harus melalui hemodialisa atau pada mereka yang ginjalnya telah diangkat, anemia berat terjadi sebagai hasil dari menurunnya produksi EPO.3,4 9. Ginjal juga memproduksi bentuk aktif dari vitamin D, 1,25-dihidroksivitamin D3 (kalsitriol) yang berperan penting dalam deposisi kalsium pada tulang dan reabsorpsi kalsium dari dalam lumen traktus gastrointestinal.4 10. Ginjal mensistesis glukosa dari asam amino dan prekursor-prekursor lainnya dalam kondisi puasa panjang (glukoneogenesis). Kapasitas ginjal untuk menambahkan glukosa dalam darah dalam kondisi puasa panjang hampir menyerupai kapasitas hepar.4



Pada penyakit ginjal kronik atau gagal ginjal akut, fungsi homeostasis seperti yang telah dipaparkan sebelumnya terganggu dan abnormalitas yang berat dari volume dan komposisi cairan tubuh terbentuk. Dengan gagal ginjal seutuhnya, cukup banyak kalium, asam, cairan, dan senyawa-senyawa lainnya terakumulasi di dalam tubuh hingga menyebabkan kematian dalam waktu beberapa hari, kecuali intervensi klinis seperti hemodialisis yang dimulai untuk mengembalikan, setidaknya sebagian, keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.4



2.1.3. Filtrasi Glomerulus Cairan yang masuk ke dalam ruang kapsular disebut sebagai filtrat glomerular. Fraksi plasma darah pada arteri aferen dari ginjal yang menjadi bagian dari filtrat ini disebut sebagai fraksi filtrasi. Fraksi filtrasi sebesar 0,16 – 0,20 (16-20%) merupakan kisaran yang normal. Adapun, angka sesungguhnya bervariasi pada kondisi sehat maupun sakit. Volume rerata filtrat glomerular per hari pada dewasa adalah 150 liter pada wanita dan 180 liter pada pria. Lebih dari 99% dari filtrat glomerulus kembali ke aliran darah melalui reabsorpsi tubulus, sehingga hanya 1-2 liter diekskresikan sebagai urin.3



27



Membran Filtrasi Bersama-sama, sel endotel dari kapiler glomerulus dan podosit, yang melingkupi kapiler, membentuk leaky barrier yang disebut dengan membran filtrasi. Bentuk yang menyerupai sandwich ini memungkinkan adanya penyaringan air dan bahan terlarut kecil, namun mencegah filtrasi dari kebanyakan protein plasma, sel-sel darah, dan trombosit. Senyawa-senyawa yang tersaring dari darah melewati 3 lapisan, yakni sel endotel glomerulus, lamina basalis, dan celah filtrasi yang dibentuk oleh podosit.3 1. Sel endotel glomerulus cukup renggang oleh karena fenestrasinya yang cukup besar berukuran 0,07 – 0,1 µm. Ukuran ini memungkinkan semua bahanbahan terlarut dalam plasma darah keluar dari kapiler glomerulus, namun mencegah filtrasi sel-sel darah dan trombost. Sel-sel mesangial, yang merupakan sel-sel kontraktil yang membantu meregulasikan filtrasi glomerulus, terletak di antara kapiler glomerulus dan celah di antara arteriol aferen dan eferen. 2. Lamina basalis, selapis bahan aselular di antara endotel dan podosit, terdiri atas serat-serat kolagen kecil dan proteoglikan dalam matriks glikoprotein. 3. Memanjang dari setiap podosit adalah prosesus berbentuk seperti kaki-kaki yang disebut dengan pedikulus – melingkupi kapiler-kapiler glomerulus. Ruang antara pedikulus disebut dengan celah filtrasi. Sebuah membran tipis, membran celah (slit membrane), memanjang sepanjang celah filtrasi yang membiarkan lewatnya molekul-molekul dengan diameter < 0,006 – 0,0007 µm, seperti air, glukosa, vitamin, asam amino, protein plasma yang sangat kecil, amonia, urea, dan ion-ion. Hanya kurang dari 1% albumin melewati membran celah oleh karena ukurannya yang cukup besar 0,0007 µm.



28



Gambar 7. Membran Filtrasi. Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009. Massasuchets: John Wiley & Sons, Inc.



Tekanan Filtrasi Bersih (Net Filtration Pressure) Filtrasi glomerulus bergantung pada 3 tekanan utama. Salah satu tekanan menunjang filtrasi dan dua lainnya mencegah terjadinya filtrasi.3 a. Glomerular blood hydrostatic pressure (GBHP) merupakan tekanan darah dalam kapiler glomerulus. Secara umum, GBHP adalah sebesar 55 mmHg. Tekanan ini menunjang terjadinya filtrasi dengan cara memaksa air dan bahan terlarut dari dalam plasma darah keluar melalui membran filtrasi. b. Capsular hydrostatic pressure (CHP) adalah tekanan hidrostatik yang terjadi terhadap membran filtrasi oleh cairan yang sudah berada di dalam ruang kapsular dan tubulus renalis. CHP melawan filtrasi dan menggambarkan tekanan balik sekitar 15 mmHg. c. Blood colloid osmotic pressure (BCOP) yang disebabkan oleh adanya protein seperti albumin, globulin, dan fibrinogen dalam plasma darah yang juga melawan terjadinya filtrasi. Rerata BCOP pada kapiler glomerulus adalah sebesar 30 mmHg.



29



NFP (net filtration pressure/ tekanan filtrasi bersih) merupakan total tekanan yang menunjang terjadinya filtrasi yang ditentukan melalui:3 NFP = GBHP – CHP – BCOP



Atau, NFP = 55 mmHg, - 15 mmHg – 30 mmHg = 10 mmHg



Sehingga, tekanan sebesar 10mmHg saja mampu menyebabkan jumlah normal dari plasma darah (dikurangi protein plasma) untuk tersaring dari glomerulus ke dalam ruang kapsular.3



Pada beberapa penyakit ginjal, kapiler glomerulus rusak dan menjadi sangat permeabel sehingga protein plasma ikut serta dalam filtrat glomerular. Sebagai hasilnya, filtrat membentuk tekanan osmotik koloid yang menarik air keluar dari dalam darah. Dalam kondisi ini, NFP meningkat, yang berarti lebih banyak cairan terfiltrasi. Di saat yang bersamaan, tekanan osmotik koloid darah menurun karena protein plasma hilang di dalam urin. Oleh karena lebih banyak cairan terfiltrasi dari kapiler darah ke dalam jaringan seluruh tubuh dibandingkan dengan jumlah yang kembali ke dalam pembuluh darah melalui reabsorpsi, tekanan darah menurun dan volume cairan interstisial meningkat. Sehingga, hilangnya protein plasma di urin menyebabkan edema.



Laju Filtrasi Glomerulus (Glomerular Filtration Rate/ GFR) Jumlah filtrat yang terbentuk dari semua korpuskulus renalis dari kedua ginjal setiap menitnya disebut dengan glomerular filtration rate (GFR). Pada orang dewasa, GFR rata-rata sebesar 125 ml/ menit pada pria dan 105 ml/ menit pada wanita. Homeostasis cairan tubuh membutuhkan ginjal untuk menjaga GFR agar menjadi konstan. Jika GFR terlalu tinggi, substansi-substansi yang dibutuhkan dapat lewat terlalu cepat melalui tubulus renalis sehingga beberapa mungkin tidak tereabsorpsi dan



30



hilang dalam urin. Jika GFR terlalu rendah, hampir semua filtrat mungkin direabsorpsi dan beberapa produk pembuangan mungkin tidak diekskresikan secara adekuat.3 GFR berhubungan langsung dengan tekanan yang menentukan NFP. Perubahan apapun pada NFP dapat mempengaruhi GFR. Kehilangan darah yang berat, contohnya, dapat mengurangi mean arterial blood pressure (tekanan darah arterial rata-rata) dan menurunkan tekanan hidrostatik darah glomerulus. Filtrasi berhenti jika tekanan hidrostatik darah glomerulus jatuh menjadi 45 mmHg karena kontribusi tekanan yang berlawanan. Adapun, ketika tekanan darah sistemik meningkat di atas normal, NFP dan GFR meningkat sangat sedikit. GFR nyaris konstan ketika mean arterial blood pressure berada pada kisaran 80 – 180 mmHg.3 Mekanisme yang meregulasikan GFR bekerja melalui 2 mekanisme penting, yakni dengan (1) menyesuaikan aliran darah ke dalam dan ke luar glomerulus dan (2) menyesuaikan luas permukaan kapiler glomerulus yang diperlukan untuk filtrasi. GFR meningkat ketika aliran darah ke dalam kapiler glomerular meningkat. Kontrol terhadap diameter arteriol aferen dan eferen menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus, sementara dilatasi arteriol meningkatkan. Tiga mekanisme mengatur GFR, yakni:3 1.



Autoregulasi Renal terhadap GFR Kemampuan yang dimiliki ginjal dalam meregulasikan dirinya sendiri ini terdiri atas dua mekanisme, yakni mekanisme miogenik dan umpan balik tubuloglomerular. Mekanisme miogenik terjadi ketika peregangan menstimulasi kontraksi sel otot polos dari dinding arteriol aferen. Dengan meningkatnya tekanan darah, GFR juga ikut meningkat oleh karena meningkatnya aliran darah renal. Walau begitu, peningkatan tekanan darah meregangkan dinding dari arteriol aferen. Sebagai respons, serat otot polos dari dinding arteriol aferen berkontraksi yang mempersempit lumen arteriol. Sebagai hasilnya, aliran darah renal menurun dan menurunkan GFR ke angka sebelumnya. Sebaliknya, ketika tekanan darah arterial menurun, sel-sel otot polos kurang teregang dan menjadi rileks: dilatasi arteriol aferen, aliran darah renal meningkat, dan GFR



31



meningkat. Mekanisme miogenik menormalkan aliran darah renal dan GFR dalam waktu beberapa detik setelah terjadinya perubahan pada tekanan darah. Pada umpan balik tubuloglomerular, bagian dari tubulus renalis – makula densa – memberikan umpan balik ke glomerulus. Ketika GFR di atas angka normal oleh karena peningkatan tekanan darah sistemik, cairan yang telah terfiltrasi mengalir lebih cepat di sepanjang tubulus tenalis. Sebagai akibatnya, tubulus kontortus proksimal dan loop of Henle memiliki waktu yang lebih sedikit untuk mereabsorpsi Na+, Cl-, dan air. Sel-sel makula densa memiliki kemampuan untuk mendeteksi peningkatan penghantaran Na+, Cl-, dan air, serta menginhibisi pelepasan NO dari dalam sel-sel aparatus jukstaglomerular. Oleh karena NO menyebabkan vasodilatasi, arteriol aferen terkonstriksi ketika NO menurun. Ketika tekanan darah turun – yang menyebabkan GFR lebih rendah dari normal – hal yang sebaliknya terjadi. Umpan ini terjadi lebih lambat dibanding mekanisme miogenik.



2.



Regulasi Neural terhadap GFR Layaknya hampir semua pembuluh darah tubuh, pembuluh darah pada ginjal juga disuplai oleh saraf otonom yang mengeluarkan norepinefrin (NE). NE menyebabkan vasokonstriksi melalui aktivasi reseptor α1 yang banyak sekali ditemukan pada serat otot polos arteriol aferen. Pada kondisi istirahat, stimulasi simpatis cukup rendah, arteriol aferen dan eferen terdilatasi dan autoregulasi renal terhadap GFR mendominasi. Dengan stimulasi sedang dari simpatis, baik arteriol aferen maupun eferen berkonstriksi sama jauhnya. Aluran darah ke dalam dan ke luar glomerulus terbatas pada jumlah yang sama, sehingga GFR menurun hanya sedikit. Dengan stimulasi simpatis yang lebih lagi (seperti yang terjadi pada kondisi perdarahan atau olah raga), vasokonstriksi dari arteriol aferen mendominasi. Sebagai akibatnya, aliran darah ke dalam kapiler glomerulus berkurang dengan sangat banyak dan GFR jatuh. Penurunan aliran darah renal memiliki dua konsekuensi: (1) berkurangnya urine output yang membantu menjaga volume darah dan (2) meningkatnya aliran darah ke jaringan-jaringan tubuh lainnya. 32



3.



Regulasi Hormonal terhadap GFR Dua hormon berkontribusi terhadap regulasi GFR. Angiotensin II mengurangi GFR, atrial natriuretic peptide (ANP) meningkatkan GFR. Angiotensin II merupakan vasokontriktor poten yang menyempitkan baik arteriol aferen maupun eferen, serta engurangi aliran darah renal yang pada akhirnya menurunkan GFR. Sel-sel pada atrium jantung mensekresikan ANP. Peregangan atrium, yang terjadi ketika volume darah meningkat, menstimulasi sekresi ANP. Dengan menyebabkan relaksasi dari sel-sel mesangial glomerulus, ANP meningkatkan permukaan kapiler untuk filtrasi. GFR meningkat seiring dengan meningkatnya luas permukaan tersebut.



33



2.2. Chronic Kidney Disease 2.2.1. Definisi Penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease/ CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (CKD Stage V/ end stage). Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.1 Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik Kriteria Penyakit Ginjal Kronik 1. Kerusakan ginjal ≥3 bulan, yang ditemukan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan GFR, bermanifestasi diantaranya sebagai:  Kelainan patologis, atau  Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test) 2. GFR< 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Sumber: Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. h581-584.



Pada penyakit ginjal kronik, ada 2 hal penting yang harus ditelusuri, yakni:  Penyakit dasar yang menyebabkan  Setelah fungsi 3/4 nefron hilang, sisanya akan mengambil alih fungsi nefron yang rusak, sehingga nantinya akan menyebabkan hilangnya fungsi ginjal.5



34



Untuk menentukan derajat dari suatu gagal ginjal maka yang perlu dinilai adalah creatinin clearance test. Penghitungan creatinin clearance test (CCT)ini sesuai dengan rumus: kreatinin darah x volume urin 24 jam kreatinin urin 24 jam Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan urin tampung dalam 24 jam untuk mendapatkan jumlah volume urin dan kreatinin urin dalam 24 jam. Selain menggunakan CCT, penentuan derajat penyakit, dibuat atas dasar GFR (gromerulous filtration rate), yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault: (140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥𝐾𝑔𝐵𝐵 72 𝑥𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ *) Pada perempuan dikalikan 0,85.



2.2.2. Klasifikasi Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG).5Klasifikasi staging penyakit ginjal kronis dalam 5 stage:1,2,3



35



Gambar 8.Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik dan Klasifikasi. Sumber: Henry Ford Health System. Chronic Kidney Disease: Clinical Practice Recommendations for Primary Care Physicians and Healthcare Providers, A Collaborative Approach Edition 6.0. 2011. Detroit: Divisions of Nephrology and Hypertension and General Internal Medicine.



Diantara individu dengan penyakit ginjal kronis, staging ditentukan oleh tingkat GFR, dengan stage yang lebih tinggi memiliki GFR yang lebih rendah. Gambar 7 mengilustrasikan klasifikasi individu berdasarkan ada atau tidaknya tanda penyakit ginjal dan kadar GFR. Selain itu, juga dapat digunakan persamaan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) untuk menghitung GFR. Persamaan ini tidak membutuhkan berat badan pasien, namun membutuhkan 4 variabel yaitu, serum creatinin (SCr), usia, jenis kelamin, dan etnis.2



Rumus MDRD lainnya yang menggunakan kadar BUN dan albumin serum:2



Adapun, klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi tertera pada tabel berikut ini:



36



Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Etiologi Penyakit Penyakit Ginjal Diabetes Penyakit Ginjal NonDiabetes



Tipe Mayor DM tipe 1 dan 2 -



-



-



Penyakit pada Transplantasi



Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia) Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah hipertensi, mikroangiopati) Penyakit tubulointestinal (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat) Penyakit kistik (ginjal polikistik)



Keracunan obat, transplantasi, penyakit recurrent (glomerular)



Sumber: Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. h581-584.



2.2.2. Epidemiologi Orang yang mengalami CKD memiliki peningkatan yang signifikan dari morbiditas dan mortalitas. Di Amerika Serikat, pada tahun 1995-1999, insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan mencapai 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.1,6 Sebuah studi yang dilakukan Perhimpunan Nefrologi Indonesia melaporkan sebanyak 12,5 % populasi Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal. Glomerulosklerosis mengarah pada penurunan berat ginjal. Pemeriksaan histologis menunjukkan penurunan jumlah glomerulus sebanyak 30-50% pada usia 70 tahun.1,6



37



2.2.4. Faktor Risiko Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, penyakit jantung, ISK, HIV (penyakit imun), berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga.7



Gambar 9. Faktor Risiko CKD. Sumber: Henry Ford Health System. Chronic Kidney Disease: Clinical Practice Recommendations for Primary Care Physicians and Healthcare Providers, A Collaborative Approach Edition 6.0. 2011. Detroit: Divisions of Nephrology and Hypertension and General Internal Medicine.



Empat faktor resiko utama dalam perkembangan End Stage Renal Disease (ESRD) adalah usia, ras, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Insiden ESRD diabetikum sangat meningkat seiring dengan berjalannya usia. ESRD yang disebabkan oleh nefropati hipertensif 6,2 kali lebih sering terjadi pada orang Afrika-amerika dari pada orang Kaukasia. Secara keseluruhan insidens ESRD lebih besar pada laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%).8 Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).8



38



 Glomerulonefritis Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang dapat mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler. Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu menggambarkan perubahan patofisiologik glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli berfokus pada pasien pascastreptococcus.Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu.9 Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel atau amiloidosis.9 Pada umumnya terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematuria, oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri pinggang karena peregangan kapsul ginjal.9  Diabetes Mellitus Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.10 Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan 39



sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun.10 Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan mengubah pengaturan tekanan intrakapiler.Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada akhirnya mengarah ke glomerulosklerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata, jantung, dan sistem saraf.11,12 Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes melitus. Glomerulosklerosis adalah lesi yang paling khas dan dapat terjadi secara difus atau nodular. Glomerulosklerosis diabetik difus merupakan lesi yang paling sering terjadi, terdiri atas penebalan difus matriks mesangial dengan bahan



eosinofilik



disertai



dengan



penebalan



membran



basalis



kapiler.



Glomerulosklerosis diabetik nodular lebih jarang terjadi namun sangat spesifik untuk penyakit ini, terdiri atas bahan eosinofilik noduler yang menumpuk dan terletak dalam perifer glomerulus didalam inti lobus kapiler. Kelainan non glomerulus dalam nefropati diabetik adalah nefritis tubulointertitial kronik, nekrosis papilaris, hialinosis arteri aferen dan eferen, serta iskemia. Glomerulosklerosis diabetik hampir selalu didahului oleh retinopati diabetik yang ditandai dengan mikro aneurisma di sekitar makula.8 Riwayat perjalanan nefropati diabetik dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi 5 fase atau stadium.8 Stadium 1, atau fase perubahan fungsional dini, ditandai dengan hipertropi dan hiperfiltrasi ginjal. Stadium 1 sebenarnya ditemukan pada semua pasien yang didiagnosis diabetes melitus tipe 1 (bergantung insulin), dan berkembang pada awal 40



penyakit. Sering terjadi peningkatan GFR hingga 40% diatas normal. Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, dengan faktor yang memperburuk adalah kadar glukosa darah yang tinggi, glukagon yang abnormal, hormon pertumbuhan, efek renin, angiotensin I, dan prostaglandin. Ginjal yang menunjukkan peningkatan GFR ukurannya lebih besar dari normal, dan glomerulus yang bersangkutan akan lebih besar dengan daerah permukaan yang meningkat. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulosklerosis fokal Stadium 2, atau fase perubahan struktural dini ditandai dengan penebalan membran basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit bahan matriks mesangial. Stadium ini terjadi sekitar 5 tahun setelah awitan diabetes tipe 1 dan kelihatannya akan berkembang pada semua pasien diabetes melitus. Kerasnya penebalan atau perluasan mesangial yang terlihat pada stadium 2 secara positif



berkaitan dengan perkembangan



proteinuria yang akan datang dan penurunan fungsi ginjal. penumpukan matriks mesangial dapat mengenai lumen kapiler glomerulus, menyebabkan iskemia dan menurunkan daerah permukaan filtrasi, namun GFR biasanya tetap dalam kisaran normal yang tinggi. Ekskresi albumin urin biasanya normal selama stadium 2, kecuali pada mikroalbuminemia reversibel yang terjadi dalam waktu singkat.8 Hiperglikemia



persisten



menjadi



faktor



utama



dalam



patogenesis



glomerulosklerotik diabetik dan melibatkan beberapa mekanisme, termasuk (1) vasodilatasi dengan meningkatkan mikrosirkulasi yang menyebabkan peningkatan kebocoran zat terlarut ke dalam pembuluh darah dan jaringan sekitarnya; (2) pembuangan glukosa melalui jalur polyol (insulin independen), menyebabkan penimbunan polyol dan penurunan kadar komponen selular utama, termasuk glomerulus; dan (3) glikosilasi protein struktur glomerulus. Pada hiperglikemia, glukosa memberikan reaksi dengan mengedarkan protein seluler secara nonenzimatik (misalnya glikosilasi hemoglobin menghasilkan A1C). Glikosilasi membran basalis dan protein mesangial dapat menjadi faktor utama yang bertanggung jawab dalam peningkatan matriks mesangial dan perubahan permeabilitas membran yang menyebabkan proteinuria.8



41



Stadium 3 nefropati diabetik mengacu pada fase nefropati insipien dansecara khas berkembang dalam waktu sekitar 10 tahun setelah awitan diabetes melitus. Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap (30-300mg/24 jam) yang hanya dapat terdeteksi dengan radioimunoassay atau metode labsensitif lainnya. Normalnya urin menyekresi albumin dibawah 30 mg/24 jam. Mikroalbuminuria yang menetap dibuktikan dengan tiga atau lebih urin nefropati yang dikumpulkan secara terpisah selama lebih dari 3-6 bulan. Mikroalbuminuria hanya dapat dideteksi pada 25% hingga 40% pasien, dan besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi stadium 4 dan 5. Kadar GFR normal hingga normal tinggi dan peningkatan tekanan darah juga merupakan gambaran pada stadium 3.8 Stadium 4, atau fase nefropati diabetik klinis ditandai dengan proteinuria yang positif dengan carrik celup (>300 mg/24 jam) dan dengan penurunan GFR yang progresif. Retinopati diabetik, serta hipertensi, hampir selalu ada pada nefropati diabetik stadium 4. Stadium ini muncul kira-kira 15 tahun setelah awitan diabetes tipe 1 dan menyebabkan ESRD pada sebagian besar kasus.8 Stadium 5 atau fase kegagalan atau insufisiensi ginjal progresif ditandai dengan azotemia (peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum) disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat, yang pada akhirnya menyebabkan berkembangnya ESRD dan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menuju stadium ini adalah 20 tahun.8 Fase awal nefropati asimptomatik dan mulai berkembang setelah 5-8 tahun pada DM tipe 2. Proses pasti kerusakan ginjal pada diabetes tidak diketahui. Beberapa mekanisme telah diteliti diantaranya, hiperglikemia, hiperfiltrasi, peningkatan



viskositas



darah,



peningkatan



tekanan



glomerular,



albumin,



proteinkinase C, growth factor, Advanced Glycation End Products (AGEs), oxidative stress dan hiperkolesterolemia.8



42



 Ginjal Polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.13,14 2.2.5. Patofisiologi Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulusproses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, waalaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1



43



Gambar 10. Intragolerular Hypertension (IG-HPT). Sumber: Appel GB. Improved Outcomes in Nephrotic Syndrome. CCJM 2006;73(2):161-8



Adanya peningkatan aktivitas aksis renin angiotensin aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, skelrosis dan progresifitas tersebut. Aktifitas jangka panjang RAA, sebagian diperantarai oleh Growth factor seperti Transforming growth factor β (TGF β). Selain itu albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia dan riwayat keluarga dengan penyakit ginjal juga dianggap berperan dalam progresifitas CKD.1,6 Pada stadium awal CKD terjadi kehilangan daya cadang ginjal dengan GFR yang normal atau malah meningkat. Kemudian secaara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yg progresif ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum, sampai pada GFR yang rendah. Pada GFR sebesar 60% pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningktan kadar urea dan kreatinin serum. Pada GFR sebesar 30% mulai terjadi keluhan sepeti nokturia, badan lemah, mual, nafsu mkn menurun dan penurunan BB. Sampai pada GFR < 30% pasien melihatkan tanda dan gejala uremia yaitu, anemia, peningkatan tekanan darah, ganggun metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, mau infeksi aluran cerna. Juga dapat terjdi gangguan keseimbangan air seperti hipo- atau hiper-volemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR < 15 terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal.1 44



2.2.6. Pendekatan Diagnosis Pendekatan diagnosis chronic kidney disease (CKD) dilihat dari anamnesis, pemeriksaan



fisik,



gambaran



radiologis,



dan



apabila



perlu



gambaharan



histopatologis.10 1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG) 2. Mengejar etiologi CKD yang mungkin dapat dikoreksi 3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors) 4. Menentukan strategi terapi rasional 5. Meramalkan prognosis Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.



A. Gambaran Klinis Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi CKD, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG).Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal. Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:13,15,16 a.



Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurisemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES),dll.



b.



Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.



45



c.



Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).



Gambaran klinik penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.8,9,13  Kelainan Hemopoeisis Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada pasien penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.8,13 Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya.8,13 Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.8



46



 Kelainan Saluran Cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.14  Kelainan Mata Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien penyakit ginjal



kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari



mendapat pengobatan penyakit ginjal



kronik yang adekuat, misalnya



hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal



kronik.



Penimbunan atau deposit garam kalsium pada konjungtiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien penyakit ginjal



kronik akibat penyulit



hiperparatiroidisme sekunder atau tersier  Kelainan Kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.8,14  KelainanNeuropsikiatri Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien CKD. Kelainan mental ringan atau berat ini sering



47



dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).  Kelainan Kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada penyakit ginjal



kronik



sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.



B. Gambaran Laboratorium15,16 Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi: a.



Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya



b.



Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,dan penurunan GFR yang dihitung mempergunakan rumus KockcroftGault.Kadar



kreatinin



serum



saja



tidak



bisa



dipergunakan



untuk



memperkirakanfungsi ginjal. c.



Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atauhipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik



d.



Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria



C. Gambaran Radiologi15,16 Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi: a.



Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak



b.



Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bias melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan



c.



Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi



48



d.



Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi



e.



Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi



2.2.7. Penatalaksanaan Penatalakssanaan penyakit ginjal kronik meliputi: 



Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya







Pencegahan dan terapi terhadap konisi komorbid







Memperlambat pemburukan fungsi ginjal







Pencegahan dan terapi terhdap penyakit kardovaskular







Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi







Terapi penggantian ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal



Perencanaan tatalaksana CKD sesuai dengan derajatnya: 1



49



a.



Terapi Simptomatik  Terapi Dislipidemi Dislipidemi merupakan faktor risiko primer penyakit kardiovaskular dan komplikasi penyakit ginjal progresif karena dapat menyebabkan aterosklerosis difus dan iskemi renal.17 Abnormalitas lipid pada CKD paling sering adalah peningkatan trigliserida, low density lipoprotein (LDL) yang diakibatkan gangguan klirens. Rekomendasi dari KDOQI bertujuan mengurangi kadar kolsterol < 100 mg/dL dan trigliserid < 200 mg/dL.1  Terapi Hipertensi Hipertensi menyebabkan kerusakan langsung pembuluh darah nefron sehingga ginjal kehilangan kemampuan otoregulasi tekanan dan laju filtrasi glomerulus dengan hasil akhir hiperfiltrasi yang bermanifestasi sebagai albuminuri. Target tekanan darah pada CKD adalah 2 gr/dL kurangi dosis pemberian 50



menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.Transfusi darah ,misalnya Packed Red Cell (PRC), merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.11  Terapi Gula Darah pada Pasien DM Menghindari pemakaian metformin dan obat-obat golongan sulfonylurea dengan masa kerj panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diata nilai normal tertinggi untu DM tipe 2 adalah 6% .6  Terapi Asidosis Metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.  Terapi Keluhan Gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari CKD. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.  Terapi KelainanKulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.



51



 Terapi Kelainan Neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.  Terapi Kelainan Sistem Kardiovaskular Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.



b.



Terapi Nonfarmakologis Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.



52







Pengaturan asupan protein1 Pembatasan Asupan Protein pada CKD GFR ml/menit



Asupan protein g/kg/hari



>60



Tidak dinjurkan



25-60



0,6 – 0,8/ kg/ hari



5-25



0,6







0,8



/kg/hari



atau



tambahan 0,3 g asam amino sensual atau asam keton >60 (Sindrom



0,8/kg/hari (=1 gr protein /g



nefrotik)



proteinuria tambahan



atau



0,3



asam



g/kg amino



esensial atau asam keton  Pengaturan asupan kalori: 35 kall/kgBB ideal/hari Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD harus adekuat dengan tujuan utama,



yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,



memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.  Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara lemakbebas jeunh dan tidak jenuh  Asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total  Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease). Sumber lain merincikan:  Garam: 2-3 gr/hari  Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari  Kalsium: 1400-1600 mh/hari  Besi: 10-18 mg/hari  Magnesium: 200-300 mg/hari  Asam folat pasien HD: 5 mg  Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)



53



Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.



c.



Terapi Pengganti Ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. 



Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan azotemia berat.







Dialisis Peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien penyakit ginjal kronik stadium V dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.



54



2.2.8. Komplikasi dan Prognosis Berbagai komplikasi yang dapat terjadi pada CKD sesuai degan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.



Gambar 11. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik. Sumber: Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.581-584.



Pasien dengan penyakit ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).3Selain itu, kita juga dapat meninjau prognosisnya dari laju filtrasi glomerulus dan rasio albuminuria yang terjadi pada pasien.



55



Gambar 12. Prognosis CKD berdasarkan Kategori GFR dan Albuminuria: KDIGO 2012. Sumber: International Society of Nephrology. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. 2012. Official Journal of the International Society of Nephrology.



56



BAB V KESIMPULAN



Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam,



mengakibatkan



penurunan



fungsi



ginjal



yang



progresif



dengan



GFR