Cedera Ureter Pada Histerektomi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • herry
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Cedera operatif pada saluran kemih umum terjadi selama operasi ginekologi karena untuk pengembangan dan jarak yang dekat dengan sistem organ urogenital. Cedera saluran kemih melibatkan cedera pada ureter, kandung kemih dan uretra. Ini telah mengakibatkan fobia bagi dokter kandungan. Telah diamati bahwa cedera urologi kurang umum selama operasi vaginal daripada abdominal.1 Histerektomi adalah salah satu prosedur bedah yang paling umum dalam praktek ginekologi. Berbagai Teknik bedah untuk histerektomi, termasuk dengan pendekatan abdominal maupun melalui rute vaginal, layak mendapatkan perhatian khusus berkaitan dengan kemungkinan cedera urologi transoperatif. Komplikasi ini menimbulkan pertanyaan tentang pengetahuan anatomi bagi semua ginekolog. Ureter rentan terhadap cedera selama operasi ginekologi dan obstetri karena kedekatan anatomi dengan organ sistem reproduksi wanita.2,3,4 Insiden umum dari cedera ureter diperkirakan sebesar 0,03% 2,0% untuk histerektomi abdominal, 0,02% - 0,5% untuk histerektomi vaginal, dan 0,2% - 6,0% untuk histerektomi vaginal yang dibantu laparoskopi. Ada empat titik kritis dari potensi cedera ureter selama histerektomi. Titik kritis pertama terletak di pintu masuk ureter di tulang pelvis, ketika pembuluh ovarium menyeberang. Titik kritis kedua diidentifikasi di sebelah ligamentum uterosakral, di mana ureter terletak lateral dari ligamen ini. Titik kritis ketiga adalah pada level arteri uterina, di



1



mana ureter melintasi bawah arteri uterina melalui ligamentum kardinale pada level spina iskiadika. Titik penting keempat terjadi pada kandung kemih, di mana ureter berbelok ke medial, melintasi bagian anterior kubah vagina dan memasuki dinding kandung kemih. Tentu saja, kemampuan untuk mengenali anatomi, serta kemampuan ahli bedah dalam mengenali titik dengan risiko yang lebih besar untuk cedera ureter, akan membantu dalam menurunkan persentase ini.2



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



ANATOMI Ureter adalah tabung yang merupakan bagian dari saluran kemih dan yang menghubungkan pelvis ginjal ke kandung kemih. Fungsinya adalah untuk mentransportasikan urin dari ginjal ke kandung kemih, yang melibatkan gerakan peristaltik oleh kontraksi lapisan otot polos. Ureter memiliki tiga lapisan, seperti organ tubular lainnya: (i) lapisan terluar terdiri dari jaringan ikat, yang sebagian ditutupi oleh serosa di area di mana ureter berhubungan dengan peritoneum; (ii) bagian intermediet, ada lapisan media yang terdiri dari jaringan otot polos dengan tiga tipe, sirkular, longitudinal dan oblik; (iii) lapisan dalam terdiri dari mukosa dengan epitel transisional - dan submukosa - dengan jaringan ikat.2 Setiap ureter memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan diameter 3 mm. Mereka berasal dari pertemuan berbagai kaliks ginjal, yang datang bersama-sama dalam pelvis ginjal. Ureter keluar dari ginjal pada level abdomen superior, turun ke tulang pelvis di belakang organ saluran pencernaan, di retroperitoneum, medial dari otot psoas mayor. Pada saat menembus rongga pelvis dan menyeberangi bifurkasio dari pembuluh darah iliaka komunis, juga diamati persimpangan dari pembuluh darah ovarium (titik kritis cedera pertama). Ureter membentuk batas posterior dari fossa ovarium; terus ke kaudal ke tepi lateral ligamen uterosakral (titik kritis cedera kedua) hingga ke ligamentum kardinale. Arteri uterina menyertai ureter di sepanjang bagian lateral serviks dan bagian atas



3



vagina. Di dasar ligamentum kardinale, ureter lewat di bawah arteri uterina (titik kritis cedera ketiga), pada level spina iskiadika. Pada titik ini ia awalnya ke depan dan kemudian ke medial, di antara arteri uterina dan vaginal, menuju bagian bawah saccus lateralis vagina – terletak sekitar 2 cm lateral dari serviks. Di sini, ureter naik ke anterior vagina dengan jarak yang pendek dan akhirnya mencapai dasar kandung kemih, di mana ia membuka pada sudut lateral dari trigonum vesikalis, secara oblik menembus dinding kandung kemih (titik kritis cedera keempat).2



Gambar 1. Anatomi yang relevan dari ureter, yang menggambarkan perjalanannya dari pelvis ginjal ke kandung kemih. Perhatikan kedekatan ureter di pinggir pelvis dengan ligamentum infundibulopelvis.5



4



Sehubungan dengan suplai darah ureter, telah diakui bahwa ia bervariasi dan disediakan dari berbagai sumber. Bagian abdominal dari ureter diirigasi secara reguler oleh cabang dari aorta abdominalis atau oleh cabang arteri renalis atau ovarium. Pada level garis melengkung (titik transisi dari bagian abdominal ke bagian pelvis), bagian medial pada umumnya diirigasi oleh cabang arteri iliaka komunis maupun interna. Bagian pelvis diirigasi oleh arteri vesikalis superior dan inferior, serta cabang dari arteri uterina, arteri mid-rektal dan arteri pudenda internal. Pada bagian atas dan medial, suplai darah ke ureter berasal dari sisi medial. Sebaliknya, ureter pelvis menerima suplai vaskularnya terutama dari bagian lateral. Oleh karena itu, diseksi medial pada bagian pelvis distal ini menghasilkan sedikit kerusakan pembuluh darah. Jaringan periureter juga diirigasi oleh arteri subperitoneal, yang memungkinkan untuk menyimpulkan bahwa diseksi ureter harusnya minimal dalam memisahkan mereka dari peritoneum.2 Meskipun pengetahuan anatomi yang baik dan ahli bedah yang berpengalaman, cedera ureter dapat terjadi karena distorsi anatomi. Risiko cedera ureter meningkat dalam kasus endometriosis, adhesi pelvis atau tumor pelvis, yang mendistorsi ureter normal. Kelainan saluran kemih, yang terjadi pada 17-20% dari populasi, dapat didokumentasikan dengan urografi ekskretorik pra operasi; Sementara itu, mayoritas cedera ureter terjadi ketika tidak ada indikasi untuk urografi ekskretorik. Penggunaan teknologi diagnostik ini, seperti pemeriksaan lain, misalnya, sistoskopi, tidak diindikasikan dalam penilaian pre-operatif rutin pada



5



pasien yang akan menjalani histerektomi, karena morbiditas yang dijumpai dalam prosedur ini. Memasang kateter ureter sebelum operasi, metode lain untuk identifikasi kelainan ureter dan bahkan identifikasi anatomi ureter normal, tidak diinginkan karena biaya dan morbiditas terkait. Pada pasien dengan massa pelvis yang besar yang mendistorsi anatomi, segmen uterus yang kecil, mioma serviks atau kanker serviks, pemeriksaan pencitraan pra operasi seperti pyelogram endovena, USG, pielografi retrograd dan pemeriksaan lain dapat sangat berguna.2,6



Gambar 2. Perhatikan kedekatan ureter dengan pembuluh darah uterina pada level serviks. Sebagian besar cedera ureter setelah operasi ginekologi terjadi di daerah ini5



6



Visualisasi langsung dari ureter harus merupakan suatu awal yang diperlukan dalam semua bedah pelvis, terutama histerektomi. Dokter bedah harus merasa nyaman dengan lintasan ureter dan mengenal baik lokasi cedera yang sering terjadi selama operasi abdominal. Penting untuk mengingat bahwa diseksi rutin dan perbaikan ureter, meningkatkan risiko cedera ureter dan tidak harus secara rutin dilakukan.2,7



CEDERA URETER Ahli bedah bahkan yang berpengalaman, dengan volume operasi pelvis yang besar, dalam beberapa waktu dapat mencederai ureter. Meskipun kurang umum daripada cedera kandung kemih dan rektum, cedera ureter merupakan salah satu komplikasi yang paling serius dalam operasi ginekologi, dengan morbiditas yang tinggi. Perhatian utama dalam hal ini tidak selalu cedera itu sendiri, melainkan tidak mengetahui kejadian tersebut. Ketidakmampuan untuk mengenali dan memperbaiki cedera ini merupakan risiko besar bagi pasien. Identifikasi transoperatif dari cedera ureter terjadi hanya pada 11% sampai 12% kasus.2,8 Nyeri tak terduga di wilayah pelvis pada periode pasca operasi, demam atau sekret vagina dapat menyarankan cedera ureter. Kadangkadang, cedera ureter dapat berlangsung tanpa diketahui karena tanda dan gejalanya tidak spesifik. 1,7% insidensi cedera ureter pada histerektomi berkenaan dengan beberapa penulis ketika mengacu pada pertanyaan identifikasi awal mereka. Peristaltik persisten diidentifikasi



7



pada 5 dari 6 ureter yang terluka, yang menunjukkan bahwa tanda ini merupakan penanda yang buruk untuk menentukan integritas ureter.8 Ureter dapat terluka dengan berbagai cara: tertekuk, terjepit, teriris, terikat, terdesak dan terpotong sebagian atau seluruhnya. Selain cedera ini, trauma pada selubung ureter dan suplai darah longitudinalnya dapat terjadi (devaskularisasi), meskipun dengan teknik diseksi yang teliti.2



INSIDENSI Cedera ureter memiliki insidensi 0,2-1,0% selama setiap bedah abdominal atau pelvis.



Bedah obstetri atau ginekologi menyumbang



sekitar 50% dari semua cedera ini. Insidensi yang dilaporkan mungkin rendah karena banyak cedera ureter yang tidak dikenali atau dilaporkan.9 Pada tahun 2002, Carley dan rekannya melaporkan insidensi cedera ureter sebesar 0,36% untuk histerektomi abdominal, 0% untuk histerektomi vaginal dan 1,71% untuk histerektomi obstetrik.10 Meskipun prevalensi cedera ureter menjadi lebih tinggi setelah operasi kanker ginekologi, operasi ginekologi jinak-lah yang menyumbang sebagian besar kasus. Laporan menunjukkan hasil yang bertentangan ketika



membandingkan



insidensi



cedera



ureter



setelah



operasi



laparoskopik dengan insidensi infeksi setelah operasi ginekologi terbuka. Beberapa penelitian melaporkan angka yang sama sementara yang lain melaporkan insidensi yang secara signifikan lebih tinggi setelah bedah laparoskopi. Meskipun insidensi semua komplikasi mayor yang terkait dengan laparoskopi menurun, insidensi cedera ureter tetap konstan pada



8



sekitar 1%. Tabel 1. menguraikan risiko cedera ureter terkait dengan berbagai prosedur obstetri dan ginekologi.9,11



Tabel 1. Risiko cedera ureter dalam prosedur obstetri dan ginekologi9



ETIOLOGI Perlekatan ureter yang dekat dengan peritoneum membuatnya sangat



rentan



selama



operasi



abdominopelvis.



Cedera



ureter



memungkinkan bahkan dalam prosedur yang paling sederhana. Faktorfaktor tertentu telah diakui meningkatkan risiko:9,11,12,13 



Pembesaran uterus







Bedah pelvis sebelumnya







neoplasma ovarium







endometriosis







adhesi pelvis







anatomi pelvis yang terdistorsi







cedera kandung kemih bersamaan 9







perdarahan intraoperatif masif



LOKASI CEDERA Cedera paling sering terjadi di sepertiga bawah ureter (51%), diikuti dengan sepertiga bagian atas (30%) dan sepertiga bagian tengah (19%). Lokasi cedera yang paling umum adalah:9,14 



lateral dari pembuluh darah uterus







area persimpangan ureterovesika dekat dengan ligamentum kardinale







dasar ligamentum infundibulopelvik karena ureter menyeberangi pinggir pelvis di fossa ovarium







pada level ligamentum uterosakral. Sebagian besar penelitian menunjukkan lokasi cedera yang paling



umum adalah lateral dari pembuluh darah ovarium, tetapi Daly dkk meaporkannya di fossa ovarium. Selama laparoskopi cedera ureter paling sering dekat dengan ligamentum uterosakral.9



TIPE CEDERA Ureter dapat terluka dengan salah satu dari beberapa cara. Saat intraoperatif, mungkin ada ligasi atau terpuntir oleh ligatur, crushing oleh klem, terbagi, transeksi lengkap atau parsial, devaskularisasi atau cedera terkait diatermi. Insidensi berbagai bentuk cedera adalah transeksi lengkap, 61%; eksisi, 29%; ligasi, 7% dan transeksi parsial, 3%.9,14,15 Pada periode pasca operasi, nekrosis avaskular dapat terjadi setelah pembedahan ekstensif dari jaringan periureter dengan gangguan 10



dari suplai darah anastomosis. Mekanisme cedera lainnya adalah terpuntir dan obstruksi selanjutnya oleh hematoma atau limfokel.9



KLASIFIKASI Menurut Organ Injury Scaling System yang dikembangkan oleh Committee of the American Association for the Surgery of Trauma, cedera ureter diklasifikasikan sebagai berikut:16 



hematoma derajat I; kontusio atau hematoma tanpa devaskularisasi







laserasi derajat II; transeksi