CHF + HHD + AF Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS Congestive Heart Failure e.c Hipertensi Heart Disease + Atrial Fibrilasi



Disusun oleh: Shillea Olimpia Melyta, S.Ked FAB 115 006



Pembimbing: dr. Sutopo, Sp.RM dr. Tagor Sibarani



Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine



KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK-UNPAR PALANGKA RAYA AGUSTUS 2016



1



BAB I PENDAHULUAN



Penyakit kardiovaskular adalah salah satu penyebab paling sering dari kematian di seluruh dunia.1,2Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara maju maupun berkembang. Di Indonesia, penyakit jantung dan pembuluh darah ini terus meningkat dan akan memberikan beban kesakitan, kecatatan dan beban sosial ekonomi bagi keluarga penderita, masyarakat dan negara. Prevalensi gagal jantung di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0.13%, dengan penyebab tersering ialah hipertensi.3 Gagal jantung atau Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Hipertensi meningkatkan risiko dari peyakit kardiovaskular, termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, stroke iskemik dan perdarahan, gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer. Menurut penelitian Framingham, hipertensi merupakan penyebab seperempat gagal jantung. Pada populasi dewasa hipertensi berkonstribusi 68% terhadap terjadinya gagal jantung. Pasien dengan hipertensi mempunyai resiko dua kali lipat pada laki-laki dan tiga kali lipat pada wanita. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 510%,sedangkan tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensisekitar 14,3% dan meningkat menjadi sekitar 39% pada tahun 1985 sebagaipenyebab penyakit jantung di Indonesia. Sejumlah 85-90% hipertensi tidakdiketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensiesensial atau idiopatik). Hanya sebagian hipertensi yang dapat ditemukanpenyebabnya (hipertensi sekunder).3,4 Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam praktik sehari-hari.Prevalensi FA mencapai 1-2% dan akan terus meningkat dalam 50 tahun mendatang. Data di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita menunjukkan bahwa persentase kejadian FA pada pasien rawat selalu meningkat setiap tahunnya, yaitu 7,1% pada tahun 2010, meningkat menjadi 9,0% (2011), 9,3% (2012) dan 9,8% (2013).5 AF menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, termasuk stroke, gagal jantung serta penurunan kualitas hidup. Pasien dengan FA memiliki risiko stroke 5 kali lebih tinggi danrisiko gagal jantung 3 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa FA. Stroke merupakan salah satu komplikasi FA yang paling dikhawatirkan, karena stroke yang diakibatkan oleh FA mempunyai risiko kekambuhan yang lebih tinggi. Selain itu, stroke akibat FA ini mengakibatkan kematian dua kali lipat dan biaya perawatan 1,5 kali lipat.5



2



Fibrilasi atrium juga berkaitan erat dengan penyakitkardiovaskular lain seperti hipertensi, gagal jantung, penyakit jantungkoroner, hipertiroid, diabetes melitus, obesitas, penyakit jantung bawaan seperti defek septum atrium, kardiomiopati, penyakit ginjalkronis maupun penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Gagal jantungsimtomatik dengan kelas fungsional New York Heart Association (NYHA)II sampai IV dapat terjadi pada 30% pasien FA, namun sebaliknya FAdapat terjadi pada 30-40% pasien dengan gagal jantung tergantungdari penyebab dari gagal jantung itu sendiri. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan gagal jantung melalui mekanisme peningkatan tekanan atrium, peningkatan beban volume jantung, disfungsi katup dan stimulasi neurohormonal yang kronis.5,6



3



BAB II LAPORAN KASUS



Survey Primer Ny.R, 46 tahun, P. I.



Vital Sign : -



Nadi



: 128 kali/menit, irregular



-



Tekanan Darah



: 150/90 mmHg



-



Pernafasan



: 28 x/menit



-



Suhu



: 37,6 °C



II. Airways



: Bebas, tidak terdapat sumbatan.



III. Breathing : Spontan, 28x/menit, pola torakoabdominal, pergerakan dada simetris kanan-kiri, tidak tampak ketertinggalan gerak. IV. Circulation



: Denyut nadi 128x/menit, irregular, kuat angkat, isi cukup CRT 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi. Kriteria Framingham yang terpenuhi sebagai kriteria diagnostik dari CHF pada kasus ini ialah Kriteria mayor ada Paroksismal nocturnal dispneu, rhonki paru, kardiomegali dan peninggian tekanan vena jugularis, dan untuk kriteria minor ada batuk malam hari, dispneu d’effort, serta takikardi >120x/menit. Dimana berdasarkan kriteria ini, diagnosa CHF dapat ditegakkan karena ditemukan adanya 4 kriteria mayor dengan 3 kriteria minor.4 Maka, pada kasus ini, diagnosa CHF dapat ditegakkan. Pada pasien ini berdasarkan klasifikasi fungsional dari New York Heart Association (NYHA) termasuk NYHA IV yaitu gejala gagal jantung pada saat istirahat. Gagal jantung dibagi menjadi 2 yaitu gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. a. Gagal jantung kiri: kegagalan fungsi pompa ventrikel kiri ke sistemik, sehingga menyebabkan gangguan perfusi dan tekanan yang tinggi diteruskan ke paru, menyebabkan kongesti. Ketidakmampuan jantung menghasilkan cardiac output (curah jantung) yang adekuat untuk perfusi jaringan. Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea. Gagal jantung kiri : a. Penurunan kapasitas aktivitas 11



b. Dispnea (mengi, orthopnea, PND) c. Batuk d. Letargi dan kelelahan e. Penurunan nafsu makan dan berat badan f. Kulit lembab g. Tekanan darah (tinggi, rendah, atau normal) h. Pergeseran apeks i. Regurgitasi mitral fungsional j. Krepitasi paru k. Efusi pleura b.



Gagal jantung kanan : kegagalan fungsi pompa ventrikel kanan, sehingga tekanan pengisian ventrikel meningkat. Melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis (JVP) dan merasa cepat kenyang, perut kembung, ataupun nyeri perut. Sedangkan pada pasien dalam kasus ini mengalami gagal jantung kiri karena pasien



Nampak sesak dan adanya gejala ortopnea yang lebih menonjol dan adanya batuk.Sehingga Manifestasi klinik gagal jantung mencerminkan derajat kerusakan miokardium dan kemampuan serta besarnya respons kompensasi. Selain datang dengan sesak nafas, pasien juga mengeluhkan sempat mengalami nyeri dada sejak 1 hari SMRS, setelah dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan adanya pulsus deficit, dan hal ini mengarah kepada atrial fibrilasi ditambah lagi dengan irama nadi yang irregular pada perabaan. Kemudian dilakukan pemeriksaan EKG, tidak adanya gelombang P pada elektrokardiogram (EKG), yang secara normal ada saat kontraksi atrium yang terkoordinasi. dan dari hasil EKG memang tampak adanya gambaran atrial fibrilasi dengan rapid ventricular response (RVR) yakni > 100x/menit. Maka, diagnosa atrial fibrilasi dapat ditegakkan pada kasus ini. Namun untuk memastikan apakah benar RVR, perlu dilakukan pemeriksaan EKG ulang dengan lead II panjang untuk menghitungnya (6 detik).5 Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu takiaritmia supraventrikuler dengan karakteristik aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi dengan konsekuensi terjadinya perburukan fungsi mekanik atrium. Atrial fibrilasi dapat terjadi secara episodik maupun permanen. Jika terjadi secara permanen, kasus tersebut sulit untuk dikontrol. Pada pasien ini dimasukan kebeberapa sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukanakan, seperti:5



12



a.



Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi termasuk :AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali permenit



b.



Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat diklasifikasikan menjadi AF dengan hemodinamik tidak stabil karena adanya CHF



c.



Menurut American Heart Assoiation (AHA), atrial fibriasi (AF) dibedakan menjadi 4 jenis dan pada pasien termasuk AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.



d.



Selain itu, klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari yaitu AF primer dan AF sekunder. AF sekunder jika disertai dengan penyakit jantung lain atau penyakit sistemik lain seperti hipertensi.



Selain mengalami keluhan-keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 hari SMRS, naik turun tak menentu waktunya, namun tidak ada menggigil, berkeringat dingin, nyeri tenggorokan, nyeri telingga, nyeri berkemih, dan nyeri perut. Sehingga perlu di cari tahu lebih lanjut untuk sumber infeksi pada pasien ini. Sehingga diperlukan pemeriksaan lain untuk mencari tahu sumber infeksinya berdasarkan indikasi pada pasiennya. Pasien sudah lama mengalami hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi heart disease (HHD) adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 MmHg dan tekanan diastolik 90 MmHg sehingga meningkatnya tekanan darah menuju jantung.HHD adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hipertensi merupakan beban pressure overload bagi miokard yang dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri dan gangguan fungsi diastolic (asimptomatik/subklinik) dan akhirnya dapat menyebabkan gangguan sistolik ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri merupakan respon terhadap kenaikan wall stress ventrikel kiri akibat hipertensi dan suatu upaya untuk mengembalikan wall stress ventrikel kiri kepada nilai normal, mempertahankan fungsi sistolik ventrikel kiri dan mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan perfusi miokard. Respon adaptasi tersebut terbatas. Seperti pada pasien ini, bila tekanan darah tetap tinggi dimana pasien sudah mengalami hipertensi selama beberapa tahun dan tidak terkontrol maka akan terjadi remodeling, perubahan struktur miokard dan gangguan fungsi jantung.6 Sesak napas yang merupakan keluhan utama pada pasien ini disebabkan oleh karena adanya kongesti pulmoner, dengan adanya akumulasi dari cairan interstisial yang 13



menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal yang khas untuk sesak napas yang disebabkan oleh penyakit jantung. Sesak napas pada malam hari saat pasien tidur merupakan akibat pasien tidur dalam keadaan datar sehingga aliran balik darah meningkat, akibatnya ventrikel kanan juga memompakan darah yang lebih banyak ke arteri pulmonalis. Banyaknya darah di vaskuler paru mengakibatkan ekstravasasi cairan dari vaskuler ke intersisial, dengan adanya ekstravasasi cairan ke intersisial jaringan paru akan menimbulkan suara ronki basah basal saat di lakukan auskultasi pada kedua lapangan paru. Hal ini pula yang menyebabkan pasien mengalami batuk. Ronkhi yang timbul akibat adanya peradangan paru dapat dipikirkan karena adanya manifestasi demam pada pasien ini. Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Foto Thoraks: pembesaran jantung (kardiomegali), distensi vena pulmonal dan redistribusinya vaskuler paru hingga ke tepi (kerley line B) dan efusi pleura. Bayangan mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal, mis: bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukkan aneurisma ventrikel. 2. Elektrokardiografi (EKG) -



Dapat ditemukan low voltage, T inversi, QS, depresi ST, kadang atrial fibrilasi.



-



Membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infark, hipertrofi).



3. Laboratorium : -



Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), Hb, Ht, leukosit, trombosit,



-



Tes fungsi tiroid (FT4, TSH), tes fungsi hati (albumin, SGOT, SGPT, bilirubin), lipid darah, kreatinin.



-



Kadar Brain natriuretic peptide (BNP) meningkat hingga >100 pg/mL pada gagal jantung. Tetapi pada pasien dengan gagal ginjal dapat bernilai tetap lebih tinggi.



-



Urinalisis: untuk mendeteksi gangguan ginjal.



4. Ekokardiografi Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler. 5. Kateterisasi Jantung Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau isufisiensi.Juga mengetahui potensi arteri koroner.Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas. 14



Penatalaksanaan pasien ini adalah oksigen 4 liter per menit untuk merangsang kemoreseptor. Pasien dengan kenaikan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan, pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat. Pemberian infus NaCl 500cc/24 jam adalah untuk membatasi cairan yang masuk. Adapun mengenai terapi yang diberikan pada pasien ialah meliputi obat-obatan untuk CHF yakni pemberian diuretic kuat (furosemide), pemberian diuretika ini bertujuan untuk mengurangi beban awal jantung tanpa mengurangi curah jantung, dengan dosis furosemide 20-40 mg/hari bila respon tidak cukup baik dosis dapat dinaikkan. Candesartan 8mg termasuk ARB (Angiotensin reseptor Bloker) penghambat angiotensin II melebarkan pembuluh darah untuk menurunkan tekanan darah dan direkomendasikan sebagai terapi standar untuk gagal jantung. Bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal.Pemberian diuretik hemat kalium, Spironolakton 25 mguntuk anti remodelling dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional III-IV). Pantau kadar kalium pada penggunaan spironolakton bersamaan dengan ACE inhibitor/ARB karena dapat terjadi hiperkalemia.Penggunan diuretic spironolacton masih digunakan untuk mengatasi gagal jantungakut yang selalu disertai dengan kelebihan cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer.Penggunaan diuretik dengan cepat menghilangkan sesak nafas dan meningkatkan aktivitas fisik.Diuretik bekerja dengan mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi cairan ekstrasel, alir balik vena dan tekanan pengisian ventrikel (preload).Digoxyn 0,25mg, termasuk cardiac glycosida atau glikosida jantung digunakan untuk penanganan ritme jantung, seperti atrial fibrilasi atrium. Digunakan hanya bermanfaat untuk mengurangi gejala, tidak mengurangi mortalitas.Terutama bila CHF disertai gangguan ritme jantung.Dosis : 0,75-1,5 mg pada hari pertama. Lalu 0,125-0,25 mg dosis rumatan. Pada pasien ada demam yang tidak diketahui penyebabnya dan adanya leukositosis sehingga diberikan antibiotik secara empiris yaitu ceftriaxone 1gram dan antipiretik berupa parasetamol 500mg kalau perlu.Pada kasus ini pasien termasuk kedalam kriteria SIRS (Systemic Inflammatory Respond Syndrome) yaituterdapat paling sedikit dua dari beberapa kriteria dibawah ini : 1. suhu tubuh ≥ 38 ° C atau ≤ 36° C 2. Denyut nadi > 90 x/menit 3. Frekuensi nafas > 20 x/menit atau PaCO2 ≤ 32 mmHg 4. Leukosit > 12000/mm3 atau 10% 15



Sedangkan pada pasien didapatkan Denyut nadi 128x/menit, Frekuensi nafas 28 x/menit, dan jumlah leukosit 21.620/uL sehingga pasien ini termasuk dalam kriteria SIRS. Untuk prognosis pasien ini adalah dubia beradasarkan Stadium perkembangan Gagal Jantung menurut American Heart Association (AHA) guideliness tahun 2009 yang termasuk kedalam Stadium C yaitu sudah mengalami perubahan struktur jantung dengan gejala-gejalanya



16



BAB V PENUTUP



Telah dilaporkan sebuah kasus pada seorang wanita 46 tahun yang masuk rumah sakit dengan keluhan utama sesak nafas, nyeri dada, disertai batuk berdahak, dan demam. Vital sign: Tekanan darah150/90 mmHg, Nadi 124 x/menit, suhu tubuh 37,60C serta frekuensi nafas 28 x/menit. Pemeriksaan fisik di dapatkan denyut nadi yang irregular dan dari hasil EKG tidak adanya gelombang P pada elektrokardiogram (EKG), yang secara normal ada saat kontraksi atrium yang terkoordinasidan foto thoraks: Kardiomegali serta adanya leukositosis pada pemeriksaan darah lengkap.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dari pasien ini ditegakkan diagnosis yaitu : CHF NYHA IV et causa Hypertensi Heart Disease (HHD) dengan atrial fibrilasi. Serta adanya tanda-tanda kriteria SIRS.Penatalaksanaan ada pasien ini adalah oksigen 4L/menit untuk merangsang kemoreseptor, mengurangi cairan, pemberian vasodilator pembuluh darah sehingga dapat mengurangi beban preload dan afterload dan glikosida jantung digunakan untuk penanganan gangguan ritme jantung dan pemberian antibiotik serta antipiretik. Prognosis pada pasien dubia disebabkan karena termasuk kriteria stadium C.



17



DAFTAR PUSTAKA



1. Miniño AM, Heron MP, Murphy SL, and Kochanek KD, Deaths: final data for 2004. National Vital Statistics Reports. 2007;55(19):1–119.



2. Mathers CD, Lopez AD, and Murray CJL, The burden of disease and mortality by condition: data, methods, and results for 2001: in Global Burden of Disease and Risk Factors, A. D. Lopez, C. D. Mathers, M. Ezzati, D. T. Jamison, and C. J. L. Murray, Eds, The World Bank and Oxford University Press, Washington, DC, USA, 2006. 45– 240.



3. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. 126.



4. InaSH. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2014. Jakarta: Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia;2014.



5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. Centra communication. 2014.1-2.



6. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Heart Failure and Cor pulmonale. Harrison’s manual of medicine. Chapter 133. The McGraw-Hill Companies. 2013. 879-90.



7. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit: Gagal Jantung, Gagal Jantung akut, Gagal Jantung kronik Dalam.Ed.5. jilid II. Jakarta. Interna Publishing. 2009:1583-604.



8. Irmalita, Hersunarti N, Sunu I, Sakijan I, Andriantoro H, Dakota I, dkk. Standar Pelayanan Medik RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita : Gagal Jantung Akut dan Gagal Jantung kronik. Ed.3 Jakarta: RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan kita. 2009.



18