Contoh Proposal Penelitian Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Di Kecamatan Seponti [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses pengembangan kapasitas masyarakat dalam jangka panjang sehingga memerlukan perencanaan yang tepat dan akurat. Perencanaan ini berarti harus mampu mencakup kapan, di mana dan bagaimana pembangunan harus dilakukan agar mampu merangsang pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Dengan kata lain, pembuat rencana pembangunan haruslah mampu untuk memprediksi dampak yang ditimbulkan dari pembangunan yang akan dilakukan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang (Tinambunan, 2007). Melalui kebijakan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka pemerintah memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, khususnya daerah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan demikian sektor-sektor yang memberikan andil besar dalam rangka mensukseskan pembangunan daerah harus dipacu untuk terus berusaha mengambil peran yang lebih besar sehingga pemerintah daerah mampu menjalankan pembangunan tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat, walaupun beberapa hal memang masih menjadi kewenangan pusat. Pertanian merupakan salah satu sektor pendukung pembangunan ekonomi dalam upaya mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Pembangunan pertanian yang dikelola dengan baik dan bijak dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara berkelanjutan. Sektor pertanian masih mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Berdasarkan data statisitik peran sektor pertanian terhadap pembentukan PDB nasional yaitu sebesar 14,42 persen pada triwulan III tahun 2016 (Badan Pusat Statistik, 2017).



2



Kabupaten Kayong Utara merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat. Data statistik menunjukkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kayong Utara sebesar 5,03 persen dan berada diatas angka pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Barat yaitu 4,81 persen. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kayong Utara meningkat 11,69 persen dari tahun sebelumnya. Sektor pertanian mempunyai peran cukup besar terhadap pertumbuhan perekonomian Kayong Utara dengan menyumbang lebih dari 30 persen nilai tambah PDRB. Sumbangan terbesar sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Kayong Utara didukung oleh sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perikanan yaitu masing-masing 31,75 persen dan 27,09 persen (Kabupaten Kayong Utara dalam Angka, 2016). Kabupaten Kayong Utara memiliki lahan pertanian cukup luas. Total luas lahan di Kabupaten Kayong Utara tahun 2015 berjumlah 422.090 hektar, yang terbagi menjadi lahan pertanian sawah (lahan yang ditanami tanaman pangan seperti padi dan palawija), lahan pertanian bukan sawah (semua lahan selain lahan sawah, seperti tegal/kebun, ladang/huma, perkebunan dan padang rumput), dan lahan bukan pertanian. Secara rinci data penggunaan lahan di Kabupaten Kayong Utara disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Luas Lahan di Kabupaten Kayong Utara Tahun 2015 (hektar) Penggunaan Lahan Total Luas Kecamatan Pertanian Bukan Lahan Sawah Bukan sawah Pertanian Pulau Maya 8.400 100.164 1.326 109.890 Sukadana 5.816 31.594 57.510 94.920 Simpang Hilir 6.941 53.280 81.949 142.170 Teluk Batang 3.398 8.000 26.170 37.568 Seponti 6.520 4.898 26.124 37.542 Total 31.075 197.936 193.079 422.090 Sumber: BPS Kabupaten Kayong Utara, 2016 Lahan pertanian mempunyai peranan penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas produksi komoditi pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Kayong Utara. Mengingat sebagian besar masyarakat Kabupaten Kayong Utara bekerja pada sektor pertanian. Menurut data statistik pada tahun 2014 lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja



3



paling banyak adalah sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan peternakan yaitu sebesar 85,26 persen. Berdasarkan Tabel 1.1. terlihat bahwa lahan pertanian di Kabupaten Kayong Utara cukup luas yaitu 229.011 hektar atau 54 persen dari total luas lahan secara keseluruhan. Hal ini tentunya menjadi peluang yang cukup baik untuk pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Kayong Utara. Namun pada kenyataannya lahan tersebut belum bisa dimaksimalkan penggunaannya. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya lahan yang tidak terpakai. Berdasarkan data statistik tahun 2015 dari total luas lahan sawah, sebanyak 10.645 hektar tidak ditanami apapun. Luas lahan pertanian yang menghasilkan masih tergolong kecil apabila dibandingkan dengan luas lahan yang tersedia. Data produksi komoditas pertanian di Kabupaten Kayong Utara selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.2. berikut: Tabel 1.2. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Kayong Utara Tahun 2015 Rata-rata Luas Panen Produksi Jenis Tanaman Produksi (Ha) (Ton) (Kw/Ha) 1. Padi 19.290 25,19 48.595 2. Jagung 20 25,17 48.306 3. Ubi Kayu 143 152,36 2.179 4. Ubi Jalar 52 72,47 377 5. Kacang tanah 22 9,86 22 6. Kacang Kedelai 5 10,00 5 7. Kacang Hijau Sumber: BPS Kabupaten Kayong Utara, 2016 Tabel 1.2. menunjukkan produktivitas tanaman pangan di Kabupaten Kayong Utara. Rata-rata produksi tanaman pangan Kabupaten Kayong Utara lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata produksi Provinsi Kalimantan Barat sehingga perlu dilakukan peningkatan produksi. Perbandingan rata-rata produksi komoditas padi di Kabupaten Kayong Utara dan Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada tabel 1.3. berikut:



4



Tabel 1.3. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Produksi Tanaman Pangan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2015 Rata-rata Luas Panen Produksi Jenis Tanaman Produksi (Ha) (Ton) (Kw/Ha) 1. Padi 433.944 29,40 1.275.707 2. Jagung 31.851 32,57 103.742 3. Ubi Kayu 10.609 163,49 173.448 4. Ubi Jalar 1.673 88,84 14.863 5. Kacang tanah 841 11 945 6. Kacang Kedelai 1.647 16,01 2.637 7. Kacang Hijau 1.462 7,54 1.102 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2016 Kecamatan Seponti merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Kayong Utara yang mempunyai luas wilayah terkecil yaitu 158,01 km2 atau hanya 3 persen dari total luas wilayah Kabupaten Kayong Utara. Luas lahan pertanian di Kecamatan Seponti berjumlah 11.418 hektar. Potensi pengembangan sektor pertanian di Kecamatan Seponti cukup besar dilihat dari ketersediaan lahan pertanian.



Namun dari luas lahan yang tersedia, luas lahan pertanian yang



menghasilkan masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari data produksi komoditi pertanian di Kecamatan Seponti yang disajikan pada tabel 1.4. berikut: Tabel 1.4. Perkembangan Luas Panen/Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Seponti Tahun Komoditas Satuan 2012 2013 2014 2015 Padi Luas panen (Ha) 3.603 2.977 3.317 2.536 Produksi (Ton) 10.200 8.276 9.056 6.763 Jagung Luas panen (Ha) 3 1 3 Produksi (Ton) 28 9 10 Ubi Kayu Luas panen (Ha) 22 22 18 12 Produksi (Ton) 445 464 403 305 Ubi Jalar Luas panen (Ha) 1 4 8 2 Produksi (Ton) 12 36 62 19 Kacang Tanah Luas panen (Ha) 1 3 3 4 Produksi (Ton) 1 3 3 4 Sumber: BPS Kabupaten Kayong Utara, 2016 Berdasarkan Tabel 1.4. dapat dilihat produksi komoditas tanaman pangan di Kecamatan Seponti. Terlihat fluktuasi produksi komoditas tanaman pangan



5



bervariasi dari tahun 2012 sampai 2015. Perbandingan produksi tanaman pangan di Kecamatan Seponti dengan kecamatan lainnya dapat dilihat pada tabel 1.5. Tabel 1.5. Perbandingan Produksi Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Kayong Utara Tahun 2015 Rata-rata Produksi (Kw/Ha) Kecamatan Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Kacang Tanah Kedelai Pulau Maya 18,88 34,53 237,71 60,32 10 Sukadana 29,60 14,43 145,27 50,27 9,90 10 Simpang Hilir 23,06 29,60 137,79 56,55 Teluk Batang 28,91 15,42 108,95 154,99 Seponti 26,67 254,22 94,25 10,45 Rata-rata 25,19 18,54 152,36 72,47 9,86 10 Kabupaten Sumber: BPS Kabupaten Kayong Utara, 2016 Berdasarkan tabel 1.5. rata-rata produksi komoditas tanaman pangan di Kecamatan Seponti bervariasi. Komoditas padi, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah mempunyai nilai rata-rata produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produksi Kabupaten. Namun jika dibandingkan dengan kecamatan lain rata-rata produksi komoditas tanaman pangan di Kecamatan Seponti ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah. Menurut pengamatan sementara peneliti, perkembangan subsektor pertanian tanaman pangan di Kecamatan Seponti disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor alam, faktor sumber daya manusia, keterbatasan modal petani, dan infrasrutktur yang belum memadai. Faktor alam mempunyai peranan penting dalam menentukan produktivitas, mengingat sebagian besar lahan pertanian di Kecamatan Seponti merupakan lahan tadah hujan. Selain itu resiko lahan tadah hujan apabila curah hujan tinggi lahan akan tergenang dan menyebabkan banjir, sebaliknya ketika musim kemarau lahan mengalami kekeringan. Keterbatasan modal menyebabkan petani kurang memperhatikan input yang digunakan sehingga produksi yang dihasilkan tidak maksimal. Demikian juga dengan infrastruktur jalan di sebagian besar wilayah Kecamatan Seponti mengalami kerusakan saat musim hujan. Hal seperti demikian menjadi penghambat distribusi komoditi pertanian yang dihasilkan, sehingga hampir setiap panen raya harga komoditas ditingkat petani anjlok.



6



Subsektor tanaman pangan mempunyai peranan penting dalam pembangunan sektor pertanian di Kecamatan Seponti. Faktor-faktor penghambat pengembangan sektor pertanian harus disikapi dan diantisipasi dengan baik oleh pemerintah Kabupaten Kayong Utara dan Kecamatan Seponti pada khususnya. Oleh karena itu penting untuk dilakukan analisis untuk mengetahui komoditas apakah yang menjadi unggulan di Kecamatan Seponti. Setelah diketahui komoditas unggulan yang ada di Kecamatan Seponti kemudian dilakukan analisis terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari komoditas tersebut. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menentukan strategi pengembangan komoditas unggulan di Kecamatan Seponti. Setelah menentukan beberapa alternatif strategi, kemudian beberapa alternatif strategi tersebut dianalisis kembali untuk mendapatkan strategi terbaik yang dapat diterapkan untuk pengembangan komoditas unggulan di Kecamatan Seponti. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Komoditas tanaman pangan apakah yang menjadi komoditas unggulan di Kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara ? 2. Alternatif strategi apakah yang dapat diterapkan untuk pengembangan komoditas unggulan di Kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara ? 3. Strategi terbaik mana yang dapat diterapkan untuk pengembangan komoditas unggulan di Kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara ? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengidentifikasi komoditas tanaman pangan yang menjadi komoditas unggulan di Kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara 2. Untuk merumuskan alternatif strategi pengembangan komoditas unggulan yang dapat diterapkan di Kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara 3. Untuk memilih strategi terbaik pengembangan komoditas unggulan di Kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara



7



1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak. 2. Bagi Pemerintah Daerah, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kabupaten Kayong Utara khususnya Kecamatan Seponti dalam mengambil keputusan terkait dengan kebijakan perencanaan pengembangan ekonomi daerah khususnya terhadap sektor pertanian. 3. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan bahan kajian untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.



8



BAB II KERANGKA PEMIKIRAN



2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat secara terus-menerus dan berlangsung dalam jangka panjang (Aliyah, 2011). Pada hakekatnya, pembanguan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubunga ekonomi regional dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik, disertai dengan tingkat pemerataan yang baik (BPS, 2016). Pembangunan ekonomi juga sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumber daya yang diupayakan secara terencana. Biasanya, peranan sektor pertanian akan turun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sektor-sektor manufaktur dan jasa-jasa yang selalu diupayakan untuk berkembang (Todaro, 2000). Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja masyarakat (Arsyad, 2010). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat yang berlangsung dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi dapat diukur dari tingkat pendapatan perkapita penduduk yang dapat



9



mempengaruhi taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat sehingga menyebabkan perkembangan suatu daerah. 2.1.2. Pembangunan Pertanian Pembangunan pertanian diartikan sebagai proses yang ditujukan untuk selalu menambah produk pertanian untuk tiap konsumen sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk memperbesar campur tangan manusia di dalam perkembangbiakan tumbuhan dan hewan. Penambahan produksi, pendapatan maupun produktivitas itu berlangsung terus, sebab apabila tidak, berarti pembangunan terhenti (Surahman dan Sutrisno, 1997) Pembangunan pertanian dapat juga dikatakan sebagai pembangunan ekonomi di sektor pertanian, karena pertanian merupakan salah satu sektor dalam kehidupan ekonomi. Pembangunan pertanian akan menyangkut berbagai hal yang dibicarakan dalam pembangunan ekonomi, meskipun tidak semuanya. Berbicara masalah pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi paling tidak akan menyangkut pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), kesempatan kerja (employment), dan kemiskinan (proverty) (Triwibowo Yuono dkk, 2011). Peranan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam beberapa hal diantaranya: (i) menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang semakin meningkat, (ii) meningkatkan permintaan akan produk industri dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier, (iii) menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus menerus, (iv) meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah, dan (v) memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan (Jhingan, M.L., D. Guritno, 2016). Ada tiga tahap pembangunan pertanian (Arsyad, 2010). Tahap pertama adalah pertanian tradisional yang produktivitasnya rendah. Tahap kedua adalah tahap penganekaragaman produk pertanian sudah mulai terjadi dimana produk pertanian sudah ada yang dijual ke sektor komersial, tetapi penggunaan modal dan teknologi masih rendah. Tahap yang ketiga adalah tahap yang menggambarkan pertanian modern yang produktivitasnya sangat tinggi yang disebabkan oleh penggunaan



10



modal dan teknologi yang tinggi pula. Pada tahap ini produk pertanian seluruhnya ditujukan untuk melayani keperluan pasar komersial. 2.1.3. Komoditas Pertanian Unggulan Menurut Badan Litbang Pertanian (2003), komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya, manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat). Menurut Syafaat dan Supena (2000), konsep dan pengertian komoditas unggulan dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran, komoditas unggulan merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi bio-fisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah tertentu. Ada beberapa cara dalam menentukkan sebuah komoditi dikatakan sebagai suatu komoditi unggulan. Berikut ini adalah pendekatan yang dilakukan untuk menentukan suatu komoditi dikatakan sebagai komoditi unggulan bagi suatu daerah, yaitu (Ningsih, 2010): a. Value added, yaitu nilai tambah cukup besar dari total outputnya, yaitu di atas rata-rata dari nilai tambah seluruh kegiatan perekonomian regional b. Input domestic, kandungan input domestikbesar, di atas rata-rata total dari input domestic seluruh kegiatan ekonomi. c. Spesialisasi Ekspor, peran suatu industry dalam ekspor netto (baik antar propinsi dan Negara) cukup besar, diatas rata-rata d. Investasi/output, peran suatu industry dalam pembentukan investasi cukup besar (di atas rata-rata) e. Penyebaran (forward linkages), indeks penyebaran besar lebih dari 1, yang merupakan keterkaitan ke depan atau serapan terhadap industri.



output sector



11



f. Kepekaan (backward lingkages), indeks kepekaan besar lebih dari 1, yang merupakan keterkaitan ke belakang atau kemampuan sector industry untuk menyerap output dari beberapa usaha g. Kontribusi terhadap perekonomian (PDRB), peran komoditas terhadap pembentukan PDRB yang cukup tinggi di atas, rata-rata peran seluruh usaha perekonomian daerah. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap pertumbuhan wilayah yang dapat dilihat dari nilai basis sektor. Komoditas unggulan dalam penelitian ini dapat dilihat berdasarkan analisis LQ (Location Quotient). 2.1.4. Strategi Pengertian strategi dikemukakan oleh beberapa ahli. Strategi merupakan tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumberdaya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep strategi dibagi menjadi 2, yaitu Distinctive Competence dan Competitive Advantage. Distinctive Competence merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik daripada pesaingnya, sedangkan Competitive Advantage adalah kegiatan spesifik yang dikembangkan perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya (Rangkuti, 2016). Umar (2008) juga mendefinisikan strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan di masa depan. Strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competence). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan rencana jangka panjang yang disusun untuk mencapai tujuan dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Pada lingkungan perusahaan, perumusan strategi juga merupakan bagian dari persiapan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghadapi perkembangan pasar yang terjadi dan juga sebagai proyeksi



12



pengembangan usaha yang dijalankan. Setelah mengetahui pengertian strategi, maka dibutuhkan juga pemahaman mengenai manajemen strategi 1. Konsep Manajemen Strategi Menurut David (2009) mendefinisikan bahwa manajemen strategi merupakan seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintasfungsional yang memampukan sebuah organisasi mencapai tujuannya. Manajemen strategi berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi manajemen untuk mencapai keberhasilan organisasional. Manajemen strategi bertujuan untuk mengeksploitasi dan menciptakan berbagai peluang baru. Manajemen strategi dapat dilakukan perusahaan dalam hal merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi, dan mengevaluasi hasil dari strategi yang telah dilakukan. Manajemen strategi sangat perlu dilakukan agar tahap-tahap dari kegiatan untuk mengembangkan suatu perusahaan dapat berjalan sesuai dengan strategi yang telah diproyeksikan. Manajemen strategi juga bermanfaat untuk membantu organisasi merumuskan strategi-strategi yang lebih baik melalui penggunaan pendekatan terhadap pilihan strategi yang lebih sistematis, logis, dan rasional. 2. Proses Manajemen Strategi David (2009) menyatakan bahwa proses manajemen strategi dibagi menjadi 3 tahap, yakni perumusan strategi, penerapan strategi, dan penilaian strategi. Berikut ini dijelaskan masing-masing tahapan dalam proses manajemen strategi: i). Perumusan Strategi Perumusan strategi



mencakup pada pengembangan visi



dan misi,



mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan akan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif, dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Setiap perusahaan memiliki sumberdaya yang terbatas, oleh karena itu strategi yang dirumuskan



dan



diprioritaskan



adalah



alternatif



strategi



yang



paling



13



menguntungkan perusahaan. Strategi yang ditetapkan juga sangat menentukan keunggulan kompetitif perusahaan dalam jangka panjang. ii). Penerapan Strategi Penerapan strategi mencakup pengembangan budaya yang suportif pada strategi, penciptaan struktur organisasional yang efektif, pengerahan ulang upayaupaya pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan sistem informasi, dan pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi. Penerapan strategi juga mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumberdaya, sehingga strategi-strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan. iii). Penilaian Strategi Penilaian strategi merupakan tahap akhir dari proses manajemen strategi. Penilaian strategi diperlukan karena keberhasilan saat ini belum tentu menjadi keberhasilan kembali pada masa yang akan datang. Penilaian yang mendasar terdiri dari 3 aktivitas yakni: a) Peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan strategi yang dirumuskan. b) Pengukuran kinerja. c) Pengambilan langkah korektif. 2.1.5. Teori Basis Ekspor Teori Basis Ekspor murni dikembangkan dalam kerangka ilmu ekonomi regional. Teori ini membagi kegiatan produksi yang terdapat didalam satu wilayah yang disebut dengan aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenus artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Itulah sebabnya dikatakan basis, sedangkan aktivitas nonbasis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung pada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya sektor ini bersifat endogenus (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan, 2012). Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, demikian pula sebaliknya.



14



Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan kedalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir



kedalam suatu wilayah, sehingga menyebabkan



turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis (Adisasmita, 2005). 2.1.6. Analisis Location Quotient (LQ) Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah kuosien lokasi (location quotient, LQ). Analisis LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading factor). Dalam teknik LQ, berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah (Adisasmita, 2005). Menurut Widodo (2006) dengan analisis Location Quotient (LQ) dapat ditentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat kemandirian suatu sektor. Dalam analisis LQ, kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: i.



Kegiatan sektor yang melayani pasar di daerah itui sendir maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakn industri basis.



ii. Kegiatan sektor yang melayani pasar di daerah tersebut, jenis ini dinamakan industri non basis atau industri lokal Analisis LQ merupakan suatu alat yang dapat digunakan dengan mudah, cepat dan tepat. Karena kesederhanaannya teknik LQ dapat dihitung berulang kali dengan menggunakan peubah acuan dan periode waktu. Perhitungan LQ dapat dilakukan untuk membandingkan indikator ditingkat provinsi dengan ditingkat nasional. Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan PDRB sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Formulasi matematisnya yaitu (Adisasmita, 2005):



15



LQ =



𝑉1𝑅 / 𝑉 𝑅 𝑉1 /𝑉



Dimana: V1R = Jumlah PDRB suatu sektor kabupaten /kota VR = Jumlah PDRB total kabupaten/ kota V1



= Jumlah PDRB suatu sektor tingkat provinsi



V



= Jumlah PDRB total tingkat provinsi



Berdasarkan hasil perhitungan LQ dapat disimpulkan dan dianalisis sebagai berikut: i. Jika LQ lebih besar dari 1, merupakan sektor basis, artinya tingkat spesialisasinya kabupaten lebih tinggi dari tingkat provinsi ii. Jika LQ lebih kecil dari 1, merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang spesialisasinya lebih rendah dari tingkat provinsi iii. Jika LQ=1, berarti tingkat spesialisasi kabupaten sama dengan tingkat provinsi. 2.1.7. Analisis Shift-Share Analisis



shift share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan



berbagai pertumbuhan sektor antara daerah dengan wilayah nasional. Analisis Shift Share adalah salah satu teknik kuantitatif yang bisa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut analisis ini menggunakan tiga informasi dasar yang berhubungan satu sama lain, yaitu: Pertama, pertumbuhan ekonomi referensi provinsi atau nasional (national growth effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional (proportional shift), yang menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di referensi propinsi atau nasional. Ketiga, Pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan informasi



16



dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi (Widodo, 2006). Menurut Tarigan (2012) Analisis Shift-Share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor di daerah dengan ilayah nasional. Akan tetapi metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ. Metode LQ tidak memberikan penjelasan atas faktor penyebab perubahan sedangkan metode shift share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan pengisolasian beberapa faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. 2.1.8. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan Peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threath). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti, 2016). SWOT adalah singkatan dari Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities



(peluang),



dan



Threaths



(ancaman).



Analisis



SWOT



membandingkan antara faktor internal yaitu Strengths (kekuatan) dan Weaknesses (kelemahan), dengan faktor eksternal yaitu Opportunities (peluang) dan Threaths (ancaman). Perumusan alternatif strategi dengan analisis SWOT menggunakan matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang ada. Matriks SWOT menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi yaitu: i). Strategi SO adalah strategi yang dibuat dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang



17



ii). Strategi WO yaitu strategi yang dibuat dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang iii). Strategi ST adalah strategi yang dibuat dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman iv). Strategi WT yaitu strategi yang dibuat dengan meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. 2.1.9. QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) QSPM adalah alat analisis yang memungkinkan para penyusun strategi mengevaluasi berbagai strategi alternatif secara objektif, berdasarkan faktor-faktor keberhasilan eksternal dan internal yang diidentifikasi sebelumnya (David, 2009) Matriks Quantitative Strategic Planning (QSPM) merupakan alat analisis yang direkomendasikan para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara objektif berdasarkan key succes factors internal-eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Jadi secara konseptual, tujuan QSPM adalah untuk menetapkan strategi mana yang paling baik untuk diimplementasikan. QSPM dapat membantu penyusun strategi untuk memasukkan faktor-faktor eksternal dan internal yang relevan dalam proses keputusan. Pengembangan QSPM dapat memperkecil kemungkinan faktor-faktor utama akan terlewat atau diberi bobot secara berlebihan. QSPM sangat mengutamakan berbagai hubungan yang dapat mempengaruhi keputusan strategi. Sehingga pengambilan keputusan strategi berdasarkan pengembangan dari QSPM sangat berguna bagi perusahaan karena telah mempertimbangkan strategi berdasarkan internal dan eksternal perusahaan (Damayanti, 2013)



18



2.1.10. Penelitian Terdahulu



No 1



Penelitian dan tahun penelitian Agustianita Damayanti (2013)



Judul Strategi Pengembangan Usaha Ugadi pada Kelompok Tani Mina Bakti Desa Pasir Doton, Kec. Cidahu, Kab. Sukabumi



Alat analisis Metode analisis yang digunakan adalah Analisis EFE, IFE, SWOT, dan QSPM



2



Gede Yuda Penentuan Komoditas Paramartha Unggulan Pertanian (2016) Berdasarkan Nilai Produksi di Kabupaten Buleleng



Metode analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dan Tipologi Klassen



3



Alwi Syahab, Analisis Pengembangan Budi Setiawan, Komoditi Unggulan Syafrial (2013) Tanaman Pangan di Kabupaten Sumbawa



Analisis Location Quotient (LQ) dan Shift-Share Analysis (SSA)



Hasil Hasil penelitian menunjukkan skor bobot total matriks IFE (Internal Factor Evaluation) sebesar 3.218 dan matriks EFE (External Factor Evaluation) sebesar 2.652. yang menunjukkan bahwa Kelompok Tani Mina Bakti berada pada posisi tumbuh dan membangun. Strategi yang diprioritaskan untuk diterapkan oleh Kelompok Tani Mina bakti adalah memperluas lahan untuk ugadi pada lahan persawahan milik anggota dan bekerjasama dengan ketua kelompok untuk pengadaan modal benih dan pakan udang galah dengan TAS (Total Attractiveness Score) tertinggi yakni sebesar 5.824. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan komoditas basis dan rasio pertumbuhan, komoditas unggulan di Kabupaten Buleleng adalah komoditas jagung. Komoditas unggulan tanaman sayuran Kabupaten Buleleng tahun 2010 sampai 2015 adalah bawang putih dan cabai, karena merupakan komoditas prima. Komoditas bawang merah, tomat, buncis dan kangkung merupakan komoditas yang berkembang walaupun belum menjadi komoditas basis, yang termasuk dalam komoditas potensial adalah kubis, sedangkan yang termasuk komoditas terbelakang adalah sawi dan kacang panjang. Hasil analisis adalah komoditi unggulan dengan LQ > 1 berdasarkan luas panen adalah jagung, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan berdasarkan nilai tambah adalah padi, kedelai dan ubi kayu. Sementara komoditi unggulan SSA bernilai positif (+) berdasarkan luas panen adalah padi, jagung, kacang hijau dan berdasarkan nilai tambah adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar. Komoditi unggulan terpilih (LQ > 1 dan shift share positif) terdapat 3 komoditi yaitu berdasarkan luas panen dan nilai produksi adalah komoditi padi, jagung dan ubi kayu.



19



Arif Syaifudin Strategi Pengembangan (2013) Sektor Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan Dalam Upaya Peningkatan PDRB Kabupaten Pati



5



Yenni Analisis Strategi Hasil analisis terhadap factor-faktor strategis internal dan eksternal digunakan matriks Dudiagunoviani, Pengembangan SWOT sehingga diperoleh alternatif startegi. Berdasarkan hasil matriks QSPM diperoleh (2009) Usahatani Beras Organik bahwa strategi memperluas jaringan pasar dengan nilai TAS sebesar 7,377 sebagai strategi Kelompok Tani prioritas. Ini berarti kelompok tani ini harus lebih agresif lagi melihat pasar yang tersedia Cibeureum Jempol (Studi sehingga produk yang dihasilkan dapat masuk dan berkembang pada pasar tersebut. Kasus: Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor) Dini Kurnia Strategi Pengembangan Analisis Tipologi Hasil penelitian menunjukkan klasifikasi komoditi pertanian berdasarkan analisis Tipologi Wardhani Komoditi Pertanian di Klassen, SWOT, Klassen terdiri dari empat klasifikasi komoditi tersebut kemudian ditentukan strategi (2011) Kecamatan Baureno dan QSPM masing-masing komoditi. Strategi terbaik yang dihasilkan yaitu: untuk komoditi pisang Kabupaten Bojonegoro adalah melakukan peningkatan manajemen usahatani dan agroindustri berbahan baku (Pendekatan Tipologi pisang, untuk komoditas padi adalah penggunaan varietas padi yang tahan genangan air, Klassen, SWOT, QSPM untuk komoditas jagung adalah pengoptimalan manajemen usahatani jagung, dan untuk (Quantitative Strategic komoditas sapi adalah pengantisipasian persaingan dengan sapi impor melalui peningkatan Planning Matrix)) kualitas ternak sapi.



6



Metode analisis yang digunakan adalah analisis Location Quotient, Shift Share Esteban Marquillas, Skalogram, Tipologi Klassen dan Overlay Analisis yang digunakan yaitu EFE, IFE, SWOT dan QSPM.



Berdasarkan hasil penelitian diketahui pengembangan komoditas padi terdapat di Kecamatan Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Pati, Kecamatan Gabus, dan Kecamatan Margorejo. Komoditas tanaman jagung Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Kayen. Komoditas tanamn kedelai Kecamatan kayen, Kecamatan Pati, dan Kecamatan Gabus. Komoditas tanaman kacang tanah Kecamatan Margorejo dan Kecamatan Gembong. Komoditas tanaman kacang hijau Kecamatan Pati, Kecamatan Gabus, dan Kecamatan Margorejo. Komoditas tanaman ubi kayu Kecamatan Gembong dan Kecamatan Margoyoso. Komoditas tanaman ubi jalar Kecamatan Winong, Kecamatan Pucakwangi, Kecamatan Jaken, Kecamatan Jakenan, dan Kecamatan Wedarijaksa.



4



20



2.2. Kerangka Konsep Pembanguanan ekonomi dapat dilakukan melalui beberapa sektor. Salah satu sektor yang memiliki peran dalam pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian. Selain menyerap tenaga kerja paling banyak, sektor pertanian beserta sub sektor pendukungnya memberikan konstribusi yang cukup besar terhadap nilai pendapatan masyarakat. Namun sektor pertanian tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa peran aktif pemerintah pusat sampai ke tingkat pemerintah daerah. Program pembangunan pertanian menjadi sangat penting jika ingin sektor pertanian tetap tumbuh dan berkembang sehingga akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Pemerintah daerah dapat menggunakan momentum pembangunan daerah yang telah diatur dalam kebijakan otonomi daerah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai dengan daerahnya masing-masing. Adanya kebijakan otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar terhadap pembangunan daerah Kecamatan Seponti sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Kayong Utara. Pembangunan daerah Kecamatan Seponti didorong oleh sektor pertanian dan non pertanian dimana masing-masing pembangunan sektor tersebut memberikan kontribusi dan peranan yang berbeda bagi pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Sektor pertanian terdiri dari 5 (lima) subsektor yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, perikanan dan kehutanan. Sektor non pertanian terdiri dari 3 (tiga) sektor yaitu sektor perdagangan, sektor industri dan sumberdaya mineral, serta serktor transportasi dan komunikasi. Dari beberapa sektor yang ada di Kecamatan Seponti, didalam penelitian ini difokuskan pada sektor pertanian yaitu subsektor tanaman pangan yang mempunyai keunggulan komparatif. Dalam rangka membangun perekonomian daerah melalui sektor pertanian, maka pemerintah daerah harus menentukan komoditi-komoditi yang perlu dikembangkan. Komoditi yang memiliki keunggulan dan prospek yang baik harus dikembangkan sehingga diharapkan dapat mendorong komoditikomoditi lain untuk berkembang. Kecamatan Seponti diharapkan mampu menetapkan strategi pembangunan bagi daerahnya sesuai dengan potensi



21



sumberdaya yang dimilikinya dengan tetap mengacu kepada kebijakan pemerintah pusat. Dalam menentukan komoditas pertanian unggulan tanaman pangan di Kecamatan Seponti peneliti menggunakan analisis nilai Location Quotient (LQ). Analisis Location Quotient digunakan untuk mengidentifikasi komoditi pertanian basis dan nonbasis di Kecamatan Seponti. Komoditas basis merupakan komoditas unggulan sedangkan komoditas non basis merupakan komoditas non unggulan yang ada di Kecamatan Seponti. Berdasarkan analisis LQ, tahap selanjutnya adalah menentukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang mempengaruhi komoditas unggulan (basis) di Kecamatan Seponti yaitu dengan melakukan wawancara dan kuisioner terhadap semua stakeholder yang berpengaruh terhadap perkembangan sektor pertanian seperti petani, ketua kelompok tani, Kepala Desa, Camat, Dinas Pertanian, Badan Pengembangan Daerah (BAPPEDA), dan Pegawai Penyuluh Lapangan (PPL) Setelah didapatkan faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh, kedua faktor ini kemudian dianalisis kembali untuk memperoleh alternatif strategi. Alat analisis yang digunakan adalah analisis SWOT. Beberapa alternatif strategi yang dihasilkan oleh analisis SWOT kemudian dilakukan analisis lanjutan untuk menentukan strategi terbaik dengan menggunakan analisis QSPM (Quantitative Strategi Planning Matrix). Gambar alur kerangka pemikiran dalam Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara dapat dilihat pada gambar 2.2.1.



22



Pembangunan Ekonomi



Pembangunan Daerah Kecamatan Seponti



Sektor Non Pertanian



Sektor Pertanian Komoditas Pertanian Tanaman Pangan



Analisis Location Quotient



Komoditas Basis



Komoditas Non Basis



Komoditas Unggulan



Wawancara dan Kuisioner Analisis SWOT QSPM



Strategi Terbaik Pengembangan Komoditi Pertanian Unggulan



Gambar 2.2.1: Alur Kerangka Pemikiran Penentuan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan di Kecamatan Seponti



23



BAB III METODE PENELITIAN



3.1. Metode Penelitian dan Penentuan Lokasi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif kualitatif menggambarkan kondisi yang ada di lapangan. Menurut (Mardalis, 1999) metode deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan yang ada. Sedangkan menurut Hasan, (2002) Metode deskriptif merupakan salah satu dari jenis jenis metode penelitian. Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengindetifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi dan menetukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Lokasi penelitian ini terletak di Kecamatan Seponti, Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Seponti mempunyai luas wilayah terkecil di Kabupaten Kayong Utara yang masih dalam tahap pembangunan serta mayoritas matapencaharian penduduknya di sektor petanian. 3.2. Teknik Pengambilan Sampel Sampel merupakan semua orang, dokumen, dan peristiwa-peristiwa atau suatu keadaan budaya serta agama yang ditetapkan oleh peneliti untuk diobservasi, diteliti, diwawancarai sebagai sumber informasi yang dianggap ada hubungannya dengan masalah penelitian (Komariah, 2009). Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling yang tergolong dalam teknik Nonprobability Sampling yakni memilih sampel berdasarkan pertimbangan dan



24



tujuan tertentu. Jumlah responden dipilih berdasarkan tingkat pengaruhnya terhadap pengembangan sektor pertanian subsektor tanaman pangan yang mewakili seluruh stakehoder. Stakeholder yang akan dijadikan sampel terdiri dari petani, ketua kelompok tani dan gapoktan, kepala bagian Dinas Pertanian dan Peternakan, kepala BAPPEDA, Kepala Balai Penyuluh Pertanian, kepala desa, pedagang dan pengusaha komoditi pertanian. 3.3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti dari para responden dan bukan berasal dari pengumpulan data sebelumnya. Dalam penelitian ini pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara dan kuisioner terhadap stakeholder yang berkompeten, serta melakukan observasi secara langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dan dapat digunakan. Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian, seperti jurnal, skripsi, artikel ilmiah, data Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian dan Peternakan, kantor Kecamatan Seponti, Kantor Desa, perpustakaan, internet dan sumber data lain yang berhubungan dengan topik penelitian. 3.4. Analisis Data Analisis data adalah upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian (Muhidin dan Maman, 2007). 3.4.1. Analisis Location Quotient (LQ) Alat analisis Location Quotient adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap peranan suatu sektor/industri tersebut secara nasional atau di suatu kabupaten terhadap peranan suatu sektor/industri secara regional atau tingkat provinsi. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi internal yang dimiliki suatu daerah yaitu sektor-sektor



25



mana yang merupakan sektor basis (basic sektor) dan sektor mana yang bukan sektor basis (non basic sektor). Location Quotient digunakan untuk melihat komoditas unggulan atau non unggulan di Kecamatan Seponti berdasarkan data 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2011 sampai tahun 2016.



Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut



(Adisasmita, 2005): LQ =



𝑉1𝑅 / 𝑉 𝑅 𝑉1 /𝑉



Keterangan: LQ = Nilai Location Quotient V1R = Produktivitas tanaman pangan komoditi i Kecamatan Seponti VR = Produktivitas tanaman pangan total Kecamatan Seponti V1



= Produktivitas tanaman pangan komoditi i Kabupaten Kayong Utara



V



= Produktivitas tanaman pangan total Kabupaten Kayong Utara



Kriteria pengukuran nilai LQ yang dihasilkan sebagai berikut : i.



Bila LQ >1 berarti komoditi tersebut merupakan basis atau unggulan.



ii. Bila LQ < 1 berarti komoditi tersebut tergolong non basis atau tidak memiliki keunggulan. iii. Bila LQ = 1 berarti komoditi tersebut tergolong non basis atau tidak memiliki keunggulan. 3.4.2. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Pertanian Unggulan di Kecamatan Seponti Berdasarkan hasil analisis LQ selanjutnya ditentukan alternatif strategi untuk komoditas basis yang selanjutnya dijadikan komoditas unggulan menggunakan analisis SWOT. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dari faktor eksternal yang dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matrik SWOT disajikan pada Tabel 3.2.



26



Tabel 3.2. Matriks SWOT



STRENGTHS (S)



WEAKNESSES (W)



Tentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal



Tentukan 5-10 kelemahan internal



OPPORTUNITIES (O)



STRATEGI SO



STRATEGI WO



Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal



Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang



Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang



THREATHS (T)



STRATEGI ST



STRATEGI WT



Tentukan 5-10 faktor ancaman eksternal



Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman



Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman



Sumber: Rangkuti, 2016 3.4.3. Penentuan Strategi Pengembangan Komoditi Pertanian Unggulan Terbaik Penentuan strategi terbaik dalam pengembangan komoditi pertanian unggulan di Kecamatan Seponti menggunakan analisis Matriks QSPM. Matriks QSPM adalah alat analisis yang memungkinkan para penyusun strategi mengevaluasi berbagai strategi alternatif secara objektif, berdasarkan faktor-faktor keberhasilan eksternal dan internal yang diidentifikasi sebelumnya. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam analisis QSPM adalah (David, 2009): a. Buatlah daftar berbagai peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal utama yang sesuai dengan tahap pencocokan. b. Berilah bobot pada setiap faktor eksternal dan internal utama tersebut. Bobot yang diberikan ini nilainya sama dengan bobot matriks IFE dan EFE. c. Cermati



dan



identifikasi



berbagai



strategi



alternatif



yang



dapat



dipertimbangkan oleh perusahaan. d. Tentukanlah Skor Daya Tarik atau Attractiveness Scores (AS) yang berguna untuk menunjukkan daya tarik relatif suatu strategi dengan strategi lainnya berdasarkan pertimbangan tertentu. Kisaran Skor Daya Tarik adalah mulai



27



dari 1 hingga 4. Nilai 1 = tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tariknya rendah, 3 = daya tariknya sedang, dan 4 = daya tariknya tinggi. e. Hitung total nilai daya tarik (Total Attractiveness Scores–TAS), dengan cara mengalikan bobot dengan nilai daya tarik (AS). f. Hitung jumlah total nilai daya tarik (TAS). Alternatif strategi yang memiliki nilai total terbesar merupakan strategi yang diprioritaskan Matriks QSPM disajikan dalam Tabel 3.3. Tabel 3.3. Matriks QSPM



Faktor-faktor utama



Bobot



Alternatif strategi Strategi I Strategi II Strategi III AS TAS AS TAS AS TAS



Kekuatan a. ........ b. ........ Kelemahan a. ......... b. ......... Peluang a. ......... b. ......... Ancaman a. ......... b. ......... Sumber: David, 2009 Keterangan: AS : Attractiveness Score (Skor Daya Tarik) TAS : Total Attractiveness Score (Total Skor Daya Tarik)



28



DAFTAR PUSTAKA



Adisasmita, R. (2005). Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu . Ali Muhidin dan Abdurahman Maman. (2007). Analisis Korelasi Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Satia. Aliyah, N. (2011). Strategi Pengembangan Komoditi Pertanian di Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. Surakarta: Skripsi. Alwi Syahab, Budi Setiawan, Syafrial. (2013). Analisis Pengembangan Komoditi Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Sumbawa. Agrise, III. Arsyad, L. (2010). Ekonomi Pembanguan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Badan Pusat Statistik. (2017). Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta: Badan Pusat Statistik. BPS Kabupaten Kayong Utara. (2016). Kayong Utara Dalam Angka. Sukadana: Badan Pusat Statistik. BPS Kalimantan Barat. (2016). Kalimantan Barat Dalam Angka. Pontianak: Badan Pusat Statistik. Damayanti, A. (2013). strategi Pengembangan Usaha Ugadi pada Kelompok Tani Minabakti Desa Pasir Doton Kec. Cidahu, Kab. Sukabumi . Bogor: IPB. David, F. (2009). Manajemen Strategis. Konsep. New Jersey: Prentice Hall Inc. Dudiagunoviani, Y. (2009). Analisis Strategi Pengembangan Usahatani Beras Organik Kelompok Tani Cibeureum Jempol. 2009: Institut Pertanian Bogor. Hasan, M. I. (2002). Pokok-Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Jhingan, M.L., D. Guritno. (2016). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Kabupaten Kayong Utara dalam Angka. (2016). Sukadana: Badan Pusat Statistik. Komariah, D. S. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Mardalis. (1999). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. Ningsih, E. S. (2010). Analisis Komoditi Unggulan Kabupaten Sukoharjo Sebelum dan Selama Otonomi Daerah. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.



29



Paramarta, G. Y. (2016). Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Berdasarkan Nilai Produksi di Kabupaten Buleleng. 2016: Universitas Udayana. Rangkuti, F. (2016). Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sudaryanto, Wayan Raharjo, Amiruddin dan Mewa. (2002). Pendekatan Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Surahman dan Sutrisno. (1997). Pembangunan Pertanian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Suryana. (2000). Ekonomi Pembangunan, Problematika dan Pendekatan. Jakarta: Salemba Empat. Syaifudin, A. (2013). Strategi Pengembangan Sektor Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan Dalam Upaya Peningkatan PDRB Kabupaten Pati. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Tarigan, R. (2012). Ekonomi Regional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Todaro, M. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. Triwibowo Yuono, Sri Widodo, Dwidjono Hadi Darwanto, Masyhuri, Didik Indradewa, Susamto Somowiyarjo, Sunarru Samsi Hariadi. (2011). Pembangunan Pertanian: Membangun Kedaulatan Pangan. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Undang-Undang Republik Indonesia No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. (2004). Jakarta. Wardhani, D. K. (2011). Strategi Pengembangan Komoditi Pertanian di Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro (Pendekatan Tipologi Klassen, SWOT, QSPM). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Widodo, T. (2006). Perencanaan Pembangunan : Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). Yogyakarta: UPP STIM YKPN.