CR Otitis Eksterna Indah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LAPORAN KASUS (CASE REPORT) Identitas Nama



: Tn. MAN



Umur



: 47 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Suku bangsa



: Lampung



Pekerjaan



: Wiraswasta



Alamat



: Rajabasa, Bandarlampunng



Anamnesis Anamnesis pada pasien dilakukan secara Autoanamnesa pada tanggal 16 September 2016 Keluhan Utama: Nyeri pada telinga kanan dan kiri sejak 2 hari yang lalu. Keluhan Tambahan : Pendengaran telinga kanan menurun, keluar cairan bening dan gatal pada telinga kanan Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Poli THT RSUD Abdul Moeloek dengan keluhan nyeri telinga kanan sejak 2 hari yang lalu. Nyeri telinga kiri dirasakan terusmenerus dan semakin berat bila tertekan di bagian cuping telinga dan belakang telinga. Pasien juga mengeluhkan pendengaran pada telinga kanan terasa menurun dan liang telinga kanan gatal. Pasien mengatakan, 2 hari sebelum keluhan ini telinga kanan pasien kemasukan semut sehingga pasien mengorek telinganya menggunakan cotton bud terus menerus agar semut bisa keluar. selain itu juga pasien masukkan air pada bagian telinganya untuk mengeluarkan semut tersebut.



1



Keluhan gatal semakin memberat. Satu hari sebelumnya pasien mengeluhkan keluar cairan bening dari telinga kanannya namun tidak berbau. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 hari yang lalu. Tidak ada riwayat berenang sebelumnya. Tidak ada riwayat telinga berdenging. Tidak ada keluhan pusing (perasaan berputar) ataupun sakit kepala. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengatakan belum pernah mengalami penyakit telinga sebelumnya. Riwayat penyakit diabetes mellitus (-), riwayat penyakit hipertensi (-), riwayat batuk dan pilek (-), Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat Alergi Pasien memiliki tidak memiliki riwayat alergi. Riwayat Pengobatan Pasien belum pernah berobat untuk mengatasi keluhannya. Pemeriksaan Fisik Status Present Keadaan umum



: Baik



Kesadaran



: Compos Mentis



Tekanan Darah



: 120/80 mmHg



Nadi



: 80 x/menit



Pernafasan



: 20 x/menit



Suhu



: 36,70C



Status Generalis Kepala



: Tidak ada kelainan



Mata



: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik



2



Thorak



: Jantung dan paru dalam batas normal



Abdomen



: Hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+), normal



Ekstremitas



: Edema tidak ada, perfusi jaringan baik



Status Lokalis THT Telinga KANAN



TELINGA LUAR



KIRI



Normotia



Bentuk telinga luar



Normotia



Deformitas (-),nyeri tarik (+),warna kulit sama dengan sekitarnya, edema (-)



Daun telinga



Deformitas (-), nyeri tarik (-), warna kulit sama dengan sekitarnya, edema (-)



Warna kulit sama dengan sekitar, nyeri tekan tragus (+), fistula (-), edema (-), abses (-)



Preaurikular



Warna kulit sama dengan sekitar, nyeri tekan tragus (-), fistula (-), edema (-), abses (-)



Hiperemis (-),nyeri tekan (-), benjolan (-), fistula (-)



Retroaurikular



Hiperemis (-),nyeri tekan (-), benjolan (-),fistula (-)



Tidak ada



Tumor



Tidak ada



KANAN



LIANG TELINGA



KIRI



Sempit



Lapang / Sempit



Lapang



Hiperemis



Warna Epidermis



Warna menyerupai kulit



Gambaran massa putih keabu-abuan dengan bintik hitam dan filamen halus (Debris (+), hifa (+), spora (+)



Sekret



Tidak Ada



Ada



Serumen



Ada



Tidak ada



Tumor



Tidak ada



Ada



Edema



Tidak ada



3



KANAN



MEMBRAN TIMPANI



KIRI



Sulit dinilai



Warna



Putih Mutiara



Sulit dinilai



Reflek Cahaya



(+) Arah jam 7



Sulit dinilai



Perforasi



(-)



Sulit dinilai



Bulging/Retraksi



Retraksi (-), bulging (-)



Kesan : - Telinga Kanan terdapat nyeri tekan, nyeri tragus (+), canalis auricularis eksternus sempit, edema (+), hiperemis (+), hifa (+), spora (+), membran timpani sulit dinilai -



Telinga kiri dalam batas normal



Hidung KANAN



HIDUNG LUAR



KIRI



Warna sama dengan sekitarnya



Kulit



Warna sama dengan sekitarnya



Normal



Bentuk Hidung Luar



Normal



Tidak ditemukan



Deformitas



Tidak ditemukan



Tidak ada Tidak ada



Nyeri Tekan  Dahi



Tidak ada Tidak ada



 Pipi Tidak ditemukan



Krepitasi



Tidak ditemukan



Tidak ditemukan



Tumor , Fistel



Tidak ditemukan



Rhinoskopi Anterior Kanan



Kiri 4



Hiperemis (-) Tidak ada Tidak berbau Mukosa hiperemis (-), eutrofi Sulit dinilai Tidak ada



Mukosa Cavum Nasi Sekret Bau Konka inferior



Hiperemis (-) Tidak ada Tidak berbau Mukosa hiperemis (-),



Konka media Ada deviasi septum nasi Krista, abses, massa



eutrofi Sulit dinilai Tidak ada



Rhinoskopi Posterior (Nasofaring) Tidak dilakukan pemeriksaan Cavum Oris CAVUM ORIS



Hasil Pemeriksaan



Mukosa



Tidak hiperemis



Gingiva



Ulkus (-), edema (-)



Gigi



Karies (-)



Lidah



Bentuk normal, Ulkus (-), Plak (-)



Palatum durum



Permukaan licin



Palatum mole



Permukaan licin



Uvula



Posisi ditengah



Tumor



Tidak ada



FARING



Hasil Pemeriksaan



Dinding Faring



Tidak oedem, tidak bergranular



Mukosa



Tidak hiperemis



Uvula



Ditengah



Arkus Faring



Simetris, tidak hiperemis



Sekret



Tidak ada



TONSIL



Hasil Pemeriksaan



Pembesaran



T1-T1



Kripta



Tidak melebar



Destritus



Tidak ada



Faring



Tonsil



5



Perlekatan Sikatrik Pemeriksaan Laring



Tidak ada Tidak ada



Tidak dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan Nervi Kranialis Tidak dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher Inspeksi : Tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening Palpasi



: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.



Resume Dari anamnesis didapatkan seorang pasien laki-laki, berusia 47 tahun dengan keluhan Nyeri pada telinga kanan sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan pendengaran pada telinga kanan terasa menurun dan liang telinga kanan gatal. riwayat dikorek-korek dengan cotton bud (+), riwayat dimasukan air ke dalam telinga kanan (+) untuk mengeluarkan semut. riwayat berenang (-), riwayat alergi (-), riwayat DM (-) riwayat HT (-). Pemeriksaan fisik telinga kanan ditemukan nyeri tekan (+), Nyeri tekan Tragus (+), CAE hiperemis (+), edema (+), debris hifa (+), spora (+). Pemeriksaan Anjuran Pemeriksaan KOH Diagnosa Kerja Otitis Eksterna Difusa Auris Dextra + Otomikosis auris dextra Diagnosa Banding -



Otitis eksterna sirkumskripta auris dextra + otomikosis auris dextra Otitis eksterna Maligna auris dextra + Otomikosis auris dextra



Penatalaksanaan Medikamentosa Lokal :



6



- Irigasi liang telinga menggunakan normal saline hangat - Tampon antibiotika ke liang telinga - clotrimazole salep 2x1 Sistemik : - Antipiretik: Paracetamol 500 mg 3x/hari - Antiinflamasi : Kalium Diclofenac 500mg 2x/hari - Antibiotik : Cefixime 100mg 2x/hari - Antihistamin : Cetrizine 10mg tab 1x/hari Nonmedikamentosa Edukasi: - Pasien dianjurkan untuk tidak mengorek-ngorek liang telinga. - Sebaiknya kedua telinga tidak terkena air dulu. Bila mandi, kedua telinga



ditutup. - Jika pasien merasa ada cairan yang keluar dari telinga, atau telinga kemasukan air, gunakan tisu yang telah dipotong dan dibentuk meruncing ujungnya, dimasukkan ke dalam liang telinga untuk menyerap cairan. - Istirahat yang cukup.



- Menggunakan obat sesuai anjuran - Kontrol 3-7 hari Prognosa Quo ad Vitam



: Ad bonam



Quo ad Functionam



: Ad bonam



Quo ad Sanationam



: Ad bonam



7



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Otitis eksterna difus dikenal dengan swimmer ear (telinga perenang) atautelingacuaca panas(hot weather ear)adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri yangmenyebabkan pembengkakan stratum korneum kulit sehingga menyumbat saluran folikel.1



2.1.2 Epidemiologi Berdasarkan data yang dikumpulkan mulai tanggal Januari 2000 s/dDesember 2000 di Poliklinik THT RS H.Adam Malik Medan didapati 10746 kunjungan barudimana, dijumpai 867 kasus (8,07%) otitis eksterna, 282 kasus (2,62%) otitis eksterna difusadan 585 kasus (5,44%) otitis eksterna sirkumskripta. Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang pada iklim- iklim sejuk dan kering. Nan Sati CNdalam penelitiannya di RSSumber Waras / FK UNTAR Jakarta mulai 1 Januari 1980 sampai dengan30 Desember 1980 mendapatkan 1.370 penderitabaru dengan diagnosis otitis eksterna yangterdiri dari 633 pria dan 737 wanita.1



2.1.3 Etiologi Organisme yang paling sering ditemukan pada pasien dengan otitis eksterna difusa adalah bakteri gram negatif Pseudomonas aeruginosa (Bacillus pyocaneus) dan staphylococci. Yang lebih jarang ditemukan adalah bakteri streptococci dan Proteus vulgaris.Selain itu, jamur dapat terlibat dalam infeksi pada telinga luar, yaitu jamur Candida albicans dan Aspergillus niger.Otitis eksternadifusa dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis. 2,3 Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya otitis eksterna, yaitu :4



8







Derajat keasaman (pH) pH pada liang telinga biasanya normal atau asam, pH asam berfungsi sebagai protektor terhadap kuman. Peningkatan pH menjadi basa (di atas6.0) akan mempermudah terjadinyaotitis eksterna yang disebabkan oleh karena proteksi terhadap infeksi menurun.







Udara Udara yang hangat dan lembab lebih memudahkan kuman dan jamur mudah tumbuh.







Trauma Trauma ringan misalnya mengorek-ngorek telinga dengan benda tumpul seperti cotton bud merupakan faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna.







Berenang Terutama jika berenang pada air yang tercemar. Air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan merupakan sumber kontaminasi yang sering dari bakteri



2.1.4 Patofisiologi Saluran telinga dapat membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorongsel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.1 Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika mandi atau berenang.Terjadinya kelembaban yang berlebihan karena berenang atau mandi menambah maserasikulit liang telinga dan menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan bakteri. Perubahan inidapat juga menyebabkan rasa gatal di liang telinga sehingga menambah kemungkinan traumakarena garukan.4



9



INCLUDEPICTURE "http://htmlimg3.scribdassets.com/7pzoesxfcwym91c/images/95fbc8f5cdb.jpg" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE "http://htmlimg3.scribdassets.com/7pzoesxfcwym91c/images/95fbc8f5cdb.jpg" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE "http://htmlimg3.scribdassets.com/7pzoesxfcwym91c/images/95fbc8f5cdb.jpg" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE "http://htmlimg3.scribdassets.com/7pzoesxfcwym91c/images/95fbc8f5cdb.jpg" \* MERGEFORMATINET



Gambar 1. Patofisiologi terjadinya otitis eksterna difusa Klasifikasi otitis eksterna a. Penyebab tidak diketahui : - Malfungsi kulit : dermatitis seboroita, hiperseruminosis, asteotosis - Eksema infantil : intertigo, dermatitis infantil - Otitis eksterna membranosa - Meningitis kronik idiopatik - Lupus erimatosus, psoriasis



10



b. Penyebab infeksi - Bakteri gram (+) : furunkulosis, impetigo, pioderma, ektima, -



sellulitis, erisipelas Bakteri gram (-) : Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa,



-



otitis eksterna granulosa, perikondritis Bakteri tahan asam : mikrobakterium TBC Jamur dan ragi (otomikosis) : saprofit atau patogen Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes zoster, moluskum



kontangiosum, variola dan varicella - Protozoa - Parasit c. Erupsi neurogenik : proritus



simpek,



neurodermatitis



lokalisata/desiminata, ekskoriasi, neurogenik d. Dermatitis alergika, dermatitis kontakta (venenat), dermatis atopik, erupsi karena obat, dermatitis eksamatoid infeksiosa, alergi fisik e. Lesi traumatika : kontusio dan laserasi, insisi bedah, hemorhagi (hematom vesikel dan bulla), trauma (terbakar, frosbite, radiasi dan kimiawi) f. Perubahan senilitas g. Deskrasia vitamin h. Diskrasia endokrin3 Klasifikasi Otitis Eksterna menurut G.G.Browning: Klasifikasi Lokal ( Furunkulosis) Otitis Eksterna Difus



Keadaan Umum Kulit



Subklasifikasi Idhiopatik Trauma Iritan Alergi Bakteri, fungal Iklim dan lingkungan Dermatitis Seboroika Dermatitis Alergi Dermatitis Atopik Psoriasis



Invasif(Granula/Nekrotizing Maligna) lainnya (Keratosis Obturan) Tabel 1. Klasifikasi otitis eksterna Penatalaksanaan Otitis eksterna difusa harus diobati dalam keadaan dini sehingga dapat menghilangkanedema yang menyumbat liang telinga. Dengan demikian,



11



biasanya perlu disisipkan tampon berukuran ½ x 5 cm kedalam liang telinga mengandung obat agar mencapai kulit yang terkena.Setelah dilumuri obat, tampon kasa disisipkan perlahan-lahan dengan menggunakan forsep aligator. Penderita harus meneteskan obat tetes telinga pada kapas tersebut satuhingga dua kali sehari. Dalam 48 jam tampon akan jatuh dari liang telinga karena lumen sudah bertambah besar.Polimiksin B dan colistemethate merupakan antibiotik yang paling efektif terhadap Pseudomonasdan harus menggunakan vehiculum hidroskopik seperti glikol propilen yang telahdiasamkanbahan kimia lain, seperti gentian violet 2% dan perak nitrat 5% bersifat bakterisid dan bisa diberikan langsung ke kulit liang telinga. Setelah reaksi peradangan berkurang, dapatditambahkan alcohol 70% untuk membuat liang telinga bersih dan kering.4 Terapi sistemik hanya dipertimbangkan pada kasus berat; dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kepekaan bakteri. Antibiotik sistemik khususnya diperlukan jika dicurigai danya perikondritis atau kondritis pada tulang rawan telinga. 5 Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan kekambuhan yang mungkin



terjadi



pada pasien,



terutama



setelah



berenang.



Untuk



menghindarinya pasien harus menjaga agar telinganyaselalu kering, dengan cara menggunakan alkohol encer secara rutin tiga kali seminggu. Pasien juga harus diingatkanagar tidak menggaruk/membersihkan telinga dengancotton budterlalu sering. 2 Komplikasi -



Perikondritis Selulitis Dermatitis aurikularis 4



Prognosis Otitis eksterna adalah suatu kondisi yang dapat diobati biasanya sembuh dengan cepat dengan pengobatan yang tepat. Paling sering, otitis ekserna dapat dengan mudah diobati dengan tetes telinga antibiotik. Otitis eksterna kronis yang mungkin memerlukan perawatan lebih intensif. Otitis eksterna biasanya tidak memiliki komplikasi jangka panjang atau serius. 5



12



2.2



OTOMIKOSIS Otomikosis adalah infeksi akut, subakut, dan kronik pada epitel skuamosa dari pinna dan kanalis akustikus eksterna oleh ragi dan filamen jamur. Jamur adalah penyebab utamanya, namun penyakit ini juga dapat terjadi akibat infeksi bakteri kronis pada kanalis auditorius eksternus atau telinga tengah yang menyebabkan menurunnya



imunitas lokal sehingga



memudahkan terjadinya infeksi jamur sekunder. Pada kasus dengan perforasi membran timpani, jamur juga dapat menyebabkan infeksi pada telinga tengah.8,9,10,11 2.2.1



EPIDEMIOLOGI Prevalensi otitis eksterna fungi bervariasi sesuai dengan keadaan geografis dan faktor predisposisi pasien dan merupakan 9-50% dari seluruh kasus otitis eksterna. Umumnya ototitis eksterna fungi lebih sering dijumpai pada daerah tropis dan sub tropis seperti Mesir, India, Birma, Pakistan, Bahrain, Israel dan Indonesia berhubungan dengan faktor lingkungan yakni suhu dan kelembaban di daerah-daerah tersebut.8,12 Lingkungan yang lembab dengan iklim tropis meningkatkan insiden otitis eksterna fungi karena kontribusinya dalam meningkatkan produksi keringat dan mengubah permukaan epitel kanalis akustikus eksterna sehingga menjadi media yang baik bagi pertumbuhan dan proliferasi jamur. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa otitis eksterna fungi lebih sering didapati pada wanita dan lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan anak-anak. Otitis eksterna fungi unilateral dilaporkan pada



13



90% dari kasus dan tidak menunjukkan sisi mana yang lebih sering terjadi.8 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa otitis eksterna fungi lebih sering ditemukan pada pasien dengan penyakit penyerta dibetes melitus tipe 2. Hal ini dikarenakan pada diabetes melitus tipe 2 terjadi penurunan imunitas seluler yang berdampak pada mudahnya infeksi dan proliferasi jamur, keadaan hiperglikemia juga dapat membentuk lingkungan yang baik bagi pertumbahan jamur. Otitis eksterna fungi pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2 membutuhkan pengobatan dan pemantauan dalam jangka panjang karena mudah mengalami rekurensi dan resisten oleh karena pada diabetes melitus tipe 2 terjadi gangguan mikrovaskular yang dapat memperburuk perfusi aliran darah perifer.13 2.2.3



FAKTOR PREDISPOSISI9 a.



Kelembaban Saluran telinga mudah terinfeksi karena gelap dan hangat, sehingga pada keadaan kelembaban yang tinggi dan cuaca yang panas dapat memudahkan terjadinya pertumbuhan dan proliferasi bakteri dan jamur dalam saluran telinga. Hal ini terutama terjadi di daerah tropis



b.



dan subtropis. Pasien imunokompromis Pada pasien dengan imunokompromis, infeksi jamur menjadi lebih mudah terjadi karena sistem imun pasien tidak mampu melindungi



c.



tubuhnya. Penggunaan jangka panjang tetes telinga antibiotik Keadaan normal telinga dan sel epitel mukosa saluran telinga dapat mengalami perubahan akibat penggunaan jangka panjang tetes telinga antibotik, sehingga memudahkan terjadi pertumbuhan dan proliferasi jamur. Perubahan tersebut juga dapat mengakibatkan flora normal dalam saluran telinga berubah menjadi patologis.



d.



Perenang Jika terlalu banyak air masuk ke dalam saluran telinga, misalnya saat berenang,



terutama



di



air



yang



mengandung



klorin



atau



14



membersihkan



telinga



dengan



air



pada



saat



mandi



akan



memudahkan jamur bertumbuh dan berproliferasi karena air tersebut meningkatkan kelembaban, meningkatkan pH dan membersihkan serumen yang melengket pada mukosa saluran telinga yang pada keadaan



normal



sebenarnya



berfungsi



melindungi



dan



mempertahankan mukosa saluran telinga. Dengan demikian, perenang sebaiknya menggunakan ear plug atau penyumbat telinga e.



pada saat berenang. Terlalu sering membersihkan telinga Terlalu sering membersihkan telinga menggunakan cotton bud dapat mengakibat trauma lokal pada saluran telinga sehingga memudahkan terjadinya infeksi, pertumbuhan dan proliferasi bakteri dan jamur.



2.2.4



ETIOLOGI Sebagian besar Otomikosis disebabkan oleh jamur Aspergillus spp. dan Candida. Aspergillus niger adalah yang paling sering ditemui pada pemeriksaan kultur karena jumlahnya yang mendominasi kanalis auditoris eksterna, jenis jamur lain yang dapat menyebabkan otomikosis adalah A. flavus, A. fumigatus, A. terreus (jamur filamentosa), Candida albicans dan C. parapsilosis (jamur ragi). Selain itu beberapa jamur lain yang juga dapat menyebabkan otitis eksterna fungi namun jarang ditemukan ialah jamur jenis Phycomycetes, Rhizopus, dan Penicillium.8 Pada penelitian yang dilakukan Kumar (2005) pada pasien otitis eksterna fungi menunjukkan bahwa jenis jamur yang paling sering ditemui, yakni Aspergillus niger (52,43%), Aspergillus fumigates (34,14%), Candida albicans (11%), Candida pseudotropicalis (1,21%). Beberapa peneliti juga melaporkan jamur kausatif yang lain, yakni jenis Penicillium sp. dan jenis Candida yang lain dalam berbagai persentase. Umumnya penelitianpenelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase jenis jamur Aspergillus lebih banyak dibandingankan Candida. Meskipun demikian, pada keadaan imunokompromis atau dengan penyakit penyerta tertentu, misalnya



15



diabetes melitus tipe 2, jenis jamur Candida justru lebih sering ditemukan.8,13 2.2.5



PATOFISIOLOGI8 Patofisiologi otitis eksterna fungi berkaitan dengan anatomi, fisiologi dan histologi kanalis akustikus eksterna. Kanalis akustikus eksterna adalah sebuah saluran atau kanal dengan panjang rata-rata 2,5 cm dan lebar ratarata 7,9 mm pada orang dewasa. Saluran atau kanal ini berbentuk silinder dan dilapisi dengan epitel berlapis gepeng bertanduk hingga ke bagian luar membrana timpani. Bagian depan dari resesus membrana timpani, hingga isthmus sering menjadi tempat akumulasi debris keratin dan serumen dan sulit dibersihkan. Serumen memiliki suatu zat antimikotik, bakteriostatik dan insect repellent. Serumen terdiri dari lipid (46-73%), protein, asam amino bebas, mineral, lisosim, imunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh rantai panjang yang terdapat pada kanalis akustikus eksterna yang normal dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Komposisi hidrofobik ini memungkinkan serumen berperan dalam mengeluarkan air dari kanalis akustikus eksterna, serta membuat permukaan kanalis tidak permeabel, dan mencegah maserasi dan kerusakan epitel. Flora normal atau komensal yang terdapat di dalam kanalis akustikus eksterna diantaranya, Staphylococcus epirdemidis, Corynebacterium sp, Bacillus sp, Gram positive cocci (Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, non-pathogenic micrococci), Gram negative bacilli (Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Hemophilus influenza, Morazella catarrhalis, etc) dan jenis jamur miselia dari genus Aspergillus dan Candida sp. Flora normal atau komensal ini tidak bersifat patogen apabila lingkungan kanalis aksutikus eksterna dan keseimbangan antara bakteri dan jamur tetap terjaga.



16



Faktor – faktor yang berperan dalam perubahan lingkungan kanalis akustikus eksterna yang kemudian mengakibatkan jamur saprofit menjadi patogen, diantaranya faktor lingkungan (suhu dan kelembaban), perubahan pada epitel kanalis akustikus eksterna akibat dermatitis atau trauma mikro, peningkatan pH, penurunan kualitas dan kuantitas serumen, faktor sistemik (imunokompromis, neoplasma, diabetes melitus, penggunaan antibiotik lama, agen sitostatik dan kortikosteroid), riwayat otitis eksterna bakteri atau otitis media supuratif, dermatomikosis, serta kondisi sosial. 2.2.6



Diagnosis Otomikosis Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling sering terjadi adalah rasa gatal atau pruritus. Penderita mengeluh rasa penuh dan sangat gatal di dalam telinga. Liang telinga merah sembab dan banyak krusta. Inflamasi disertai eksfoliasi permukaan kulit atau pendengaran dapat terganggu oleh karena liang telinga tertutup oleh massa kotoran kulit dan jamur. Infeksi jamur dan invasi pada jaringan di bawah kulit menyebabkan nyeri dan supurasi. Bila infeksi berlanjut, eksema dan likenifikasi dapat jelas terlihat dan kelainan ini dapat meluas ke telinga bagian luar hingga bawah kuduk. Tulang rawan telinga dapat juga terserang.6,16 Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan umum pada tahap awal dan sering mengawali terjadinya rasa nyeri. Rasa sakit pada telinga bisa bervariasi mulai dari hanya berupa perasaan tidak enak pada telinga, perasaan penuh dalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga berdenyut diikuti nyeri yang hebat. Keluhan rasa sakit yang dikeluhkan sering menjadi gejala yang mengelirukan, walaupun rasa sakit tersebut merupakan gejala yang dominan. Derajat rasa sakit belum bisa menggambarkan derajat peradangan yang terjadi. Hal ini dijelaskan bahwasanya kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis akan menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa nyeri. Selain itu, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga, sehingga gerakan dari daun telinga akan mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada kulit dan tulang rawan di liang telinga luar.



17



Kurangnya pendengaran mungkin dapat terjadi akibat edema kulit liang telinga, sekret yang purulen, atau penebalan kulit yang progresif yang bisa menutup lumen dan mengakibatkan gangguan konduksi hantaran suara.



17



Pada pemeriksaan menggunakan otoskopi, umumnya akan didapatkan lumen MAE mengalami edema ringan, eritem, dan terlihat debris atau sekret jamur berwarna putih, keabuan, atau hitam. Pasien biasanya sudah menggunakan berbagai obat tetes telinga antibiotik maupun per oral, namun keluhan tidak berkurang.9 Karateristik pada otitis eksterna fungi ialah pada infeksi akibat Aspergillus umumnya akan terlihat hifa halus dan spora (konidiofor) sedangkan pada infeksi akibat Candida akan terlihat miselia yang panjang yang jika bercampur dengan serumen akan berwarna kekuningan. Infeksi akibat Candida lebih sulit diidentifikasi secara klinis karena kurangnya tampilan klinis seperti pada infeksi akibat Aspergillus.8 Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan mengidentifikasi komponen jamur menggunakan tes KOH atau menggunakan kultur jamur yang positif. Namun, kultur sangat jarang dibutuhkan dan umumnya tidak mengubah terapi karena jamur yang menyebabkan otomikosis kebanyakan adalah jamur jenis saprofit yang merupakan jenis flora normal/komensal dalam MAE normal. Morfologi dari koloni juga dapat memudahkan untuk membedakan yeast like fungi atu jamur ragi dan filamentous fungi atau jenis jamur filamentosa. Koloni yang berwarna putih atau putih kekuningan, halus dan kadang-kadang kasar, adalah jenis jamur ragi. Sedangkan jenis jamur filamentosa berbentuk seperti kumpulan debu, kain wol, atau kain beludru yang dilipat. Koloni ini dapat menampilkan berbagi jenis warna seperti, hitam, putih, kuning, hijau, biru, dan biru kehijauan.8



18



Gambar 2. Otomikosis Aspergillus niger (kanan) dan Otomikosis-Aspergillus speciea (kiri).18



Gambar 3. Otomycosis-aspergillus fumigatus (kanan) Severe otomycosisAspergillus Niger (kiri)18



19



Gambar 4. Histopathology-Aspergillus Niger18



Gambar 5. Otomikosis- Candida albicans18



Gambar 6. Candida Albicans-Plate culture (kanan) Candida AlbicansHistopathology (kiri)18



20



Gambar 7. Gambaran hifa dan filamen pada tes KOH19 2.2.7



TERAPI Meskipun berbagai penelitian telah menunjukkan beberapa obat baik topikal maupun per oral yang dapat digunakan dalam penanganan otitis eksterna fungi, namun belum ada konsesus yang memuat mengenai obat dan cara yang paling efektif diantara yang lain. Penanganan yang sering dilakukan saat ini adalah dengan pemberian antifungi topikal dan pembersihan liang telinga dari debris dan sekret jamur yang terbukti dapat memberikan hasil yang baik, walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama.8 Banyak peneliti meyakini bahwa hal terpenting dalam penanganan otitis eksterna fungi adalah dengan mengidentifikasi jamur penyebab untuk memberikan terapi medikamentosa yang adekuat. Untuk saat ini, belum ada terapi khusus yang direkomendasikan untuk otitis eksterna fungi karena banyaknya antifungi yang dapat digunakan klinisi secara luas yang membuktikan bahwa terapi ini juga tergantung pada pasien sebagai individu.8 Sediaan antifungi dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni antifungi spesifik dan non spesifik. Antifungi non spesifik diantaranya adalah larutan asam dan pembersih:8



21



-



Boric acid adalah medium asam dan sering digunakan sebagai antiseptik dan insektisida. Dapat diberikan bila penyebabnya adalah



-



Candida albicans. Gentian Violet yang disediakan dalam bentuk larutan konsentrasi rendah. Misalnya 1% dalam air. Gentian violet bersifat antibakteri, antifungi,



antiinflamasi



dan



antiseptik.



Beberapa



penelitian



-



menunjukkan efektivitas agen ini hingga 80%. Castellani’s paint (acetone, alkohol, fenol, fuchsin, resocinol) Cresylate (merthiolate, M-cresyl acetate, propyleneglycol, bric acid,



-



dan alkohol) Merchurochrome yang merupakan antiseptik topikal dan antifungi. Penelitian menunjukkan efektivitasnya hingga 93, 4%.



Antifungi spesifik, diantaranya8,11,15: -



Nystatin adalah antibiotik makrolid polyene yang dapat menghambat sintesis sterol di membran sitoplasma. Keuntungan dari nistatin adalah tidak diserap oleh kulit yang intak. Dapat diresepkan dalam bentuk



-



krim, salep, atau bedak. Efektif hingga 50-80%. Azole adalah agen sintetis yang mengurangi konsentrasi ergosterol, sterol esensial pada membran sitoplasma normal. 1. Clotrimazole digunakan secara luas sebagai topikal azole. Efektif hingga 95-100%. Clotrimazole memiliki efek bakterial dan ini adalah keuntungan untuk mengobati infeksi campuran bakterijamur. Clotrimazole tersedia dalam bentuk bubuk, lotion, dan solusio dan telah dinyatakan bebas dari efek ototoksik. 2. Ketokonazole dan fluconazole memiliki spektrum



luas.



Ketokonazole (2% krim) efektif hingga 95-100% melawan Aspergillus dan C. Albicans. Fluconazole topikal efektif hingga 90% kasus. 3. Miconazole (2% krim) adalah imidazole yang telah dipercaya kegunaannya selama lebih dari 30 tahun untuk pengobatan penyakit superfisial dan kulit. Agen ini dibedakan dari azole yang lainnya dengan memiliki dua mekanisme dalam aksinya. Mekanisme pertama adalah



inhibisi dari sintesis ergosterol.



Mekanisme kedua dengan inhibisi dari peroksida, dimana



22



dihasilkan oleh akumulasi peroksida pada sel dan menyebabkan kematian sel. Efektif hingga 90%. 4. Bifonazole. Solusio 1% memiliki potensi sama dengan klotrimazol dan miconazole. Efektif hingga 100%. 5. Itraconazole memiliki efek in vitro dan in vivo melawan spesies Aspergillus. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan Venkataramanan dan Kumar (2016) menunjukkan pemberian itrakonazole per oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan otitis eksterna fungi rekuren selama 5 hari sangat efektif. Tabel 2. Obat yang digunakan pada kasus otomikosis dan efikasinya



Bentuk salep lebih memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan formula tetes telinga karena dapat bertahan di kulit untuk waktu yang lama. Salep lebih aman pada kasus perforasi membran timpani karena akses ke telinga tengah sedikit diakibatkan tingginya viskositas. Penggunaan cresylate dan gentian violet harus dihindari pada pasien dengan perforasi membran timpani karena memiliki efek iritasi pada mukosa telinga tengah. Serta menghentikan penggunaan antibiotik topikal bila dicurigai sebagai penyebabnya.Pada pasien immunocompromised, pengobatan otomikosis harus lebih kuat untuk mencegah komplikasi seperti hilangnya pendengaran dan infeksi invasif ke tulang temporal.7



23



Otomikosis terkadang sulit diatasi walaupun telah diobati dengan pengobatan yang sesuai. Maka dari itu perlu ditentukan apakah kondisi ini akibat penyakit otomikosis itu sendiri atau berhubungan dengan gangguan sistemik lainnya atau hasil dari gangguan immunodefisiensi yang mendasari. Pengobatan lain selain medikamentosa yaitu menjaga telinga tetap kering dan mengarahkan pada kembalinya kondisi fisiologis dengan mencegah gangguan pada kanalis akustikus eksternus.8 2.2.8



KOMPLIKASI Perforasi membran dapat terjadi sebagai komplikasi dari otomikosis yang bermula pada telinga dengan membran timpani intak. Insidens perforasi timpani pada mikosis ditemukan menjadi 11%. Perforasi lebih sering terjadi pada otomikosis yang disebabkan oleh Candida albicans. Kebanyakan perforasi terjadi bagian malleus yang melekat pada membran timpani. Mekanisme dari perforasi dihubungkan dengan trombosis mikotik dari pembuluh darah membran timpani, menyebabkan nekrosis avaskuler dari membran timpani. Enam pasien pada grup immunocompromised mengalami perforasi timpani. Perforasi kecil dan terjadi pada kuadran posterior dari membran timpani. Biasanya akan sembuh secara spontan dengan pengobatan medis. Jarang namun jamur dapat menyebabkan otitis eksterna invasif , terutama pada pasien immunocompromised. Terapi antifungal sistemik yang adekuat sangat diperlukan pada pasien ini.8



BAB III PEMBAHASAN



24



Seorang laki-laki usia 47 tahun datang ke poli THT luar di diagnosis otititis eksterna difusa auris dextra dan otomikosis auris dextra pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala klinis dan pemeriksaan fisik pasien. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh nyeri yang terus-menerus pada telinga kanan dan semakin berat bila tertekan di bagian cuping telinga selama 2 hari. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 hari yang lalu. Sebelumnya pasien kemasukan semut pada telinga kanannya sehingga pasien membersihkan telinganya dengan cotton bud dan memasukan air ke dalam liang telinga kann untuk membantu mengeluarkan semut dari dalam telinganya keluhan gatal yang terjadi kemungkinan akibat trauma ringan yang disebabkan perubahan kulit liang telinga. Selain itu keluhan juga disertai pendengaran yang berkurang pada telinga kanan . Pada pemeriksaan telinga kanan pasien didapatkan nyeri tekan tragus dan adanya tanda-tanda perandangan canalis akustikus eksternus kanan, yaitu adanya edema dan hiperemis liang telinga. Gambaran massa putih keabu-abuan dengan bintik hitam dan filamen halus (Debris (+), hifa (+), spora (+) namun membran timpani sulit dinilai karena liang telinga yang sempit akibat terjadi edema. Hal ini sesuai dengan gejala otitis eksterna Difus , yaitu nyeri pada liang telinga dan gangguan pendengaran pada liang telinga dan ditemukannya nyeri tekan tragus, liang telinga yang sempit, CAE hiperemis dan edema.1 Gejala yang paling sering ditemui pada Otomikosis adalah rasa gatal atau pruritus. Penderita mengeluh rasa penuh dan sangat gatal di dalam telinga. Liang telinga merah sembab dan banyak krusta. Inflamasi disertai eksfoliasi permukaan kulit atau pendengaran dapat terganggu oleh karena liang telinga tertutup oleh massa kotoran kulit dan jamur. Menurut penelitian yang dilakukann Bayati dkk di Iran didapatkan gejala dari otomikosis adalah pruritus (65%), otalgia (55%), rasa penuh ditelinga (46%), otorrhea (40%) and kehilangan pendengaran (33%).1 Ho mencatat bahwa pruritus ditemukan 23% kasus, otalgia dan otorrhea adalah 48%, gangguan pendengaran ditemukan pada 45% kasus. Mirip dengan penelitian yang dilakuakn Ozcan yang ditemukan sebagian besar kasus memiliki gejala aural seperti gatal, otalgia, gangguan pendengaran, discharge telinga dan tinnitus. Otomycosis ditemukan pada semua kelompok usia.21,22



25



Kebiasaan membersihkan telinga dengan bulu, batang korek api dan ujung jari yang terkontaminasi dapat mendorong inokulasi dan pertumbuhan spora jamur pada CAE terutama pada pasien dengan hygiene pribadi yang buruk. 3 Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton buds (kapas pembersih) dapat mengganggu mekanisme pembersihan ini dan dapat mendorong sel-sel kulit yang mati beserta serumen ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana. Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembab pada saluran telinga akan lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur. 15 Temuan massa putih keabu-abuan dengan bintik hitam dan filamen halus yang khas untuk otomikosis. Diagnosis pasti dapat dibantu dengan pemeriksaan KOH untuk mengidentifikasi elemen jamur atau melalui kultur jamur. Kumar menemukan jamur dari isolat pasien otomikosis sebanyak 43 kasus (52,43%). Kumar juga mengisolasi Aspergillus niger (52.43%), Aspergillus fumigates (34.14%), C.albicans (11%), C.pseudotropicalis (1.21%) and Mucor sp (1.21%). Ahmad et al (1989) yang mempublikasi sebuah karya prospective study pada 53 pasien di poli THT FK UI juga membuktikan bahwa spesies yang sering terisolasi adalah Aspergillus sp. dari pada Candida sp. 7 Pada otitis eksterna, pengobatannya amat sederhana tetapi membutuhkan kepatuhan penderita terutama dalam menjaga kebersihan liang telinga. Pembersihan liang telinga dengan mengorek-ngorek telinga dengan benda asing seperti cotton bud tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan trauma atau iritasi yang menjadi tempat masuknya kuman dan merusak barrier proteksi pada liang telinga. Penatalaksanaannya dapat diberikan obat tetes telinga yang mengandung neomisin, polimiksin B, anestesi topikal, dan korikosteroid. Kadang- kadang diperlukan obat antibiotik sistematik.1 Pada kasus ini diberikan terapi berupa obat tetes clotrimazole salep 2x1 obat oral cefixime 100 mg 2 kali sehari 1 tablet serta paracetamol 500 mg 3 kali



26



sehari dan kalium dicklofenac 500mg 3 kali sehari. Antibiotika sistemik diberikan pada otitis eksterna difusa berdasarkan pertimbangan infeksi yang berat dimana lapisan yang terkena lebih dalam sehingga tidak dapat dijangkau dengan antibiotik topikal saja. Selain itu juga diberi Paracetamol untuk menurunkan panas dan natrium diclofenac untuk menghilangkan nyerinya. Terdapat 4 fundamental terapi otitis eksterna yaitu pembersihan, pemberian antibiotik yang tepat, terapi terhadap nyeri dan inflamasi, dan pemberian edukasi untuk mencegah terjadinya penyakit berulang. Antibiotik tetes telinga yang diberikan adalah untuk infeksi Pseudomonas, dalam hal ini polymixin B dengan cara meneteskan ke bagian telinga lalu kepala dimiringkan ke sisi yang tidak nyeri. Selain itu juga dapat diberi antibiotik oral broad-spectrum.6 pengobatan Otomikosis itu sendiri dapat diberikan salep clotrimazole 2x sehari. Golongan azole merupakan agen sintetik yang dapat mengurangi konsentrasi ergosterol, yaitu sterol esensial yang terdapat pada membran sitoplasma normal. Clotrimazole adalah golongan azole yang paling sering digunakan karena efektifitasnya yang tinggi dalam mengobati otomikosis. Clotrimazole juga memiliki efek antibakteri sehingga sering digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri-jamur, dan ia tidak memiliki efek ototoksisitas. Ketokonazole dan flukonazole merupakan antifungal spektrum luas dan komponen kimianya efektif mengobati penyebab umum otomikosis seperti Aspergillus dan Candida albicans. Klotrimazole merupakan anti jamur spektrum luas yang umum digunakan. Klotrimazol bekerja dengan meningkatkan permeabilitas membran fungi sehingga menyebabkan kematian pada jamur. Penanganan ditujukan untuk mengeradikasi jamur penyebab dan mengembalikan kanalis akustikus eksterna dalam kondisi normalnya serta mengurangi keluhan pasien. BAB IV KESIMPULAN



27



1. Diagnosis kasus adalah Otitis Eksterna Difus Auris Dextra Dan otomikosis Auris dextra sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 2. Faktor predisosisi yang menyebabkan penyakit pada kasus ini adalah trauma ringan seperti mengorek telinga. Penyebab terbanyak kasus otitis eskterna difus adalah bakteri gram negatif Pseudomonas aeruginosa (Bacillus pyocaneus) dan staphylococci sedangkan pada otomikosis adalah Aspergillus sp. dan Candida sp. 3. Terapi yang digunakan adalah pembersihan liang telinga, pemberian tampon berisi obat antibiotik dan pemberian antifungal salep.Obat sistemik diberikan antipiretik,analgetik dan antibiotik. 4. Perlu kepatuhan dan edukasi yang adekuat untuk mencegah kekambuhan kasus.



DAFTAR PUSTAKA



28



1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: FK UI. 2010. 2. Enriquez A, et al. Basic Otolaryngology. Manila: Department of Otorhinolaryngology UP - PGH. 1993. 3. Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC.1997. 4. Lee K.J, Essential otolaryngology: head and neck surgery. Stamford: Appleton & Lange. 1995. 5. Becker W, Naumann H, Pfaltz C. Ear, Nose, and Throat, A Pocket Reference. Second, revised edition. New York: Thieme. 1994. 6. Rosen CA dan Johnson JT. Bailey’s head and neck surgery otolaringology. Philadelphia : Lippincott William and Wilkins. 2014. 7. Kumar, Ashish. Fungal Spectrum in Otomycosis Patients. JK Science. Vol. 7 No. 3, July-September 2005. Diakses pada tanggal 20 agustus 2016 8. Knott, Laurence. Fungal Ear Infection (Otomycosis).http://www.patient.co.uk/doctor/Fungal-Ear-Infection (Otomycosis).htm diakses pada tanggal 20 agustus 2016. 9. Ballenger, James. Jr, Snow. Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. London: BC Decker. 2002 10. Lee KJ. Infection of the ear. In: Lee KJ, editor. Essential otolaryngology Head & Neck surgery. New York: McGraw Hill;2003:p.462-511. 11. Edward Y, Irfandy D. 2013. Otomycosis. Available at: http://repository.unand.ac.id/17717/1/crotomycosis.pdf 12. Chaudhry A. Otomycosis. Available at: http://www.rmc.edu.pk/Otomycosis.pdf 13. Munguia, Raymundo. Daniel, Sam J. Ototopical Antifungal and Otomycosis: A Riview. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology. 2008. 72, 453—459. www.elsevier.com/locate/ijporl 14. Ho T, Vrabec JT, Yoo D, Coker NJ. Otomycosis : Clinical features and treatment implications. Otolaryngol-Head Neck Surg. 2006;135:787-91. 15. Ozcan K, Ozcan M, Karaarslan A, Karaarslan F. Otomycosis in Turkey; Predisposing Factors,Etiology and Therapy. J Laryngol & Otol 2003; 117: 39-42. 16. Bailey, BJ. Johnson, JT. Newlands, SD. Head and Neck SurgeryOtolaryngology. 4th Edition. Volume 2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006



29